Minggu, 19 Juni 2011

Candi klero

Candi Klero
Keindahan yang benar benar tersembunyi dan terlupakan….. miris!
 Jumat, 17 Juni 2011 setelah shalat Jumat , sekitar Jam satu, saya meluncur dari Ungaran menuju ke Tengaran, tepatnya saya menuju candi Klero. Jam 2 lebih 15 meniit saya sampai di Klero, setelah beristirahat sejanak untuk beli minum di salah satu minimarket yang ada di situ akhirnya saya melanjutkan tujuan utama saya….
Papan tanda dimana Candi Klero dimana....
Gang Masuk ke Candi Klero
Tidak adanya petunjuk sama sekali, sedikit menyulitkan saya untuk menemukan kebedaraan candi, dengan berbekal informasi dari sebuah blog, letak Candi Klero ada di Jl. Solo-Semarang Km.12 saya nekat memperkirakan saja, sambil sesekali bertanya pada masyarakat yang saya temui. (sampai 17 Juni 2011 belum ada petunjuk yang saya maksud)
 reruntuhan batu, di halaman candi
bringin putih
Agar sahabat tidak tersesat saya mencoba membuat petunjuk dimana candi itu berada… bila sampai di Km 12 Tengaran pelan-pelan saat mengendari tranportasi yang sahabat gunakan,  apabila sahabat dari arah Semarang, lihat  papan warna merah  disebelah kanan (apabila dari solo berarti papan warna merah ini berada disebelah kiri) agar mempermudah saya mencarikan penanda yang terlihat jelas.
Kemudian, (masih dari arah Semarang) di sebelah kirinya akan sahabat temui gang desa yaitu Dusun Ngentak Klero. Masuk saja ke gang menyusuri jalan gang tersebut, mohon berhati-hati (saat saya kesana) kondisi jalan rusak,  kurang lebih 100meter disebelah kiri nanti sahabat temui gapura kecil ditengah kebun sebelah kanan. Dari Gapura tersebut akan terlihat Candi Klero.
Candi Klero berdampingan dengan kompleks makam desa yang keberadaannya cukup dikeramatkan,  ada juga 2 pohon beringin yang cukup besar dan menjulang tinggi, memberi keteduhan makan dan Candi Klero Ini. Jangan lupa berdoa dulu sebelum masuk ke Candi ini, juga jangan "neko-neko' bila berada di candi ini... 




Tidak ada petugas satupun di Candi ini, hanta ada beberapa orang muda yang asik nongkrong dikawasan ini. (---sayangnya tidak ada yang bisa dikorek keterangan tentang candi ini…. L----) disekeliling candi sudah dibangun pagar yang relatif tinggi, aman sic, tapi malah menutup keindahan candi (menurut saya), jadi tidak bebas menikmati Candi dari kejauhan. Setelah membuka pintu gerbang yang tidak terkunci, mulailah saya meng”eksplor keindahan Candi Klero….
Yoni di Candi Klero
 Candi “Kecil’ yang tidak sungguh-sungguh kecil kalau kita bisa membayangkan bagaimana para pendahulu kita menyusun ‘puzzle’ bebatuan menjadi mahakarya ini. Candi Klero adalah candi hindu terbukti dengan adanya yoni dan Arca Siwa. namun yang tersisa hanya yoni yang berada didalam candi ini, arca siwa sudah tidak berada di Candi ini. menurut sumber, arca tersebut kini disimpan di museum purbakawa Jateng. Di bagian  depan candi ada pahatan / prasasti tulisan kuno, yang belum dimengerti artinya.
Setiap hari raya agama Buddha, khususnya Waisak, tempat itu dikunjungi oleh banyak orang yang datang untuk bersembahyang. Biasanya mereka juga membawa bunga dan lilin yang menyertai doa ritual mereka. 
Di luar itu, tempat itu dikunjungi orang pada setiap Selasa Kliwon dan jumat Kliwon. Mereka kebanyakan berasal dari luar kota dan biasanya datang untuk berdoa. Tidak sedikit dari mereka yang menginap di bagian dalam candi tersebut.  terbukti di sekitar yoni banyak bekas pembakaran dupa, bunga maupun brbagai sesajen, di pintu masuk ke dalam candi juga di beri tirai dari bambu.
Stupa Atap candi Klero
Bangunan Candi Induk Klero mirip dengan Candi Sambisari namun tidak ada dinding yang mengelilinginya. Selain itu hanya terdapat satu candi induk tanpa ada candi perwara. namun banyak reruntuhan bebatuan disekitar candi, ada pula alat alat pertanian di depan bangunan Candi Klero ini. Sedikitnya informasi berkaitan dengan candi ini menjadikan saya mengambil gambar ornamen candi yang membuat saya tertarik saja, seperti relief di tangga pintu masuk candi
tangga di candi Klero
Candi Klero
arca Siwa dimana dulu ada di bagian ini
Batu Kotak Berlubang di setiap sisi Candi
Candi tersebut pernah direnovasi  dari BPPP, bangunan badan candi tersebut dinaikkan dan dirapikan. Beberapa bagian dari candi yang batunya hilang telah diganti dengan yang baru. terlihat dari beberapa ornamen yang sudah tidak asli lagi, dalam proses rekontruksi ini terlihat pula menggunakan semen. walaupun mengurangi keindahan, tetapi harus pula diapresiasi usaha melestarikan candi klero ini. Tinggi candi  sekitar 3,5 meter, sedang panjang bangunan candi itu sekitar 12 meter. diatas candi ada stupa, dan menurut saya menjadi bagian paling menarik  dari candi ini. Sementara itu, disekeliling bangunan candi ada 12 batuan berbentuk kotak yang ditengahnya ada lubangnya. untuk fungsi dan kegunaan belum diketahui..
Mbah Lumpang Kentheng merupakan nama batu yang ditemukan berbentuk lumpang dan alu di samping candi. Lumpang dan alu tersebut terbuat dari batu andesit. 

Berpose di Lumpang Candi Klero
 tak terasa, 2 jam sudah saya menikmati Candi Klero ini. sungguh puas. di antara keheningan Candi Klero ini tegak melawan arus perubahan Zaman, walau sudah terlupakan tapi tetap menghirupkan nafas keagungan seni budaya masa lalu bangsa indonesia..
Candi Klero tersenyum bisu di pinggir keramaian Jalan Solo Semarang
 sampai jumpa lagi di petualangan selanjutnya..... salam...

Rabu, 15 Juni 2011

RUNTUHNYA KERAJAAN MAJAPAHIT

( Sirna Ilang Kretaning Bumi )
Wilayah Majapahit

Kehancuran Kerajaan Majapahit, yang di sertai tumbuhnya negara-negara Islam di Bumi Nusantara, menyimpan banyak sekali fakta sejarah yang sangat menarik untuk diungkap kembali. Sebagai kerajaan Hindu terbesar di tanah Jawa, Majapahit bukan saja menjadi romantisme sejarah dari puncak kemajuan peradaban Hindu-Jawa, sudah menjadi bukti sejarah tentang pergulatan politik yang terjadi di tengah islamisasi pada masa peralihan. Keruntuhan Kerajaan Majapahit banyak mengantarkan suatu peradaban bagi orang China dalam proses islamisasi di Nusantara. Stigma yang kecenderungan para sejarawan dalam mengungkapkan bahwa kedatangan Islam di Indonesia lebih pada kecenderungan orang Arablah yang berjasa sebagai penyebar Islam, sehingga tidak pernah melirik, orang China pernah andil dalam membangun peradaban Islam.
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan agama Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat nusantara. Catatan sejarah dari China, Portugis, dan Italia mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian, yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana.
Peristiwa keruntuhan Majapahit yang berpusat di Mojokerto diyakini terjadi tahun 1478, namun sering diceritakan dalam berbagai versi, antara lain:
Raja terakhir adalah Brawijaya. Ia dikalahkan oleh Raden Patah dari Demak. Brawijaya mengundurkan diri dan pindah ke gunung Lawu, kemudian masuk agama Islam melalui Sunan Kalijaga, dimana pengikut setianya yaitu Sabdapalon dan Noyogenggong sangat menentang kepindahan agamanya.Sehingga, dikenal adanya semacam sumpah dari Sabdopalon dan Noyogenggong, yang salah satunya mengatakan bahwa sekitar Teori ini muncul berdasarkan penemuan Kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong. 500 tahun kemudian, akan tiba waktunya, hadirnya kembali agama budi, yang kalau ditentang, akan menjadikan tanah Jawa hancur lebur luluh lantak.
Ada pula yang mengisahkan Brawijaya melarikan diri ke Bali. Meskipun teori yang bersumber dari naskah-naskah babad dan serat ini uraiannya terkesan tidak masuk akal, namun sangat populer dalam masyarakat Jawa.
Raja terakhir adalah Bhre Kertabhumi. Ia dikalahkan oleh Girindrawardhana Dyah Ranawijaya alias Bhatara Wijaya. Teori ini muncul berdasarkan penemuan prasasti Petak yang mengisahkan peperangan antara keluarga Girindrawardhana Dyah melawan Majapahit.
Raja terakhir adalah Bhre Pandansalas yang dikalahkan oleh anak-anak Sang Sinagara. Teori ini muncul karena Pararaton tidak menyebutkan secara tegas apakah Bhre Kertabhumi adalah raja terakhir Majapahit. Selain itu kalimat sebelumnya juga terkesan ambigu, apakah yang meninggalkan istana pada tahun 1390 Saka (1468 M) adalah Pandansalas, ataukah anak-anak Sang Sinagara. Teori yang menyebut Pandansalas sebagai raja terakhir mengatakan kalau pada tahun 1478, anak-anak Sang Sinagara kembali untuk menyerang Majapahit. Jadi, menurut teori ini, Pandansalas mati dibunuh Bhre Kertabhumi dan sudara-saudaranya.
Majapahit runtuh tahun 1478, ketika Girindrawardhana memisahkan diri dari Majapahit dan menamakan dirinya sebagai raja Wilwatikta Daha Janggala Kediri. Tahun peristiwa tersebut di tulis dalam Candrasangkala yang berbunyi “Hilang sirna kertaning bhumi”. Pendapat lain menjelaskan Majapahit runtuh karena diserang oleh Demak yang dipimpin oleh Adipati Unus tahun 1522. Kenyataan sejarah kadang-ka-dang terlalu pahit untuk ditelan dan terlalu pedas dirasakan. Sejarah adalah kaca benggala yang memuat berbagai fakta yang pernah terjadi pada masa silam. Segala hal yang telah tergores dalam kaca sejarah tak lagi bisa terhapus. Orang yang tidak senang mungkin akan berusaha untuk menyelubungi atau melupakannya, tetapi tidak akan mampu melenyapkannya. Orang dapat membuat berbagai macam tafsir, tetapi fakta sejarah yang ditafsirkan tak akan berubah.
Begitu pula sejarah keruntuhan Majapahit, yang diiringi pertumbuhan negara-negara Islam di Nusantara, menyimpan banyak sekali fakta sejarah yang menarik diungkit kembali. Sebagai kerajaan tertua di Jawa, Majapahit bukan cuma menjadi romantisme sejarah dari puncak kemajuan peradaban Hindu-Jawa, melainkan juga bukti sejarah tentang pergulatan politik yang terjadi di tengan Islamisasi pada masa peralihan menjelang dan sesudah keruntuhannya.
Ada beberapa pendapat yang menjelaskan bagaimana Kerajaan Majaphit yang begitu besar akhirnya runtuh. Pendapat-pendapat tersebut kami uraikan sebagai berikut:
1.    Penyebaran Agama Islam
Sebelum 1450, agama Islam telah memperoleh tempat berpijak di istana Majapahit di Jawa Timur. Van Leur memperkirakan hal ini ditolong oleh adanya disintegrasi budaya Brahma di India. Surabaya (Ampel) menjadi pusat belajar Islam dan dari sana para pengusaha Arab yang terkenal meluaskan kekuasaan mereka. Jatuhnya kerajaan Jawa yaitu kerajaan Majapahit pada tahun 1468 dikaitkan dengan intrik dalam keluarga raja karena fakta bahwa putra raja, Raden Patah masuk Islam.
Tidak seperti pemimpin-pemimpin Hindu, para misionaris Islam mendorong kekuatan militer supaya memperkuat kesempatan-kesempatan mereka. Memang tidak ada tentara asing yang menyerbu Jawa dan memaksa orang untuk percaya. Namun dipergunakan kekerasan untuk membuat para penguasa menerima iman Muhammad. Baik di Jawa Timur maupun Jawa Barat, pemberontakan dalam keluarga-keluarga raja digerakkan oleh tekanan militer Islam. Ketika para bangsawan berganti keyakinan, maka rakyat akan ikut. Meskipun demikian, kita harus mengingat apa yang ditunjukkan Vlekke bahwa perang-perang keagamaan jarang terjadi di sepanjang sejarah Jawa.
Kedatangan Islam ke Jawa Di Gresik (daerah Leran) ditemukan batu bertahun 1082 Masehi berhuruf Arab yang menceritakan bahwa telah meninggal seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimun yang beragama Islam. Lalu disekitar tahun 1350 saat memuncaknya kebesaran Majapahit, di pelabuhan Tuban dan Gresik banyak kedatangan para pedagang Islam dari India dan dari kerajaan Samudra (Aceh Utara) yang juga awalnya merupakan bagian dari Majapahit, disamping para pedagang Majapahit yang berdagang ke Samudra. Juga menurut cerita, ada seorang putri Islam berjuluk Putri Cempa dan Putri Cina yang menjadi isteri salah satu raja Majapahit.
Sangat toleransinya Majapahit terhadap Islam terlihat dari banyaknya makam Islam di desa Tralaya, dalam kota kerajaan, dengan angka tertua di batu nisan adalah tahun 1369 (saat Hayam Wuruk memerintah).
Yang menarik, walau kuburan Islam tetapi bentuk batu nisannya seperti kurawal yang mengingatkan kala-makara, berangka tahun huruf Kawi, yang berarti bahwa di abad XIV Islam walau agama baru bagi Majapahit tetapi sebagai unsur kebudayaan telah diterima masyarakat. Diketahui pula bahwa para pendatang dari barat maupun orang-orang Tionghoa ternyata sebagian besar beragama Islam, yang terus berkembang dan mencapai puncaknya di abad XVI saat kerajaan Demak.
Wali Sanga (9) Mereka yang dianggap sebagai penyiar terpenting yang sangat giat menyebarkan agama Islam diberi julukan Wali-Ullah dan di Jawa dikenal sebagai Wali Sanga (9), yang merupakan dewan Dakwah/Mubaligh. Kelebihan mereka dibanding kepercayaan/agama penduduk lama adalah tentang kekuatan bathin yang lebih, ilmu yang tinggi dan tenaga gaib. Sehingga mereka selalu dihubungkan dengan tasawwuf serta sangat kurang dalam pengajaran fiqh ataupun qalam. Mereka tidak hanya berkuasa dalam agama, tapi juga dalam hal pemerintahan dan politik.
Syeh Siti Jenar adalah wali serba kontroversial, dari mulai asal muasal yang muncul dengan berbagai versi, ajarannya yang dianggap menyimpang dari agama Islam tapi sampai saat ini masih dibahas di berbagai lapisan masyarakat, masih ada pengikutnya, sampai dengan kematiannya yang masih dipertanyakan caranya termasuk dimana ia wafat dan dimakamkan. Sunan Tembayat atau adipati Pandanarang yang menggantikan Syeh Siti jenar yang wafat (bunuh diri atau dihukum mati).
2. Perang antara Majapahit dan Demak
Pada umumnya, perang antara Majapahit dan Demak dalam naskah babad dan serat hanya terjadi sekali, yaitu tahun 1478. Perang ini terkenal sebagai Perang Sudarma Wisuta, artinya perang antara ayah melawan anak, yaitu Brawijaya melawan Raden Patah.
Babad dan serat tidak mengisahkan lagi adanya perang antara Majapahit dan Demak sesudah tahun 1478. Padahal menurut catatan Portugis dan Kronik Cina Kuil Sam Po Kong, perang antara Demak melawan Majapahit terjadi lebih dari satu kali. Dikisahkan, pada tahun 1517 Pa-bu-ta-la bekerja sama dengan bangsa asing di Moa-lok-sa sehingga mengundang kemarahan Jin Bun. Yang dimaksud bangsa asing ini adalah orang-orang Portugis di Malaka. Jin Bun pun menyerang Majapahit. Pa-bu-ta-la kalah namun tetap diampuni mengingat istrinya adalah adik Jin Bun.
Perang ini juga terdapat dalam catatan Portugis. Pasukan Majapahit dipimpin bupati Tuban bernama Pate Vira, seorang muslim. Selain itu Majapahit juga menyerang Giri Kedaton, sekutu Demak di Gresik. Namun, serangan ini gagal di mana panglimanya akhirnya masuk Islam dengan gelar Kyai Mutalim Jagalpati. Sepeninggal Raden Patah alias Jin Bun tahun 1518, Demak dipimpin putranya yang bernama Pangeran Sabrang Lor sampai tahun 1521. Selanjutnya yang naik takhta adalah Sultan Trenggana adik Pangeran Sabrang Lor.
Menurut Kronik Cina, pergantian takhta ini dimanfaatkan oleh Pa-bu-ta-la untuk kembali bekerja sama dengan Portugis. Perang antara Majapahit dan Demak pun meletus kembali. Perang terjadi tahun 1524. Pasukan Demak dipimpin oleh Sunan Gudung, anggota Wali Sanga yang juga menjadi imam Masjid Demak. Dalam pertempuran ini Sunan Ngudung tewas di tangan Raden Kusen, adik tiri Raden Patah yang memihak Majapahit .
Perang terakhir terjadi tahun 1527. Pasukan Demak dipimpin Sunan Kudus putra Sunan Ngudung, yang juga menggantikan kedudukan ayahnya dalam dewan Wali Sanga dan sebagai imam Masjid demak. Dalam perang ini Majapahit mengalami kekalahan. Raden Kusen adipati Terung ditawan secara terhormat, mengingat ia juga mertua Sunan Kudus. Menurut kronik Cina, dalam perang tahun 1527 tersebut yang menjadi pemimpin pasukan Demak adalah putra Tung-ka-lo (ejaan Cina untuk Sultan Trenggana), yang bernama Toh A Bo.
Dari berita di atas diketahui adanya dua tokoh muslim yang memihak Majapahit, yaitu Pate Vira dan Raden Kusen. Nama Vira mungkin ejaan Portugis untuk Wira. Raden Kusen adalah paman Sultan Trenggana raja Demak saat itu. Raden Kusen pernah belajar agama Islam pada Sunan Ampel, pemuka Wali Sanga. Dalam perang di atas, ia justru memihak Majapahit.
Berita ini membuktikan kalau perang antara Demak melawan Majapahit bukanlah perang antara agama Islam melawan Hindhu sebagaimana yang sering dibayangkan orang, melainkan perang yang dilandasi kepentingan politik antara Sultan Trenggana melawan Ranawijaya demi memperebutkan kekuasaan atas Pulau Jawa. Menurut Kronik Cina, Pa-bu-ta-la meninggal dunia tahun 1527 sebelum pasukan Demak merebut istana. Peristiwa kekalahan Girindrawardhana Dyah Ranawijaya ini menandai berakhirnya riwayat Kerajaan Majapahit . Para pengikutnya yang menolak kekuasaan Demak memilih pindah ke Pulau Bali.
3. Serbuan Keling pimpinan Girindrawardhana

"Prasasti Petak" dan "Trailokyapuri" menerangkan, raja Majapahit terakhir adalah Dyah Suraprahawa, runtuh akibat serangan tentara keling pimpinan Girindrawardhana pada tahun 1478 masehi, sesuai Pararaton. Sejak itu Majapahit telah berhenti sebagai ibu kota kerajaan. Dengan demikian tak mungkin Majapahit runtuh karena serbuan Demak. Sumber sejarah Portugis tulisan Tome Pires juga menyebutkan bahwa Kerajaan Demak sudah berdiri dijaman pemerintahan Girindrawardhana di Keling.
Saat itu Tuban, Gresik, Surabaya dan Madura serta beberapa kota lain dipesisir utara Jawa berada dalam wilayah kerajaan Kediri, sehingga tidak mungkin seperti diceritakan dalam Babad Jawa, Raden Patah mengumpulkan para bupati itu untuk menggempur Majapahit. Penggubah Babad Tanah Jawi tampaknya mencampur adukkan antara pembentukan kerajaan Demak pada tahun 1478 dengan runtuhnya Kediri oleh serbuan Demak dijaman pemerintahan Sultan Trenggano 1527.
Penyerbuan Sultan Trenggano ini dilakukan karena Kediri mengadakan hubungan dengan Portugis di Malaka seperti yang dilaporkan Tome Pires. Demak yang memang memusuhi Portugis hingga menggempurnya ke Malaka tidak rela Kediri menjalin hubungan dengan bangsa penjajah itu.
Setelah Kediri jatuh (Bukan Majapahit !) diserang Demak, bukan lari kepulau Bali seperti disebutkan dalam uraian Serat Kanda, melainkan ke Panarukan, Situbondo setelah dari Sengguruh, Malang. Bisa saja sebagian lari ke Bali sehingga sampai sekarang penduduk Bali berkebudayaaan Hindu, tetapi itu bukan pelarian raja terakhir Majapahit seperti disebutkan Babad itu. Lebih jelasnya lagi raden Patah bukanlah putra Raja Majapahit terakhir seperti disebutkan dalam Buku Babad dan Serat Kanda itu, demikian Dr. Slamet Muljana.
Sejarawan Mr. Moh. Yamin dalam bukunya "Gajah Mada" juga menyebutkan bahwa runtuhnya Brawijaya V raja Majapahit terakhir, akibat serangan Ranawijaya dari kerajaan Keling, jadi bukan serangan dari Demak. Uraian tentang keterlibatan Mahapatih Gajah Mada memimpin pasukan Majapahit ketika diserang Demak 1478 itu sudah bertentangan dengan sejarah. Gajah Mada sudah meninggal tahun 1364 Masehi atau 1286 Saka.
Penuturan buku "Dari Panggung Sejarah" terjemahan IP Simanjuntak yang bersumber dari tulisan H.J. Van Den Berg ternyata juga runtuhnya Majapahit bukan akibat serangan Demak atau tentara Islam. Ma Huan, penulis Tionghoa Muslim, dalam bukunya "Ying Yai Sheng Lan" menyebutkan, ketika mendatangi Majapahit tahun 1413 Masehi sudah menyebutkan masyarakat Islam yang bermukim di Majapahit berasal dari Gujarat dan Malaka. Disebutkannya, tahun 1400 Masehi saudagar Islam dari Gujarat dan Parsi sudah bermukim di pantai utara Jawa.
Salah satunya adalah Maulana Malik Ibrahim yang dimakamkan di Pasarean Gapura Wetan Kab. Gresik dengan angka tahun 12 Rabi'ul Awwal 882 H atau 8 April 1419 Masehi, berarti pada jaman pemerintahan Wikramawardhana (1389-1429) yaitu Raja Majapahit IV setelah Hayam Wuruk. Batu nisan yang berpahat kaligrafi Arab itu menurut Tjokrosujono (Mantan kepala Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Mojokerto), nisan itu asli bukan buatan baru.Salah satu bukti bahwa sejak jaman Majapahit sudah ada pemukiman Muslim diibu kota, adalah situs Kuna Makam Troloyo, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, JATIM. Makam-makam Islam disitus Troloyo Desa Sentonorejo itu beragam angka tahunnya, mulai dari tahun 1369 (abad XIV Masehi) hingga tahun 1611 (abad XVII Masehi).
Nisan-nisan makam petilasan di Troloyo ini penuh tulisan Arab hingga mirip prasati. Lafalnya diambil dari bacaan Doa, kalimah Thayibah dan petikan ayat-ayat AlQuran dengan bentuk huruf sedikit kaku. Tampaknya pembuatnya seorang mualaf dalam Islam. Isinya pun bukan bersifat data kelahiran dan kematian tokoh yang dimakamkan, melainkan lebih banyak bersifat dakwah antara lain kutipan Surat Ar-Rahman ayat 26-27.
P.J. Veth adalah sarjana Belanda yang pertama kali meneliti dan menulis makam Troloyo dalam buku JAVA II tahun 1873. L.C. Damais peneliti dari Prancis yang mengikutinya menyebutkan angka tahun pada nisan mulai abad XIV hingga XVI. Soeyono Wisnoewhardono, Staf Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Trowulan mengatakan, nisan-nisan itu membuktikan ketika kerajaan Majapahit masih berdiri, orang-orang Islam sudah bermukim secara damai disekitar ibu kota. Tampak jelas disini agama Islam masuk kebumi Majapahit penuh kedamaian dan toleransi.
Satu situs kepurbakalaan lagi dikecamatan trowulan yakni di Desa dan kecamatan Trowulan adalah Makam Putri Cempa. Menurut Babad Tanah jawi, Putri Cempa (Jeumpa, bahasa Aceh) adalah istri Prabu Brawijaya yang beragama Islam. Dua nisan yang ditemukan dikompleks kekunaan ini berangka tahun 1370 Saka (1448 Masehi) dan 1313 Saka (1391 Masehi). Dalam legenda rakyat disebutkan dengan memperistri Putri Cempa itu, sang Prabu sebenarnya sudah memeluk agama Islam. Ketika wafat ia dimakamkan secara Islam dimakam panjang (Kubur Dawa).
Pintu Gerbang ini merupakan peninggalan kerajaan Mojopahit yang di angkat oleh Kebonyabrang sebagai persyaratan untuk diakui sebagai Putra Sunan Muria, namun setelah sampai di Desa Rondole, Kebonyabrang tidak kuat melanjutkan perjalanan. Akhirnya Sunan Muria memerintahkan bahwa perjalanan tidak usah diteruskan dan Kebonyabrang disuruh menunggu pintu gerbang tersebut sampai meniggal dunia Lokasi Desa Muktiharjo Kec Margorejo, sejauh 4 km dari kota Pati Dusun Unggah-unggahan jarak 300 meter dari makam Putri Cempa bangsawan Islam itu. Dari fakta dan situs sejarah itu, tampak bukti otentik tentang betapa tidak benarnya bahwa Islam dikembangkan dengan peperangan.
Justru beberapa situs kesejarahan lain membuktikan Islam sangat toleran terhadap agama lain (termasuk Hindu) saat Islam sudah berkembang pesat ditanah Jawa. Dikompleks Sunan Bonang di Tuban, Jawa Timur misalnya, berdiri tegak Candi Siwa Budha dengan angka tahun 1400 Saka (1478 masehi) yang kini letaknya berada dibelakang kantor Pemda tuban. Padahal, saat itu sudah berdiri pondok pesantren asuhan Sunan Bonang. Pondok pesantren dan candi yang berdekatan letaknya ini dilestarikan dalam sebuah maket kecil dari kayu tua yang kini tersimpan di Museum Kambang Putih, Tuban.
Di Kudus, Jawa Tengah, ketika Sunan Kudus Ja'far Sodiq menyebarkan ajaran Islam disana, ia melarang umat Islam menyembelih sapi untuk dimakan. Walau daging sapi halal menurut Islam tetapi dilarang menyembelihnya untuk menghormati kepercayaan umat Hindu yang memuliakan sapi. Untuk menunjukkan rasa toleransinya kepada umat Hindu, Sunan Kudus menambatkan sapi dihalaman masjid yang tempatnya masih dilestarikan sampai sekarang. Bahkan menara Masjid Kudus dibangun dengan gaya arsitektur candi Hindu
4. Keruntuhan Majapahit versi Serat Darmagatul
Prabu Brawijaya adalah raja terakhir Majapahit dan menikah dengan Putri Campa yang beragama Islam. Putri inilah yang membuat Brawijaya tertarik Islam. Ketika sedang bersama, sang putri selalu membeberkan keutamaan agama islam. Ketika dekat sang prabu, tiada kata lain yang terucap dari Putri Campa kecuali kemuliaan agama Islam. Tak lama kemudian datanglah kemenakan Putri Campa bernama Sayid Rahmad. Ia mohon izin menyebarkan ajaran Islam di Majalengka.
Sang Prabu mengabulkan. Sayid Rahmad tinggal di desa Ngampeldenta- Surabaya. Sayid Kramat adalah maulana Arab keturunan Nabi Mohammad Rasulullah. Orang-orang Jawa banyak yang tertarik kepadanya. Penduduk Jawa yang tinggal di pesisir Barat sampai Timur meninggalkan agama Budha dan memeluk agama Islam. Agama Buddha telah mengakar di tanah Jawa lebih 1.000 tahun. Menyembah kepada Budi Hawa.
Budi adalah Dzat Tuhan. Sedangkan Hawa adalah minat hati. Di wilayah Blambangan sampai ke arah Barat menuju Banten pun banyak yang mengikuti ajaran Islam. Banyak ulama dari seberang datang ke Majalengka. Menghadap sang prabu mohon izin tinggal di wilayah pesisir. Permohonan itu dikabulkan. Akhirnya berkembang dan banyak orang Jawa memeluk agama Islam.
Prabu Brawijaya mempunyai seorang putra bernama Raden Patah. Ia lahir di Palembang dari rahim seorang Putri Campa. Ketika Raden Patah dewasa, ia menghadap kepada ayahnya bersama saudara lain ayah tetapi masih sekandung, bernama Raden Kusen (Husein ). Sang Prabu bingung memberi nama putranya. Diberi nama dari jalur ayah, beragama Buddha, keturunan raja yang lahir di pengunungan. Dari jalur ibu disebut Kaotiang. Sedangkan menurut orang Arab, ia harus dinamakan Sayid atau Sarib.
Sang Prabu memanggil patih dan abdi lain untuk dimintai pertimbangan. Sang patih pun berpendapat, bila mengikuti leluhur kuno, putra sang Prabu itu dinamakan Bambang. Tetapi karena ibunya orang Cina, lebih baik dinamakan Babah, yang artinya lahir di tempat lain. Pendapat patih ini disetujui abdi yang lain. Sang Prabu pun berkata kepada seluruh pasukan bahwa putranya diberi nama Babah Patah. Sampai saat ini, keturunan pembauran antara Cina dan Jawa disebut Babah. Meski tidak menyukai nama pemberian ayahnya itu, Raden Patah takut untuk menentangnya. Babah Patah kemudian diangkat menjadi Bupati di Demak. Ia memimpin para bupati di sepanjang pantai Demak ke Barat. Ia dinikahkan dengan cucu Kyai Ageng Ngampel.
Babah Patah tinggal di desa Bintara, Demak. Babah Patah telah beragama Islam sejak di Palembang. Di Demak ia diminta untuk menyebarkan agama Islam. Raden Kusen diangkat menjadi Adipati di Terung, dengan nama baru Raden Arya Pecattanda. Ajaran Islam makin berkembang. Banyak ulama berpangkat mendapat gelar Sunan. Sunan artinya budi. Sumber pengetahuan tentang baik dan buruk. Orang yang berbudi baik patut dimintai ajarannya tentang ilmu lahir batin. Pada waktu itu para ulama baik budinya. Belum memiliki kehendak yang jelek. Banyak yang mengurangi makan dan tidur. Sang Prabu Brawijaya berpikir, para ulama bersarak Budha itu mengapa disebut Sunan. Mengapa juga masih mengurangi makan dan tidur.
Penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Benang di daerah Kediri mendapatkan tantangan dari Ki Buta Locaya penguasa di daerah tersebut. Kemudian Sunan Benang menuju ke desa Bogem, dan merusak arca kuda berkepala dua karya Prabu Jayabaya. Perusakan arca tersebut mendapatkan tentangan Ki Buta Locaya yang mendesak agar Sunan Benang pergi dari daerah itu. Patih Majapahit menghadap Prabu Brawijaya dan memberitahukan bahwa tanah Kertasana rusak akibat perbuatan Sunan Benang. Akhirnya, Prabu Brawijaya memerintahkan agar mengusir kaum Islam dari daerah Majapahit, kecuali kaum muslimin yang tinggal di Ngampelgading dan Demak.
Sunan Benang dan Sunan Giri menyingkir ke Tuban dan berlindung ke Demak. Pada waktu itu sunan Bonang akan pergi ke Kediri, diantar dua sahabatnya. Di utara Kediri, yakni di daerah Kertosono, rombongan terhalang air sungai Brantas yang meluap. Sunan Bonang dan dua sahabatnya menyeberang. Tiba di timur sungai, Sunan Bonang menyelidiki agama penduduk setempat. Ternyata, kata Ki Bandar, masyarakat daerah itu beragama Kalang, memuliakan Bandung Bondowoso. Menganggap Bandung Bondowoso sebagai nabi mereka. Hari Jumat Wage wuku wuye, adalah hari raya mereka.
" Kalau begitu, orang disini semua beragama Gedhah. Artinya, tidak hitam, putih pun tidak. Untuk itu tempat ini kusebut Kota Gedhah." Sejak itu, daerah di sebelah utara Kediri ini bernama Kota Gedhah.
Waktu sholat dhuhur tiba. Sunan Bonang ingin mengambil air wudlu. Namun karena sungai banjir dan airnya keruh, maka Sunan Bonang meminta salah satu sahabatnya untuk mencari air simpanan penduduk. Salah satu sahabatnya pergi ke desa untuk mencari air yang dimaksud. Sesampai di desa Patuk ada sebuah rumah. Tak terlihat laki-laki di sini. Hanya ada seorang gadis berajak dewasa sedang menenun. Perawan itu terkejut. Ia menoleh. Dilihatnya seorang laki-laki. Ia salah paham. Menyangka lelaki itu bermaksud menggodanya.
Gadis itu tidak mau memberikan air dan mengusir pemuda tersebut. Pemuda tersebut langsung pergi dan melaporkan kejadian tersebut kepada Sunan Bonang. Mendengar penuturan itu Sunan Bonang naik pitam. Keluarlah kata-kata keras. Sunan mengutuk tempat itu akan sulit air.
Gadis-gadisnya tidak akan mendapat jodoh sebelum usianya tua. Begitu juga dengan kaum jejakanya. Akibat kutukan Sunan Bonang aliran sungai Brantas menyusut dan berbelok arah. Membanjiri desa-desa, hutan, sawah, dan kebun. Sampai kini daerah Gedhah sulit air, perempuan-perempuan nya menjadi perawan tua, begitu juga kaum laki-lakinya.
Sunan Bonang melanjutkan perjalanannya ke Kediri. Di daerah ini ada demit (mahluk halus) bernama Nyai Plencing. Menempati sumur Tanjungtani dan sedang dikerumuni anak cucunya. Mereka melapor, bahwa ada orang bernama Sunan Bonang suka mengganggu kaum mahluk halus dan menonjolkan kesaktian.
Anak cucu Nyai Plencing mengajak Nyai Plencing membalas Sunan Bonang. Caranya dengan meneluh dan menyiksanya sampai mati agar tidak suka mengganggu lagi. Mendengar usul itu Nyai Plencing langsung menyiapkan pasukan, dan berangkat menemui Sunan Bonang. Tetapi anehnya, para mahluk alus tersebut tidak bisa mendekati Sunan Bonang. Badannya terasa panas seperti dibakar. Karena usahanya gagal Nyai Plecing kemudian pergi ke Kediri menemui rajanya yang bernama Buta Locaya, tinggal di Selabale, di kaki Gunung Wilis. Buta Locaya semula adalah patih raja Sri Jayabaya, bernama Kyai Daha. Ia dikenal sebagai cikal bakal Kediri. Ketika Raja Jayabaya memerintah daerah ini, namanya diminta untuk nama negara. Ia diberi nama Buta Locaya dan diangkat patih Prabu Jayabaya. Buta sendiri artinya bodoh. Lo bermakna kamu. Dan Caya dapat dipercaya. Bila disambung, maka Buta Locaya mempunyai makna orang bodoh yang dapat dipercaya.
Ketika Nyai Plencing datang, Buta Locaya sedang duduk di kursi emas beralas kasur babut dihias bulu merak. Ia sedang ditemani patihnya, Megamendung dan anaknya, Paji Sektidiguna dan Panji Sarilaut. Ia amat terkejut melihat Nyai Plencing yang datang sambil menangis. Ia melaporkan kerusakan-kerusakan di daerah utara Kediri yang disebabkan ulah orang dari Tuban bernama Sunan Bonang. Nyai Plencing juga memaparkan kesedihan para mahluk halus dan penduduk daerah itu.
Mendengar laporan Nyai Plencing Buta Locaya murka. Tubuhnya bagaikan api Ia memanggil anak cucu dan para jin untuk melawan Sunan Bonang. Para mahluk halus bersiap berangkat. Lengkap dengan peralatan perang.Mengikuti arus angin, mereka pun sampai di desa Kukum. Di tempat ini Buta Locaya menjelma menjadi manusia, berganti nama Kyai Sumbre.
Sementara mahluk halus yang beribu-ribu jumlahnya tidak menampakkan diri.Menghadang perjalanan Sunan Bonang yang datang dari utara. Sebagai orang sakti, Sunan Bonang tahu ada raja mahluk halus sedang menghadang perjalanannya. Tubuh Sunan yang panas menjelma bagai bara api. Para mahluk halus yang beribu-ribu itu menjauh. Tidak tahan menghadapi wibawa Sunan Bonang.
Namun tatkala berhadapan dengan Kyai Sumbre, Sunan Bonang juga merasakan hawa panas. Dua sahabatnya pingsan. Akhirnya terjadi perdebatan sengit antara Buta Locaya dengan Sunan Bonang. Buta Locaya mengancam akan mengadukan perbuatannya tersebut kepada Raja Majalengka. Sunan Bonang tidak takut akan ancaman tersebut dan tidak takut pada Raja Majalengka.
lambang majapahit
Ketika Buta Locaya mendengar kata-kata itu, ia pun marah. Buta Locaya kemudian memuntahkan kemarahannya dengan mengumbar segala kejelekan dari Sunan Bonang. Akhir kata Buta Locaya meminta kepada Sunan Bonang untuk mengembalikan keadaan desa Gedah dan sungai Brantas seperti semula. Dengan ancaman jika hal tersebut tidak dipenuhi maka semua orang Jawa yang beragama Islam akan diteluh sampai mati. Begitu mendengar kemarahan Buta Locaya, Sunan Bonang menyadari kesalahannya. Namun sebagai seorang sunan kata kata yang telah diucapkan akan terjadi dan tidak bisa ditarik kembali. Sunan Bonang hanya bisa membatasi saja, Kelak, bila telah berlangsung 500 tahun, sungai ini dapat kembali seperti semula.
Buta Locaya tidak bisa menerima hal tersebut dan minta keadaan tersebut harus dikembalikan sekarang juga. Akhirnya karena tidak adanya penyelesaian Sunan Bonang mohon diri untuk berjalan kearah timur.
Buah Sambi ini kunamakan cacil karena keadaan ini seperti anak kecil yang sedang berkelahi. Mahluk halus dan manusia saling berebut kebenaran tentang kerusakan yang ada di daerah. Kumohonkan kepada Tuhan, buah sambi menjadi dua macam, daging buahnya menjadi asam. Bijinya mengeluarkan minyak sebagai lambang muka yang masam. Tempat perjumpaan ini kuberi nama Singkal di sebelah utara dan di sini bernama Desa Sumbre. Sedangkan tempat kawan-kawanmu di selatan kuberi nama Kawanguran."
Sunan Bonang meloncat ke arah Timur sungai. Sampai saat ini di Kota Gedah ada desa yang bernama Singkal, Sumbre dan Kawanguran. Kawanguran artinya pengetahuan, Singkal artinya susah kemudian menemukan akal.Buta Locaya mengikuti kepergian Sunan Bonang, yang menyaksikan arca Kuda yang berkepala dua di bawah pohon Trenggulun. Banyak buah trenggulun yang berserakan. Sunan Bonang kemudian memegang parang dan kepala arca Kuda itu dipenggalnya. Ketika Buta Locaya melihat Sunan Bonang memenggal kepala arca itu, semakin bertambahlah kemarahannya. Buta Locaya marak karena arca tersebut adalah peninggalan Raja Jayabaya dan arca tersebut sebagai lambang tekad wanita. Kelak di zaman Nusa Srenggi, barang siapa yang melihat arca itu, akan mengetahui tekat para wanita Jawa.
landskape kerajaan majapahit
Sunan Bonang kemudian melanjutkan perjalanan kearah utara Sesampai di desa Nyahen, ada patung raksasa perempuan berada di bawah pohon dadap yang berbunga. Sangat banyak dan berguguran di sekitarnya. Patung raksasa itu kelihatan merah menyala, marak oleh bunga yang berjatuhan. Melihat patung itu, Sunan Bonang keheranan. Patung itu berukuran sangat besar. Arca itu tampak duduk ke arah Barat setinggi 16 kaki. Lingkar pinggulnya 10 kaki. Jika dipindahkan tidak akan terangkat oleh 800 orang
 kecuali dengan alat. Bahu kanannya dipatahkan, dan dahinya dirusak.
Sikap Sunan Bonang yang usil dengan merusak patung tersebut menimbulkan kemarahan Buta Locaya. Menurut Sunan Bonang patung itu dirusak agar tidak disembah banyak orang dan tidak diberi sesaji serta diberi kemenyan. Orang yang memuja berhala itu kafir, rusak lahir batin." Buta Locaya menjawab bahwa Orang Jawa sudah tahu bahwa itu patung dari batu dan tidak berwujud Tuhan . Patung diberi nyala kemenyan, diberi sesaji, agar para mahluk halus tidak menempati tanah dan kayu yang dapat menghasilkan untuk manusia. Dengan diberi sesajen dan bau-bau yang harum mahluk halus akan merasa nyaman karena alam mahluk halus berbeda dengan alam manusia. Buta Locaya kemudian meluapkan kemarahannya dengan mengungkapkan sisi buruk Sunan Bonang dan mempersilahkan untuk angkat kaki dari daerah Kediri. Sunan Bonang yang kalah berdebat dengan Buta Locaya akhirnya memutuskan untuk pulang kembali keBonang

Prabu Brawijaya amat murka ketika mendapat laporan sang patih tentang adanya surat dari Tumenggung di Kertosono, yang memberitahukan bahwa telah terjadi kerusakan di wilayah itu akibat ulah Sunan Bonang. Segera ia mengutus Patih ke Kertosono, meneliti keadaan sebenarnya. Setelah tiba, sang patih melaporkan semua yang telah terjadi. Namun, ia tak bisa menemukan Sunan Bonang, karena telah mengembara tak tahu kemana.

Saking murkanya, Prabu Brawijaya memutuskan bahwa semua ulama Arab yang ada di Pulau Jawa akan diusir. Hanya di Demak dan Ngampelgading saja yang diperbolehkan tinggal dan menyebarkan agama Islam. Sang Patih juga melaporkan bahwa ulama Giripura telah tiga tahun tidak menghadap untuk menyampaikan upeti, bahkan mendirikan kerajaan sendiri. Sedang ulama santri Giri punya gelar yang melebihi sang Prabu.

Prabu Brawijaya kemudian menyiapkan pasukannya untuk menyerang Giri. Pada penyerangan tersebut giri berhasil dihancurkan sehingga Sunan Bonang dan Sunan giri memutuskan meminta perlindungan dari Raden Patah Bupati Demak.
Sunan Giri

Sunan Bonang kemudian menghasut Raden Patah untuk memerangi Majapahit melawan ayahnya sendiri. Raden Patah pada awalnya bimbang akan hal tersebut. Bagaimanapun Prabu Brawijaya sebagai ayahnya telah banyak memberikan kebahagian dan memberikan kedudukan sebagai Bupati Demak serta kebebasan menyebarkan agama Islam. Raden Patah juga ingat pesan kakeknya di ampelgading untuk tidak berani melawan orang tua walaupun orang tuanya tersebut kafir.Namun karena para nabi terus menyakinkan dengan mengungkap sisi buruk Prabu Brawijaya kepada Raden Patah diantaranya pemberian nama babah yang artinya tidak baik dan melawan ayahnya yang kafir tersebut bukanlah suatu dosa maka luluhlah hati Raden Patah. Para Nabi juga meyakinkan bahwa Raden Patahlah yang berhak menjadi Raja menggantikan Prabu Brawijaya.

Para Nabi memberikan saran untuk melaksanakan penyerbuan tersebut dengan cara yang halus. Raden Patah diminta untuk menghadap ayahnya pada acara grebeg dengan mengajak seluruh Bupati , para sunan dan pasukan Demak.
Raden Patah kemudian mengumpulkan para Bupati dan Sunan di pesisir utara datang semua ke Demak Sunan Bonang berkata kepada semua yang hadir di situ, bahwa Bupati Demak akan dinobatkan sebagai raja dan akan menggempur Majapahit. Semua sunan dan bupati setuju hanya Syech Siti Jenar yang tidak setuju. Raja baru itu bergelar Prabu Jimbuningrat atau Sultan Syah Alam Akbar Khalifaturrasul Amirilmukminin Tajudil Abdulhamid Khak, atau Sultan Adi Surya Alam di Bintoro. Pasukannya berjumlah tiga puluh ribu lengkap dengan senjata perang..

Patihnya dari atas angin bernama Patih Mangkurat. Esok harinya, Senopati Jimbuningrat bergegas dengan perangkat senjata perang berangkat menuju Majapahit diiringkan para sunan dan bupati. Berjalan berarakan seperti Grebeg Maulud. Semua pasukan tak ada yang mengetahui tujuan itu selain para tumenggung, para sunan dan para ulama. Sunan Bonang dan Sunan Giri tidak ikut karena telah lanjut usia. Sepulang dari Giri, sang patih melaporkan hasil penyerbuannya terhadap Giri yang dipimpin oleh orang Cina muslim bernama Setyasena. Giri berhasil ditaklukkan dan. Senapati Setyasena menemui ajal. Pasukan Giri melarikan diri ke hutan dan gunung. Sebagian juga berlayar dan lari ke Bonang dan terus diburu oleh pasukan Majapahit. Sunan Giri dan Sunan Bonang yang ikut dalam perahu itu dikira melarikan diri ke Arab dan tidak kembali ke Majapahit.

Maka Sang Prabu memerintahkan patih untuk mengutus ke Demak lagi, memburu Sunan Giri dan Sunan Bonang karena Sunan Bonang telah merusak tanah Kertosono. Sedangkan Sunan Giri telah memberontak, tidak mau menghadap raja, bertekat melawan dengan perang. Sang Patih keluar dari hadapan Raja untuk kemudian memanggil duta yang akan dikirim ke Demak.

Tetapi, tiba-tiba datang utusan dari Bupati Pati menyerahkan surat, mengabarkan bahwa Adipati Demak Babah Patah telah menobatkan diri sebagai Raja Demak Setelah membaca surat tersebut Kyai Patih sedih sekali, menggeram sambil mengatupkan giginya. Sangat heran kepada orang Islam yang tidak menyadari kebaikan sang raja. Selanjutnya, kyai patih melapor kapada raja untuk menyampaikan isi surat itu. Mendengan laporan patih, Sang Prabu sangat terkejut. Diam membisu, lama tak berkata. Dalam hatinya sangat heran kepada putranya dan para Sunan yang memiliki kemauan seperti itu. Mereka diberi kedudukan akhirnya malah memberontak dan merusak Majapahit.

Sang raja tak habis pikir, alasan apa yang mendasari perbuatan mereka. Dicarinya penalaran-penalaran tetapi tidak tercapai lahir batin. Tidak masuk akal akan perbuatan jelek mereka itu. Pikiran sang raja sangat gelap. Kesedihan itu dikiaskan bagaikan hati kerbau yang habis dimakan kutu babi hutan. Sang Prabu juga bertanya kepada sang Patih, apa alasan Adipati Demak dan para ulama serta bupati tega melawan Majapahit. Kemudian, Sang Prabu berkata bahwa, kejadian itu akibat kesalahannya sendiri. Yang meremehkan agama yang telah berlaku turun-temurun dan begitu mudah terpikat kata-kata Putri Campa, sehingga mengizinkan para ulama menyeberkan agama Islam.

Tentang kedatangan musuh, yaitu santri yang akan merebut kekuasaan, Sang Prabu meminta pertimbangan dari Patih. Sang Prabu kecewa, mengapa hanya untuk menguasai Majapahit harus dengan cara peperangan. Seumpama diminta dengan cara baik-baik pun tentu akan diberikan karena Raja telah lanjut usia. Patih menjawab, lebih baik menyongsong musuh dengan pasukan secukupnya saja. Jangan sampai merusak bala pasukan. Patih diminta memanggil Adipati Pengging dan Adipati Pranaraga karena putra yang ada di Majapahit belum saatnya maju berperang.

Karena segan berperang dengan puteranya sendiri, Prabu Brawijaya eloloskan diri dari istana bersama pengikut yang masih setia yaitu Sabdopalon dan Nayagenggong. Sehingga ketika Raden Patah dan rombongannya (termasuk para Sunan) tiba, istana itu kosong. Atas nasihat Sunan Ampel, untuk menawarkan segala pengaruh raja kafir, diangkatlah Sunan Gresik jadi raja Majapahit selama 40 hari. Sesudah itu baru diserahkan kepada Sultan Bintara untuk diboyong ke Demak.

Perlawanan antara pasukan Prabu Brawijaya dengan Sultan DemakDengan pertempuran sengit itu tentara Majapahit hancur, Kemudian orang-orang Majapahit yang takluk kepada Demak diperintahkan masuk agama Islam. Tentara Demak dibawah pimpinan Raden Imam diperlengkapi dengan senjata sakti "Keris Makripat" pemberian Sunan Giri yang bisa mengeluarkan hama kumbang dan "Badhong" anugerah Sunan Cirebon yang bisa mendatangkan angin ribut. Tentara Majapahit berhasil dipukul mundur sampai keibukota, cuma rumah adipati Terung yang selamat karena ia memeluk Islam.

Setelah Majapahit jatuh, Adipati Terung ditugasi mengusung paseban raja Majapahit ke Demak untuk kemudian dijadikan serambi masjid. Adipati Bintara itu kemudian bergelar "Senapati Jinbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidina Panatagama"

Raden Patah yang didukung oleh para wali pergi ke Ngampeldenta untuk menghadap neneknya. Neneknya Nyai Ngampeldenta sangat menyesali perbuatan yang dilakukan oleh Raden Patah melawan ayahnya. Ia mempermasalahkan Raden Patah beserta para wali yang tidak baik budi kepada Prabu Brawijaya. Setelah mendengar nasehat dari neneknya tadi, maka Raden Patah sangat sedih dan menyesal atas segala perbuatannya. Akhirnya Sunan Kalijaga diutus untuk mencari Prabu Brawijaya dan memohon kepadanya agar bersedia kembali menjadi raja Majapahit.

Sekembalinya Raden Patah ke Demak, ia disambut dengan gembira. Ia menceritakan hal itu kepada Sunan Benang, akhirnya Sunan Benang memberikan penjelasan secara panjang lebar bahwa perlawanannya terhadap ayahnya itu tidak berdosa, karena ayahnya seorang kafir.

Sunan Kalijaga menjumpai Prabu Brawijaya di Blambangan untuk menyampaikan tugasnya. Dijelaskan pula, bahwa sebenarnya Sultan Demak merasa menyesal atas penyerbuannya ke Kerajaan Majapahit. Ia merasa berdosa melawan ayahnya. Bahkan ia merasa pula bahwa pengangkatannya sebagai Sultan Demak itu juga dari ayahnya. Akan tetapi semuanya telah terjadi, maka Sultan Demak dengan bersedih hati kembali ke Demak.

Karena kepandaian Sunan Kalijaga maka bersedialah Prabu Brawijaya kembali ke Majapahit. Ia sangat tertarik atas keterangan Sunan sehingga prasangka buruk akan agama Islam sedikit banyak hilang.

Bahkan ia bermaksud untuk masuk agama Islam secara lahir maupun batin. Tawaran masuk agama Islam kepada penasehat Prabu Brawijaya, yakni Sabdapalon dan Nayagenggong, berakhir dengan penolakan. Sabdapalon menilai bahwa Prabu Brawijaya telah menyimpang dari para pendahulunya yang melestarikan agama Budha. Menurut Sabdo Palon agama yang ada di Jawa lebih cocok bagi orang Jawa dan orang Jawa tidak selayaknya merasuk agama yang bukan berasal dari Jawa karena agama Jawa tidaklah lebih rendah dari agama Islam. Prabu Brawijaya tidak kuasa melawan bantahan dari Sabdopalon yang ternyata adalah jelmaan mahkluk halus penguasa tanah Jawa yang telah berumur 2300 tahun.

Prabu Brawijaya menyesal bahwa telah terbujuk Sunan Kalijaga untuk berpindah agama, namun karena semuanya telah terjadi, Sabdo Palon berpesan agar Prabu Brawijaya tetap menjalankan apa yang telah menjadi pilihannya tersebut. Sabdo Palon juga memberitahukan bahwa kelak penguasa tanah Jawa akan beralih kepada orang yang menjadi asuhan Sabdo Palon. Sabdo Palon kemudian pergi meninggalkan Prabu Brawijaya.

Prabu Brawijaya sangat sedih sepeninggal penasehatnya tersebut namun Sunan Kalijaga berusaha menghibur hati Prabu Brawijaya dgn mengatakan bahwa ajaran agama Islam itu baik dan diridhoi Tuhan. Sunan bersabda bahwa air telaga itu berbau wangi dan terjadilah demikian. Prabu Brawijaya memerintahkan agar mengambil bumbung untuk membawa air wangi tersebut sebagai bekal dalam perjalanan. Perjalanan Prabu Brawijaya diiringi oleh Sunan Kalijaga telah sampai di Sumber waru dan bermalam disana. Pagi harinya air dalam bumbung tersebut masih berbau wangi. Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Penarukan dan bermalam disana. Pagi harinya air dalam bumbung masih berbau wangi.

Sesampainya di Besuki bermalam pula disana, namun pada pagi harinya air dalam bumbung tidak lagi berbau wangi tetapi berbau banger, oleh karena itu Prabalingga juga dinamakan Bangerwarih. Prabalingga juga sebagai pertanda bahwa Prabu Brawijaya masuk agama Islam karena terpengaruh tangan orang lain. Setelah selama seminggu dalam perjalanan yang melewati Panarukan, Besuki dan Prabalingga akhirnya sampailah di Ngampeldenta. Sesampainya di Ngampeldenta Prabu Brawijaya memerintahkan agar membuat surat yang ditujukan kepada Sultan Demak supaya datang ke Ngampel Gading.

Prabu Brawijaya juga memerintahkan untuk membuat surat untuk anaknya yaitu Adipati Andayaningrat dan Adipati Ponorogo Bhatara Katong yang meminta kepada mereka tidak menuntut bela atas jatuhnya Kerajaan Majapahit.
Prabu Brawijaya sangat sedih atas jatuhnya Kerajaan Majapahit sehingga menderita sakit yang sangat parah. Menjelang kepergiannya Prabu Brawijaya meminta kepada Sunan Kalijaga untuk menjaga keturunan Raja, dan terhadap Raden Patah yang belum juga datang memenuhi panggilan ayahnya Prabu Brawijaya hanya akan memberi ijin memerintah kepada Sultan demak tersebut sampai dua keturunan saja. Hal tersebut terbukti bahwa setalah Raden Parah memerintah maka pemerintahan tersebut hanya sampai di dua keturunannya saja yaitu :

1. Adipari Unus/ Pangeran Sabrang Lor (1518)
2. Pangeran Trenggono (1548)

Setelah wafatnya Pangeran Trenggono terjadi perebutan kekuasaan antara adiknya dan putranya bernama pangeran Prawoto yang bergelar Sunan Prawoto (1549). Sang adik berjuluk pangeran Seda Lepen terbunuh di tepi sungai dan Prawoto beserta keluarganya dihabisi oleh anak dari pangeran Seda Lepen yang bernama Arya Panangsang.

Tahta Demak dikuasai Arya Penangsang yang terkenal kejam dan tidak disukai orang, sehingga timbul kekacauan dimana-mana. Apalagi ketika adipati Japara yang mempunyai pengaruh besar dibunuh pula, yang mengakibatkan si adik dari adipati japara berjuluk Ratu Kalinyamat bersama adipati-adipati lainnya menentang Arya Panangsang, yang salah satu dari adipati itu bernama Hadiwijoyo berjuluk Jaka Tingkir, yaitu putra dari Kebokenongo sekaligus menantu Trenggono. Jaka Tingkir, yang berkuasa di Pajang Boyolali, dalam peperangan berhasil membunuh Arya Penangsang. Dan oleh karena itu ia memindahkan Karaton Demak ke Pajang dan ia menjadi raja pertama di Pajang. Dengan demikian, habislah riwayat kerajaan Islam Demak

Rabu, 08 Juni 2011

Negarakertagama


Pupuh I
1. Om! Sembah pujiku orang hina ke bawah telapak kaki Pelindung jagat
Siwa-Buda Janma-Batara sentiasa tenang tenggelam dalam Samadi
Sang Sri Prawatanata, pelindung para miskin, raja adiraja dunia
Dewa-Batara, lebih khayal dari yang khayal, tapi tampak di atas tanah
2. Merata serta meresapi segala makhluk, nirguna bagi kaum Wisnawa
Iswara bagi Yogi, Purusa bagi Kapila, hartawan bagai Jambala
Wagindra dalam segala ilmu, dewa Asmara di dalam cinta berahi
Dewa Yama di dalam menghilangkan penghalang dan menjamin damai dunia
3. Begitulah pujian pujangga penggubah sejarah raja, kepada Sri Nata
Rajasanagara, Sri Nata Wilwatikta yang sedang memegang tampuk negara
Bagai titisan Dewa-Batara beliau menyapu duka rakyat semua
Tunduk setia segenap bumi Jawa, bahkan malah seluruh nusantara
4. Tahun Saka masa memanah surya (1256) beliau lahir untuk jadi narpati
Selama dalam kandungan di Kahuripan, telah tampak tanda keluhuran
Gempa bumi, kepul asap, hujan abu, guruh halilintar menyambar-nyambar
Gunung Kampud gemuruh membunuh durjana, penjahat musnah dari
negara
5. Itulah tanda bahwa Batara Girinata menjelma bagai raja besar
Terbukti, selama bertakhta, seluruh tanah Jawa tunduk menadah p’rintah
Wipra, satria, waisya, sudra, keempat kasta sempurna dalam pengabdian
Durjana berhenti berbuat jahat, takut akan keberanian Sri Nata
Pupuh II
1. Sang Sri Rajapatni yang ternama adalah nenekanda Sri Baginda
Seperti titisan Parama Bagawati memayungi jagat raya
Selaku wikuni tua tekun berlatih yoga menyembah Buda
Tahun Saka dresti saptaruna (1272) kembali beliau ke Budaloka
2. Ketika Sri Rajapatni pulang ke Jinapada, dunia berkabung
Kembali gembira bersembah bakti semenjak Baginda mendaki takhta
Girang ibunda Tribuwana Wijayatunggadewi mengemban takhta
Bagai rani di Jiwana resmi mewakili Sri Narendra-putera
Pupuh III
1. Beliau bersembah bakti kepada ibunda Sri Rajapatni
Setia mengikuti ajaran Buda, menyekar yang telah mangkat
Ayahanda Baginda raja yalah Sri Kertawardana raja
Keduanya teguh beriman Buda demi perdamaian praja
2
2. Ayahnya Sri Baginda raja bersemayam di Singasari
Bagai Ratnasambawa menambah kesejahteraan bersama
Teguh tawakal memajukan kemakmuran rakyat dan negara
Mahir mengemudikan perdata, bijak dalam segala kerja
Pupuh IV
1. Puteri Rajadewi Maharajasa, ternama rupawan
Bertakhta di Daha, cantik tak bertara, bersandar nam guna
Adalah bibi Baginda, adik maharani di Jiwana
Rani Daha dan rani Jiwana bagai bidadari kembar
2. Laki sang rani Sri Wijayarajasa dari negeri Wengker
Rupawan bagai titisan Upendra, mashur bagai sarjana
Setara raja Singasari, sama teguh di dalam agama
Sangat mashurlah nama beliau di seluruh tanah Jawa
Pupuh V
1. Adinda Baginda raja di Wilwatikta:
Puteri jelita, bersemayam di Lasem
Puteri jelita Daha, cantik ternama
Indudewi puteri Wijayarajasa
2. Dan lagi puteri bungsu Kertawardana
Bertakhta di Pajang, cantik tidak bertara
Puteri Sri Narapati Jiwana yang mashur
Terkenal sebagai adinda Sri Baginda
Pupuh VI
1. Telah dinobatkan sebagai raja tepat menurut rencana
Laki tangkas rani Lasem bagai raja daerah Matahun
Bergelar Rajasawardana sangat bagus lagi putus dalam naya
Raja dan rani terpuji laksana Asmara dengan Pinggala
2. Sri Singawardana, rupawan, bagus, muda, sopan dan perwira
Bergelar raja Paguhan, beliaulah suami rani Pajang
Mulia perkawinannya laksana Sanatkumara dan dewi Ida
Bakti kepada raja, cinta sesama, membuat puas rakyat
3. Bhre Lasem Menurunkan puteri jelita Nagarawardani
Bersemayam sebagai permaisuri pangeran di Wirabumi
Rani Pajang menurunkan Bhre Mataram Sri Wikramawardana
Bagaikan titisan Hyang Kumara, wakil utama Sri narendra
3
4. Puteri bungsu rani Pajang mem’rintah daerah Pawanuhan
Berjuluk Surawardani masih muda indah laksana gambar
Para raja pulau Jawa masing-masing mempunyai negara
Dan Wilwatikta tempat mereka bersama menghamba Sri nata
Pupuh VII
1. Melambung kidung merdu pujian sang prabu, beliau membunuh musuhmusuh
Bagai matahari menghembus kabut, menghimpun negara di dalam kuasa
Girang janma utama bagai bunga tunjung, musnah durjana bagai kumuda
Dari semua desa di wilayah negara pajak mengalir bagai air
2. Raja menghapus duka si murba sebagai Satamanyu menghujani bumi
Menghukum penjahat bagai dewa Yana, menimbun harta bagaikan Waruna
Para telik masuk menembus segala tempat laksana Hyang Batara Bayu
Menjaga pura sebagai dewi Pretiwi, rupanya bagus seperti bulan
3. Seolah-olah Sang Hyang Kama menjelma, tertarik oleh keindahan pura
Semua para puteri dan isteri sibiran dahi Sri Ratih
Namun sang permaisuri, keturunan Wijayarajasa, tetap paling cantik
Paling jelita bagaikan Susumna, memang pantas jadi imbangan Baginda
4. Berputeralah beliau puteri mahkota Kusumawardani, sangat cantik
Sangat rupawan jelita mata, lengkung lampai, bersemayam di Kabalan
Sang menantu Sri Wikramawardana memegang perdata seluruh negara
Sebagai dewa-dewi mereka bertemu tangan, menggirangkan pandang
Pupuh VIII
1. Tersebut keajaiban kota: tembok batu merah, tebal tinggi, mengitari pura
Pintu barat bernama Pura Waktra, menghadap ke lapangan luas,
bersabuk parit
Pohon brahmastana berkaki bodi, berjajar panjang, rapi berbentuk aneka
ragam
Di situlah tempat tunggu para tanda terus-menerus meronda, jaga paseban
2. Di sebelah utara bertegak gapura permai dengan pintu besi penuh berukir
Di sebelah timur: panggung luhur, lantainya berlapis batu, putih-putih
mengkilat
Di bagian utara, di selatan pekan, rumah berjejal jauh memanjang, sangat
indah
Di selatan jalan perempat: balai prajurit tempat pertemuan tiap Caitra
3. Balai agung Manguntur dengan balai Witana di tengah, menghadap
padang watangan
4
Yang meluas ke empat arah; bagaian utara paseban pujangga dan menteri
Bagian timur paseban pendeta Siwa-Buda, yang bertugas membahas
upacara
Pada masa grehana bulan Palguna demi keselamatan seluruh dunia
4. Di sebelah timur pahoman berkelompok tiga-tiga mengitari kuil siwa
Di sebelah tempat tinggal wipra utama, tinggi bertingkat, menghadap
panggung korban
Bertegak di halaman sebelah barat; di utara tempat Buda bersusun tiga
Puncaknya penuh berukir; berhamburan bunga waktu raja turun
berkorban
5. Di dalam, sebelah selatan Manguntur tersekat pintu, itulah paseban
Rumah bagus berjajar mengapit jalan ke barat, disela tanjung berbunga
lebat
Agak jauh di sebelah barat daya: panggung tempat berkeliaran para perwira
Tepat di tengah-tengah halaman bertegak mandapa penuh burung ramai
berkicau
6. Di dalam, di selatan ada lagi paseban memanjang ke pintu keluar pura
yang kedua
Dibuat bertingkat-tangga, tersekat-sekat, masing-masing berpintu sendiri
Semua balai bertulang kuat bertiang kokoh, papan rusuknya tiada tercela
Para prajurit silih berganti, bergilir menjaga pintu, sambil bertukar
tutur
Pupuh IX
1. Inilah para penghadap: pengalasan Ngaran, jumlahnya tak terbilang
Nyu Gading Janggala-Kediri, Panglarang, Rajadewi, tanpa upama
Waisangka kapanewon Sinelir, para perwira Jayengprang Jayagung
Dan utusan Pareyok Kayu Apu, orang Gajahan, dan banyak lagi
2. Begini keindahan lapang watangan luas bagaikan tak berbatas
Menteri, bangsawan, pembantu raja di Jawa, di deret paling muka
Bhayangkari tingkat tinggi berjejal menyusul di deret yang kedua
Di sebelah utara pintu istana, di selatan satria dan pujangga
3. Di bagian barat: beberapa balai memanjang sampai mercudesa
Penuh sesak pegawai dan pembantu serta para perwira penjaga
Di bagian selatan agak jauh: beberapa ruang, mandapa dan balai
Tempat tinggal abdi Sri narapati Paguhan, bertugas menghadap
4. Masuk pintu kedua, terbentang halaman istana berseri-seri
Rata dan luas, dengan rumah indah berisi kursi-kursi berhias
Di sebelah timur menjulang rumah tinggi berhias lambang kerajaan
Itulah balai tempat terima tatamu Sri nata di Wilwatikta
5
Pupuh X
1. Inilah pembesar yang sering menghadap di balai witana
Wredamentri, tanda menteri pasangguhan dengan pengiring
Sang Panca Wilwatikta: mapatih, demung, kanuruhan, rangga
Tumenggung, lima priyayi agung yang akrab dengan istana
2. Semua patih, demung negara bawahan dan pengalasan
Semua pembesar daerah yang berhati tetap dan teguh
Jika datang, berkumpul di kepatihan seluruh negara
Lima menteri utama, yang mengawal urusan negara
3. Satria, pendeta, pujangga, para wipra, jika menghadap
Berdiri di bawah lindungan asoka di sisi witana
Begitu juga dua dharmadhyaksa dan tujuh pembantunya
Bergelar arya, tangkas tingkahnya, pantas menjadi teladan
Pupuh XI
1. Itulah penghadap balai witana, tempat takhta, yang terhias serba bergas
Pantangan masuk ke dalam istana timur, agak jauh dari pintu pertama
Ke Istana Selatan, tempat Singawardana, permaisuri, putra dan putrinya
Ke Istana Utara, tempat Kertawardana. Ketiganya bagai kahyangan
2. Semua rumah bertiang kuat, berukir indah, dibuat berwarna-warni
Kakinya dari batu merah pating berunjul, bergambar aneka lukisan
Genting atapnya bersemarak serba meresapkan pandang, menarik
perhatian
Bunga tanjung, kesara, campaka dan lain-lainnya terpencar di halaman
Pupuh XII
1. Teratur rapi semua perumahan sepanjang tepi benteng
Timur tempat tinggal pemuka pendeta Siwa Hyang Brahmaraja
Selatan Buda-sangga dengan Rangkanadi sebagai pemuka
Barat tempat arya, menteri dan sanak-kadang adiraja
2. Di timur, tersekat lapangan, menjulang istana ajaib
Raja Wengker dan rani Daha penaka Indra dan Dewi Saci
Berdekatan dengan istana raja Matahun dan rani Lasem
Tak jauh di sebelah selatan raja Wilwatikta
3. Di sebelah utara pasar: rumah besar bagus lagi tinggi
Di situ menetap patih Daha, adinda Baginda di wengker
Batara Narapati, termashur sebagai tulang punggung praja
Cinta taat kepada raja, perwira, sangat tangkas dan bijak
6
4. Di timur laut rumah patih Wilwatikta, bernama Gajah Mada
Menteri wira, bijaksana, setia bakti kepada negara
Fasih bicara, teguh tangkas, tenang tegas, cerdik lagi jujur
Tangan kanan maharaja sebagai, penggerak roda negara
5. Sebelah selatan puri, gedung kejaksaan tinggi bagus
Sebelah timur perumahan Siwa, sebelah barat Buda
Terlangkahi rumah para menteri, para arya dan satria
Perbedaan ragam pelbagai rumah menambah indahnya pura
6. Semua rumah memancarkan sinar warnanya gilang-cemerlang
Menandingi bulan dan matahari, indah tanpa upama
Negara-negara di nusantara, dengan Daha bagai pemuka
Tunduk menengadah, berlindung di bawah Wilwatika
Pupuh XIII
1. Terperinci demi pulau negara bawahan, paling dulu M’layu:
Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya pun ikut juga disebut
Daerah Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane
Kampe, Haru serta Mandailing, Tamihang, negara Perlak dan Padang
2. Lwas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan juga Barus
Itulah terutama negara-negara Melayu yang t’lah tunduk
Negara-negara di pulau Tanjungnegara: Kapuas-Katingan
Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut
Pupuh XIV
1. Kadandangan, Landa Samadang dan Tirem tak terlupakan
Sedu, Barune (ng), Kalka, Saludung, Solot dan juga Pasir
Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei
Malano tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura
2. Di Hujung Medini Pahang yang disebut paling dahulu
Berikut Langkasuka, Saimwang, Kelantan serta Trengganu
Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah
Jerai, Kanjapiniran, semua sudah lama terhimpun
3. Di sebelah timur Jawa seperti yang berikut:
Bali dengan negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah
Gurun serta Sukun, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo
Sang Hyang Api, Bima, Seran, Hutan Kendali sekaligus
4. Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah
Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya
Bantayan di wilayah Bantayan beserta kota Luwuk
Sampai Udamakatraya dan pulau lain-lainnya tunduk
7
5. Tersebut pula pulau-pulau Makasar, Buton, Banggawi
Kunir, Galian serta Salayar, Sumba, Solot, Muar
Lagi pula Wanda (n), Ambon atau pulau Maluku, Wanin
Seran, Timor, dan beberapa lagi pulau-pulau lain
Pupuh XV
1. Inilah nama negara asing yang mempunyai hubungan
Siam dengan Ayudyapura, begitu pun Darmanagari
Marutma, Rajapura, begitu juga Singanagari
Campa, Kamboja dan Yawana yalah negara sahabat
2. Tentang pulau Madura, tidak dipandang negara asing
Karena sejak dahulu dengan Jawa menjadi satu
Konon tahun Saka lautan menantang bumi, itu saat
Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak sangat jauh
3. Semenjak nusantara menadah perintah Sri Baginda
Tiap musim tertentu mempersembahkan pajak upeti
Terdorong keinginan akan menambah kebahagiaan
Pujangga dan pegawai diperintah menarik upeti
Pupuh XVI
1. Pujangga-pujangga yang lama berkunjung di nusantara
Dilarang mengabaikan urusan negara, mengejar untung
Seyogyanya, jika mengemban perintah ke mana juga
Menegakkan agama Siwa, menolak ajaran sesat
2. Konon kabarnya para pendeta penganut Sang Sugata
Dalam perjalanan mengemban perintah Baginda Nata
Dilarang menginjak tanah sebelah barat pulau Jawa
Karena penghuninya bukan penganut ajaran Buda
3. Tanah sebelah timur Jawa terutama Gurun, bali
Boleh dijelajah tanpa ada yang dikecualikan
Bahkan menurut kabaran mahamuni Empu Barada
Serta raja pendeta Kuturan telah bersumpah teguh
4. Para pendeta yang mendapat perintah untuk bekerja
Dikirim ke timur ke barat, di mana mereka sempat
Melakukan persajian seperti perintah Sri Nata
Resap terpandang mata jika mereka sedang mengajar
5. Semua negara yang tunduk setia menganut perintah
Dijaga dan dilindungi Sri Nata dari pulau Jawa
Tapi yang membangkang, melanggar perintah, dibinasakan
Pimpinan angkatan laut, yang telah mashur lagi berjasa
8
Pupuh XVII
1. Telah tegak teguh kuasa Sri Nata di Jawa dan wilayah nusantara
Di Sripalatikta tempat beliau bersemayam, menggerakkan roda dunia
Tersebar luas nama beliau, semua penduduk puas, girang dan lega
Wipra, pujangga dan semua penguasa ikut menumpang menjadi mashur
2. Sungguh besar kuasa dan jasa beliau, raja agung dan raja utama
Lepas dari segala duka, mengeyam hidup penuh segala kenikmatan
Terpilih semua gadis manis di seluruh wilayah Janggala Kediri
Berkumpul di istana bersama yang terampas dari negara tetangga
3. Segenap tanah Jawa bagaikan satu kota di bawah kuasa Baginda
Ribuan orang berkunjung laksana bilangan tentara yang mengepung pura
Semua pulau laksana daerah pedusunan tempat menimbun bahan
makanan
Gunung dan rimba hutan penaka taman hiburan terlintas tak berbahaya
4. Tiap bulan sehabis musim hujan beliau biasa pesiar keliling
Desa Sima di sebelah selatan Jalagiri, di sebelah timur pura
Ramai tak ada hentinya selama pertemuan dan upacara prasetyan
Girang melancong mengunjungi Wewe Pikatan setempat dengan candi
lima
5. Atau pergilah beliau bersembah bakti ke hadapan Hyang Acalapati
Biasanya terus menuju Blitar, Jimur mengunjungi gunung-gunung permai
Di Daha terutama ke Polaman, ke Kuwu dan Lingga hingga desa Bangin
Jika sampai di Jenggala, singgah di Surabaya, terus menuju Buwun
6. Tahun Aksatisurya (1275) sang prabu menuju Pajang membawa banyak
pengiring
Tahun Saka angga-naga-aryama (1276) ke Lasem, melintasi pantai
samudra
Tahun Saka pintu-gunung-mendengar-indu (1279) ke laut selatan
menembus hutan
Lega menikmati pemandangan alam indah Lodaya, Tetu dan Sideman
7. Tahun Saka seekor-naga-menelan bulan (1281) di Badrapada bulan
tambah
Sri Nata pesiar keliling seluruh negara menuju kota Lumajang
Naik kereta diiringi semua raja Jawa serta permaisuri dan abdi
Menteri, tanda, pendeta, pujangga, semua para pembesar ikut serta
8. Juga yang menyamar Prapanca girang turut mengiring paduka Maharaja
Tak tersangkal girang sang kawi, putera pujangga, juga pencinta kakawin
Dipilih Sri Baginda sebagai pembesar kebudaan mengganti sang ayah
Semua pendeta Buda umerak membicarakan tingkah lakunya dulu
9
9. Tingkah sang kawi waktu muda menghadap raja, berkata, berdamping,
tak lain
Maksudnya mengambil hati, agar disuruh ikut beliau ke mana juga
Namun belum mampu menikmati alam, membinanya, mengolah dan
menggubah
Karya kakawin; begitu warna desa sepanjang marga terkarang berturut
10. Mula-mula melalui Japan dengan asrama dan candi-candi ruk-rebah
Sebelah timur Tebu, hutan Pandawa, Daluwang, Bebala di dekat Kanci
Ratnapangkaja serta Kuti Haji Pangkaja memanjang bersambungsambungan
Mandala Panjrak, Pongging serta Jingan, Kuwu Hanyar letaknya di tepi
jalan
11. Habis berkunjung pada candi makam Pancasara, menginap di
Kapulungan
Selanjutnya sang kawi bermalam di Waru, di Hering, tidak jauh dari
pantai
Yang mengikuti ketetapan hukum jadi milik kepala asrama Saraya
Tetapi masih tetap dalam tangan lain, rindu termenung-menung
menunggu
Pupuh XVIII
1. Seberangkat Sri Nata dari Kapulungan, berdesak abdi berarak
Sepanjang jalan penuh kereta, penumpangnya duduk berimpit-impit
Pedati di muka dan di belakang, di tengah prajurit berjalan kaki
Berdesak-desakan, berebut jalan dengan binatang gajah dan kuda
2. Tak terhingga jumlah kereta, tapi berbeda-beda tanda cirinya
Meleret berkelompok-kelompok, karena tiap ment’ri lain lambangnya
Rakrian sang menteri patih amangkubumi penatang kerajaan
Keretanya beberapa ratus berkelompok dengan aneka tanda
3. Segala kereta Sri Nata Pajang semua bergambar matahari
Semua kereta Sri Nata Lasem bergambar cemerlang banteng putih
Kendaraan Sri Nata Daha bergambar Dahakusuma mas mengkilat
Kereta Sri Nata Jiwana berhias bergas menarik perhatian
4. Kereta Sri Nata Wilwatikta tak ternilai, bergambar buah maja
Beratap kain geringsing, berhias lukisan mas, bersinar merah indah
Semua pegawai, parameswari raja dan juga rani Sri Sudewi
Ringkasnya para wanita berkereta merah, berjalan paling muka
5. Kereta Sri Nata berhias mas dan ratna manikam paling belakang
Jempana-jempana lainnya bercadar beledu, meluap gemerlap
10
Rapat rampak prajurit pengiring Janggala Kediri, Panglarang, Sedah
Bhayangkari gem’ruduk berbondong-bondong naik gajah dan kuda
6. Pagi-pagi telah tiba di Pancuran Mungkur; Sri Nata ingin rehat
Sang rakawi menyidat jalan, menuju Sawungan mengunjungi akrab
Larut matahari berangkat lagi tepat waktu Sri Baginda lalu
Ke arah timur menuju Watu Kiken, lalu berhenti di Matanjung
7. Dukuh sepi kebudaan dekat tepi jalan, pohonnya jarang-jarang
Berbeda-beda namanya Gelanggang, Badung, tidak jauh dari Barungbung
Tak terlupakan Ermanik, dukuh teguh-taat kepada Yanatraya
Puas sang dharmadhyaksa mencicipi aneka jamuan makan dan minum
8. Sampai di Kulur, Batang di Gangan Asem perjalanan Sri Baginda Nata
Hari mulai teduh, surya terbenam, telah gelap pukul tujuh malam
Baginda memberi perintah memasang tenda di tengah-tengah sawah
Sudah siap habis makan, cepat-cepat mulai membagi-bagi tempat
Pupuh XIX
1. Paginya berangkat lagi menuju Baya, rehat tiga hari tiga malam
Dari Baya melalui Katang, Kedung Dawa, Rame, menuju Lampes,Times
Serta biara pendeta di Pogara mengikut jalan pasir lemah-lembut
Menuju daerah Beringin Tiga di Dadap, kereta masih terus lari
2. Tersebut dukuh kasogatan Madakaripura dengan pemandangan indah
Tanahnya anugerah Sri Baginda kepada Gajah Mada, teratur rapi
Di situlah Baginda menempati pasanggrahan yang terhias sangat bergas
Sementara mengunjungi mata air, dengan ramah melakukan mandi-bakti
Pupuh XX
1. Sampai di desa kasogatan Baginda dijamu makan minum
Pelbagai penduduk Gapuk, Sada, Wisisaya, Isanabajra
Ganten, Poh, Capahan, Kalampitan, Lambang, Kuran, Pancar, We Petang
Yang letaknya di lingkungan biara, semua datang menghadap
2. Begitu pula desa Tunggilis, Pabayeman ikut berkumpul
Termasuk Ratnapangkaja di Carcan, berupa desa perdikan
Itulah empat belas desa kasogatan yang berakuwu
Sejak dahulu delapan saja yang menghasilkan bahan makanan
Pupuh XXI
1. Fajar menyingsing; berangkat lagi Baginda melalui
Lo Pandak, Ranu Kuning, Balerah, Bare-bare, Dawohan
11
Kapayeman, Telpak, Baremi, Sapang serta Kasaduran
Kereta berjalan cepat-cepat menuju Pawijungan
2. Menuruni lurah, melintasi sawah, lari menuju
Jaladipa, Talapika, Padali, Arnon dan Panggulan
Langsung ke Payaman, Tepasana ke arah kota Rembang
Sampai di Kemirahan yang letaknya di pantai lautan
Pupuh XXII
1. Di Dampar dan Patunjungan Sri Baginda bercengkerma menyisir tepi
lautan
Ke jurusan timur turut pasisir datar, lembut-limbur dilintas kereta
Berhenti beliau di tepi danau penuh teratai, tunjung sedang berbunga
Asyik memandang udang berenang dalam air tenang memperlihatkan
dasarnya.
2. Terlangkahi keindahan air telaga yang lambai-melambai dengan lautan
Danau ditinggalkan, menuju Wedi dan Guntur tersembunyi di tepi jalan
Kasogatan Bajraka termasuk wilayah Taladwaja sejak dulu kala
Seperti juga Patunjungan, akibat perang, belum kembali ke asrama.
3. Terlintas tempat tersebut, ke timur mengikut hutan sepanjang tepi lautan
Berhenti di Palumbon berburu sebentar, berangkat setelah surya larut
Menyeberangi sungai Rabutlawang yang kebetulan airnya sedang surut
Menuruni lurah Balater menuju pantai lautan, lalu bermalam lagi
4. Pada waktu fajar menyingsing, menuju Kunir Basini, di Sadeng bermalam
Malam berganti malam Baginda pesiar menikmati alam Sarampuan
Sepeninggalnya beliau menjelang kota Bacok bersenang-senang di pantai
Heran memandang karang tersiram riak gelombang berpancar seperti
hujan
5. Tapi sang rakawi tidak ikut berkunjung di Bacok, pergi menyidat jalan
Dari Sadeng ke utara menjelang Balung, terus menuju Tumbu dan Habet
Galagah, Tampaling, beristirahat di Renes seraya menanti Baginda
Segera berjumpa lagi dalam perjalanan ke Jayakreta-Wanagriya
Pupuh XXIII
1. Melalui Doni Bontong, Puruhan, Bacek
Pakisaji, Padangan terus ke Secang
Terlintas Jati Gumelar, Silabango
Ke utara ke Dewa Rame dan Dukun
2. Lalu berangkat lagi ke Pakembangan
Di situ bermalam; segera berangkat
12
Sampailah beliau ke ujung lurah daya
Yang segera dituruni sampai jurang
3. Dari pantai ke utara sepanjang jalan
Sangat sempit, sukar amat dijalani
Lumutnya licin akibat kena hujan
Banyak kereta rusak sebab berlanggar
Pupuh XXIV
1. Terlalu lancar lari kereta melintas Palayangan
Dan Bangkong, dua desa tanpa cerita, terus menuju
Sarana, mereka yang merasa lelah ingin berehat
Lainnya bergegas berebut jalan menuju Surabasa
2. Terpalang matahari terbenam berhenti di padang lalang
Senja pun turun, sapi lelah dilepas dari pasangan
Perjalanan membelok ke utara melintas Turayan
Beramai-ramai lekas-lekas ingin mencapai Patukangan
Pupuh XXV
1. Panjang lamun dikisahkan kelakuan para ment’ri dan abdi
Beramai-ramai Baginda telah sampai di desa Patukangan
Di tepi laut lebar tenang rata terbentang di barat Talakrep
Sebelah utara pakuwuan pasanggrahan Baginda Nata
2. Semua menteri, mancanagara hadir di pakuwuan
Juga jaksa Pasungguhan Sang Wangsadiraja ikut menghadap
Para Upapati yang tanpa cela, para pembesar agama
Panji Siwa dan Panji Buda, faham hukum dan putus sastera
Pupuh XXVI
1. Sang adipati Suradikara memimpin upacara sambutan
Diikuti segenap penduduk daerah wilayah Patukangan
Menyampaikan persembahan, girang bergilir dianugerahi kain
Girang rakyat girang raja, pakuwuan berlimpah kegirangan
2. Untuk pemandangan ada rumah dari ujung memanjang ke lautan
Aneka bentuknya, rakit halamannya, dari jauh bagai pulau
Jalannya jembatan goyah kelihatan bergoyang ditempuh ombak
Itulah buatan sang arya bagai persiapan menyambut raja
13
Pupuh XXVII
1. Untuk mengurangi sumuk akibat teriknya matahari
Baginda mendekati permaisuri seperti dewa-dewi
Para puteri laksana apsari turun dari kahyangan
Hilangnya keganjilan berganti pandang penuh heran-cengang
2. Berbagai-bagai permainan diadakan demi kesukaan
Berbuat segala apa yang membuat gembira penduduk
Menari topeng, bergumul, bergulat, membuat orang kagum
Sungguh beliau dewa menjelma, sedang mengedari dunia
Pupuh XXVIII
1. Selama kunjungan di desa Patukangan
Para menteri dari Bali dan Madura
Dari Balumbung, kepercayaan Baginda
Menteri seluruh Jawa Timur berkumpul
2. Persembahan bulu bekti bertumpah-limpah
Babi, gudel, kerbau, sapi, ayam dan anjing
Bahan kain yang diterima bertumpuk timbun
Para penonton tercengang-cengang, memandang
3. Tersebut keesokan hari pagi-pagi
Baginda keluar di tengah-tengah rakyat
Diiringi para kawi serta pujangga
Menabur harta, membuat gembira rakyat
Pupuh XXIX
1. Hanya pujangga yang menyamar Prapanca sedih tanpa upama
Berkabung kehilangan kawan kawi-Buda Panji Kertayasa
Teman bersuka-ria, teman karib dalam upacara ‘gama
Beliau dipanggil pulang, sedang mulai menggubah karya megah
2. Kusangka tetap sehat, sanggup mengantar aku ke mana juga
Beliau tahu tempat-tempat mana yang layak pantas dilihat
Rupanya sang pujangga ingin mewariskan karya megah indah
Namun, mangkatlah beliau, ketika aku tiba, tak terduga
3. Itulah lantarannya aku turut berangkat ke desa Keta
Meliwati Tal Tunggal, Halalang-panjang, Pacaran dan Bungatan
Sampai Toya Rungun, Walanding, terus Terapas, lalu bermalam
Paginya berangkat ke Lemah Abang, segera tiba di Keta
14
Pupuh XXX
1. Tersebut perjalanan Sri Narapati ke arah barat
Segera sampai Keta dan tinggal di sana lima hari
Girang beliau melihat lautan, memandang balai kambang
Tidak lupa menghirup kesenangan lain sehingga puas
2. Atas perintah sang arya semua menteri menghadap
Wiraprana bagai kepala, upapati Siwa-Buda
Mengalir rakyat yang datang sukarela tanpa diundang
Mambawa bahan santapan, girang menerima balasan
Pupuh XXXI
1. Keta t’lah ditinggalkan. Jumlah pengiring malah bertambah
Melintasi Banyu Hening, perjalanan sampai Sampora
Terus ke Daleman menuju Wawaru, Gebang, Krebilan
Sampai di Kalayu Baginda berhenti ingin menyekar
2. Kalayu adalah nama desa perdikan kasogatan
Tempat candi makam sanak kadang Baginda raja
Penyekaran di makam dilakukan dengan sangat hormat
“Memegat sigi” nama upacara penyekaran itu
3. Upacara berlangsung menepati segenap aturan
Mulai dengan jamuan makan meriah tanpa upama
Para patih mengarak Sri Baginda menuju paseban
Genderang dan kendang bergetar mengikuti gerak tandak
4. Habis penyekaran raja menghirup segala kesukaan
Mengunjungi desa-desa di sekitarnya genap lengkap
Beberapa malam lamanya berlumba dalam kesukaan
Memeluk wanita cantik dan meriba gadis remaja
5. Kalayu ditinggalkan, perjalanan menuju Kutugan
Melalui Kebon Agung, sampai Kambangrawi bermalam
Tanah anugerah Sri Nata kepada Tumenggung Nala
Candinya Buda menjulang tinggi, sangat elok bentuknya
6. Perjamuan Tumenggung Empu Nala jauh dari cela
Tidak diuraikan betapa rahap Baginda Nata bersantap
Paginya berangkat lagi ke Halses, B’rurang, Patunjungan
Terus langsung melintasi Patentanan, tarub dan Lesan
Pupuh XXXII
1. Segera Sri Baginda sampai di Pajarakan, di sana bermalam pat hari
Di tanah lapang sebelah selatan candi Buda beliau memasang tenda
15
Dipimpin Arya Sujanottama para mantri dan pendeta datang menghadap
Menghaturkan pacitan dan santapan, girang menerima anugerah uang
2. Berangkat dari situ Sri Baginda menuju asrama di rimba Sagara
Mendaki bukit-bukit ke arah selatan dan melintasi terusan Buluh
Melalui wilayah Gede, sebentar lagi sampai di asrama Sagara
Letaknya gaib ajaib di tengah-tengah hutan membangkitkan rasa kagum
rindu
3. Sang pujangga Prapanca yang memang senang bermenung tidak selalu
menghadap
Girang melancong ke taman melepaskan lelah melupakan segala duka
Rela melalaikan paseban mengabaikan tata tertib para pendeta
Memburu nafsu menjelajah rumah berbanjar-banjar dalam deretan
berjajar
4. Tiba di taman bertingkat, di tepi pesanggrahan tempat bunga tumbuh
lebat
Suka cita Prapanca membaca cacahan (pahatan) dengan slokanya di
dalam cita
Di atas tiap atap terpahat ucapan seloka yang disertai nama
Pancaksara pada penghabisan tempat terpahat samara-samar,
menggirangkan
5. Pemandiannya penuh lukisan dongengan berpagar batu gosok tinggi
Berhamburan bunga nagakusuma di halaman yang dilingkungi selokan
Andung, karawira, kayu mas, menur serta kayu puring dan lain-lainnya
Kelapa gading kuning rendah menguntai di sudut mengharu-rindu
pandangan
6. Tiada sampailah kata meraih keindahan asrama yang gaib dan ajaib
Beratapkan hijuk, dari dalam dan luar berkesan kerasnya tata tertib
Semua para pertapa, wanita dan priya, tua-muda, nampaknya bijak
Luput dari cela dan klesa, seolah-olah Siwapada di atas dunia
Pupuh XXXIII
1. Habis berkeliling asrama, Baginda lalu dijamu
Para pendeta pertapa yang ucapannya sedap-resap
Segala santapan yang tersedia dalam pertapaan
Baginda membalas harta, membuat mereka gembira
2. Dalam pertukaran kata tentang arti kependetaan
Mereka mencurahkan isi hati, tiada tertahan
Akhirnya cengkerma ke taman penuh dengan kesukaan
Kegirang-girangan para pendeta tercengang memandang
16
3. Habis kesukaan memberi isyarat akan berangkat
Pandang sayang yang ditingggal mengikuti langkah yang pergi
Bahkan yang masih remaja puteri sengaja merenung
Batinnya: dewa asmara turun untuk datang menggoda
Pupuh XXXIV
1 Baginda berangkat, asrama tinggal berkabung
Bambu menutup mata sedih melepas selubung
Sirih menangis merintih, ayam roga menjerit
Tiung mengeluh sedih, menitikkan air matanya
2 Kereta lari cepat, karena jalan menurun
Melintasi rumah dan sawah di tepi jalan
Segera sampai Arya, menginap satu malam
Paginya ke utara menuju desa Ganding
3 Para ment’ri mancanegara dikepalai
Singadikara, serta pendeta Siwa-Buda
Membawa santapan sedap dengan upacara
Gembira dibalas Baginda dengan mas dan kain
4 Agak lama berhenti seraya istirahat
Mengunjungi para penduduk segenap desa
Kemudian menuju Sungai Gawe, Sumanding
Borang, Banger, Baremi lalu lurus ke barat
Pupuh XXXV
1. Sampai Pasuruan menyimpang jalan ke selatan menuju Kepanjangan
Menganut jalan raya kereta lari beriring-iring ke Andoh Wawang
Ke Kedung Peluk dan ke Hambal, desa penghabisan dalam ingatan
Segera Baginda menuju kota Singasari bermalam di balai kota
2. Prapanca tinggal di sebelah barat Pasuruan ingin terus melancong
Menuju asrama Indarbaru yang letaknya di daerah desa Hujung
Berkunjung di rumah pengawasnya, menanyakan perkara tanah asrama
Lempengan piagam pengukuh diperlihatkan, jelas setelah dibaca
3. Isi piagam: tanah datar serta lembah dan gunungnya milik wihara
Begitu pula sebagian Markaman, ladang Balunghura, sawah Hujung
Isi piagam membujuk sang pujangga untuk tinggal jauh dari pura
Bila telah habis kerja di pura, ingin ia menyingkir ke Indarbaru
4. Sebabnya terburu-buru berangkat setelah dijamu bapa asrama
Karena ingat akan giliran menghadap di balai Singasari
17
Habis menyekar di candi makam, Baginda mengumbar nafsu kesukaan
Menghirup sari pemandangan di Kedung Biru, Kasurangganan dan
Bureng
Pupuh XXXVI
1. Pada subakala Baginda berangkat ke selatan menuju Kagenengan
Akan berbakti kepada makam batara bersama segala pengiringnya
Harta, perlengkapan, makanan, dan bunga mengikuti jalannya kendaraan
Didahului kibaran bendera, disambut sorak-sorai dari penonton
2. Habis penyekaran, narapati keluar, dikerumuni segenap rakyat
Pendeta Siwa-Buda dan para bangsawan berderet leret di sisi beliau
Tidak diceritakan betapa rahap Baginda bersantap sehingga puas
Segenap rakyat girang menerima anugerah bahan pakaian yang indah
Pupuh XXXVII
1. Tersebut keindahan candi makam, bentuknya tiada bertara
Pintu masuk terlalu lebar lagi tinggi, bersabuk dari luar
Di dalam terbentang halaman dengan rumah berderet di tepinya
Ditanami aneka ragam bunga, tanjung, nagasari ajaib
2. Menara lampai menjulang tinggi di tengah-tengah, terlalu indah
Seperti gunung Meru, dengan arca batara Siwa di dalamnya
Karena Girinata putera disembah bagai dewa batara
Datu-leluhur Sri Naranata yang disembah di seluruh dunia
3. Sebelah selatan candi makam ada candi sunyi terbengkalai
Tembok serta pintunya yang masih berdiri, berciri kasogatan
Lantai di dalam, hilang kakinya bagian barat, tingggal yang timur
Sanggar dan pemujaan yang utuh, bertembok tinggi dari batu merah
4. Di sebelah utara, tanah bekas kaki rumah sudahlah rata
Terpencar tanamannya nagapuspa serta salaga di halaman
Di luar gapura pabaktan luhur, tapi telah longsor tanahnya
Halamannya luas tertutup rumput, jalannya penuh dengan lumut
5. Laksana perempuan sakit merana lukisannya lesu-pucat
Berhamburan daun cemara yang ditempuh angin, kusut bergelung
Kelapa gading melulur tapasnya, pinang letih lusuh merayu
Buluh gading melepas kainnya, layu merana tak ada hentinya
6. Sedih mata yang memandang, tak berdaya untuk menyembuhkan
Kecuali Hayam Wuruk sumber hidup segala makhluk
Beliau mashur bagai raja utama, bijak memperbaiki jagad
Pengasih bagi yang menderita sedih, sungguh titisan batara
18
7. Tersebut lagi, paginya Baginda berkunjung ke candi Kidal
Sesudah menyembah batara, larut hari berangkat ke Jajago
Habis menghadap arca Jina, beliau berangkat ke penginapan
Paginya menuju Singasari, belum lelah telah sampai Bureng
Pupuh XXXVIII
1. Keindahan Bureng: telaga tergumpal airnya jernih
Kebiru-biruan, di tengah: candi karang bermekala
Tepinya rumah berderet, penuh pelbagai ragam bunga
Tujuan para pelancong penyerap sari kesenangan
2. Terlewati keindahannya; berganti cerita narpati
Setelah reda terik matahari, melintas tegal tinggi
Rumputnya tebal rata, hijau mengkilat, indah terpandang
Luas terlihat laksana lautan kecil berombak jurang
3. Seraya berkeliling kereta lari tergesa-gesa
Menuju Singasari, segera masuk ke pesanggrahan
Sang pujangga singgah di rumah pendeta Buda, sarjana
Pengawas candi dan silsilah raja, pantas dikunjungi
4. Telah lanjut umurnya, jauh melintasi seribu bulan
Setia, sopan, darah luhur, keluarga raja dan mashur
Meski sempurna dalam karya, jauh dari tingkah tekebur
Terpuji pekerjaannya, pantas ditiru k’insafannya
5. Tamu mendadak diterima dengan girang dan ditegur:
“Wahai, orang bahagia, pujangga besar pengiring raja
Pelindung dan pengasih keluarga yang mengharap kasih
Jamuan apa yang layak bagi paduka dan tersedia?”
6. Maksud kedatangannya: ingin tahu sejarah leluhur
Para raja yang dicandikan, masih selalu dihadap
Ceriterakanlah mulai dengan Batara Kagenengan
Ceriterakan sejarahnya jadi put’ra Girinata
Pupuh XXXIX
1. Paduka Empuku menjawab: “Rakawi
Maksud paduka sungguh merayu hati
Sungguh paduka pujangga lepas budi
Tak putus menambah ilmu, mahkota hidup
2. Izinkan saya akan segera mulai:
Cita disucikan dengan air sendang tujuh
19
Terpuji Siwa! Terpuji Girinata!
Semoga terhindar aral, waktu bertutur
3. Semoga rakawi bersifat pengampun
Di antara kata mungkin terselib salah
Harap percaya kepada orang tua
Kurang atau lebih janganlah dicela
Pupuh XL
1. Pada tahun Saka lautan dasa bulan (1104) ada raja perwira yuda
Putera Girinata, konon kabarnya, lahir di dunia tanpa ibu
Semua orang tunduk, sujud menyembah kaki bagai tanda bakti
Ranggah Rajasa nama beliau, penggempur musuh pahlawan bijak
2. Daerah luas sebelah timur gunung Kawi terkenal subur makmur
Di situlah tempat putera sang Girinata menunaikan darmanya
Menggirangkan budiman, menyirnakan penjahat, meneguhkan negara
Ibu negara bernama Kutaraja, penduduknya sangat terganggu
3. Tahun Saka lautan dadu Siwa (1144) beliau melawan raja Kediri
Sang adiperwira Kretajaya, putus sastra serta tatwopadesa
Kalah, ketakutan, melarikan diri ke dalam biara terpencil
Semua pengawal dan perwira tentara yang tinggal, mati terbunuh
4. Setelah kalah narapati Kediri, Jawa di dalam ketakutan
Semua raja datang menyembah membawa tanda bakti hasil tanah
Bersatu Janggala Kediri di bawah kuasa satu raja sakti
Cikal bakal para raja agung yang akan memerintah pulau Jawa
5. Makin bertambah besar kuasa dan megah putera sang Girinata
Terjamin keselamatan pulau Jawa selama menyembah kakinya
Tahun Saka muka lautan Rudra (1149) beliau kembali ke Siwa pada
Dicandikan di Kagenengan bagai Siwa, di Usana bagai Buda
Pupuh XLI
1. Batara Anusapati, putera Baginda, berganti dalam kekuasaan
Selama pemerintahannya, tanah Jawa kokoh sentosa, bersembah bakti
Tahun Saka perhiasan gunung Sambu (1170) beliau pulang ke Siwaloka
Cahaya beliau diujudkan arca Siwa gemilang di candi makam Kidal
2. Batara Wisnuwardana, putera Baginda, berganti dalam kekuasaan
Beserta Narasinga bagai Madawa dengan Indra memerintah negara
Beliau memusnahkan perusuh Linggapati serta segenap pengikutnya
Takut semua musuh kepada beliau, sungguh titisan Siwa di bumi
20
3. Tahun Saka rasa gunung bulan (1176) Batara Wisnu menobatkan
puteranya
Segenap rakyat Kediri Janggala berduyun-duyun ke pura mangastubagia
Raja Kertanagara nama gelarannya, tetap demikian seterusnya
Daerah Kutaraja bertambah makmur, berganti nama praja Singasari
4. Tahun Saka awan sembilan mengebumikan tanah (1192) raja Wisnu
berpulang
Dicandikan di Waleri berlambang arca Siwa, di Jajago arca Buda
Sementara itu Batara Narasingamurti pun pulang ke Surapada
Dicandikan di Wengker, di Kumeper diarcakan bagai Siwa mahadewa
5. Tersebut Sri Baginda Kertanagara membinasakan perusuh, penjahat
Bersama Cayaraja, musnah pada tahun Saka naga mengalahkan bulan
(1192)
Tahun Saka muda bermuka rupa (1197) Baginda menyuruh tundukkkan
Melayu
Berharap Melayu takut kedewaan beliau, tunduk begitu sahaja
Pupuh XLII
1. Tahun Saka janma sunyi surya (1202) Baginda raja memberantas penjahat
Mahisa Rangga, karena jahat tingkahnya dibenci seluruh negara
Tahun Saka badan langit surya (1206) mengirim utusan menghancurkan
Bali
Setelah kalah rajanya menghadap Baginda sebagai orang tawanan
2. Begitulah dari empat jurusan orang lari berlindung di bawah Baginda
Seluruh Pahang, segenap Melayu tunduk menekur di hadapan beliau
Seluruh Gurun, segenap Bakulapura lari mencari perlindungan
Sunda Madura tak perlu dikatakan, sebab sudah terang setanah Jawa
3. Jauh dari tingkah alpa dan congkak, Baginda waspada tawakal dan bijak
Faham akan segala seluk beluk pemerintahan sejak zaman Kali
Karenanya tawakal dalam agama dan tapa untuk teguhnya ajaran Buda
Menganut jejak para leluhur demi keselamatan seluruh praja
Pupuh XLIII
1. Menurut kabaran sastra raja Pandawa memerintah sejak zaman Dwapara
Tahun Saka lembu gunung indu tiga (3179) beliau pulang ke Budaloka
Sepeninggalnya datang zaman Kali, dunia murka, timbul huru hara
Hanya batara raja yang faham dalam nam guna, dapat menjaga Jagad
21
2. Itulah sebabnya Baginda teguh bakti menyembah kaki Sakyamuni
Teguh tawakal memegang pancasila, laku utama, upacara suci
Gelaran Jina beliau yang sangat mashur yalah Sri Jnyanabadreswara
Putus dalam filsafat, ilmu bahasa dan lain pengetahuan agama
3. Berlumba-lumba beliau menghirup sari segala ilmu kebatinan
Pertama-tama tantra Subuti diselami, intinya masuk ke hati
Melakukan puja, yoga, samadi demi keselamatan seluruh praja
Menghindarkan tenung, mengindahkan anugerah kepada rakyat murba
4. Di antara para raja yang lampau tidak ada yang setara beliau
Faham akan nan guna, sastra, tatwopadesa, pengetahuan agama
Adil, teguh dalam Jinabrata dan tawakal kepada laku utama
Itulah sebabnya beliau turun-temurun menjadi raja pelindung
5. Tahun Saka laut janma bangsawan yama (1214) Baginda pulang ke
Jinalaya
Berkat pengetahuan beliau tentang upacara, ajaran agama
Beliau diberi gelaran: Yang Mulia bersemayam di alam Siwa-Buda
Di makam beliau bertegak arca Siwa-Buda terlampau indah permai
6. Di Sagala ditegakkan pula arca Jina sangat bagus dan berkesan
Serta arca Ardanareswari bertunggal dengan arca Sri Bajradewi
Teman kerja dan tapa demi keselamatan dan kesuburan negara
Hyang Wairocana-Locana bagai lambangnya pada arca tunggal, terkenal
Pupuh XLIV
1. Tatkala Sri Baginda Kertanagara pulang ke Budabuana
Merata takut, duka, huru hara, laksana zaman Kali kembali
Raja bawahan bernama Jayakatwang, berwatak terlalu jahat
Berkhianat, karena ingin berkuasa di wilayah Kediri
2. Tahun Saka laut manusia (1144) itulah sirnanya raja Kertajaya
Atas perintah Siwaput’ra Jayasaba berganti jadi raja
Tahun Saka delapan satu satu (1180) Sastrajaya raja Kediri
Tahun tiga sembilan Siwa raja (1193) Jayakatwang raja terakhir
3. Semua raja berbakti kepada cucu putera Girinata
Segenap pulau tunduk kepada kuasa raja Kertanagara
Tetapi raja Kediri Jayakatwang membuta dan mendurhaka
Ternyata damai tak baka akibat bahaya anak piara Kali
4. Berkat keulungan sastra dan keuletannya jadi raja sebentar
Lalu ditundukkan putera Baginda; ketenteraman kembali
Sang menantu Dyah Wijaya, itu gelarnya yang terkenal di dunia
Bersekutu dengan bangsa Tatar, menyerang melebur Jayakatwang
22
Pupuh XLV
1. Sepeninggal Jayakatwang jagad gilang-cemerlang kembali
Tahun Saka masa rupa surya (1216) beliau menjadi raja
Disembah di Majapahit, k’sayangan rakyat, pelebur musuh
Bergelar Sri Narapati Kretarajasa Jayawardana
2. Selama Kretarajasa Jayawardana duduk di takhta
Seluruh tanah Jawa bersatu padu, tunduk menengadah
Girang memandang pasangan Baginda empat jumlahnya
Puteri Kertanagara cantik-cantik bagai bidadari
Pupuh XLVI
1. Sang Parameswari Tribuwana yang sulung, luput dari cela
Lalu Parameswari Mahadewi, rupawan tidak bertara
Prajnyaparamita Jayendradewi, cantik manis m’nawan hati
Gayatri, yang bungsu, paling terkasih, digelarai Rajapatni
2. Perkawinan beliau dalam kekeluargaan tingkat tiga
Karena Batara Wisnu dengan Batara Narasingamurti
Akrab tingkat pertama; Narasinga menurunkan Dyah Lembu Tal
Sang perwira yuda, dicandikan di Mireng dengan arca Buda
Pupuh XLVII
1. Dyah Lembu Tal itulah bapa Baginda Nata
Dalam hidup atut runtun sepakat sehati
Setitah raja diturut, menggirangkan pandang
Tingkah laku mereka semua meresapkan
2. Tersebut tahun Saka tujuh orang dan surya (1217)
Baginda menobatkan put’ranya di Kediri
Perwira, bijak, pandai, putera Indreswari
Bergelar Sang raja putera Jayanagara
3. Tahun Saka surya mengitari tiga bulan (1231)
Sang prabu mangkat, ditanam di dalam pura
Antahpura, begitu nama makam beliau
Dan di makam Simping ditegakkan arca Siwa
Pupuh XLVIII
1. Beliau meninggalkan Jayanagara sebagai raja Wilwatikta
Dan dua orang puteri keturunan Rajapatni, terlalu cantik
23
Bagai dewi Ratih kembar, mengalahkan rupa semua bidadari
Yang sulung jadi rani di Jiwana, yang bungsu jadi rani Daha
2. Tersebut pada tahun Saka mukti guna memaksa rupa (1238) bulan Madu
Baginda Jayanagara berangkat ke Lumajang menyirnakan musuh
Kotanya Pajarakan dirusak, Nambi sekeluarga dibinasakan
Giris miris segenap jagad melihat keperwiraan Sri Baginda
3. Tahun Saka bulatan memanah surya (1250) beliau berpulang
Segera dimakamkan di dalam pura berlambang arca Wisnuparama
Di Sila Petak dan Bubat ditegakkan arca Wisnu terlalu indah
Di Sukalila terpahat arca Buda sebagai jelmaan Amogasidi
Pupuh XLIX
1. Tahun Saka Uma memanah dwi rupa (1256)
Rani Jiwana Wijayatunggadewi
Bergilir mendaki takhta Wilwatikta
Didampingi raja put’ra Singasari
2. Atas perintah ibunda Rajapatni
Sumber bahagia dan pangkal kuasa
Beliau jadi pengemban dan pengawas
Raja muda, Sri Baginda Wilwatikta
3. Tahun Saka api memanah hari (1253)
Sirna musuh di Sadeng, Keta diserang
Selama bertakhta, semua terserah
Kepada menteri bijak, Mada namanya
4. Tahun Saka panah musim mata pusat (1265)
Raja Bali yang alpa dan rendah budi
Diperangi, gugur bersama balanya
Menjauh segala yang jahat, tenteram.
5. Begitu ujar Dang Acarya Ratnamsah
Sungguh dan mengharukan ujar Sang Kaki
Jelas keunggulan Baginda di dunia
Dewa asalnya, titisan Girinata
6. Barangsiapa mendengar kisah raja
Tak puas hatinya, bertambah baktinya
Pasti takut melakukan tidak jahat
Menjauhkan diri dari tindak durhaka
7. Paduka Empu minta maaf berkata:
“Hingga sekian kataku, sang rakawi
Semoga bertambah pengetahuanmu
Bagai buahnya, gubahlah puja sastra
24
8. Habis jamuan rakawi dengan sopan
Minta diri kembali ke Singasari
Hari surut sampai pesanggrahan lagi
Paginya berangkat menghadap Baginda
Pupuh L
1. Tersebut Baginda Raja berangkat berburu
Berlengkap dengan senjata, kuda dan kereta
Dengan bala ke hutan Nandawa, rimba belantara
Rungkut rimbun penuh gelagah rumput rampak
2. Bala bulat beredar membuat lingkaran
Segera siap kereta berderet rapat
Hutan terkepung, terperanjat kera menjerit
Burung ribut beterbangan berebut dulu
3. Bergabung sorak orang berseru dan membakar
Gemuruh bagaikan deru lautan mendebur
Api tinggi menyala menjilat udara
Seperti waktu hutan Kandawa terbakar
4. Lihat rusa-rusa lari lupa darat
Bingung berebut dahulu dalam rombongan
Takut miris menyebar, ingin lekas lari
Malah menengah berkumpul tumpuk timbun
5. Banyaknya bagai banteng di dalam Gobajra
Penuh sesak, bagai lembu di Wresabapura
Celeng, banteng, rusa, kerbau, kelinci
Biawak, kucing, kera, badak dan lainnya
6. Tertangkap segala binatang dalam hutan
Tak ada yang menentang, semua bersatu
Srigala gagah, yang bersikap tegak-teguh
Berunding dengan singa sebagai ketua
Pupuh LI
1. Izinkanlah saya bertanya kepada sang raja satwa
Sekarang raja merayah hutan, apa yang diperbuat?
Menanti mati sambil berdiri ataukah kita lari
Atau tak gentar serentak melawan, jikalau diserang?
2. Seolah-olah demikian kata srigala dalam rapat
Kijang, kaswari, rusa dan kelinci serempak menjawab:
“Hemat patik tidak ada jalan lain kecuali lari
Lari mencari keselamatan diri sedapat mungkin”.
25
3. Banteng, kerbau, lembu serta harimau serentak berkata:
“Amboi! Celaka bang kijang, sungguh binatang hina lemah
Bukanlah sifat perwira lari, atau menanti mati.
Melawan dengan harapan menang, itulah kewajiban.”
4. Jawab singa: Usulmu berdua memang pantas diturut
Tapi harap dibedakan, yang dihadapi baik atau buruk.
Jika penjahat, terang kita lari atau kita lawan
Karena sia-sia belaka, jika mati terbunuh olehnya
5. Jika kita menghadapi tripaksa, resi Siwa-Buda
Seyogyanya kita ikuti saja jejak sang pendeta
Jika menghadapi raja berburu, tunggu mati saja
Tak usah engkau merasa enggan menyerahkan hidupmu
6. Karena raja berkuasa mengakhiri hidup makhluk
Sebagai titisan Batara Siwa berupa narpati
Hilang segala dosanya makhluk yang dibunuh beliau
Lebih utama daripada terjun ke dalam telaga
7. Siapa di antara sesama akan jadi musuhku?
Kepada tripaksa aku takut, lebih utama menjauh
Niatku, jika berjumpa raja, akan menyerahkan hidup
Mati olehnya, tak akan lahir lagi bagai binatang
Pupuh LII
1. Bagaikan katanya: “Marilah berkumpul!”
Kemudian serentak maju berdesak
Prajurit darat yang terlanjur langkahnya
Tertahan tanduk satwa, lari kembali
2. Tersebut adalah prajurit berkuda
Bertemu celeng sedang berdesuk kumpul
Kasihan! Beberapa mati terbunuh
Dengan anaknya dirayah tak berdaya
3. Lihatlah celeng jalang maju menerjang
Berempat, berlima, gemuk, tinggi, marah
Buas membekos-bekos, matanya merah
Liar dahsyat, saingnya seruncing golok
Pupuh LIII
1. Tersebut pemburu kijang rusa riuh seru menyeru
Ada satu yang tertusuk tanduk, lelah lambat jalannya
26
Karena luka kakinya, darah deras meluap-luap
Lainnya mati terinjak-injak, menggelimpang kesakitan
2. Bala kembali berburu, berlengkap tombak serta lembing
Berserak kijang rusa di samping bangkai bertumpuk timbun
Banteng serta binatang galak lainnya bergerak menyerang
Terperanjat bala raja bercicir lari tunggang langgang
3. Ada yang lari berlindung di jurang, semak, kayu rimbun
Ada yang memanjat pohon, ramai mereka berebut puncak
Kasihanlah yang memanjat pohon tergelincir ke bawah
Betisnya segera diseruduk dengan tanduk, pingsanlah!
4. Segera kawan-kawan datang menolong dengan kereta
Menombak, melembing, menikam, melanting, menjejak-jejak
Karenanya badak mundur, meluncur berdebak gemuruh
Lari terburu, terkejar; yang terbunuh bertumpuk timbun
5. Ada pendeta Siwa dan Buda yang turut menombak, mengejar
Disengau harimau, lari diburu binatang mengancam
Lupa akan segala darma, lupa akan tata sila
Turut melakukan kejahatan, melupakan darmanya
Pupuh LIV
1. Tersebut Baginda telah mengendarai kereta kencana
Tinggi lagi indah ditarik lembu yang tidak takut bahaya
Menuju hutan belantara, mengejar buruan ketakutan
Yang menjauhkan diri lari bercerai-berai meninggalkan bangkai
2. Celeng, kaswari, rusa dan kelinci tinggal dalam ketakutan
Baginda berkuda mengejar yang riuh lari bercerai-berai
Menteri, tanda dan pujangga di punggung kuda turut memburu
Binatang jatuh terbunuh, tertombak, terpotong, tertusuk, tertikam
3. Tanahnya luas lagi rata, hutannya rungkut, di bawah terang
Itulah sebabnya kijang dengan mudah dapat diburu kuda
Puaslah hati Baginda, sambil bersantap dihadap pendeta
Bercerita tentang caranya berburu, menimbulkan gelak tawa
Pupuh LV
1. Terlangkahi betapa narpati sambil berburu menyerap sari keindahan
Gunung dan hutan, kadang-kadang kepayahan kembali ke rumah
perkemahan
Membawa wanita seperti cengkerma; di hutan bagai menggempur negara
Tahu kejahatan satwa, beliau tak berdosa terhadap darma ahimsa
27
2. Tersebut beliau bersiap akan pulang, rindu kepada keindahan pura
Tatkala subakala berangkat menuju Banyu Hanget, Banir dan Talijungan
Bermalam di Wedwawedan, siangnya menuju Kuwarahan, Celong dan
Dadamar
Garuntang, Pagar Telaga, Pahanjangan, sampai di situ perjalanan beliau
3. Siangnya perjalanan melalui Tambak, Rabut, Wayuha terus ke Balanak
Menuju Pandakan, Banaragi, sampai Pandamayan beliau lalu bermalam
Kembali ke selatan, ke barat, menuju Jejawar di kaki gunung berapi
Disambut penonton bersorak gembira, menyekar sebentar di candi
makam
Pupuh LVI
1. Adanya candi makam tersebut sudah sejak zaman dahulu
Didirikan oleh Sri Kertanagara, moyang Baginda raja
Di situ hanya jenazah beliau sahaja yang dimakamkan
Kar’na beliau dulu memeluk dua agama Siwa-Buda
2. Bentuk candi berkaki Siwa, berpuncak Buda, sangat tinggi
Di dalamnya terdapat arca Siwa, indah tak dapat dinilai
Dan arca Maha Aksobya bermahkota tinggi tidak bertara
Namun telah hilang; memang sudah layak, tempatnya: di Nirwana
Pupuh LVII
1. Konon kabarnya tepat ketika arca Hyang Aksobya hilang
Ada pada Baginda guru besar, mashur, Pada Paduka
Putus tapa, sopan suci penganut pendeta Sakyamuni
Telah terbukti bagai mahapendeta, terpundi sasantri
2. Senang berziarah ke tempat suci, bermalam dalam candi
Hormat mendekati Hyang arca suci, khidmat berbakti sembah
Menimbulkan iri di dalam hati pengawas candi suci
Ditanya, mengapa berbakti kepada arca dewa Siwa
3. Pada Paduka menjelaskan sejarah candi makam suci
Tentang adanya arca Aksobya indah, dahulu di atas
Sepulangnya kembali lagi ke candi menyampaikan bakti
Kecewa! Tercengang memandang arca Maha Aksobya hilang
4. Tahun Saka api memanah hari (1253) itu hilangnya arca
Waktu hilangnya halilintar menyambar candi ke dalam
Benarlah kabaran pendeta besar bebas dari prasangka
Bagaimana membangun kembali candi tua terbengkalai?
28
5. Tiada ternilai indahnya, sungguh seperti surga turun
Gapura luar, mekala serta bangunannya serba permai
Hiasan di dalamnya naga puspa yang sedang berbunga
Di sisinya lukisan puteri istana berseri-seri
6. Sementara Baginda girang cengkerma menyerap pemandangan
Pakis berserak sebar di tengah tebat bagai bulu dada
Ke timur arahnya di bawah terik matahari Baginda
Meninggalkan candi Pekalongan girang ikut jurang curam
Pupuh LVIII
1. Tersebut dari Jajawa Baginda b’rangkat ke desa Padameyan
Berhenti di Cunggrang, mencahari pemandangan, masuk hutan rindang
Ke arah asrama para pertapa di lereng kaki gunung menghadap jurang
Luang jurang ternganga-nganga ingin menelan orang yang memandang
2. Habis menyerap pemandangan, masih pagi kereta telah siap
Ke barat arahnya menuju gunung melalui jalannya dahulu
Tiba di penginapan Japan, barisan tentara datang menjemput
Yang tinggal di pura iri kepada yang gembira pergi menghadap
3. Pukul tiga itulah waktu Baginda bersantap bersama-sama
Paling muka duduk Baginda, lalu dua paman berturut tingkat
Raja Matahun dan Paguhan bersama permaisuri agak jauhan
Di sisi Sri Baginda; terlangkahi berapa lamanya bersantap
Pupuh LIX
1. Paginya pasukan kereta Baginda berangkat lagi
Sang pujangga menyidat jalan ke Rabut, Tugu, Pengiring
Singgah di Pahyangan, menemui kelompok sanak kadang
Dijamu sekadarnya karena kunjungannya mendadak
2. Banasara dan Sangkan Adoh telah lama dilalui
Pukul dua Baginda t’lah sampai di perbatasan kota
Sepanjang jalan berdesuk-desuk, gajah, kuda, pedati
Kerbau, banteng dan prajurit darat sibuk berebut jalan
3. Teratur rapi mereka berarak di dalam deretan
Narpati Pajang, permaisuri dan pengiring paling muka
Di belakangnya, tidak jauh, berikut Narpati Lasem
Terlampau indah keretanya, menyilaukan yang memandang
4. Rani Daha, rani Wengker semuanyan urut belakang
Disusul rani Jiwana bersama laki dan pengiring
29
Bagai penutup kereta Baginda serombongan besar
Diiringi beberapa ribu perwira dan para ment’ri
5. Tersebut orang yang rapat rampak menambak tepi jalan
Berjejal ribut menanti kereta Baginda berlintas
Tergopoh-gopoh perempuan ke pintu berebut tempat
Malahan ada yang lari telanjang lepas sabuk kainnya
6. Yang jauh tempatnya, memanjat ke kayu berebut tinggi
Duduk berdesak-desak di dahan, tak pandang tua muda
Bahkan ada juga yang memanjat batang kelapa kuning
Lupa malu dilihat orang, karena tepekur memandang
7. Gemuruh dengung gong menampung Sri Baginda raja datang
Terdiam duduk merunduk segenap orang di jalanan
Setelah raja lalu, berarak pengiring di belakang
Gajah, kuda, keledai, kerbau berduyun beruntun-runtun
Pupuh LX
1. Yang berjalan rampak berarak-arak
Barisan pikulan bejalan belakang
Lada, kesumba, kapas, buah kelapa
Buah pinang, asam dan wijen terpikul
2. Di belakangnya pemikul barang berat
Sengkeyegan lambat berbimbingan tangan
Kanan menuntun kirik dan kiri genjik
Dengan ayam itik di k’ranjang merunduk
3. Jenis barang terkumpul dalam pikulan
Buah kecubung, rebung, s’ludang, cempaluk
Nyiru, kerucut, tempayan, dulang, periuk
Gelaknya seperti hujan panah jatuh
4. Tersebut Baginda telah masuk pura
Semua bubar masuk ke rumah masing-masing
Ramai bercerita tentang hal yang lalu
Membuat gembira semua sanak kadang
Pupuh LXI
1. Waktu lalu; Baginda tak lama di istana
Tahun Saka dua gajah bulan (1282) Badra pada
Beliau berangkat menuju Tirib dan Sempur
Nampak sangat banyak binatang di dalam hutan
30
2. Tahun Saka tiga badan dan bulan (1283) Waisaka
Baginda raja berangkat menyekar ke Palah
Dan mengunjungi Jimbe untuk menghibur hati
Di Lawang Wentar, Blitar menenteramkan cita
3. Dari Blitar ke selatan jalannya mendaki
Pohonnya jarang, layu lesu kekurangan air
Sampai Lodaya bermalam beberapa hari
Tertarik keindahan lautan, menyisir pantai
4. Meninggalkan Lodaya menuju desa Simping
Ingin memperbaiki candi makam leluhur
Menaranya rusak, dilihat miring ke barat
Perlu ditegakkan kembali agak ke timur
Pupuh LXII
1. Perbaikan disesuaikan dengan bunyi prasati, yang dibaca lagi
Diukur panjang lebarnya; di sebelah timur sudah ada tugu
Asrama Gurung-gurung diambil sebagai denah candi makam
Untuk gantinya diberikan Ginting, Wisnurare di Bajradara
2. Waktu pulang mengambil jalan Jukung, Jnyanabadran terus ke timur
Berhenti di Bajralaksmi dan bermalan di candi Surabawana
Paginya berangkat lagi, berhenti di Bekel, sore sampai pura
Semua pengiring bersowang-sowang pulang ke rumah masing-masing
Pupuh LXIII
1. Tersebut paginya Sri naranata dihadap para ment’ri semua
Di muka para arya, lalu pepatih, duduk teratur di manguntur
Patih amangkubumi Gajah Mada tampil ke muka sambil berkata:
“Baginda akan melakukan kewajiban yang tak boleh diabaikan
2. Atas perintah sang rani Sri Tribuwana Wijayatunggadewi
Supaya pesta serada Sri Rajapatni dilangsungkan Sri Baginda
Di istana pada tahun Saka bersirah empat (1284) bulan Badrapada
Semua pembesar dan Wreda menteri diharap memberi sumbangan.”
3. Begitu kata sang patih dengan ramah, membuat gembira Baginda
Sorenya datang para pendeta, para budiman, sarjana dan ment’ri
Yang dapat pinjaman tanah dengan Ranadiraja sebagai kepala
Bersama-sama membicarakan biaya di hadapan Sri Baginda
4. Tersebut sebelum bulan Badrapada menjelang surutnya Srawana
Semua pelukis berlipat giat menghias “tempat singa” di setinggil
Ada yang mengetam baki makanan, bokor-bokoran, membuat arca
Pandai emas dan perak turut sibuk bekerja membuat persiapan
31
Pupuh LXIV
1. Ketika saatnya tiba, tempat telah teratur sangat rapi
Balai Witana terhias indah, di hadapan rumah-rumahan
Satu di antaranya berkaki batu karang, bertiang merah
Indah dipandang, semua menghadap ke arah takhta Baginda
2. Barat, mandapa dihias janur rumbai, tempat duduk para raja
Utara, serambi dihias berlapis ke timur, tempat duduk
Para isteri, pembesar, menteri, pujangga serta pendeta
Selatan, beberapa serambi berhias bergas untuk abdi
3. Demikian persiapan Sri Baginda memuja Buda Sakti
Semua pendeta Buda berdiri dalam lingkaran bagai saksi
Melakukan upacara, dipimpin oleh pendeta Stapaka
Tenang, sopan, budiman faham tentang sastra tiga tantra
4. Umurnya melintasi seribu bulan, masih belajar tutur
Tubuhnya sudah rapuh, selama upacara harus dibantu
Empu dari Paruh selaku pembantu berjalan di lingkaran
Mudra, mantra, dan japa dilakukan tepat menurut aturan
5. Tanggal dua belas nyawa dipanggil dari surga dengan doa
Disuruh kembali atas doa dan upacara yang sempurna
Malamnya memuja arca bunga bagai penampung jiwa mulia
Dipimpin Dang Acarya, mengheningkan cipta, mengucap puja
Pupuh LXV
1. Pagi purnamakala arca bunga dikeluarkan untuk upacara
Gemuruh disambut dengan dengung salung, tambur, terompet serta
genderang
Didudukkan di atas singasana, besarnya setinggi orang berdiri
Berderet beruntun-runtun semua pendeta tua muda memuja
2. Berikut para raja, parameswari dan putera mendekati arca
Lalu para patih dipimpin Gajah Mada maju ke muka berdatang sembah
Para bupati pesisir dan pembesar daerah dari empat penjuru
Habis berbakti sembah, kembali mereka semua duduk rapi teratur
3. Sri Nata Paguhan paling dahulu menghaturkan sajian makanan sedap
Bersusun timbun seperti pohon, dan sirih bertutup kain sutera
Persembahan raja Matahun arca banteng putih seperti lembu Nandini
Terus-menerus memuntahkan harta dan makanan dari nganga mulutnya
4. Raja Wengker mempersembahkan sajian berupa rumah dengan taman
bertingkat
Disertai penyebaran harta di lantai balai besar berhambur-hamburan
32
Elok persembahan raja Tumapel berupa perempuan cantik manis
Dipertunjukkan selama upacara untuk mengharu-rindukan hati
5. Paling haibat persembahan Sri Baginda berupa gunung besar Mandara
Digerakkan oleh sejumlah dewa dan danawa dahsyat menggusarkan
pandang
Ikan lambora besar berlembak-lembak mengebaki kolam bujur lebar
Bagaikan sedang mabuk diayun gelombang, ditengah tengah lautan
besar
6. Tiap hari persajian makanan yang dipersembahkan dibagi-bagi
Agar para wanita, menteri, pendeta dapat makanan sekenyangnya
Tidak terlangkahi para kesatria, arya dan para abdi di pura
Tak putusnya makanan sedap nyaman diedarkan kepada bala tentara
Pupuh LXVI
1. Pada hari keenam pagi Sri Baginda bersiap mempersembahkan persajian
Pun para kesatria dan pembesar mempersembahkan rumah-rumahan
yang terpikul
Dua orang pembesar mempersembahkan perahu yang melukiskan
kutipan kidung
Seperahu sungguh besarnya, diiringi gong dan bubar mengguntur
menggembirakan
2. Esoknya patih mangkubumi Gajah Mada sore-sore menghadap sambil
menghaturkan
Sajian perempuan sedih merintih di bawah nagasari dibelit rajasa
Menteri, arya, bupati, pembesar desa pun turut menghaturkan persajian
Berbagai ragamnya, berduyun-duyun, ada yang berupa perahu, gunung,
rumah, ikan....
3. Sungguh- sungguh mengagumkan persembahan Baginda raja pada hari
yang ketujuh
Beliau menabur harta, membagi-bagi bahan pakaian dan hidangan
makanan
Luas merata kepada empat kasta, dan terutama kepada para pendeta
Hidangan jamuan kepada pembesar, abdi dan niaga mengalir bagai air
4. Gemeruduk dan gemuruh para penonton dari segenap arah, berdesakdesak
Ribut berebut tempat melihat peristiwa di balai agung serta para luhur
Sri Nata menari di balai witana khusus untuk para puteri dan para istri
Yang duduk rapat rapi berimpit, ada yang ngelamun karena tercengang
memandang
33
5. Segala macam kesenangan yang menggembirakan hati rakyat
diselenggarakan
Nyanyian, wayang, topeng silih berganti setiap hari dengan paduan suara
Tari perang prajurit, yang dahsyat berpukul-pukulan, menimbulkan
gelak-mengakak
Terutama derma kepada orang yang menderita membangkitkan gembira
rakyat
Pupuh LXVII
1. Pesta serada yang diselenggarakan serba meriah dan khidmat
Pasti membuat gembira jiwa Sri Rajapatni yang sudah mangkat
Semoga beliau melimpahkan berkat kepada Baginda raja
Sehingga jaya terhadap musuh selama ada bulan dan surya
2. Paginya pendeta Buda datang menghormati, memuja dengan sloka
Arwah Prajnyaparamita yang sudah berpulang ke Budaloka
Segera arca bunga diturunkan kembali dengan upacara
Segala macam makanan dibagikan kepada segenap abdi
3. Lodang lega rasa Baginda melihat perayaan langsung lancar
Karya yang masih menunggu, menyempurnakan candi di Kamal Pandak
Tanahnya telah disucikan tahun dahana tujuh surya (1274)
Dengan persajian dan puja kepada Brahma oleh Jnyanawidi
Pupuh LXVIII
1. Demikian sejarah Kamal menurut tutur yang dipercaya
Dan Sri Nata Panjalu di Daha, waktu bumi Jawa dibelah
Karena cinta raja Erlangga kepada dua puteranya
2. Ada pendeta Budamajana putus dalam tantra dan yoga
Diam di tengah kuburan Lemah Citra, jadi pelindung rakyat
Waktu ke Bali berjalan kaki, tenang menapak di air lautan
Hyang Mpu Barada nama beliau, faham tentang tiga zaman
3. Girang beliau menyambut permintaan Erlangga membelah negara
Tapal batas negara ditandai air kendi, mancur dari langit
Dari barat ke timur sampai laut; sebelah utara, selatan
Yang tidak jauh, bagaikan dipisahkan oleh samudera besar
4. Turun dari angkasa sang pendeta berhenti di pohon asam
Selesai tugas kendi suci ditaruhkan di dusun Palungan
Marah terhambat pohon asam tinggi yang puncaknya mengait jubah
Mpu Barada terbang lagi, mengutuk asam agar jadi kerdil
34
5. Itulah tugu batas gaib, yang tidak akan mereka lalui
Itu pula sebabnya dibangun candi, memadu Jawa lagi
Semoga Baginda serta rakyat tetap tegak, teguh, waspada
Berjaya dalam memimpin negara, yang sudah bersatu padu
Pupuh LXIX
1. Prajnyaparamitapuri itulah nama candi makam yang dibangun
Arca Sri Rajapatni diberkahi oleh Sang pendeta Jnyanawidi
Telah lanjut usia, faham akan tantra, menghimpun ilmu agama
Laksana titisan Empu Barada, menggembirakan hati Baginda
2. Di Bayalangu akan dibangun pula candi makam Sri Rajapatni
Pendeta Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkahi tanahnya
Rencananya telah disetujui oleh sang menteri demung Boja
Wisesapura namanya, jika candi sudah sempurna dibangun
3. Candi makam Sri Rajapatni tersohor sebagai tempat keramat
Tiap bulan Badrapada disekar oleh para menteri dan pendeta
Di tiap daerah rakyat serentak membuat peringatan dan memuja
Itulah suarganya, berkat berputera, bercucu narendra utama
Pupuh LXX
1. Tersebut pada tahun Saka angin delapan utama (1285)
Baginda menuju Simping demi pemindahan candi makam
Siap lengkap segala persajian tepat menurut adat
Pengawasnya Rajaparakrama memimpin upacara
2. Faham tentang tatwopadesa dan kepercayaan Siwa
Memangku jabatannya semenjak mangkat Kertarajasa
Ketika menegakkan menara dan mekala gapura
Bangsawan agung Arya Krung, yang diserahi menjaganya
3. Sekembalinya dari Simping, segera masuk ke pura
Terpaku mendengar Adimenteri Gajah Mada gering
Pernah mencurahkan tenaga untuk keluhuran Jawa
Di pulau Bali serta kota Sadeng memusnahkan musuh
Pupuh LXXI
1. Tahun Saka tiga angin utama (1253) beliau mulai memikul tanggung jawab
Tahun rasa (1286) beliau mangkat; Baginda gundah, terharu, bahkan
putus asa
Sang dibyacita Gajah Mada cinta kepada sesama tanpa pandang bulu
Insaf bahwa hidup ini tidak baka, karenanya beramal tiap hari
35
2. Baginda segera bermusyawarah dengan kedua rama serta ibunda,
Kedua adik dan kedua ipar tentang calon pengganti Ki patih Mada
Yang layak akan diangkat hanya calon yang sungguh mengenal tabiat rakyat
Lama timbang-menimbang, tetapi seribu sayang tidak ada yang memuaskan
3. Baginda berpegang teguh, Adimenteri Gajah Mada tak akan diganti
Bila karenanya timbul keberatan, beliau sendiri bertanggung jawab
Memilih enam menteri yang menyampaikan urusan negara ke istana
Mengetahui segala perkara, sanggup tunduk kepada pimpinan Baginda
Pupuh LXXII
1. Itulah putusan rapat tertutup
Hasilnya yang diperoleh perundingan
Terpilih sebagai wredamenteri
Karib Baginda bernama Mpu Tandi
2. Penganut karib Sri Baginda Nata
Pahlawan perang bernama Mpu Nala
Mengetahui budi pekerti rakyat
Mancanegara bergelar tumenggung
3. Keturunan orang cerdik dan setia
Selalu memangku pangkat pahlawan
Pernah menundukkan negara Dompo
Serba ulet menaggulangi musuh
4. Jumlahnya bertambah dua menteri
Bagai pembantu utama Baginda
Bertugas mengurus soal perdata
Dibantu oleh para upapati
5. Mpu Dami menjadi menteri muda
Selalu ditaati di istana
Mpu Singa diangkat sebagai saksi
Dalam segala perintah Baginda
6. Demikian titah Sri Baginda Nata
Puas, taat teguh segenap rakyat
Tumbuh tambah hari setya baktinya
Karena Baginda yang memerintah
Pupuh LXXIII
1. Baginda makin keras berusaha untuk dapat bertindak lebih bijak
Dalam pengadilan tidak serampangan, tapi tepat mengikut undangundang
36
Adil segala keputusan yang diambil, semua pihak merasa puas
Mashur nama beliau, mampu menembus zaman, sungguhlah titisan
batara
2. Candi makam serta bangunan para leluhur sejak zaman dahulu kala
Yang belum siap diselesaikan, dijaga dan dibina dengan saksama
Yang belum punya prasasti, disuruh buatkan piagam pada ahli sastra
Agar kelak jangan sampai timbul perselisihan, jikalau sudah temurun
3. Jumlah candi makam raja seperti berikut, mulai dengan Kagenengan
Disebut pertama karena tertua: Tumapel, Kidal, Jajagu,Wedwawedan
Di Tuban, Pikatan, Bakul, Jawa-jawa, Antang Trawulan, Kalang Brat
dan Jago
Lalu Balitar, Sila Petak, Ahrit, Waleri, Bebeg, Kukap, Lumbang dan Puger
Pupuh LXXIV
1. Makam rani : Kamal Pandak, Segala, Simping
Sri Ranggapura serta candi Budi Kuncir
Bangunan baru Prajnyaparamitapuri
Di Bayalangu yang baru saja dibangun
2. Itulah dua puluh tujuh candi raja
Pada Saka tujuh guru candra (1287) bulan Badra
Dijaga petugas atas perintah raja
Diawasi oleh pendeta ahli sastra
Pupuh LXXV
1. Pembesar yang bertugas mengawasi seluruhnya sang Wiradikara
Orang utama, yang saksama dan tawakal membina semua candi
Setia kepada Baginda, hanya memikirkan kepentingan bersama
Segan mengambil keuntungan berapa pun penghasilan candi makam
2. Desa-desa perdikan ditempatkan di bawah perlindungan Baginda
Darmadyaksa kasewan bertugas membina tempat ziarah dan pemujaan
Darmadyaksa kasogatan disuruh menjaga biara kebudaan
Menteri her-haji bertugas memelihara semua pertapaan
Pupuh LXXVI
1. Desa perdikan Siwa yang bebas dari pajak: biara relung Kunci, Kapulungan
Roma, Wwatan, Iswaragreha, Palabdi, Tanjung, Kutalamba, begitu pula Taruna
Parhyangan, Kuti Jati, Candi Lima, Nilakusuma, Harimandana, Uttamasuka
Prasada-haji, Sadang, Panggumpulan, Katisanggraha, begitu pula Jayasika
2. Tak ketinggalan: Spatika, Yang Jayamanalu, Haribawana, Candi Pangkal, Pigit
Nyudonta, Katuda, Srangan, Kapukuran, Dayamuka, Kalinandana, Kanigara
37
Rambut, Wuluhan, Kinawung, Sukawijaya, dan lagi Kajaha, demikian pula
Campen, Ratimanatasrama, Kula, Kaling, ditambah sebuah lagi Batu Putih
3. Desa perdikan kasogatan yang bebas dari pajak: Wipulahara, Kutahaji
Janatraya, Rajadanya, Kuwanata, Surayasa, Jarak, Lagundi, serta Wadari
Wewe Pacekan, Pasaruan, Lemah Surat, Pamanikan, Srangan serta Pangiketan
Panghawan, Damalang, Tepasjita, Wanasrama, Jenar, Samudrawela dan
Pamulang
4. Baryang, Amretawardani, Wetiwetih, Kawinayan, Patemon, serta
Kanuruhan
Engtal, Wengker, Banyu Jiken, Batabata, Pagagan, Sibok dan Padurungan
Pindatuha, Telang, Suraba, itulah yang terpenting, sebuah lagi Sukalila
Tak disebut perdikan tambahan seperti Pogara, Kulur, Tangkil dan sebagainya
Pupuh LXXVII
1. Selanjutnya disebut berturut desa kebudaan Bajradara:
Isanabajra, Naditata, Mukuh, Sambang, Tanjung, Amretasaba
Bangbang, Bodimula, Waharu Tampak, serta Puruhan dan Tadara
Tidak juga terlangkahi Kumuda, Ratna serta Nadinagara
2. Wungajaya, Palandi, Tangkil, Asahing, Samici serta Acitahen
Nairanjana, Wijayawaktra, Mageneng, Pojahan dan Balamasin
Krat, Lemah Tulis, Ratnapangkaya, Panumbangan, serta Kahuripan
Ketaki, Telaga Jambala, Jungul ditambah lagi Wisnuwala
3. Badur, Wirun, Wungkilur, Mananggung, Watukura serta Bajrasana
Pajambayan, Salanten, Simapura, Tambak Laleyan, Pilanggu
Pohaji, Wangkali, Biru, Lembah, Dalinan, Pangadwan yang terakhir
Itulah desa kebudaan Bajradara yang sudah berprasasti
Pupuh LXXVIII
1. Desa keresian seperti berikut: Sampud, Rupit dan Pilan
Pucangan, Jagadita, Pawitra, masih sebuah lagi Butun
Di situ terbentang taman, didirikan lingga dan saluran air
Yang Mulia Mahaguru—demikian sebutan beliau—
2. Yang diserahi tugas menjaga sejak dulu menurut piagam
Selanjutnya desa perdikan tanpa candi, di antaranya yang penting:
Bangawan, Tunggal, Sidayatra, Jaya Sidahajeng, Lwah Kali dan Twas
Wasista, Palah, Padar, Siringan, itulah desa perdikan Siwa
3. Wangjang, Bajrapura, Wanara, Makiduk, Hanten, Guha dan Jiwa
Jumpud, Soba, Pamuntaran, dan Baru, perdikan Buda utama
38
Kajar, Dana Hanyar, Turas, Jalagiri, Centing, Wekas
Wandira, Wandayan, Gatawang, Kulampayan dan Talu, pertapaan resi
4. Desa perdikan Wisnu berserak di Batwan serta Kamangsian
Batu, Tanggulian, Dakulut, Galuh, Makalaran, itu yang penting
Sedang, Medang, Hulun Hyan, Parung, Langge, Pasajan, Kelut, Andelmat
Paradah, Geneng, Panggawan, sudah sejak lama bebas pajak
5. Terlewati segala dukuh yang terpencar di seluruh Jawa
Begitu pula asrama tetap yang bercandi serta yang tidak
Yang bercandi menerima bantuan tetap dari Baginda raja
Begitu juga dukuh pengawas, tempat belajar upacara
Pupuh LXXIX
1. Telah diteliti sejarah berdirinya segala desa di Jawa
Perdikan, candi, tanah pusaka, daerah dewa, biara dan dukuh
Yang berpiagam dipertahankan; yang tidak segera diperintahkan
Pulang kepada dewan desa di hadapan Sang Arya Ranadiraja
2. Segenap desa sudah diteliti menurut perintah Raja Wengker
Raja Singasari bertitah mendaftar jiwa serta seluk-salurannya
Petugas giat menepati perintah, berpegang kepada aturan
Segenap penduduk Jawa patuh mengindahkan perintah Baginda raja
3. Semua tata aturan patuh diturut oleh pulau Bali
Candi, asrama, pesanggrahan telah diteliti sejarah tegaknya
Pembesar kebudaan Badahulu, Badaha Lo Gajah ditugaskan
Membina segenap candi, bekerja rajin dan mencatat semuanya
Pupuh LXXX
1. Perdikan kebudayaan Bali sebagai berikut; biara Baharu (hanyar)
Kadikaranan, Purwanagara, Wiharabahu, Adiraja, Kuturan
Itulah enam kebudayaan Bajradara, biara kependetaan
Terlangkahi biara dengan bantuan negara seperti Arya-dadi
2. Berikut candi makam di Bukit Sulang, Lemah Lampung, dan Anyawasuda
Tatagatapura, Grehastadara, sangat mashur, dibangun atas piagam
Pada tahun Saka angkasa rasa surya (1260) oleh Sri Baginda Jiwana
Yang memberkahi tanahnya, membangun candinya: upasaka wreda
mentri
3. Semua perdikan dengan bukti prasasti dibiarkan tetap berdiri
Terjaga dan terlindungi segala bagunan setiap orang budiman
Begitulah tabiat raja utama, berjaya, berkuasa, perkasa
Semoga kelak para raja sudi membina semua bangunan suci
39
4. Maksudnya agar musnah semua durjana dari muka bumi laladan
Itulah tujuan melintas, menelusur dusun-dusun sampai ke tepi laut
Menenteramkan hati pertapa yang rela tinggal di pantai, gunung dan hutan
Lega bertapa brata dan bersamadi demi kesejahteraan negara
Pupuh LXXXI
1. Besarlah minat Baginda untuk tegaknya tripaksa
Tentang piagam beliau bersikap agar tetap diindahkan
Begitu pula tentang pengeluaran undang-undang, supaya
Laku utama, tata sila dan adat-tutur diperhatikan
2. Itulah sebabnya sang caturdwija mengejar laku utama
Resi, Wipra, pendeta Siwa Buda teguh mengindahkan tutur
Catur asrama terutama catur basma tunduk rungkup tekun
Melakukan tapa brata, rajin mempelajari upacara
3. Semua anggota empat kasta teguh mengindahkan ajaran
Para menteri dan arya pandai membina urusan negara
Para puteri dan satria berlaku sopan, berhati teguh
Waisya dan sudra dengan gembira menepati tugas darmanya
4. Empat kasta yang lahir sesuai keinginan Hyang Maha Tinggi
Konon tunduk rungkup kepada kuasa dan perintah Baginda
Teguh tingkah tabiatnya, juga ketiga golongan terbawah
Candala, Mleca dan Tuca mencoba mencabut cacad-cacadnya
Pupuh LXXXII
1. Begitulah tanah Jawa pada zaman pemerintahan Sri Nata
Penegakan bangunan-bangunan suci membuat gembira rakyat
Baginda menjadi teladan di dalam menjalankan enam darma
Para ibu kagum memandang, setuju dengan tingkah laku sang prabu
2. Sri Nata Singasari membuka ladang luas di daerah Sagala
Sri Nata Wengker membuka hutan Surabana, Pasuruan, Pajang
Mendirikan perdikan Buda di Rawi, Locanapura, Kapulungan
Baginda sendiri membuka ladang Watsari di Tigawangi
3. Semua menteri mengenyam tanah pelenggahan yang cukup luas
Candi, biara dan lingga utama dibangun tak ada putusnya
Sebagai tanda bakti kepada dewa, leluhur, para pendeta
Memang benar budi luhur tertabur mengikuti jejak Sri Nata
40
Pupuh LXXXIII
1. Begitulah keluhuran Sri Baginda ekananta di Wilwatika
Terpuji bagaikan bulan di musim gugur, terlalu indah terpandang
Durjana laksana tunjung merah, sujana seperti teratai putih
Abdi, harta, kereta, gajah, kuda berlimpah-limpah bagai samudera
2. Bertambah mashur keluhuran pulau Jawa di seluruh jagad raya
Hanya Jambudwipa dan pulau Jawa yang disebut negara utama
Banyak pujangga dan dyaksa serta para upapati, tujuh jumlahnya
Panji Jiwalekan dan Tengara yang menonjol bijak di dalam kerja
3. Mashurlah nama pendeta Brahmaraja bagai pujangga, ahli tutur
Putus dalam tarka, sempurna dalam seni kata serta ilmu naya
Hyang brahmana, sopan, suci, ahli weda, menjalankan nam laku utama
Batara Wisnu dengan cipta dan mentera membuat sejahtera negara
4. Itulah sebabnya berduyun-duyun tamu asing datang berkunjung
Dari Jambudwipa, Kamboja, Cina, Yamana, Campa dan Karnataka
Goda serta Siam mengarungi lautan bersama para pedagang
Resi dan pendeta, semua merasa puas, menetap dengan senang
5. Tiap bulan Palguna Sri Nata dihormat di seluruh negara
Berdesak-desak para pembesar, empat penjuru, para prabot desa
Hakim dan pembantunya, bahkan pun dari Bali mengaturkan upeti
Pekan penuh sesak pembeli penjual, barang terhampar di dasaran
6. Berputar keliling gamelan dalam tanduan diarak rakyat ramai
Tiap bertabuh tujuh kali, pembawa sajian menghadap ke pura
Korban api, ucapan mantra dilakukan para pendeta Siwa-Buda
Mulai tanggal delapan bulan petang demi keselamatan Baginda
Pupuh LXXXIV
1. Tersebut pada tanggal patbelas bulan petang Baginda berkirap
Selama kirap keliling kota busana Baginda serba kencana
Ditata jempana kencana, panjang berarak beranut runtun
Menteri, sarjana, pendeta beriring dalam pakaian seragam
2. Mengguntur gaung gong dan salung, disambut terompet meriah sahutmenyahut
Bergerak barisan pujangga menampung beliau dengan puja sloka
Gubahan kawi raja dari pelbagai kota dari seluruh Jawa
Tanda bukti Baginda perwira bagai Rama, mulia bagai Sri Kresna
3. Telah naik Baginda di takhta mutu-manikam, bergebar pancar sinar
Seolah-olah Hyang Trimurti datang mengucapkan puji astuti
Yang nampak, semua serba mulia, sebab Baginda memang raja agung
Serupa jelmaan Sang Sudodanaputera dari Jina bawana
41
4. Sri nata Pajang dengan sang permaisuri berjalan paling muka
Lepas dari singgasana yang diarak pengiring terlalu banyak
Menteri Pajang dan Paguhan serta pengiring jadi satu kelompok
Ribuan jumlahnya, berpakaian seragam membawa panji dan tunggul
5. Raja Lasem dengan permaisuri serta pengiring di belakangnya
Lalu raja Kediri dengan permaisuri serta menteri dan tentara
Berikut maharani Jiwana dengan suami dan para pengiring
Sebagai penutup Baginda dan para pembesar seluruh Jawa
6. Penuh berdesak sesak para penonton ribut berebut tempat
Di tepi jalan kereta dan pedati berjajar rapat memanjang
Tiap rumah mengibarkan bendera, dan panggung membujur sangat panjang
Penuh sesak perempuan tua muda, berjejal berimpit-impitan
7. Rindu sendu hatinya seperti baru pertama kali menonton
Terlangkahi peristiwa pagi, waktu Baginda mendaki setinggil
Pendeta menghaturkan kendi berisi air suci di dulang berukir
Menteri serta pembesar tampil ke muka menyembah bersama-sama
Pupuh LXXXV
1. Tanggal satu bulan Caitra bala tentara berkumpul bertemu muka
Menteri, perwira, para arya dan pembantu raja semua hadir
Kepala daerah, ketua desa, para tamu dari luar kota
Begitu pula para kesatria, pendeta dan brahmana utama
2. Maksud pertemuan agar para warga mengelakkan watak jahat
Tetapi menganut ajaran Rajakapakapa, dibaca tiap Caitra
Menghindari tabiat jahat, seperti suka mengambil milik orang
Memiliki harta benda dewa, demi keselamatan masyarakat
Pupuh LXXXVI
1. Dua hari kemudian berlangsung perayaan besar
Di utara kota terbentang lapangan bernama Bubat
Sering dikunjungi Baginda, naik tandu bersudut singa
Diarak abdi berjalan, membuat kagum tiap orang
2. Bubat adalah lapangan luas lebar dan rata
Membentang ke timur setengah krosa sampai jalan raya
Dan setengah krosa ke utara bertemu tebing sungai
Dikelilingi bangunan menteri di dalam kelompok
3. Menjulang sangat tinggi bangunan besar di tengah padang
Tiangnya penuh berukir dengan isi dongengan parwa
Dekat di sebelah baratnya bangunan serupa istana
Tempat menampung Baginda di panggung pada bulan Caitra
42
Pupuh LXXXVII
1. Panggung berjajar membujur ke utara menghadap barat
Bagian utara dan selatan untuk raja dan arya
Para menteri dan dyaksa duduk teratur menghadap timur
Dengan pemandangan bebas luas sepanjang jalan raya
2. Di situlah Baginda memberi rakyat santapan mata
Pertunjukan perang tanding, perang pukul, desuk-mendesuk
Perang keris, adu tinju, tarik tambang, menggembirakan
Sampai tiga empat hari lamanya baharu selesai
3. Seberangkat Baginda, sepi lagi, panggungnya dibongkar
Segala perlombaan bubar: rakyat pulang bergembira
Pada Caitra bulan petang Baginda menjamu para pemenang
Yang pulang menggondol pelbagai hadiah bukan pakaian
Pupuh LXXXVIII
1. Segenap ketua desa dan wadana tetap tinggal, paginya mereka
Dipimpin Arya Ranadikara menghadap Baginda minta diri di pura
Bersama Arya Mahadikara, kepala pancatanda dan padelegan
Sri Baginda duduk di atas takhta, dihadap para abdi dan pembesar
2. Berkatalah Sri nata Wengker di hadapan para pembesar dan wadana:
“Wahai, tunjukkan cinta serta setya baktimu kepada Baginda raja
Cintailah rakyat bawahanmu dan berusahalah memajukan dusunmu
Jembatan, jalan raya, beringin, bangunan dan candi supaya dibina
3. Terutama dataran tinggi dan sawah, agar tetap subur, peliharalah
Perhatikan tanah rakyat, jangan sampai jatuh di tangan petani besar
Agar penduduk jangan sampai terusir dan mengungsi ke desa tetangga
Tepati segala peraturan untuk membuat desa bertambah besar
4. Sri nata Kertawardhana setuju dengan anjuran memperbesar desa
“Harap dicatat nama penjahat dan pelanggaran setiap akhir bulan
Bantu pemeriksaan tempat durjana, terutama pelanggar susila
Agar bertambah kekayaan Baginda demi kesejahteraan negara
5. Kemudian bersabda Baginda nata Wilwatikta memberi anjuran:
“Para budiman yang berkunjung kemari, tidak boleh dihalang-halangi
Rajakarya, terutama bea-cukai, pelawang, supaya dilunasi
Jamuan kepada para tetamu budiman supaya diatur pantas
Pupuh LXXXIX
1. Undang-undang sejak pemerintahan ibunda harus ditaati
Hidangan makanan sepanjang hari harus dimasak pagi-pagi
43
Jika ada tamu loba tamak mengambil makanan, merugikan
Biar mengambilnya, tetapi laporkan namanya kepada saya
2. Negara dan desa berhubungan rapat seperti singa dan hutan
Jika desa rusak, negara akan kekurangan bahan makanan
Kalau tidak ada tentara, negara lain mudah menyerang kita
Karenanya peliharalah keduanya, itu perintah saya!”
3. Begitu perintah Baginda kepada wadana, yang tunduk mengangguk
Sebagai tanda mereka sanggup mengindahkan perintah beliau
Menteri, upapati serta para pembesar menghadap bersama
Tepat pukul tiga mereka berkumpul untuk bersantap bersama
4. Bangunan sebelah timur laut telah dihiaisi gilang cemerlang
Di tiga ruang para wadana duduk teratur menganut sudut
Santapan sedap mulai dihidangkan di atas dulang serba emas
Segera deretan depan berhadap-hadapan di muka Baginda
5. Santapan terdiri dari daging kambing, kerbau, burung, rusa, madu
Ikan, telur, domba, menurut adat agama dari zaman purba
Makanan pantangan: daging anjing, cacing, tikus, keledai dan katak
Jika dilanggar, mengakibatkan hinaan musuh, mati dan noda
Pupuh XC
1. Dihidangkan santapan untuk orang banyak
Makanan serba banyak serta serba sedap
Berbagai-bagai ikan laut dan ikan tambak
Berderap cepat datang menurut acara
2. Daging katak, cacing, keledai, tikus, anjing
Hanya dihidangkan kepada para penggemar
Karena asalnya dari pelbagai desa
Mereka diberi kegemaran, biar puas
3. Mengalir pelbagai minuman keras segar
Tuak nyiur, tal, arak kilang, brem, tuak rumbya
Itulah hidangan minuman yang utama
Wadahnya emas berbentuk aneka ragam
4. Porong dan guci berdiri terpencar-pencar
Berisi minuman keras dari aneka bahan
Beredar putar seperti air yang mengalir
Yang gemar, minum sampai muntah serta mabuk
5. Meluap jamuan Baginda dalam pesta
Hidangan mengalir menghampiri tetamu
Dengan sabar segala sikap diizinkan
Penyombong, pemabuk jadi buah gelak tawa
44
6. Merdu merayu nyanyian para biduan
Melagukan puji-pujian Sri Baginda
Makin deras peminum melepaskan nafsu
Habis lalu waktu, berhenti gelak-gurau
Pupuh XCI
1. Pembesar daerah angin membadut dengan para lurah
Diikuti lagu, sambil bertandak memilih pasangan
Solah tingkahnya menarik gelak, menggelikan pandangan
Itulah sebabnya mereka memperoleh hadiah kain
2. Disuruh menghadap Baginda, diajak minum bersama
Menteri upapati berurut minum bergilir menyanyi
Nyanyian Manghuri Kandamuhi dapat sorak pujian
Baginda berdiri, mengimbangi ikut melaras lagu
3. Tercengang dan terharu hadirin mendengar swara merdu
Semerbak meriah bagai gelak merak di dahan kayu
Seperti madu bercampur dengan gula terlalu sedap manis
Resap mengharu kalbu bagai desiran buluh perindu
4. Arya Ranadikara lupa bahwa Baginda berlagu
Bersama Arya Mahadikara mendadak berteriak
Bahwa para pembesar ingin beliau menari topeng
“Ya!” jawab beliau; segera masuk untuk persiapan
5. Sri Kertawardana tampil ke depan menari panjak
Bergegas lekas panggung disiapkan di tengah mandapa
Sang permaisuri berhias jamang laras menyanyiakan lagu
Luk suaranya mengharu rindu, tingkahnya memikat hati
6. Bubar mereka itu, ketika Sri Baginda keluar
Lagu rayuan Baginda bergetar menghanyutkan rasa
Diiringkan rayuan sang permaisuri rapi rupendah
Resap meremuk rasa merasuk tulang sungsum pendengar
7. Sri Baginda warnawan telah mengenakan tampuk topeng
Delapan pengiringnya di belakang, bagus, bergas pantas
Keturunan arya, bijak, cerdas, sopan tingkah lakunya
Itulah sebabnya banyolannya selalu tepat kena
8. Tari sembilan orang telah dimulai dengan banyolan
Gelak tawa terus-menerus, sampai perut kaku beku
Babak yang sedih meraih tangis, mengaduk haru dan rindu
Tepat mengenai sasaran, menghanyutkan hati penonton
45
9. Silam matahari waktu lingsir, perayaan berakhir
Para pembesar minta diri mencium duli paduka
Katanya: “Lenyap duka oleh suka, hilang dari bumi!”
Terlangkahi pujian Baginda waktu masuk istana
Pupuh XCII
1. Begitulah suka mulia Baginda raja di pura, tercapai segala cita
Terang Baginda sangat memperhatikan kesejahteraan rakyat dan negara
Meskipun masih muda, dengan suka rela berlaku bagai titisan Buda
Dengan laku utama beliau memadamkan api kejahatan durjana
2. Terus membumbung ke angkasa kemashuran dan peperwiraan Sri
Baginda
Sungguh beliau titisan Batara Girinata untuk menjaga buana
Hilang dosanya orang yang dipandang, dan musnah letanya abdi yang
disapa
3. Itulah sebabnya keluhuran beliau mashur terpuji di tiga jagad
Semua orang tinggi, sedang, dan rendah menuturkan kata-kata pujian
Serta berdoa agar Baginda tetap subur bagai gunung tempat berlindung
Berusia panjang sebagai bulan dan matahari cemerlang menerangi bumi
Pupuh XCIII
1. Semua pendeta dari tanah asing menggubah pujian Baginda
Sang pendeta Budaditya menggubah rangkaian seloka Bogawali
Tempat tumpah darahnya Kancipuri di Sadwihara di Jambudwipa
Brahmana Sri Mutali Saherdaya menggubah pujian seloka indah
2. Begitu pula para pendeta di Jawa, pujangga, sarjana sastra
Bersama-sama merumpaka seloka puja sastra untuk nyanyian
Yang terpenting puja sastra di prasasti, gubahan upapati Sudarma
Berupa kakawin, hanya boleh diperdengarkan di dalam istana
Pupuh XCIV
1. Mendengar pujian para pujanggga pura bergetar mencakar udara
Prapanca bangkit turut memuji Baginda, meski tak akan sampai pura
Maksud pujiannya, agar Baginda gembira jika mendengar gubahannya
Berdoa demi kesejahteraan negara, terutama Baginda dan rakyat
2. Tahun Saka gunung gajah budi dan janma (1287) bulan aswina hari purnama
Siaplah kakawin pujaan tentang perjalanan jaya keliling negara
Segenap desa tersusun dalam rangkaian, pantas disebut desawarnana
Dengan maksud, agar Baginda ingat jika membaca hikmat kalimat
46
3. Sia-sia lama bertekun menggubah kakawin menyurat di atas daun lontar
Yang pertama “Tahun Saka”, yang kedua “Lambang” kemudian “Parwasagara”
Berikut yang keempat “Bismacarana”, akhirnya cerita“Sugataparwa”
Lambang dan Tahun Saka masih akan diteruskan, sebab memang belum
siap
4. Meskipun tidak semahir para pujangga di dalam menggubah kakawin
Terdorong cinta bakti kepada Baginda, ikut membuat puja sastra
Berupa karya kakawin, sederhana tentang rangkaian sejarah desa
Apa boleh buat harus berkorban rasa, pasti akan ditertawakan
Pupuh XCV
1. Nasib badan dihina oleh para bangsawan, canggung tingggal di dusun
Hati gundah kurang senang, sedih, rugi tidak mendengar ujar … manis
Teman karib dan orang budiman meningggalkan tanpa belas kasihan
Apa gunanya mengenal ajaran kasih, jika tidak diamalkan?
2. Karena kemewahan berlimpah, tidak ada minat untuk beramal
Buta, tuli, tak nampak sinar memancar dalam kesedihan, kesepian
Seyogyanya ajaran sang Mahamuni diserapkan bagai pegangan
Mengharapkan kasih yang tak kunjung datang, akan membawa mati muda
3. Segera bertapa brata di lereng gunung, masuk ke dalam hutan
Membuat rumah dan tempat persajian di tempat sepi dan bertapa
Halaman rumah ditanami pohon kamala, asana, tinggi-tinggi
Memang Kamalasana nama dukuhnya sudah sejak lama dikenal
Pupuh XCVI
1. Pra panca itu pra lima buah
Cirinya: cakapnya lucu
Pipinya sembab, matanya ngeliyap
Gelaknya terbahak-bahak
2. Terlalu kurang ajar, tidak pantas ditiru
Bodoh, tak menurut ajaran tutur
Carilah pimpinan yang baik dalam tatwa
Pantasnya ia dipukul berulang kali
Pupuh XCVII
1. Ingin menyamai Mpu Winada
Mengumpulkan harta benda
Akhirnya hidup sengsara
Tapi tetap tinggal tenang
47
2. Winada mengejar jasa
Tanpa ragu wang dibagi
Terus bertapa berata
Mendapat pimpinan hidup
3. Sungguh handal dalam yuda
Yudanya belum selesai
Ingin mencapai nirwana
Jadi pahlawan pertapa
Pupuh XCVIII
1. Beratlah bagi para pujangga menyamai Winada, bertekun dalam tapa
Membalas dengan cinta kasih perbuatan mereka yang senang
Menghina orang-orang yang puas dalam ketenangan dan menjauhkan
diri dari segala tingkah, menjauhkan diri dari kesukaan dan kewibawaan
dengan harapan akan memperoleh faedah.
Segan meniru perbuatan mereka yang dicacat dan dicela di dalam pura.
Sumber: Prof. Dr. Slamet Mulyana (Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya)
Diterbitkan oleh PT Tiga Serangkai, Solo