Minggu, 06 Agustus 2017

Candi Angin Jepara : Perjalanan Lintas Batas #4

Candi Angin, Jepara
       Minggu 6 Agustus 2017, masih di #lintasbatas4. Sambungan perjalanan dari Candi Bubrah Jepara. Kami melanjutkan penelusuran melewati jalan setapak di sebelah kanan Candi Bubrah. Masih dengan medan yang sama, karena lokasi pun masih sama. Tanjakan, kanan kiri jurang menjadi tantangan yang menghadang kami. 
       Saat memulai pendakian menuju Candi Angin, kami melihat kibaran bendera di atas pohon di puncak tertinggi didepan kami, barangkali itulah final tujuan kami. Terbayang di mata perjalanan masih butuh energi dan spirit yang lebih, karena beberapa kali lagi harus melahap tanjakan dengan berjalan kaki.
      Dari informasi yang kami terima, Candi Angin ini berada di wilayah Kabupaten Jepara,  tepatnya di Lereng Gunung Muria sebelah Utara, secara administratif masuk wilayah Dusun Duplak, Desa Tempur, Kec. Keling. Kalau tidak salah di sisi sebaliknya Gunung Muria ini, Sunan Muria pernah membangun dan menyebarkan agama Islam.
Candi Angin
      Dengan tenaga yang tersisa, juga semangat kami tinggal 50%, kami berjalan stabil (seperti saran Lek Sur), maaf saya tak punya gambaran dengan tulisan stabilnya seperti apa, abstrak bagi saya.. wkwkwk)  walaupun saya sendiri yakin, kami semua bukan stabil betulan tapi karena keadaan yang tak memungkinkan = lelah fisik. Terutama bagi kami bertiga terkecuali Mas Imam.
      Di sebelah kanan dan kiri jalan, banyak sekali pohon pisang, saya pribadi  heran kok gunung banyak pisang, siapa,yang menanam dan bagaimana cara panennya? Di lereng terjal, di pinggiran tebing. Kok bisa? Apakah pohon pisang ini vegetatif asli Muria? Apakah dulu banyak monyetnya? Hmmmm. Entahlah.
Setelah Kurang lebih jalan kaki sekitar 30 menit, akhirnya sampailah kami....
CANDI ANGIN,
Candi Angin, Jepara
       Di Candi Angin sudah ada papan nama dan peringatan untuk pelestarian, terbesit pertanyaan dalam hati saya... kenapa Candi Brubah tak di perhatikan juga? Padahal melewati nya... semoga ada yang bisa menyampaikan kepada pihak terkait. Eman - eman sekali kekunoan ini diabaikan. Bahkan oleh salah satu warga sendiri (warga Jepara), baru tahu setelah saya publish naskah Candi Bubrah. Beliau malah bertanya dimana? Di salah satu komentar di medsos)... tentu ada yang salah, kenapa bisa terabaikan... oleh anak turunan cucu leluhur kerajaan Kalingga.
       Sambutan pertama, di Candi Angin ini ada tatanan batu yang menyerupai makam;
Makam 1 di candi Angin Jepara
      Didekatnya ada tatanan watu candi, 


Candi Angin


       Di trap selanjutnya, ada sebuah bangunan yang didalamnya masih nampak digunakan untuk ritual tertentu ;


Candi Angin, Jepara

       Di dekatnya, ada pohon besar yang tumbuh diatas bangunan (pohon yang besar itu pasti berusia sudah sangat tua, apalagi batunya).
    Membuktikan, lamanya bangunan suci ini tak ada aktivitas lagi, bahkan mungkin ribuan tahun yang lalu sudah ditinggalkan.
     Dilokasi ini kemudian menjadi tempat istirahat kami, dibawah pohon sambil memandang sisa kemegahan Candi Angin.
     Sambil membuka bekal, plus Lek Suryo membuat Kopi on lokasi. Jadilah terasa ikmat blusukan kali ini. Sejenak menjadi terlupa siksaan perjalanan yang sebelumnya kami rasakan.
       Kondisi Candi Angin 11-12, sama dengan Candi Bubrah. Yang membedakan adalah letaknya. Sama sama bubrah


Candi Angin
    Posisi Candi Angin berada di puncak paling tinggi, 


Candi Angin
     Candi Angin diduga (satu paket) sama dengan Candi Bubrah merupakan  tinggalan Kerajaan Kalingga dengan Ratu Shima.
     Salah satu reruntuhan Candi Angin di sisi kanan Candi:
Candi Angin

Candi Angin

       Makam ke 2 yang ada di sisi kanan candi bagian atas;
Candi Angin

    Di Candi Angin ini kami duga ada inkripsi pada batu, dua jenis.... hehehehe :
        
Tulisan di Batu : Candi Angin

     Legenda yang dituturkan dari generasi ke generasi (minim tinggal an tulisan, lebih banyak lisan) :
    Konon, rakyat kerajaan Kalingga terkenal kejujurannya. Tak ada satupun pencurian di seluruh wilayah kerajaan. Jika bukan hak atau miliknya, masyarakat tak kan mau menyentuhnya. Sehingga barang berharga yang jatuh di jalan pun tak kan,ada yang mengambilnya.      Hal itu berkat kepemimpinan Ratu Shima, sang penguasa yang adil dan bijaksana, mampu menjadikan warganya sejahtera. Penegakan hukum pun tegas tanpa pandang bulu.
      Suatu ketika, seorang utusan dari negeri china hendak menguji  kejujuran warga. Dia menaruh bungkusan di tepi jalan kotapraja. Namun hampir selama 40 hari bungkusan itu tetap pada posisi semula.
      Hari ke 41, ketika putra mahkota berjalan jalan dengan rombongannya, tak sengaja roda kereta kencana menyentuh bungkusan orang China tersebut. Pangeran tersebut turun, kemudian menyingkirkan dengan kakinya. Hanya 1 depa.     Esok harinya, orang China tersebut mengadu kepada Ratu Shima, alhasil karena hukum harus ditegakan. Sesuai hukum yang berlaku di kerajaan bahwa pencuri akan dipotong bagian tubuh yang menyentuh benda tersebut, maka dipotonglah kaki kanan pangeran tersebut.      Pada saat akan dilaksanakan hukuman, orang China tersebut memohon untuk dibatalkan, karena pangeran bukan mencuri tapi hanya memindahkan. Segenap masyarakat yang hadir pun memohon ampunan untuk sang Ppangeran.      Namun Ratu Shima tak bisa mencabut hukuman itu,  karena Hukum di Kalingga. Diiringi derai tangis segenap yang hadir saat itu, dipotonglah kaki Sang Pangeran. Sebuah kejujuran yang menjadikan Kerajaan Kalingga melegenda. Ditulis di catatan orang china tersebut.      Sejak saat itu, sang pangeran menjadi Cacat. Sementara pemimpin kerajaan adalah  wakil Dewa yang memerintah manusia di bumi. Dan sudah tak sempurnalah pangeran tersebut untuk menjadi Raja. Itulah mengapa Kerajaan Kalingga kemudian hilang di telan zaman.       Sebuah cerita masa lalu, yang masih tersimpan dalam ruang kosong di pojok kepala saya.... ( teringat bacaan saat SD, dan barulah sekarang bisa menyambangi lambang kejujuran ini... ) #percayaTEMAN adalah taggar khusus edisi ini. Terinspirasi kisah legenda Kalingga.
     Saat di Gerbang Masuk Desa Tempur sebelumnya di awal perjalanan, ada juga tinggalan Sumur batu dan kolam kuno yang dikeramatkan. Dugaan saya, ada keterkaitan dalam ritual suci pemujaan di masa itu. (Di naskah setelah ini)
     Sumur batu dan kolam suci digunakan untuk menyucikan diri sebelum ritual di Candi Bubrah. Setelah Candi Bubrah, tahap selanjutnya Ritual di Candi Angin sebagai puncak ritual. Mungkin mirip konsep Gunung Lawu yang konon sebagai lokasi Moksa Brawijaya V..
     Video amatir Perjalanan pulang dari Candi Angin, video by max trist : (proses upload)
Salam Nyadi...
    Saat disini, ketemu dengan beberapa rombongan pemuda-pemudi lokal, namun ada satu rombongan yang nampaknya menyambut ajakan kami untuk ngopi, dan menunjukkan keramahan Khas Muria. 
     Sempat berfoto bersama dulu ; 
Salam Nyandi : Candi Angin

Berlanjut di Sumur Batu
Sampai ketemu di lintas batas yang lain....
Percaya Teman : candi Angin

#PercayaTEMAN

Situs Sumur Batu Desa Tempur, Keling Jepara : perjalanan lintas batas #4,

Situs Sumur Batu Desa Tempur, Keling Jepara
       Minggu, 6 Agustus 2017. Setelah misi selesai, penelusuran lintas batas Candi Angin- Candi Jepara selesai, ketika rasa capai sudah di ubun-ubun. Eh kok rekan bertiga tetap berhenti di jalan masuk menuju Sumur Batu. Padahal jiwa raga saya pribadi sudah bener bener telah habis level energi ke titik terendah.
    Ya sudah, karena makmum akhirnya mengekor juga.
     Masih di Desa Tempur, Kec. Keling Kabupaten Jepara. Petunjuk arah sangat mudah. Setelah parkir motor di pinggir jalan, kemudian kami berjalan kaki. Awalnya tatapan curiga kami dapati saat awal kami tiba di lokasi ini. Terutama karena kami parkir di pinggir jalan tengah perkampungan, namun ketika kami bertanya kepada warga mereka jadi paham dan berlalu = cuek....hnmmm, sayang sekali mungkin mereka capai.... wkwkwkkw... Mungkin belum sadar..... padahal kami yakin sudah ada program Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisaya yang menganjurkan untuk tersenyum dan ramah) ... hehehhe.
     Jalan kaki, 100m kemudian ambil kiri mengikuti jalan undakan menurun, melewati kebun kopi. Desa Tempur ini juga terkenal Kopi Khas Tempur Keling Jepara, dibeberapa lokasi ada cafe. Namun tentu saja kami (untungnya) melewatkan (karen saya sudah tak kuat lagi) hehehehhe.  Tenaga yang terkuras, karena faktor U, Menjadikan jalan kami terlalu lambat bagi Mas Imam, padahal menurut kami dia terlalu cepat saja.
     Entah bagaimana, Mas Imam sudah sampai di lokasi. Eh dia balik keatas lagi. "Hawane singup banget, rawani dewekan", jelas Mas Imam. Suasana memang berbeda, kasat mata agak suram (tapi tentu saja ditambah faktor jam sudah sore sekali, dan sudah akan masuk waktu Magrib).
      Dan inilah, yang pertama kami temui adalah Kolam Kuno yang sudah kering, 
Situs Sumur Batu Desa Tempur, Keling Jepara : Kolam Kuno

kolam kuno disusun dengan tatanan batu, sementara disebelahnya ruang pemujaan, dimana ada beberapa batu yang dikeramatkan kemudian disusun sedemikian rupa. 
Situs Sumur Batu Desa Tempur, Keling Jepara
     Disamping kolam kuno yang sering tersebut ada sebuah bangunan, didalam bangunan tersebut ada altar pemujaan yang nampaknya sampai saat ini masih sering digunakan. 
     Dari papan informasi dan peringatan dari warga tentang anjuran dan larangan attitude saat di lokasi ini, Situs Sumur Batu ini ditemukan oleh warga sekitar tahun 2003.
Situs Sumur Batu ; Ditemukan tahun 2003
     Menyusuri jalan cor tersebut, dibeberapa lokasi masih terlihat jejak kekinian ; batu lempeng datar tersusun rapi.
    Kami sama sekali tak mendapatkan informasi dari warga di Sumur Batu ini perihal legenda maupun sejarahnya, hanya pemuda yang kami temui di Pos Masuk tadi berkata... Sumur Batu ini dikeramatkan oleh warga.


    Penampang atas Sumur batu :
Sumur Batu Keling

      Terlihat dari air di sumur batu, menandakan sudah lama sekali air itu tak pernah menjadi air suci lagi. Yang pada masanya pernah digunakan untuk prasyarat ritual masa lalu.
Sumur Batu Jepara



 Memang masih banyak sesajen disekitar Sumur Batu ini, salah satunya terlihat di sebelahnya dengan diapit potongan struktur batu bekas sebuah bangunan.
     Didekat sumur batu juga ada lagi Serupa makam, ini penampakan salah satu batu Patoknya :












Salam pecinta Situs dan Watu Candi.
Sumur Batu Desa tempur, keling Jepara
Sampai ketemu di tujuan penelusuran lintas batas selanjutnya.... 
Sumur Batu Desa tempur, keling Jepara






















Tamat# lintas batas4

nb : semua foto by kontributor : Lek Suryo dan Max Trist....

Kamis, 27 Juli 2017

Situs Soko, Lerep. Ungaran

     
      Kamis, 27 Juli 2017. Kemisan kali ini awalnya sudah nyaris terlewatkan, bagaimana tidak cuaca gerimis dari tadi siang tak reda. Penunjuk arah pun jam 3 lebih belum datang. Tepat saat Lek Sur beranjak pulang, saya pun beres beres. Eh, Mas Eka WP datang sambil mringis. "Sedetik lagi terlambat, ki wis meh bali", kata kami serempak. 
         Awalnya kami memang tak terlalu harus. Sebisanya saja.
     Namun untuk tak membuat gelo, walaupun gerimis kami tetap melanjutkan apa yang telah kami pinta tadi siang, kami diantarkan blusukan kemisan ke Lingga situs Makam Soko Lerep Ungaran. 
     Dari Alun-Alun lama Ungaran, kami melalui Karangbolo kemudian pertigaan ambil kiri, Setelah Waktu Gunung di sebelah kanan, ada gang ikuti, sekitar 150m pas di turunan, sebelah kiri ada jalan kecil menuju Makam Soko.
Makam Punden Soko, Lerep
     Masuk, 500m, pertigaan ambil kiri, kemudian ketemu dengan cungkup makam, yang kami tuju berada di bangunan ini ;
     Dari sumber informasi yang didapat Mas Eka Wp,  konon yang dimakamkan disini adalah Syech Ibrohim, Wali Tunggul Werdho (pak kyai nurul huda). (sumber interview bernama pak narto). Di makam punden soka, warga masyarakat mempercayai keberada an pusaka dari teken wali yang berupa lingga.
     Masuk dalam ruangan cungkup, terdapat 2 makam, Syech Ibrahim dan, sang istri beliau.
     Ditutup kain mori,  masing - masing maesan, juga teken wali (sebutan masyarakat untuk lingga). 
      Untung bersama Lek Sur, karena saya maupun Mas Eka WP tak berani membuka mori untuk sekedar mengetahui bentuk lingga saat ini. 
     Ada ketakutan aneh dalam diri saya (sebenernya saya, memang penakut .. hahaha...).
     Dan Lek Suryo tampil kedepan, dengan hati hati membuka mori, tentunya dengan mohon ijin sebisanya. 
    Kami berdua dibelakang Lek Suryo ikut berdoa semoga ga kenapa-napa. Karena kami tak berniat macam-macam namun hanya sekelompok orang yang ingin uri-uri sejarah nenek moyang.
     Setelah kain mori dibuka, penampakan lingga ;
Lingga Situs Soko, Lerep Ungaran
     Kondisi lingga sudah aus, tak ada lambang siwa, yang masih terlihat bentuk 8 sisi di bagian dasar lingga yang tertanam semen. 
    Untuk dimensi lingga, kami tak punya keberanian untuk detail mengukur. Dulu pernah Lingga ini dipindahkan, namun tak tahu menahu tiba-tiba lingga diposisi semula. Sejak saat itu tak ada yang mencoba memindahkan kembali.
     Informasi tambahan yang didapat Eka Wp, tentang keberadaan "Masjid Wurung", tak jauh dari lokasi makam, sebuah gumuk yang dikelilingi sawah.  dimana biasanya warga menganggap struktur peninggalan batu kuno mesti peninggalan wali. 
Lingga Soko
     Sebuah distorsi sejarah, yang biasanya kami temui bukti dan sisa - jejak peradaban adalah bangunan suci masa Hindu Klasik = candi.
      Pengalaman kami, jika menelusuri jejak peradaban hindu - budha klasik, akan lebih mudah bila kami bertanya tentang keberadaan Masjid Wurung/ tinggalan wali, warga tak tahu menahu jika kami tanya perihal yoni, candi dsb, malah kadang jadi curiga dan defensif.
    Beberapa saat, setelah lego telah melihat Lingga ini. Kemudian kami berkemas, Lek Sur kembali memasangkan kami mori.
       Ditambah hujan gerimis bertambah lebat, ditambah hari sudah tambah gelap kami memutuskan menyudahi blusukan kemisan kali ini.
Suryo dan Eka
     Mari ketahui dan lestarikan.... Jangan hanya media sosial saja... mari keluar di sekitar kita... barangkali selama ini kita abai.
Salam Peradaban




Minggu, 23 Juli 2017

Blusukan Syawalan 1438 Komunitas DEWA SIWA : catatan Perjalanan

Poster Blusukan Syawal 1438H by Wahid Cahyono
     Minggu, 23 Juli 2017. Kegiatan bertajuk "Blusukan Syawalan 1438H" ini adalah gawe dari Komunitas Pecinta Situs dan Watu Candi DEWA SIWA yang rutin diadakan. Penelusuran rame rame para anggota komunitas. Didahului dengan rembugan  destinasi oleh Tim kecil, didapatlah 11+ situs di area Boja Kabupaten Kendal. Yang tentunya pada masa itu mungkin tak ada sekat batas wilayah karena masih satu wilayah kerajaan kuno di masa Hindu Klasik.
     Setelah pengumuman dibuat, kali ini kreatif si pembuat poster "Dengan konsep natural hasil inkripsi", kata Lek Wahid. Padahal kami yakin penyebabnya bukan itu, haghahhag... Kumpul di Rumah rekan Anggota komunitas yang memang rumahnya di area Boja mas Beny. Jam 8 pagi, Walaupun pada kenyataannya, waktu memang belum bisa kami kalahkan.... hahahha... Dengan korlap Mas Imam alias Raden Naya Genggong.
     Dengan inisiatif beberapa rekan, janjian dan memilih rute sendiri sebelum kumpul di rumah mas Beny, saya juga menawari bagi yang memilih rute lewat Gunungpati, saya persilahkan transit di rumah saya. Kemudian mampir di Yoni Pragulopati
Dan Hari H
     Jam 8 pagi lebih 20 menit bu Noorhayati asal ambarawa muncul di rumah, kemudian disusul Mas Romi yang berdomisili di Mranggen Demak. Beberapa saat menunggu rekan lain; Eka WP Ungaran... yang beberapa saat kemudian Ternyata putranya meriang disusul istri dan ibu nya, sehingga mengurungkan keikutsertaan, semoga cepat sembuh kang..., beberapa rekan lain belum ada kabar.
     Karena sudah siang, kami memutuskan untuk berangkat menuju titik kumpul. Kali ini saya formasi lengkap ; saya istri dan kedua anak (apa boleh buat, tak enak rasanya liat ekspresi si kecil jika ditinggal dan dititipkan, walaupun nanti terlihat paling rempong). Dari rumah, sesuai janji saya mampir dulu ke situs Yoni Pragulopati.
di Pragulopati : Romi dan Noorhayati
     Detail ada link di naskah ini : Situs Yoni PRAGULOPATI.
     Dari Situs Pragulopati, arah menuju Rumah mas Beny sama dengan arah menuju wisata berkuda Santosa Stable.  (--- dan Beberapa situs link 1 dan 2) yang menjadi destinasi kali ini.
selfi by Bu Noorhayati
di apit Istri saya dan istrinya Mas Hendrie
      Kurang dari 15 menit kemudian kami sampai, yang ternyata kami adalah rombongan pertama.
yang duduk di luar rumah : Istri mas Hendrie
foto by suryo
    Sambil berbincang dan menghabiskan sajian, selfie dulu, request bu Noorhayati.

     Personel yang bergabung, setelah itu sekaligus berturut turut datang ke rumah mas Beny : Saya+, Mas Romi, Bu Noor hayati, Mas Hendri+, Suryo Dona, Mas Imam, mbak Derry+. (+ berarti dengan keluarga)
Belakang : ben, Derry, Jagad, Suryo, Romi, Hendri, nafis, Imam, Saya, maria, Bhumi
foto by istrinya Mas Hendrie
di Depan Rumah Mas Beny
     Sepengginang waktu, kemudian kami memutuskan untuk memulai blusukan sambil memantau jalur komunikasi barangkali lek Wahid dan lek Trist serta yang lainya ada  menyusul :
Destinasi 1 :
     SITUS CANDI SURINGGONO alias Waktu Pande. Saya hanya akan menyajika kisah blusukan lebih banyak dengan gambar. Untuk detail lokasi dan sebagainya klik link nya ya.... (soalnya sudah secara pribadi saya kunjungi).
Menuju Watu pande ; Beny, Noorhayati, Romi, Derry, Imam dan Suryo : foto by Beny
     Sementara rekan lain dengan gagah berani, melalui medan terjal Saya dan keluarga serta mas Hendri menyerah, dan menunggu di bawah. 
    Kalo saya jelas motor tak akan mampu plus momong 2 bocah tak tega rasanya ninggal istri handle sendiri. 
     Kalo alasan Mas Hendrie... hmmmm.  Tanya sendiri.... wkwkwkw.
     Di Situs candi Suringgono, yang menuju lokasi ; Mas Beny + , Suryo Dona, mas Imam, Mas Romi, Mbak Derry+.
Motornya Suryo Dona
     Hot pic.... entah apa maksudnya motor blusukke di lubang tengah jalan berlumpur. 

"Mungkin dia lelah"



Bu Noorhayati








ini apa lagi, selfie njuk kon pie? ga ngrewangi malah ceria senyumnya... liato ekspresi jaket biru : suryo dona ?







Yang sampai Watu Pande, 
Belakang : Imam, Suryo, Noorhayati, Nafis, Romi, Gilang, Derry.
Selfie by Beny
di Situs Watu Pande
Sementara saya : 
Istri, Bhumi dan Jagad



















judulnya Bahagia itu sederhanya 

Lanjut,
Destinasi 2 :
     YONI SITUS PASIGITAN, kali ini  saya+ tak mau ketinggalan, kemudian Mas Hendri, Mas Imam,  mba derry+, Mas Beny+, Mas Romy+, bu Noorhayati.
Selfi by Beny, Posisi Belakang : ki-ka Gilang, Jagad, Noorhayati, Romi, Hendrie
with tongsis : Beny,
DepanImam, Suryo, Derry, Nafis, Saya
     Tak ada kejadian iconik di sepanjang jalan menyusuri pematang sawah walau salah satu dari kami biasane nyemplung, ngglundung, atau sejenisnya. Padahal saya sudah on shoot camera ... dan ini yang menyebabkan baterai hp saya mati. 













Yang saya dapat cuman 2 foto itu 

Destinasi 3
     YONI KLIRIS, sayangnya dilokasi ini Mas Hendrie+ harus pulang menyudahi blusukan rame2 ini, karena panggilan pak lurah katanya saat berpamitan dengan Suryo Dona,  "sayang mas... padahal +nya njenengan belum akrab dengan watu... belum addicted"
Yang Moto gilang, di Yoni Kliris : Berdiri  ki-ka : Noorhayati, Suryo Dona, Romi, Imam
Duduk : Jagad, Saya-Istri dan bhumi, Beny+nafis
     
     Di sini pula kami, dapat kabar dari seberang, lek Wahid urung ikut serta karena anake rewel minta ke situs bermain, ... ke Taman Unyil Ungaran, padahal katanya sudah rencana menuju Rumah Mas Beny.. Yach... si pembuat poster kreatif itu tak ikut. 
      Beberapa kecewa namun memahami... karena anak e ki mesti dikon mboke... lha po wani vs mboke? Nasib mu lek....  wkwkwkkw.




hot pic,  
Gilang, derry, Beny, Noorhayati, Suryo, Romi, Imam
di Situs Kliris
     Kumpul, ngemil dan istirahat bareng, sunggung suasana yang bikin kami sering merindukan kebersamaan.

lanjut, 

Destinasi 4
 Beny, Nafis dan Imam di Masjid Tambangan : foto by Imam
     YONI TAMBANGAN, Yoni yang teraniaya . Bagaimana tidak cermat dirusak, penumpang atas di semen, di cat dan alih fungsi untuk pasang bambu lampu penjor (hias). Mungkin itulah penyebab mengapa tak ada satupun dalam pantauan saya yang berfoto dengan Yoni ini. 
     Kecewa pastinya, laper mungkin atau malu bisa juga. Saat di sini memang banyak orang. Tapi apa iya cah DS jika sudah ketemu watu candi masih tahu dimana malu itu berada????

Lanjut,
Destinasi 5
     YONI CANGKIRAN, saat rombongan datang yoni cangkiran terkunci gerbang. Namun pertolongan ajaib datang dari rumah di depan situs. "Yang bawa kunci rumah depan sana mas", tunjuknya. 
Romi selfie dengan 2 anak kecil yang membantu kami
    Dua orang anak,kecil tersebut dengan bu Noorhayati yang tampil terdepan meminjam kunci. Soalnya yang lain sudah yakin kemampuannya... pasti dipinjami lah. 
     Karena kebaikan tersebut, saya memutuskan untuk masing-masing satu striker kebanggaan : DEWA SIWA, yang tanpa saya diduga langsung ditempel di kaca rumahnya : terlihat difoto selfi mas Romi.

Ssdrmk : direbut Bhumi
Maaf ya saya foto disini.

berdiri ki-ka : Beny, imam, Gilang, derry, Suryo
duduk ki-ka : Romi, Nafis, Maria, Jagad, Saya, bhumi,  adik lokal, Noorhayati
di Situs Cangkiran
     Berfoto di sini dulu, dibantu salah satu adik tersebut...
Dhany Putra
     
     Saat kami keluar gang dan menunggu Pak Yopie, eh juragan keset datang... : Mas Dhany+. 
      
     Karena mas Dhany datang tepat didapatkan akan melanjutkan perjalanan, kami mendapuk Mas Beny untuk menemani kembali ke Yoni Cangkiran, sementara yang lain melanjutkan perjalanan.

"Nasibmu Mas, Hanya Melihat dari luar... tapi lumayan lah dapat menyentuh cerat ...."


















Destinasi 6
     YONI KARANGMANGGIS, beberapa kali kesini mungkin yang menjadikan empunya rumah sangat ramah kepada kami, dimana yoni berada di halaman. Tambahan crew datang satu lagi, sugeng, pripun kabare pak Yophie, beliau senior yang penuh semangat. Masih Pakai seragam, dan konon setelah blusukan akan kerja lagi. wow., semangatnya 110%.
ki-ka ; beny, Dhany, Derry, Romi, Gilang, Suryo Dona, Noorhayati, Nafis, Yophie, Saya dan Imam : foto by beny 

Derry Aditya : di yoni Situs Karangmanggis
      Hot pic, ternyata tak bisa menahan lapar beliau, hmmm Gilang anake makan kripik singkong, (tertutup sebagian siku) sementara mbokne makan nasi ayam... tega banget..wkwkwk : 










lanjut, 
Destinasi 7
     SITUS CANDI NGLIMUT, situs yang hampir 95% ini tertutupi lumut tetap menarik hati bagi kami.


Lanjut,
Destinasi 8
     PETIRTAAN GONOHARJO, awalnya destinasi terakhir atau puncak tujuan Blusukan Syawalan 1438H ini adalah Candi Argosumo berbonus Air Terjun. Namun kenyataan tak mampu dipungkiri. Ternyata mayoritas dari kami tak mampu.
Berendam di Air Panas
     Akhirnya kami sepakat untuk merevisi tujuan kami, petirtaan gonoharjo. Dalam perjalanan, mbak derry walau sudah sepertiga jalan ternyata balik arah. Mungkin takut kaki bergerak tak terkontrol akhirnya menggelundung... mungkin lo ya. 
      Soalnya saya tak tahu alasan yang sebenarnya.
      Jadilah hanya beberapa yang bertahan di destinasi akhir ini. Saya+, Mas Beny+, Mas Imam, Pak Yophie, Suryo Dona, Gilang anaknya mba derry,  Mas Romi dan Bu Noorhayati.











SALAM PERADABAN.
     Saatnya mengakhiri.... bukan berapa situs tujuan kami... tapi keluarga menjadi muara misi kami. SALAM nyandi.
wajah lempoh
belakang : ki-ka, Dhany, Beny, Derry, gilang, Yopie, Saya, Suryo Dona
Depan,  Noorhayati, Nafis, Imam, Romi

Jagad di boncengke Suryo Dona : Matursembahnuwun
Nb : 


  1. Ada satu lagi keluarga dewa siwa yang pada saat hari H tak ada kabar kenapa tak ikut....padahal beberapa hari sebelumnya semangatnya nggegirisi.. semua merindukan dia.... maksud saya teh kotak nya..... haghaghag.
  2. Saya melalui catatan ini mengucapkan terimakasih kepada Suryo Dona... yang sudah ikhlas saya repoti untuk mboncengke jagad. Semoga kebaikanmu dibales yang kuasa lek...
  3. Trimakasih juga kepada Mas Romi, selama berendam sudah berkenan Momong si cilik tapi gendhut Bhumi 
Bumi digendong Mas Romi





---Tamat.---