Tampilkan postingan dengan label Lingga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lingga. Tampilkan semua postingan

Jumat, 12 Februari 2021

Misteri Makam Penden Penawangan : Jejak Peninggalan Lumpang dan Alu yang Hilang

       Sabtu, 13 Februari 2021. Kali ini sebenarnya menjadi destinasi diluar dugaan saat Gowes Bersama Komunitas ALibs (Arsip Library Sepedaan) 'Gowes Goes to Penawangan". Awalnya inceran saya adalah informasi dari Mas Seno adanya sebuah OCB yang berada di Dusun Mranak. Tepatnya Lapik arca yang menjadi umpak teras warga. Cluenya dekat Tugu Suharto Penawangan. 

Tugu Suharto, Penawangan
     Sayangnya kondisi tak memungkinkan, walaupun saya sempat survai dahulu saat start gowes, Lapik arca Mranak dekat tugu suharto, 

    Rencana awal gowes pulang saya mampir, tapi kondisi berkata lain. Hujan sangat deras, jadi Lapik Mranak next penelusuran. Selain keberadaan situs, ada watu lain yang cukup unik, dari penamaan watu tersebut, konon bentuknya mirip yang memang bikin penasaran.. hahahha.... 

Menuju Watu Penthil, Penawangan
        Pemandangan di Watu Penthil memang Joss Gandos, potensi untuk wisata alam yang menakjubkan. Yang mungkin saat ini masih terbatas pada komunitas Trabas.

Pemandangan di Watu Penthil

      Penampakan Patu Penthil masih menunggu kiriman foto rekan, saking terpesonanya saya terlupa untuk foto watu penthil yang di tanam warga dekat gardu pandang. konon watu pentil, dinamai demikian karena memang mirip bentiknya dengan penthil. Yang berada di terbing terjal dan menjadi jalur pintas warga untuk ngurusi ladang, beri makan ternak. "Warga memanjat tebing dengan nggragap-ngraggap batu yang menonjol di beberapa bagian menjadi jalur naik itulah yang karena mirip bentuknya akhirnya dinamakan sama.".

     Saat ngobrol dan beristirahat di Gardu Pandang Watu Penthil inilah, saya dapat cerita dari Kapten Alibs, Mas Didik bahwa di Makam Punden ada Watu Lumpang dan Alu yang telah hilang. Singkat cerita saya duluan, dan mampir di Makam Punden Tersebut.  


sasadaramk.com

   Di pintu gerbang masuk tertulis Nama Makam Ki  Ageng R. Sudjono.  untuk siapa beliau terus terang saya tak punya informasi.

      Setelah mencari beberapa saat di area makam, ketemu juga. Dibawah pohon menjadi satu dengan satu makam. 

    Sayang sekali saya terlalu susah untuk mendapatkan sedikit cerita perihal Watu Lumpang di makam Punden ini, sang kaptenpun tak berani bercerita, sementara salah satu warga yang saya tanyai lewat WA, mensyaratkan untuk ketemu langsung jika ingin tahu sejarahnya. Terus terang karena jarak yang cukup jauh, jadi ya saya jawab lain kali... heheh.

    Hanya yang saya dapat, kepercayaan warga sekitar bahwa untuk ke makam harus ke Sendang Nggandul Temetes terlebih dahulu. 

     Dokumentasi Watu Lumpang Makam Punden Penawangan







   Semoga ada sahabat yang memberikan pencerahan narasi cerita sejarah Makam Punden Penawangan ini, 

   Video Penelusuran Situs Makam Punden Penawangan :

     Foto bersama Teman Komunitas Alibs, saya yang berdiri ditengah :

Komunitas ALIBS, Perpusda Kab. Semarang

   Sambil rehat di Warung Ngelo, Penawangan. Kami konsolidasi kembali untuk perjalanan pulang. tak lupa tentu mengisi pertut karena jam sudah menunjukkan pukul 11 siang.

       Salam Pecinta Situs dan Watu Candi, 

#hobikublusukan

Minggu, 13 Desember 2020

Candi Bruning : Jejak Kehidupan Peradaban Masa Lalu di Pakintelan Gunungpati Kota Semarang

Yang tersisa
Candi Bruning Pakintelan Gunungpati Kota Semarang

      Selasa, 14 Desember 2020. Pada suatu ketika (periode sekitar tahun 2015), saat berkunjung ke salah satu warga di Pakintelan ada sebuah cerita yang mencengangkan, ketika saya memastikan kebenaran tentang info tentang Gunung di Pakintelan yang ada tinggalan kuno ada sebuah Candi. 
   Sayangnya saat itu tawaran untuk diantar tak bisa saya terima soalnya bersama orang tua dan keluarga. Juga tentang keberadaan informasi Arca Ganesha yang berada di sebuah Vihara di Pakintelan pula . (Tak berapa lama saya menelusuri jejak Arca ganesha tersebut : cek blog Arca Ganesha Pakintelan, Gunungpati). 
     Obrolan juga tentang Yoni yang sempat diturunkan dari Gunung Bruning (Candi Bruning), awalnya sesepuh dan tokoh desa saat itu berniat Yoni dijadikan tetenger desa dan ditempatkan di area dekat makam (perempatan Pakintelan), namun setelah berganti generasi... ketika pembangunan talud jalan, (para tokoh dan sesepuh sudah berganti) dan  tega sekali Yoni itu dibuat Talud. (entah benar kurang lebihnya saya mohon maaf, tapi sudah terjadi, ibarat bubur tak kan bisa menjadi nasi).
     Beberapakali merencanakan penelusuran ke Candi Bruning, namun entah kenapa selalu gagal, Yang pertama saya di limpe rekan blusukan yang konon namanya berarti satu, yang kedua bersama beberapa komunitas, paguyuban budaya, Pak Hari Bid. Kebudayaan Dinas Pariwisata Kota Semarang, juga Perangkat kelurahan Pakintelan. Sambil terlebih dulu ngopi alias NGObrol Perihal situs di Vihara Pakintelan sambil mempersiapkan proses mendaki Gunung Bruning. 

   Sayangnya karena diskusi kelewat seru, kata Mas Yoga Sendangguwo akhirnya Penelusuran ditunda, Kata mas Yoga "Karena Hujan", (saya? saya pulang dulu karena durasi waktu mepet.. hehehheh).
    Dan Akhirnya, setelah beberapa kali merencanakan dengan beberapa teman berbeda, kejutan datang. Mas Ary Zincron, seorang pembuat film, menawari saya untuk kolaborasi mengupas Gunung (Candi) Bruning.
   Tak berpikir dua kali, saya menerima ajakan beliau. Janjian di Vihara Pakintelan, dan sekali lagi keramahan Bapak Samanera Dhammatejo dari  Vihara Pakintelan menjadi energi tersendiri bagi saya untuk tetap menelusuri jejak peninggalan kuno. Apalagi informasi yang saya terima di awal untuk menuju Candi Bruning, butuh effort lebih, selain mendaki, tantangan rumput lebat menanti, ditambah cuaca masih tak menentu di musim hujan, tentu jalur juga licin. 
      Singkat cerita, peneusuran Candi Bruning bersama Mas Ari, Mas Ian (narasumber-pegiat sejarah kuno), penduduk asli dan perangkat kelurahan yang saya lupa nama2 beliau.
       Sayangnya HP saya mati pas di parkiran, sesaat sebelum perjalanan. Melalui jalur setapak yang hampir tertutup lebatnya rumput, dengan penduduk asli yang didepan karena bawa alat (parang) untuk membuka jalan. Kami berjalan pelan-pelan. Rute nanjak khas gunung, kurang lebih 45 derajat cukup menguji stamina. Sebenarnya tidaak lama, paling perjalanan kurang dari 10 menit berjalan mendaki. Tapi bagi kaum rebahan memang cukup lama... hehehe.
Sampailah kami kemudian..
Yang tertinggal
Candi Bruning Pakintelan 
      Minimnya literasi yang saya dapat, bahkan saya tak punya data... menjadikan naskah blog ini sambil mencoba mencari sumber sejarah saya tetap publish dulu, barangkali ada pembaca yang berkenan membagian cerita sejarah juga sumber literasi kepada saya. no wa ada di kolom bawah.
       Sambil mendengarkan penjelasan dari Mas Ian, yang cukup mumpuni, beliau cukup menguasai literatur sejarah kuno tentang Gunungpati terutama Gunung Bruning ini. Salah satu yang mencengangkan adalah banyaknya inkripsi di batuan, salah satunya yang ditunjukkan kepada kami. (nampak digambar)
Mas Ary Zincron (kaos putih) dan Mas Ian diskusi hasil foto. Perangkat kelurahan (Kaos Biru) dan warga asli pakintelan
      Yang ikonik di Candi Bruning, (sebenarnya yang tertinggal - struktur candi yang lain entah dimana : selain Yoni dan ganesha yang mingkin sudah saya ketahui) ya Lingga ini. Berukuran cukup besar, walaupun dibagian atas sudah patah. Sebagai skala ukuran di foto bawah ini 
Lingga Candi Bruning, Pakintelan
    Cukup besar untuk ukuran sebuah lingga, apabila keberadaan Lingga tersebut di atas Yoni, bagaimana besarnya ukuran Yoninya?
     Selain Lingga, seingat saya kata mas Ian, banyak struktur yang indah yang dibawa Kompeni. (semoga mas Ian juga berkenan njawil memeberi tambahan infomasi Candi Bruning). Nampak Lingga dari sisi lain :
      Bagian bagian Lingga masih terlihat lumayan jelas, dimana Lingga terdiri atas tiga bagian yaitu bagian dasar berbentuk segi empat disebut brahmabhaga, bagian tengah berbentuk segi delapan disebut wisnubhaga dan bagian puncak berbentuk bulat panjang disebut siwabhaga (bagian yang memang sudah rusak). Bila melihat Lingga dari dekat, akan terlihat ikonik yang lain yaitu relief bunga teratai yang sedang mekar. 
       Terus terang saya masih bingung, motif teratai di lingga itu melambangkan apa. Jika ini bukan Lingga pasangan dari Yoni, andaikan Lingga tugu/ lingga pathok... berarti jumlahnya lebih dari satu dan di area ini dulu ada area yang suci/ disakralkan. Jika tidak salah saat menyimak penjelasan mas Ian, Lingga ini bisa jadi menjadi penyangga langit. Sebuah perumpamaan yang berarti banyak... diluar jangkauan saya.
    Selain lingga, ada batu unik lonjong yang membuat penasaran apakah terkait atau batu alam saja.

  Pemandangan dari Atas Gunung cukup mengagumkan, Kaligarang yang mengarah ke Banjir kanal di Semarang cukup indah.
Eksotis
Pemandangan dari Gunung Bruning, Pakintelan
     Ada sumur tua diatas Gunung Bruning, mungkinkah ini sumuran candi?

    Dibeberapa titik, saat kami turun dengan mencoba jalur yang sangat ekstrim menurut saya, selain licin, rumput lebat bahkan berduri, juga banyak sarang lebah liar yang siap menyambut. Tapi penjelasan Mas Ian cukup membuat sata tetap mengikuti beliau, beberapa obyek lain disekitar Gunung Bruning yang terkait misal Goa Pertapaan, Watu Lumpang, Watu Asahan, Batu Semedi juga batu berinkripsi di beberapa titik, Membuat blusukan kali ini benar-benar blusukan.  Salah satu batu bersimbol yang ditunjukkan mas Ian kepada kami.
      Blusukan kali ini tentu tak cukup satu kali untuk mengeksplor Gunung Bruning, yang tentu dengan sejuta misteri bagi saya. Semoga akan ada yang bercerita, mencerahkan dan membagikan literasi sejarah kapada saya untuk melengkapi pengetahuan dan membagikan jejak peradaban kepada generasi sekarang bahkan mungkin generasi yang akan datang.
     Link Vlog di Candi Gunung Bruning :


        Sampai ketemu di kisah penelusuran situs yang lain....
  
       Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
#Hobikublusukan

Jumat, 05 Juni 2020

Blusukan Silaturahmi 1441H # Part 2 : Situs Lingga Bergas Lor

Situs Lingga Bergas Lor       
     Lanjutan dari Blusukan Silaturahmi Situs Ndompon Bergas,  Link di : https://www.sasadaramk.com/2020/06/blusukan-silaturahmi-situs-lingga.html, penelusuran berlanjut masih satu area. Saat kami bepapasan dengan warga, ternyata salah satunya kenal dengan Mas Dhany. Sangat heran, "Apa iya di dekat tempat tinggalnya ada batu kuno?"... tapi faktanya memang bertebaran (=berserakan). 
      Kurang dari 2 menit kami sampai di lokasi yang kedua, dan masih ada adegan nyasarke sik khas Mas Dhany. Tapi karena mata kami (Saya dan Mas Eka WP sudah mata watunen (mirip istilah mata hijau ketika ada uang) gak akan dapat menipu kami engkau si raja tengil. Walaupun sudah 10 meter melewatkan, tapi kami tetap berhenti tepat didepan Lingga Krajan Bergas Lor. 
Situs Lingga Bergas Lor 
      Orang awam tak akan menyangka Batu yang berdiri ini adalah jajak peradaban hindu klasik yang pernah menghuni area ini.

      Berada di depan rumah warga, Kondisi Lingga lebih baik dari yang sebelumnya. Masih utuh.
      "Dulu ada di talud, saat saya benahi ada saudara dari luar kota yang menyarankan untuk mengangkat. Karena menurutnya itu batu tinggalan kuno. Ya sudah saya angkat, karena menurut saya memang batu itu unik dan niat saya akan saya jadikan salah satu ornamen hiasan di taman yang rencana saya buat di depan rumah", jelas empunya rumah panjang lebar.
Sebelumnya memang Lingga ini menjadi salah satu batu yang tertata menjadi talud saluran air. tanpa ada yang ngeh jika ini Lingga
     Obrolan kami tentang kemungkinan - kemungkinan di sini (apakah Linga ini insitu atau tidak), merembet ke beberapa informasi situs di sekitar bergas Lor. Semoga lain waktu kami bisa menelusuri ulang informasi dari beliau. karena mungkin saja terkait dan bisa menjadi cerita yang utuh.
      Close up Lingga Bergas Lor:
Situs Lingga Bergas Lor 




























       Walaupun puncak Lingga sudah tak semulus yang seharusnya, tapi membayangkan Yoni pasangannya bagaimana bentuk dan besarnya cukup membuat angan angan kami tinggi membayangkan keindahan karya nenek moyang.
Situs Lingga Bergas Lor 

     Kami  meyakini Lingga ini berasal tak jauh dari lokasi Lingga sekarang. Kondisi kontur alam memungkinkan.
      Dan perjalanan Blusukan silaturahmi 1441H masih belanjut ke destinasi yang ketiga. (Bersambung)
Mas Dhany, Saya dan Mas Eka WP
      Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
#Hobiku Blusukan

Blusukan Silaturahmi 1441H part 1 : Situs Lingga Dompon Bergas Lor

Situs Lingga Ndompon Bergas Lor
      Jumat, 5 Juni 2020. Ketika persahabatan blusukan dipaksa  social distancing - physical distancing selama masa pandemi, ditambah adat silaturahmi lebaran membuat banyak orang termasuk saya seperti ranjau yang diinjak, siap meledak. Saya terakhir blusukan situs sekitar 3 bulan  lalu yang menjadikan 'harus hari ini' kalau tidak  ranjau bisa booooom!!! .. heheheh. 
Dhany Putra
Berawal dari kiriman gambar mas Dhany yang berpose santuy (sandaran kaum ambyar) dengan Lingga, jiwa blusukan saya seketika bergejolak, segera saya menghubungi rekan yang merespon unggahan mas Dhany. dan ternyata sama, Mas Eka pun kangen blusukan. 
    Apalagi clue  mas Dhany menambah semangat kami. "Daerah Bergas, cuman belakang toko!", jelas Mas Dhany. (Beliau Juragan e TB Dhany Putra Traffict Light Karangjati). 
      Seketika memori kami langsung teringat bejibun situs terserak di sekitar area yang ditunjuk mas Dhany itu, dan hanya sebagian kecil yang sudah saya telusuri. Baik sendiri, atau bersama rekan komunitas Dewa Siwa. 
       Beberapa diantaranya situs Silowah, Situs Kalitaman, Situs Sawah Reco, Arca Mbah Dul Jalal, Beberapa situs watu lumpang. --- ada di blog ini - search saja di kolom pencarian di kanan atas mu.
Nginting sik
     Tak menunda, esok paginya kami langsung meluncur menuju rumah Mas Dhany, walaupun diminta siang namun kalau siang durasi membatasi kami, jadilah jam 10 an kami sampai. Karena konon WFH, eh jam 10 baru bangun, OMG!!. salah satu enake Bos yo ngono. Tak ketemu lama menjadikan bahan ngobrol ngalor ngidul tiada habisnya, apalagi didukung ketersediaan turbo (turahan bodho) yang terjamin. Plus kopi-wedang uwuh dan tembakau lintingan, lengkap sudah. 
    Setelah Jumatan, memakai masker, membawa hand sanitizer kamipun siap meluncur ke tujuan. Tak membutuhkan waktu yang lama, namun bukan Mas Dhany kalau tak ngerjani dulu, kami diarahkan untuk mengikutinya, muter-muter dulu, padahal gang yang seharusnya lurus sudah sampai, jadi hati-hati dan waspada tetap awasi pandangan, bila guide blusukan mu Mas Dhany. 
     Karena pasti pura-pura belum sampai, setelah terlewati... ngakak model kuntolanak akan keluar. Kami cuman mengeluh pelan, namun tetap dalam hati dendam pasti terbalaskan, bahkan lebih kejam, suatu saat, kami yakin.... hahahhaha... finnaly sampailah kami.
Lingga di Ndompon Bergas Lor
           Berawal dari jalan tak tentu arahnya mas Dhani, saat bosan di rumah, katanya sambil jalan pulang silaturami ke saudara (hanya 1 saudara namun jalan seperti mencari kitab di barat), dari ungaran entah kok bisa nyasar sampai sini Ndompon, tapi berkat seperti itu cerita ini bisa saya tulis.
       Berada di pekarangan Bapak Basori, dusun Ndompon, Bergas Kidul lingga ini berada. "Sebelum saya tempatkan disitu, dulunya menjadi talud depan rumah, saat perbaikan talud tersebut saya putuskan untuk mengangkat. Karena saya merasa  eman dengan watu kuno tersebut. Konon sudah ada sejak sebelum mbah buyut saya", jelas beliau panjang lebar.
Situs Lingga Dompon Bergas Lor
    Namun sisik melik sejarah tak ada yang tahu, bahkan ibu Bapak Basori juga hanya menyebut bahwa Lingga ini tinggalan kuno.
     Kondisi Lingga juga sudah sedari dulu tinggal separuh bagian bawah saja. Tak ada yang tahu sejak kapan berwujud seperti itu. 

     Selain lingga, ada satu batu struktur candi yang kami duga awalnya berbentuk kotak, dan mungkin ada kaitannya dengan lingga ini.
Ndompon, Bergas Lor

     Tak jauh, sebenarnya ada makam sepepuh desa mbah Ndompon, yang konon ada di puncak Gumuk. menjadikan kami bertiga saling berpandangan... seketika dimata terbitlah asumsi kemungkinan berasal dari area gumuk tersebut. kemungkinan lain struktur OCB lain di sana... serta banyak kemungkinan apa lagi....
    Setelah saya merasa cukup mendokumentasikan jejak peradaban Lingga Ndompon, kami kemudian pamit dan blusukan silaturahmi 1441H masih berlanjut di Area Bergas Kidul.... (bersambung)
      Berfoto bersama walau belum sepenuhnya normal, 
Mengunjungi Situs Lingga Di Ndompon Bergas Lor

    Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
ssdrmk
#hobikublusukan
IG : @sasadaramanjer
FB : sasadara manjer kawuryan

Senin, 18 November 2019

Murwa Candika Bersih Candi Kragilan Boyolali : Penyelamatan Cagar Budaya Berbasis Masyarakat


 Murwa Candika Bersih Candi Kragilan Boyolali : Penyelamatan Cagar Budaya Berbasis Masyarakat
Murwa Candhika 
Sabtu, 16 November 2019. Undangan komunitas mBo’ja lali kepada para pecinta situs dan watu candi Dewa Siwa langsung menarik hati. Bertajuk “Murwa Candhika Situs Candi Watugenuk”, Komunitas mBo’ja lali menginisiasi kegiatan yang menginspirasi : usaha pelestarian cagar budaya dengan pelibatan masyarakat.
     Murwa berasal dari kata purwa yang berarti permulaan, sehingga murwa berarti memulai. Sedangkan candika adalah asal kata candi. Penggunaan candika memberi makna bahwa upaya ini tidak hanya terkait terutama dengan fisik candi, tetapi juga hal-hal yang mendasari keberadaan candi, termasuk lingkungan sekitarnya. **
Dewa Siwa Mangayubagya Murwa Candhika Komunitas Mbo'ja lali
Segera kemudian kami mengkondisikan kawan-kawan di Komunitas Dewa Siwa, dengan  Mangayubagya”, tujuannya wujud dukungan serta mempererat persaudaraan antar komunitas. 
Sendang Nganten :Panandita memulai prosesi Adat mengambil Air Suci
Sementara, saya pribadi sebenarnya sudah tahun 2017 menelusuri jejak candi Kragilan (linkCandi Kragilan), mengulang namun kegiatan Murwa Candika sayang untuk saya lewatkan.
Prosesi dimulai dengan ritual di Situs Watu Gentong (kemudian mengambil air di Sendang Nganten yang lokasinya masih di Desa Kragilan.
   Dilanjutkan dengan kirab membawa air suci yang dibawa dalam kendi berjumlah 9. Berasal dari 9 sumber air di sekitar Boyolali (Situs Sumur Songo {7}, Situs Candi Gatak Cepogo dan sendang Nganten Kragilan). 
  Air suci dari 9 mata air dianggap sebagai perwujudan 9 dewa dari 8 segenap arah mata angin dan 1 di pusatnya. Mitos yang berkembang dimasyarakat bahwa Sendang Nganten ini menjadi tempat berkumpulnya 9 dewa*. 
Kirab Murwa Candika Situs Candi Watu Genuk Kragilan Boyolali
         Diiringi Penari, Kirab dipimpin Panandita, membunyikan 'bajra' (lonceng) sambil mengucapkan mantra-mantra keselamatan dalam bahasa Sansekerta berjalan kaki kurang lebih dari 1km,  menuju Candi Kragilan
       Sesampai di lokasi, disambut dengan tarian Bedhaya, 
Tarian Bedhaya di Murwa Candika, Bersih Candi Kragilan
      Tarian Bedhaya juga dimaksudkan sebagai pembuka acara bersih Candi. yang dilanjutkan dengan Tarian Garuda Dwiwarna, 
Tarian Garuda Dwiwarna di Murwa Candika, Bersih Candi Kragilan
      Tarian yang mewujudkan Bhineka Tunggal Ika, satu dalam budaya yang dinaungi dengan bendera Merah Putih.
     Selanjutnya, puncak kegiatan Murwa Candika, dipimpin Panandita. Air suci di dalam kendi kemudian disiram ke sekeliling Yoni, dengan diiringi puja mantra Panandita. 
Murwa Candika, Bersih Candi Kragilan
     Setelah prosesi berakhir, kembali di suguhkan tarian rakyat yang dibawakan oleh komunitas Seni Budaya. 
     Seperti yang Kang Ody Dasa* (koordinator Komunitas Mbo'ja lali) ceritakan kepada penulis. Tujuan kegiatan Murwa Candika memperkenalkan cagar budaya dan memberikan pengetahuan mengenai cagar budaya serta perlunya untuk menjaga kelestariannya, sekaligus pengembangan pemanfaatannya. 
Bapak Kades, Dedy Saryawan dan dri BCB Jateng
        "Kepedulian masyarakat untuk menjaga kelestarian alam dan cagar budaya yang berada di lingkungan sumber air, juga mengembangkan potensi-potensi pemanfaatan cagar budaya dan lingkungan alamnya dengan pelibatan masyarakat tentu akan membangkitkan inisiatif warga", jelas kang Ody Dasa.   
   Berbagai komunitas, seperti Komunitas peduli cagar budaya, Komunitas peduli kelestarian alam, Komunitas seni budaya dan alumni Duta Wisata Boyolali dilibatkan dalam Murwa Candika. 
       Tentu peran Bapak Kades, Dinas Kebudayaan setempat dan BCB Jateng dalam mendukung kegiatan menjadikan usaha pelestarian seperti menemukan jalan mudah. 
Kades Kragilan : Bapak Dedy Saryawan
    Fakta demikian terungkap ketika sarasehan Penyelamatan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat dengan Narasumber dari BCB jawa Tengah. 

    Dalam Sambutannya saat sarasehan, Bapak Kades Kragilan, Bapak Dedy Saryawan mengungkapkan rencana desa untuk membeli tanah agar bisa memaksimalkan pemanfaatan, pelestarian dan potensi desa lain sungguh menjadi inspirasi.

         Candi Kragilan sendiri, atau warga menyebut Candi Watu Genuk sebenarnya sudah diteliti sejak ditemukan sekitar tahun 2014. Pasang surut Situs Watu Genuk, tak mengalami perhatian yang serius. Pemasangan plang papan nama Situs, memang pernah dilakukan. 
      Sampai kejadian di pertengahan 2019 dimana ada orang tak dikenal yang menggali Candi Kragilan ini, ditambah kurang dari 100m penambangan batu serta disisi lain ada pembangunan perumahan. Akumulasi kejadian, kondisi dan semangat Komunitas mBo'ja lali yang memuncak, didukung semua lapisan masyarakat menjadikan Murwa Candika sebagai kegiatan rintisan pelestarian Cagar Budaya yang melibatkan masyarakat.
Murwa Candika Bersih Candi Kragilan Boyolali
    Bagi Masyarakat, tentu untuk mengikuti jejak Komunitas mBo'ja lali mengadakan kegiatan seperti ini dibutuhkan tekad yang kuat dan kerjasama yang tidak mudah. Tapi secara individu barangkali bisa berperan. 
       Pak tua ini contohnya, 
Cukup cinta Candi, maka perilaku akan baik,  sumber foto http://www.sasadaramk.com
     Tak harus mewah namun sederhana saja. Jangan buang sampah sembarangan, jangan merusak, jangan mengambil.
Mas Eka Budi Z, Mas Teddy (Komunitas Kandang Kebo), Saya dan Mas Rafael (Klik Nama terhubung blog)
       Sampai Ketemu di Kisah Pecinta Situs Watu Candi,
Salam ...
#Hobikublusukan

Ikutan yuk di Kompetisi “Blog Cagar Budaya Indonesia  Rawat atau Musnah!”
Kompetisi “Blog Cagar Budaya Indonesia  Rawat atau Musnah!
Nb :
Sumber 
* Wawancara lewat WA dengan Kang Ody Dasa, Koordinator Komunitas mBoja' lali
** Kerangka Acuan Kegiatan/ Term of Reference Murwa Candhika Situs Watu Genuk oleh Komunitas mBo'ja lali