Tampilkan postingan dengan label umpak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label umpak. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 Januari 2021

15 Umpak Makam Tloyo di Karanggedong Temanggung, apakah ini Bukti ada Kedaton?

     Selasa, 19 Januari 2020, Lanjutan dari Penelusuran Sillaturahmi di Temanggung bersama mas Ahmad Fathul Mubtada atau di channel youtube dikenal dengan channel @Fathul ahsanaira, destinasi Sebelumnya di Yoni Merah Gondang Ngisor dan Candi Gondang Ngadirejo. Masih di Kecamatan Ngadirejo Temanggung, Kami kemudian meluncur di Desa lain, tepatnya di Desa Karanggedong. Postingan mas Fathul tentang keberadaan 15 umpak di makam sangat menarik hati saya.
Umpak Situs Tloyo (property by Ahmad Mufathul)
     Dari asal etimologi nama Desa Karanggedong; sangat berarti sekali dan membuat penasaran, karang yang berarti batu, sementara gedong berarti bangunan yang sangat indah, besar, dsb., menjadikan menuju lokasi ini saya sangat antusias. Apalagi tahun 2018 saya pernah ke desa Karanggedong ini saat penelusuran (buka link ini:) Struktur Batu di Desa Karanggedong.
   Masih membonceng mas Fathul, tak berapa lama kemudian kami sampai di kompleks pemakaman Tloyo, Dan Langsung Disambut Umpak-Umpak cukup besar yang bergeletakan...
Situs Tloyo (property of Ahmad Mufathul)
      Karena berserakan di beberapa titik (namun masih berdekatan hanya tak terjangka kamera dalam satu frame, jadi saya dokumentasikan gambar umpak satu - satu :





   Satu Umpak di posisi yang agak jauh, 
(property of Ahmad Mufathul)

        Umpak sendiri adalah alas tiang dari sebuah bangunan, Bila umpak berjumlah 15an, kemudian berukuran cukup besar dikelilingi peninggalan disekitarnya. Apa itu bukan merupakan Bukti kehadiran Kedaton di sini? 
   Yang paling mungkin tentu saja keraton pada amsa Mataram kuno milik salah satu Rakai.... sebuah asumsi yang menarik untuk terus saya gali, semoga mas Fathul masih berkenan menemani penelusuran jejak Ngadirejo, juga rekan pecinta cagar budaya yang lain. Ayo kita buktikan bersama.....
 Channel Youtube :

https://youtu.be/NBxluvpTkGU

    Link 2 destinasi Blusukan sebelum ke lokasi ini  (jangan lupa mampir juga ya...) :
   (Maturnuwun bantuan kameranya mas, saat HP saya sudah mati)
Maturnuwun Mas @Ahmad Fathul Mubtada
Maturmuwun fotonya mas Fathul....
     Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
#hobikublusukan

Jumat, 13 November 2020

Gowes Mampir Situs Pandean Gunungpati : jejak Demang Jafar, Lurah Gunungpati yang sakti Mandraguna

Situs Pandean Gunungpati
       Sabtu, 14 November 2020. Gowes Blusukan tak terduga. Setelah rencana duet blusukan gowes gagal karena sepeda rekan opname. Saya menguatkan hati untuk gowes sendiri. Apalagi juga masih janjian dengan Bolo United, Bolo Gowes, Bolo Blusukan : Mas Age Boja.
     Saat berhenti nunggu rekan lain (yang ternyata sepedanya opname), eh saya iseng wa rekan 'kang mas Roso Mijen', ada rekomendasi situs tidak, tanpa saya duga beliau memberikan 2 rekomendasi. Beruntungnya 1 rekomendasi tersebut berada di jalur saya Gowes menuju Boja.
blusukan situs #unitedbike
      Tapi setelah tahu, saya terkejut, menyesal, setiap lewat saya selalu menoleh ketika lewat Makam Pandean, perasaan saya selalu ingin menengok. Barangkali ada situs karena lewat makam ada di Gumuk, serta ada pohon Kanthil yang cukup besar. seperti biasa saya kmengesampingkannya.
 

Tapi bagaimanapun bersyukur masih bisa tahu, lewat Kang Mas Roso. Setelah parkir sepeda, kemudian saya mengeksplor.
     Keberadaan sesuWATU yang hanya satu menambah misteri jejak sejarah Makam Mbah Demang Jafar. Selain cerita sejarah yang sangat minim (Semoga pembaca yang paham berkenan membagikan cerita tutur tinular). Dari mas Siswo handoyo, ada jejak folklore tentang Tokoh Sakti, Demang Jafar. 'Watu disunduki, dan ngangsu air memakai dunak adalah salah satu kemampuan beliau yang melegenda', kata mas Siswo.
      Posisi dibawah pohon Kanthil, dugaan saya ini umpak sebuah bangunan masa lalu,  namun keberadaan tinggal satu. Berada di gumuk, dekat dengan aliran air (perkiraan saya sekitar atau tak jauh dari lokasi ini dulu ada sumber mata air).
   Namun saya hanya menduga. 
     Semoga tetap lestari... dan aja penutur sejarah yang berkenan membagi cerita....

     Untuk tahu selengkapnya landscape makam, pohon Kantil juga Watu umpak mampir juga di link video channel Youtube :




Lanjut Gowes Blusukan ... tunggu naskah selanjutnya
#hobikublusukan

Rabu, 29 Juli 2020

Jejak Misteri peradaban kuno di Glapan, Kedungjati, Grobogan

Tutukno lakumu le
Opo sing kok sejo bakal kelakon
(quote by *mbah 'lupa namanya)      
Yoni Glapan, Gubug Grobogan
Yoni Glapan, Gubug Grobogan
    Kamis, 30 Juli 2020. Tradisi blusukan saat hari Kamis (istilah kami kemisan), terakhir sudah sangat lama sekali. Kadang yang tak terencana malah bisa terlaksana. Seperti kisah ini, berawalan obrolan ngalor ngidul dengan pak Nanang Klisdiarto, lama tak blusukan luar kota. Saya nyeletuk dulu ada yang posting tentang Lumpang di area Kedungjati Grobogan. Kemudian Pak Nanang malah teringat, pernah dapat informasi ada tinggalan Yoni Knockdown dekat waduk Glapan, namun yang menyimpan info dan gambar Mas Seno.
      Kemudian kami mencoba mengajak Mas Seno sebagai guide dan pembaca arah peta. Awalnya saya sudah pasrah rencana blusukan kemisan akan tertunda lagi, karena Mas Seno sampai kamis jam 8 pagi, belum memberi kabar.  Namun notifikasi WA sekitar jam setengah 9, membuat hati saya berbinar. Mas Seno mengirim pesan bisa dan segera merapat di tempat pak Nanang jam 10. Segera saya ngabari rekan lain yang siapa tahu los dol bisa ikut. Minimal biar saya tak di japri nglimpe. Mendadak karena guide-pun mendadak, jadi bukan kesengajaan.
       Sesuai kesepakatan, setelah kumpul di Pak Nanang, kami bertiga kemudian meluncur. Kali ini agak spesial blusukan kemisan ini. Pokoknya wani ngelih, wani ngelak. Bagaimana serunya, ikuti saja kisah kemisan ini sampai pungkas. Setelah parkir motor, istirahat sebentar sambil nunggu tuan rumah, saya dan mas Seno ngobrol tentang destinasi ini. Tak lama kemudian Pak Nanang datang sambil bawa belanjaan sak karung, setelah sepengginang kami kemudian bersiap. Namun Ajakan Pak Nanang untuk saweran bensin tentu mengagetkan hati alias senang juga, surprise! selain saat ini musim panas terik juga bisa gasak-gasakan sepanjang perjalanan, beda dengan motor sendiri-sendiri. Jadilah iuran 20-ribuan. Tapi celaka bagi saya, ATM yang dijanjikan bisa diambil untuk ikut iuran eh belum tertransfer. Jadilah saya hanya bisa membelikan 3 teh kotak. Maaf nggeh Pak Nanang dan Mas Seno….
     Singkat cerita, jalur yang kami lalui menuju Kedungjati dari Bawen, lewat pertigaan Tuntang arah Bringin, kemudian terus jalan sampai Kedungjati. Kami kemudian diarahkan berbelok menuju jalan perkampungan, dimana beberapakali lewat desa yang bernama identik dengan situs : Kentengsari, juga lokasi makam yang khas ada batuan kuno (Gumuk, ada sendang, pohon besar, dll). 
     Karena terasa cukup jauh kemudian masuk gang yang lumayan kecil, hanya cukup untuk satu mobil saja, tak bisa berpapasan (kebetulan saya yang bawa mobil Pak Nanang, Mbah Truno (Taruna) sebut Bu Wahyuni Klisdiarto yang kali ini sengaja dilimpe.....wkwkkw. 
     Namun ternyata, GMaps membuat kami menempuh jalan lain yang lebih lama, berbelok dan tak efektif serta efisien ditengah durasi. yaang ternyata jalan hasil saran Gmaps tembus lagi ke jalan utama Jalan Salatiga-Gubug. Kata—kata Sumpah dengan serapah tak dihitung lagi bila dikumpulkan dari kami bertiga, lewat jalan utama tentu lebih nyaman, jalan halus dan lebih cepat (walau mungkin jarak km lebih jauh).
     Setelah melintasi rel kereta api, (Stasiun Kedungjati), kami kemudian ambil jalan ke kanan (cari papan petunjuk menuju : Waduk Glapan-Gubug). Sampai di waduk Glapan, kami kemudian berhenti di warung pas di gerbang waduk (ada semacam portal yang membatasi akses mobil dengan dimensi besar dan tinggi). Pak Nanang kemudian bertanya ke mbah penjaga warung. *Kami sebenarnya sudah memperkenalkan diri dan bertanya nama mbah nya, namun ternyata kami kompak lupa. 
      Obrolan cukup menarik, yang ternyata nyambung dengan dunia kami. Beliau nampaknya tahu banyak tanpa harus kami meng-edukasi tentang situs. ternyata (menurut feeling saya) mbah nya itu punya kelebihan membaca aura/ pandangan spiritual yang agak tajam. Warung pojokan sebelum masuk waduk Glapan, dimana membantu kami memberi petunjuk lokasi Yoni :
      Saat ngobrol itulah, akhirnya munculah perkataan seperti di atas (diawal naskah ini), yang ditujukan ke mas Seno. (Bila ada pembaca yang tahu nama mbah-nya boleh dibagi, sampaikan salam juga. Maturnuwun). clue dari simbah baik hati ini, 'Kami mencari Masjid Brebes, Glapan', Yoni ada di sekitar masjid. bukan cuma 1 tapi ada 2.      
     Setelah berpamitan kami kemudian meluncur ke lokasi, Masuk Portal Waduk Glapan, ada remaja (pak ogah) yang membantu mengatur lalu lintas di atas DAM Waduk Glapan. 
waduk Glapan, Gubug
Waduk Glapan Gubug
      Mengikuti petunjuk, kami mencari masjid tersebut, melewati pukesmas pembantu, dan menyusuri pinggiran Waduk yang warna-warni, jalan kemudian sampai berganti yang sepenuhnya belum bagus (masih berbatu--walau perkampungan -- semoga kedepan bisa di cor/ diperhatikan pemdes). 
       Karena mencari masjid belum ketemu, padahal kami sudah jalan sekitar 2km, sampai akhirnya kami ketemu masjid, ternyata kami terlalu jauh (kebablasan).
    Balik arah,  kembali ke SDN Glapan 01, didepan SD ada gang kemudian kami masuk. Sekitar 100m sampailah kami di masjid. Karena bersamaan waktunya dengan shalat Dzuhur kemudian kami sekalian berjamaah. Setelah usai, otomatis tanpa kami setting langsung menyebar mencari keberadaan Yoni.  Namun ternyata tak ketemu juga. 
     Saat istirahat, kami kemudian memberanikan diri bertanya kepada imam masjid yang keluar terakhir. Kyai Ahmadi nama beliau. Kulonuwun dan menjelaskan maksud kami. Diluar dugaan,  dengan detail Kyai Ahmadi kemudian menjelaskan keberadaan Yoni tersebut. Warga masyarakat mengenal dengan Watu Lumpang. Saat ini masih ada di dekat Makam Desa.
Kyai Ahmadi, Glapan Gubug
Kyai Ahmadi, Glapan Gubug
     Juga menawari untuk mendampingi, mengantar sampai ke lokasi depan makam, sungguh suatu berkah bagi kami. Imam masjid, yang kamipun tahu beliau sangat arif dan bijaksana menilai sebuah peninggalan kuno (zaman hindu klasik).... tanpa harus kami jelaskan bahwa beliau adalah juga Ketua NU Ranting Glapan, menambah bangga kami. Bahwa peninggalan kuno akan tetap ada (tak dirusak) bila ditangan orang yang berpandangan luas. Salam Takdzim kami Buat Beliau Kyai Ahmadi. 
       Cerita tentang sejarah kuno, mulai Hindu Klasik-Zaman Islam hingga Zaman Penjajahan mengalir diceritakan secara detail kepada kami. Beruntungnya kami ketemu dan menyerap ilmu dari beliau. Ibarat pesantren sangat kilat namun kami langsung diam menyimak awal sampai akhir. 
     Dari Masjid kemudian kami mengikuti Kyai Ahmadi menyusuri jalan setapak melewati samping rumah warga yang langsung tembus makam. Tak butuh waktu lama, yang ternyata Yoni ada di depan makam. 
       Yoni Situs Glapan, Gubug Grobogan :
Yoni Situs Glapan, Gubug Grobogan
Yoni Situs Glapan, Gubug Grobogan
          Dulu Yoni ini sempat dibawa warga lain desa, namun warga Glapan berinisiatif meminta dan mengembalikan ke lokasi semula. Karena warga disini percaya bahwa Benda ini sangat bersejarah dan bernilai tinggi. "Sebagai tetenger peradaban desa", ungkap Kyai Ahmadi menjelaskan semangat warga desa ketika meminta kembali.
     Selain Yoni ini, didekat area ini ada makam kuno, yang oleh warga disebut makam budo. Sayangnya karena warga tak mengetahui, konon banyak pemburu harta karun yang obrak-abrik makam tersebut. Namun tak ada yang tahu apakah oknum tersebut menemukan yang dicari atau tidak. 
         Sementara diatas gumuk depan makan, dulu banyak ditemukan batu bata berukuran besar (Banon, identik dengan bangunan masa kuno). "Sayang sekali sudah banyak diambil oleh warga. dan saat ini tak bersisa. Sementar masih didekat area Yoni ini ada juga sendang kuno yang tak pernah mengering airnya", jelas Kyai Ahmadi panjang lebar.
     Yoni dengan ciri khas terdiri dua bagian (umumnya satu bagian), banyak orang menyebut Yoni Knockdown. Dimana bagian atas bisa dipisahkan dengan bagian bawah Yoni. Bagian Atas Yoni : 
Yoni Glapan Gubug
Yoni Glapan Gubug
         Bagian penampang atas  berbentuk kotak dimana dibagian tepi ada semacam pelipit. Lubang kotak ditengah adalah tempat Lingga diletakkan. Serta Cerat yang berfungsi untuk 'pancuran air suci'. Trta Amrta yang disiramkan ke lingga, kemudian air akan mengalir keluar lewat lubang cerat. Pemimpin ritual akan menampung air yang keluar dan digunakan sebagai air suci.
      Cerat Yoni :
Cerat Yoni Glapan
      Lubang tempat lingga : 
Lubang Tempat Lingga Yoni Glapan Gubug
Lubang Tempat Lingga Yoni Glapan Gubug
    Sementara keberadaan lingga sudah tak ada yang mengetahui dimana rimbanya. Semoga masih tersimpan rapi dan belum saatnya muncul. Tidak di ambil orang atau malah dijual. Semoga masih ada!.
 Di Bagian badan Yoni, terdapat hiasan sederhana namun tegas....
Yoni Glapan Gubug
Lingga Yoni Glapan Gubug

       Kami kemudian mencoba menelusuri Makam Glapan, sekalian menengok makam pejuang kemerdekaan (Kakek dari Kyai Ahmadi) yang juga dimakamkan di sini. Saat kami menuju Makam eh... mata kami tertumbuk pada 4 batu yang bentuknya langsung membuat terpaku :

Situs Glapan, Gubug
Situs Glapan, Gubug
        Banyak rekan yang menyebut batu seperti ini dengan istilah columnar Joint", namun dugaan kami ini adalah batu Pathok Candi. Atau batu batas terluar area suci candi. Dulu Pendeta pemimpin pembuatan candi menentukan batas luar area suci dan kemudian dicari titik tengah untuk membuat candi. Ada juga masyarakat menyebut dengan 'batu tali cancang gajah'. (Seingat saya di daerah pengging ada yang mirip).
      Dugaan keberadaan 4 buah batu Pathok Candi ini membuktikan keberadaan sebuah bangunan suci di sini semakin menguat. Di sekitar area makam, juga menyebar struktur batu candi yang ada kuncian dan pola, sebagian yang bisa kami dokumentasikan :



   Saya, Mas Seno, Pak Nanang, dan Bapak Kyai Ahmadi. Maturnuwun Pak.

Situs Glapan : Saya, Mas Seno, Pak Nanang, dan Bapak Kyai Ahmadi. Maturnuwun Pak
Kyai Ahmadi, Pak Nanang, Mas Seno dan Saya di Situs Glapan Gubug

      Kami kemudian kembali ke Masjid, dimana lokasi mobil parkir. Saat perjalanan itu Bapak Kyai Ahmadi bercerita, "Di Masjid ada satu lagi mirip tapi bentuknya lebih kecil". Seketika kami surprise dan membelalak mata karena kami tadi terlwat ketika mencari. Dan Lapi Arca di Pojokan dalam Masjid :
Lapik Situs Glapan Gubug
Lapik Situs Glapan Gubug
    Kami menduga ini berbeda fungi, kalo yang berukuran besar sebelumnya adalah Yoni dengan lingga, namun OCB ini dengan lubang tak terlalu dalam kemudian bentuk antara satu sisi dengan sisi lain tidak sama. Kami menduga diatasnya dulu sebuah arca.
        Kejutan yang lain adalah angka tahun di salah satu tiang masjid . (seingat saya Kyai Ahmadi bilang pernah dibaca angka tahun 14xx dengan huruf Hijaiyah).... Super komplit ... Glpan ini... Ada jejak sejarah Hindu Klasik, Jejak Sejarah Masa Islam juga jejak sejarah Perjuangan Kemerdekaan. 
      Semoga generasi muda Glapan tergugah untuk segera uri-uri .... Video Vlog amatir saya nungu proses edit : Link ( Nanti tersedia di channel Youtube)
Situs Glapan, Kedungjati, Grobogan

Salam Pecinta Situs dan Watu Candi. 
#hobikublusukan

Kamis, 27 Juni 2019

Umpak Situs Logong, Jubelan Sumowono : Blusukan Silaturahmi 1440H

It's been a long day ...
without you, my friend ...
and i'll tell you all about it when i see yo again
----
Cuplikan Lagu Wiz Khalifa-Charlie Puft berjudul See You again, sangat mempengaruhi jalan pikiran saya akhir-akhir ini.... termasuk cara saya menulis kisah kali ini....
Umpak Situs Logong, Jubelan Sumowono 

     Kamis 27 Juni 2019, tanpa perencanaan yang panjang, karena tujuan sebenarnya memang hanya silaturahmi 1440H. Blusukan hanya bonus saja, nomor buntut ke sekian. Saya memang awalnya rasan-rasan  dengan Pak Nanang untuk silaturahmi, "Lha sekalian saja ke Pak Mustain saja", cetus beliau. Idem, tanpa pikir panjang langsung saya WA Pak Mustain. Segera saya lempar ajakan Blusukan "Silaturahmi" lewat Grup WA.
     Janjian jam 1, beberapa rekan berdatangan. Tentunya karena hari ini Kamis, pastinya banyak pula yang ga bisa. Tapi sekali lagi, ini Blusukan Silaturahmi 1440 untuk yang longgar dan bisa... yang terbentur kerjaan tentu saja silaturahmi sendiri bisa kapan saja... (asal niat pasti bisa), saya hanya mengajak bareng bareng di barengke dengan blusukan.
     Pak Nanang-Bu Nanang, Mas Seno dan Anak, Saya, Mas Amin-Ageng (salam kenal mas), dan Mas Dhany. Kami lewat jalur Berokan, Doplang Ambarawa-Bandungan- Sumowono. Kemudian bertambah satu sodara yang gabung : Mas Artdie yang sudah standby di pertigaan Banyukuning.
     Tujuan Sillaturahmi ke Bapak mustain, salah satu senior yang telah meninggalkan dunia hitam (baca  rambutnya telah memutih) ... jadi saya pribadi merasa perlu untuk prioritas didatangi.. hehehhe. Nyuwun Pangapunten nggeh pak... hehehe.
      Sampai dirumah beliau, kemudian berbincang santai sebentar, bercanda.. saat saat seperti inilah yang sangat saya rindukan.... Sekian lama memang Dewa Siwa tak lagi bisa seperti ini. Semoga dengan silaturahmi, ketemu langsung bisa menambah rasa paseduluran. Bukan hanya berteman di Medsos tapi ketemu pun ogah2an. "Perbanyak silaturahmi menambah rezeki', sesanti yang tentu sayapun sayang percaya dan meyakini kebenarannya.
Blusukan Silaturahmi 1440H
   Pak Mustain, banyak menawari situs untuk jadi bonus sillaturahmi ini. Namun sayangnya saya terbatas jam blusukan. Durasi.
     Setelah perdebatan panjang, sambil beberapa rekan nggasak beberapa toples kripik bayem... (yang nantinya saya baru ngeh ada yang bungkus satu plastik di umpetke didalam tas... dimakan di sepanjang perjalanan blusukan---- moga-moga Pak Mustain gak kapok... wkwkwk) akhirnya dipilih satu situs .. di daerah Jubelan...
Jubelan Sumowono
    Berada di tengah persawahan warga yang ditanami sayuran, juga bunga mawar. Yang cukup membuat kami kesulitan berjalan karena beberapa kali jaket atau celana tersangkut duri.
     Sampailah kami...
"Nggeh Namung niki mas...., riyen wonten saking dinas kados e survey lan badhe ngaman ke niku", jelas bapak2 petani yang interest dengan rombongan penggila watu ini. 
Umpak Situs Logong, Jubelan Sumowono 
    Senang jika sudah seperti itu....  umpak sebuah tiang menjadi topik diskusi kami.
Umpak Situs Logong, Jubelan Sumowono
close up 

Skala ukuran seadanya




     Karena penasaran dengan dugaan dugaan, kami kemudian mencoba membersihkan rumput-rumput dan sampah disekitar Umpak ini. 
Bagian bawah  Umpak Situs Logong, Jubelan Sumowono 

      Juga menata ulang tanah dan batu penyangga umpak. 
     Surprise, ternyata dibagian bawah juga terdapat cerukan yang mirip kuncian... diskusi kami semakin seru.
--
    Karena saya dan mas Dhany terkena sawan durasilah, akhirnya kami, terburu buru....-- 
     "80m kebawah ada batu struktur candi berpelipit", seperti petir tanpa mendung komentar Mas Jahat Eka WP.
---
      Tak ingin berlarut dalam kekecewaan saat menulis kisah ini, Akhirnya yang bisa saya katakan... pemandangan di lokasi ini menakjubkan....-- serasa fresh pikiran dan plong batin saya. Hamparan sayuran, warna merah mawar dan air yang mengalir seperti oase pengobat stress kerjaan.
        Setelah merasa cukup, kami kemudian berlalu.. Disinilah Malapetaka terjadi... Saya beranjak paling akhir... Karena ingin memotong jalur... saya melompat dan byur... kaki kiri saya tenggelam seukuran dengkul..... segala sumpah serapah saya gumamkan.... sial berlipat ketika si pemilik tertawa paling jahat ada di area cukup dekat. Seperti batin saya, dia berlari tapi swear tidak menolong.. malah memvideokan... jahat bukan? saat itu rasanya ingin ngapyuk lumpur ... dendam kusumat... rasane pingin ta jorokke...----
    Saat tulisan ini saya buat dan belum dipublish, video itu masih belum diedarkan luas, katanya belum di edit.... Mungkin karma bagi saya, biasanya dalam cerita naskah blog, rekan yang kujadikan bahan...sedikit membully, eh kali ini musibah saya akan jadi bahan mereka tersenyum terbahak-bahak (mugo mugo keselek!)
   Yang saya ratapi adalah sandal jepit swallow hijau, yang setia menemani saya selama lebih dari 3 tahun.... tak mampu saya temukan.... ah...jika ada yang bisa menemukan akan saya anggap saudara wis... benak saya---
Video Paling Jahat : (by Dhany Putra)

       Bahkan mereka mengedit video ini? jahat bukan? Link nya

Kalo ini Video Blusukan di Channel Youtube saya...versi orang normal...: nunggu link you tube. :)
---
      Sekian cerita kali ini, warna-warni blusukan bersama, silaturahmi bagi saya tetap yang terbaik. Bukan hanya lewat WA/Messanger/facebook saja... Ketemu langsung bisa segalanya.... --- Komunitas itu wadah bukan arena!
Paseduluran kui sing utama
   Sementara yang lain lanjut, saya meluncur pulang... padahal tepat saya pulang ada yang nyusul, Mas Wi.. awalnya masuk tahap destinasi Silaturahmi ke dua, karena menyimpan rahasia sangat indah.... next plan target dirimu mas....    Blusukan Silaturahmi 1440H ;   
      Sampai Ketemu di kisah selanjutnya... "See You Again, mantan Partner... lagu ini untukmu... wkwkwk. Lebay!
#hobikublusukan

Senin, 18 Februari 2019

Desa Kener, Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang : Surga situs masa lalu yang tersembunyi

Watu Kenteng Sari Desa Kener  : Lumpang

       Selasa, 19 Pebruari 2019. Kali ini tak bisa di logika… entahlah. Ceritanya di malam hari saat saya nulis kisah blusukan situs Watu Lumpang Doplang Bawen, dalam tulisan itu saya sempat menulis untuk kembali blusukan, dan membulatkan tekat untuk mengagendakan penelusuran...
Singkat cerita. Hari ini, mendadak dimintai tolong untuk menjadi driver tugas monitoring dan evaluasi perpusdes ke beberapa desa. Ada 3  Desa tujuan kali ini, yang semuanya ada di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. Yaitu berturut-turut Desa Mukiran, Desa Kener dan Desa Papringan. (ada Candi Payungan dekat area ini)
Seperti biasa saat tugas seperti ini, tak terpikirkan sama sekali untuk mencari kesempatan blusukan. Namun….. saat menuju Desa Kener, (Desa ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Boyolali-kalau tidak salah Tlatar) melewati jalan perkampungan yang tak lebar. Saya melajukan mobil dengan pelan-pelan sambil menikmati pemandangan hijaunya persawahan serta air jernih yang mengalir deras di sisi selokan di kanan maupun kiri jalan. Terbesit sedikit tanya, mungkinkah? Jangan – jangan… --- (ciri – ciri banyak air, subur dan nampaknya suasana desa sungguh adem adalah ciri-ciri yang biasanya langsung mencuatkan antena para blusuker situs untuk menelusur, mencari tempat angker atau minimal makam)… eh sesaat setelah batin muncul pertanyaan itu, gang sebelah kiri, di atas Gapura masuk tertulis dengan giant letter Dusun Kentengsari Desa Kener.
Bukan lagi menyangsikan lagu dangdut kuno, saya lupa penyanyinya yang pasti judulnya  “sebuah nama”….apa artinya?  Bagi saya sangat berarti !!! heheheh  Senyum lebar, dan tanpa sadar, setengah berteriak “Wah mesti ono situse ki!!”, saya keceplosan. Padahal disamping saya duduk Bos e….hehehehe. Untungnya beliau pengertian dan menimpali, “Ya nanti tanya pak Kades”…. Saya tersenyum tambah lebar… dunia menjadi terasa sungguh indah… hehehehhe.
Kantor Desa Kener, Kaliwungu
Sampai di Kantor Desa Kener Kecamatan Kaliwungu, sengaja masuk paling akhir, saya mencoba melongok beberapa arah, barangkali ada gumuk, atau ada pohon besar. Arah pandangan langsung mengarah pada sebuh makam dengan pohon beringin yang lumayan besar di tengah persawahan (gumuk pula)… Semangat membuncah….
Setelah tugas selesai, Bos e malah Tanya ke Pak Sekdes, tentang apakah ada peninggalan kulo di Desa Kener ini?, (Diceritakan pula peran desa Kenteng di Kecamatan Susukan, yang mengumpulkan dan membuat museum—dikolaborasikan dengan perpusdes---jadilah edukasi) dugaan saya tak meleset. Pak Sekdes Mengangguk mantap. “Ada!!!… Kalau di dusun Kentengsari ada watu Kenteng dan watu sari, sementara di dusun kener ini ada masjid tiban ”, tanpa saya minta kemudian mengalirlah cerita tentang Watu Kenteng itu, juga legenda masjid tiban.
Terus terang saya tak terlalu tertarik dengan masjid tiban, Karena Pak Sekdes menuturkan masjid tersebut tinggalan walisongo, saya fokus di watu kenteng. Dan itu adalah kesalahan terbesar saya… heheheh.
Saat beristirahat, sambil mencari strategi untuk menengok watu lumpang, eh tiba-tiba Pak Yanto penjaga Kantor desa Kener menawarkan untuk mengantar menggunakan motornya ke Watu Kentengsari.. Tak dapat kutolak karena setangah dipaksa…hahahahahha.
Setelah lewat di gang dengan tulisan Dusun Kentengsari tadi, sampailah.
Bunker : Wau Kentengsari terlindungi

"Dulu saat sesepuh masih hidup, Watu Kenteng Sari ini terawat... saat ini pun masih dikeramatkan oleh warga. Masih di jaga walaupun memang kondisinya seperti ini. Jika ada yang punya gawe (mantu) tak pernah lupa memberikan sesajen di Watu Kentengsari ini", bapak Yanto panjang lebar bercerita kepada saya. 
Watu Kenteng Sari Desa Kener  : Lumpang
Kondisi lumpang sebenarnya sudah cukup lumayan, sudah dibuatkan peneduh bahkan berbentuk bangunan tertutup total (menyisakan pintu masuk), mirip seperti bunker. 
“Karena memang begitu pentingnya arti Watu Kentengsari ini bagi warga sehingga konon warga sangat memikirkan keamanan watu kentengsari ini.
Walaupun saat ini, saat saya masuk butuh perjuangan untuk mencoba bersahabat dengan lumpur letong yang berair… becek 
(tak usah saya gambarkan bagaimana kondisi nya, apalagi baunya)…. 
Keuntungan bangunan berbentuk bunker ini malah saat di dalam ruangan saya sama sekali tak mencium bau lethong tadi. Yang ada rasanya adem, tenang. …. 
Asal kau tak mengingat di sebelah tembok luar…hahahaha.
Penampang Atas Watu Lumpang : kentengsari
Watu Kenteng sari sebagai asal muasal nama dusun ini, bisa di sebut pula sang hyang kulumpang­ atau watu lumpang.
 Sebuah media, sarana ritual yang sangat sakral yang digunakan pada masa lalu. 
Biasanya banyak sumber yang menduga jamak dipakai pada masa hindu klasik yang pernah Berjaya di Bhumi Jawadvipa ini. 
Mulai dari dipakai sebagai salah satu alat penetapan tanah sima, perdikan. (ada ritual tertentu yang memang berpusat di lumpang), ada pula digunakan sebagai ritual penyembahan dewi cri, kesuburan yang diselenggarakan pada awal masa tanam maupun masa panen. Dan berbagai fungsi lain.
Watu Sari : 8 sisi
Sementara batu yang berukuran kecil, yang menempel unik karena ada tanah yang merekatkan keduanya.. saya pribadi malah menduga ini sebuah umpak. 
umpak?
“Pihak desa berencana dalam waktu dekat akan mencoba  menguri-uri kembali. 
Watu sari (disebut demikian), saya sebenarnya hanya menduga saja ini umpak karena ada 8 sisi dan bentuk bagian bawah datar. namun saya juga menerima pencerahan...

Minimal membersihkan dan membuat akses jalan agar terlihat sari kembali”, tambah Bapak Yanto.
Pak Yanto : maturnuwun pak
Setelah merasa cukup, malah saya sangat puas. Bagaimana tidak? 
Tanpa rencana malah dapat anugrah melihat sendiri situs yang sangat berharga ini.
Kami kemudian kembali ke Kantor Desa, saat Bos dan rekan diarahkan untuk shalat di masjid tiban, saya ijin shalat di desa tujuan kedua monev perpusdes ini, karena ada salah satu perangkat yang mendekat dan mengajak diskusi… --- diskusi seru.
Beberapa foto tambahan Kentengsari :



Setelah selesai kami kemudian berpamitan, ehh .. saat dimobil, tepat saat kunci starter saya nyalakan… Bos yang duduk di sebelah saya menunjukkan HPnya…. Pandangan saya terpana, “Iki lho mau ning masjid…..”
Spontan saya jawab, “Jauh gak bu?” ….
“Enggak itu dibelakang, itu tower masjid kelihatan….” Jawab beliau,
“Jalan Masuknya susah gak bu?” tanya saya.
“Ada kok….”jawab beliau
Masjid Jami Walisongo Desa Kener
Langsung tanpa ijin… (maaf bu…. Hehehe)… saya belokkan stir ke kanan dan tancap gas ke masjid…. Beliau dan teman saya ngekek…. “Kandani wong tuo ngeyel!”….
“Ya bu”, …. sambil saya memasang tampang innoncent.
Sampai di masjid, segera setelah shalat, saya minta ijin kepada pengurus masjid untuk melihat watu yang konon menjadikan masjid ini dikenal menjadi masjid Tiban.
Inilah:
Kemuncak Situs Masjid tiban Kener
Seperti sebuah struktur kemuncak sebuah bangunan… yang biasanya ada diatas. Bisa sebuah pagar atau malah bagian sebuah bangunan suci…
Saya merasa sangat beruntung, tak melewatkan Watu cagar budaya di masjid tiban ini. Bayangkan bila saya terlewat dan nunggu kesempatan lain datang ke desa Kener ini. 
Walaupun memang kemungkinan besar mudah saja, karena bulan depan layanan mobil perpusling akan ke Desa Kener. 
Namun kesalahan saya yang kerap saya lakukan ya itu…saya kurang teliti…. Sudah cukup puas ketika ada 1…. Tak mencoba lebih… (walaupun memang posisi blusukan saat ini bukan blusukan seperti biasanya = kerja tapi blusukan)
Ukiran blandar atap masjid terlihat tak biasa… karena memang sangat kuno sekali bahkan konon sejak masjid ini ada ukiran itu ya seperti itu.
Close up kemuncak di masjid Kener, Kaliwungu, 


Bersama Marbot Masjid Kener, Jami' Walisongo.

Ukiran di bagian dalam atap dibawah kubah, konon ini ukiran yang asli--dulu adalah tiang masjid ini. 
Mengingatkan saya atas ukiran yang saya temui di trowulan saat saya kesana sekitar tahun 2010.
Keunikan lain adalah… bagian kubah masjid yang lain dari biasanya. (semoga ada yang mencerahkan itu ciri dan masa apa….
“Masjid ini konon langsung berdiri tanpa diketahui orang, termasuk batu ini”, jelas Marbot, pengurus masjid yang mendampingi saya ketika menjelaskan asal usul penyebutan masjid tiban (saya lupa bertanya nama beliau.
Kubah Masjid : unik
 “Warga percaya masjid ini masih ada kaitan dengan era Walisongo”, tambah beliau.
Di perjalanan pulang, saya jadi teringat, ketika tadi malam saya menulis naskah penelusuran Watu Lumpang Doplang saya tuliskan kalimat berniat blusukan lagi… sudah sekian lama saya absen. Hmmm. 
Apakah ini jawaban? Tak bisa dilogika memang. Ditengah berbagai kendala… ada saja jalan kemudahan untuk saya…
 Terimakasih kepada para pembaca…. Support dan apresiasi menjadi sebuah nilai tak terkira bagi semangat saya. 
Matursembahnuwun...

Salam pecinta Situs dan Watu Candi.
“Pelajaran yang berharga hari ini yang saya dapat adalah, sebuah keinginan kadang menjadi pertanda … syaratnya kita tulus.”Sampai ketemu di kisah penelusuran yang lain… segera…. (akan ada kisah yang menohok rekan yang selama ini pelit informasi… hahahahaha…. Saya mulai tertawa jahat. Semoga rencana berjalan sesuai keinginan)

#hobikublusukan