Tampilkan postingan dengan label struktur. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label struktur. Tampilkan semua postingan

Senin, 18 Januari 2021

Mengungkap jejak Candi Gondang di Gondang Ngisor, Ngadirejo Temanggung

Candi Gondang
           Selasa, 19 Januari 2021, lanjutan Blusukan Silaturahmi di Pecinta Situs Ngadirejo dengan akun IG : @Ahmadfathulmub, Setelah Mampir di Yoni dekat rumah beliau : Yoni Merah Gondang Lor
    Perjalanan dilanjutkan destinasi selanjutnya. Masih membonceng Mas Fathul, saya ngikut saja, ketika berhenti tepat di parkiran Kantor Kelurahan Manggong, pikir saya beliau perlu bikin surat. Eh.. ternyata situs berada di belakang Kantor kelurahan, di makam Gondang Ngisor. Makam ini terapit diantara Kantor Kelurahan dan Masjid Al-Mujahidin.
     Saat Menuju lokasi OCB di foto yang saya tunjukkan di Medsos beliau, saya disajikan, struktur batuan candi di salah satu makam, dmana batu candi tersebut terdapat hiasan pola/ berpelipit. Yang menunjukkan struktur tersebut merupakan bagian tepian bangunan = candi. 
Struktur Candi Gondang
    Kemudian berjalan melewati beberapa makam, sekitar 10m kemudian di dekat Masjid/ berbatasan langsung dengan dinding masjid, sampailah saya di situs dengan OCB yang ditumpuk... hehehehhe...
Candi Gondang
     Dari uraian mas Fathul, untuk posisi paling bawah, beliau mendeskripsikan itu adalah lapik arca. Dengan pelipit yang sangat sederhana, tegas nan indah walaupun tentu saja di beberapa bagian nampak aus, rusak dan berlumut. Untuk arca diatasnya perlu kajian atau mencari literatur terlebih dahulu.
Lapik Candii Gondang
     Sedangkan yang tengah, Yoni dengan ukuran lumayan kecil. dengan kondisi yang kurangn lebih sama.
          Close up leboh dekat badan Yoni, 

     Sementara Batuan berbentuk kotak menjadi bagian struktur Bangunan Candi, 
Struktur Batu Candi Gondang
     Sementara 2 batuan lagi kami duga batu baru bagian dari nisan salah satu makam. 
      Kenapa ditumpuk, saya tak begitu yakin. Tak ada yang bercerita sebenarnya. Hanya dugaan saya biar nampak bagus/ karena untuk menghemat tempat... saya mencoba berpikir memahami jalan pikiran orang yang menumpuk. 
Candi Gondang, Ngadirejo
    Positifnya berada di makam, juga berada dibelakang antor Kelurahan semoga tumpukan OCB ini aman dan terawat. (njawil Kelurahan... semoga diupayakan untuk menguri-uri, lha wong di belakang kantor dan selemparan batu saja kok... eman2!.
     Mencoba mendokumentasikan dengan Vlog, walau grogi karena bersama mas Fathul Vlogger jempolan.. hehehe... monggo channel beliau di : Fathul Ahsanaira
   Kalau saya? tentu saja sangat amatir di : 
(Proses edit)
     Maturnuwun Mas Fathul,
      Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
     Baca juga blusukan sebelum ini di link : Yoni Merah Gondang Lor Desa manggong
     Berlanjut ke destinasi ke tiga Situs 15 Batu Umpak 
#hobikublusukan

Sabtu, 18 Mei 2019

Ke Gonoharjo? Jangan Lupa berkunjung ke Candi dan Petirtaan Argosumo Nglimut Gonoharjo, Boja Kendal

Petirtaan Argosumo
     Sabtu 18 Mei 2019. Puasa bagi banyak orang memang mempengaruhi aktifitas di luar ruangan, namun bagi kami… “Ngelak-Ngelih… Wani!”. Sebelumnya saya akan bercerita dulu, layaknya intro sebuah lagu.
     Lama tidak melihat watu, ternyata berpengaruh bagi saya pribadi. Entah karena padatnya pekerjaan hingga terasa penat. Beberapakali merencanakan blusukan namun gagal terus karena berbagai hal. Padahal destinasi mudah sudah direkomendasikan oleh pak Nanang (sampai koordinatpun sudah jelas). Rasa gemas karena gagal blusukan, ditambah lagi saat sehari sebelum puasa kedatangan 2 rekan yang ‘njanur gunung’ alias ndengaren kalau di terjemahkan kurang lebih tumben Mas Eka Budi dan Mas Widjatmiko sudah didalam rumah saya plus tertawa ngekek. Sempat kaget, apakah ini mimpi (lebay)… 
Mas Widjatmiko, Saya dan Mas Eka budi
  Mereka berdua nampaknya sedikit pamer (mungkin tahu) dari Candi Argosumo plus ke petirtaan di dekatnya (saya 3 kali ke sana ga ketemu), “Sekalian padusan”, jelas Mas Eka Budi Nampak pura-pura polos…. Wkwkwkkw. --- Link Cerita Mas Eka budi : (Link Blog cerita Mas Eka Budi)
   Sampai kamis kemarin, disaat hampir putus asa (bukan melebih-lebihkan, tapi suasana hati saya memang demikian), eh... Mas Age Kharisma ngajak saya menelusuri jejak peninggalan di area Nglimut Gonoharjo. 
   Tanpa pikir panjang segera ku terima dan mencoba lobi (3 hari lobi akhirnya istri acc…. Wkwwk) juga ngajak beberapa kawan, Pak Nanang dan Mas Eka Budi, juga lempar ajakan di grup WA. Namun Akhirnya…. hanya kami, (Saya Mas Age dan Pak Nanang - Bu Nanang sing puasa Ngelak Ngelih... Wani! Blusukan)
Tiket Gonoharjo
  Sampai di Tiket box sekitar jam 14.30, Segera kami beli tiket, (18/5/2019 @Rp.12.500,-.) kami kemudian berjalan pelan menyusuri turunan tangga. Dasar tidak beruntung, kira-kira 500m jalan, eh Hp saya malah ketinggalan. Jadilah saya balik arah. Tapi pantang menyerah karena kepalang tanggung.
   Kami sepakat berjalan pelan-pelan untuk menyimpan energi. Hari ini sangat sepi, pengunjung nampaknya hanya kami berempat. Saat melewati Kolam renang, struktur kemuncak yang berada dibawah pohon kresen tak ada lagi (Pohon kresen juga telah ditebang) Baca link naskah saya saat kesini (saat struktur kemuncak itu masih ada). Semoga pihak terkait yang menyimpan. Pengelola mengamankan, bukan mebuang nya di jurang seperti banyak struktur yang terlanjur berserakan dibawah kolam renang ini. Semoga.
   Kami terus berjalan, beberapakali istirahat. Tentu puasa memang mempengaruhi laju kami. Tapi kami bertekad tetap kuat. “Ngelih-Ngelak… Wani! Blusukan.
   Di sebuah jalan menanjak, masih seperti dulu mulai ada beberapa struktur batu candi yang berserakan. Teringat cerita Mas Miko-Mas Eka tentang keberadaan Jaladwara yang terpotong (saluran air) di tempat dulu saya dan Mas Setiawan (kawan dari Kediri) saat ini memang lebih terlihat jelas. Struktur Batuan Candi di sepanjang jalan menuju Candi Argosumo :


   Di Naskah saya dulu, kami (Saya dan Mas Setiawan) sempat mereka-reka bagian saluran air ini... cek di link : baca juga ya, klik tulisan ini

   Teringat dengan cerita Mas Eka Budi, Kami kemudian mencoba sedikit menelusuri bagian lebih atas, di area datar.  Saya yakin dulu belum ada :
   Kami kemudian melanjutkan perjalanan… Sampai di Candi Argosumo, kami melepas lelah dan mendokumentasikan. 
Candi Argosumo, Boja
   Bersyukur sekali arca Ganesha yang dulu glimpang di tengah jalan saat ini berada dekat dengan (reruntuhan) Candi Argosumo. Oia lewat tulisan ini saya ingin ngajakk rekan-rekan yang peduli untuk bersama-sama (donasi) membuat papan nama plus papan peringatan BCB. Melihat tulisan Candi Argosumo yang patah ditengah rasanya miris. Ingin melakukan sendiri tapi tak mampu….
   Setelah cukup. Kami kemudian mencari dimana Petirtaan berada. “Maju arah Air Terjun 50m ambil kanan. 
Petirtaan Argosumo

   Gila!.... 3kali saya ke Candi Argosumo dan 1 kali melewati jalan menuju Air Terjun kok bisa tak mengetahui Petirtaan ini. Berarti mungkin saya kurang peka. 
   Seingat saya dulu tak ada jalan menuju petirtaan, juga di area ini rumput sangat lebat. Tapi segera move on saya kemudian mencoba merekontruksi ulang cerita Mas Miko yang menjelaskan bagaimana dugaan bentuk bangunan pentirtaan ini. Tapi memang yang pasti saling berhubungan dengan Candi Argosumo. Konon setiap ritual suci yang dilakukan, dimulai dengan bersuci di petirtaan.
   Terlihat jelas sisa tatanan struktur batu petirtaan yang masih tertata, yang memberikan gambaran imajinasi kemegahan bangunan ini dimasa lalu.



    Agak keatas, terlihat jejak longsornya tanah diarea ini. Dugaan kami, bangunan utama sudah -longsor. Atau jangan-jangan Candi Argosumo ini bangunan insitunya berada terletak di petirtaan ini? 
    Sebuah pertanyaan yang misteri jawabnya. Namun saya memang butuh pencerahan. Sambil nunggu narasi komplet dari Mas Widjatmiko.....
Age Kharisma, Bu Wahyuni, Pak Nanang  dan Saya : 
    Terimakasih kepada kawan blusukan puasa, “Ngelih-ngelak…Wani!.
    Sampai ketemu di kisah blusukan situs selanjutnya... 
Petirtaan Argosumo Nglimut Gonoharjo, Boja Kendal
Salam PecintaSitus dan Watu Candi
#hobikublusukan

Senin, 18 Februari 2019

Desa Kener, Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang : Surga situs masa lalu yang tersembunyi

Watu Kenteng Sari Desa Kener  : Lumpang

       Selasa, 19 Pebruari 2019. Kali ini tak bisa di logika… entahlah. Ceritanya di malam hari saat saya nulis kisah blusukan situs Watu Lumpang Doplang Bawen, dalam tulisan itu saya sempat menulis untuk kembali blusukan, dan membulatkan tekat untuk mengagendakan penelusuran...
Singkat cerita. Hari ini, mendadak dimintai tolong untuk menjadi driver tugas monitoring dan evaluasi perpusdes ke beberapa desa. Ada 3  Desa tujuan kali ini, yang semuanya ada di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. Yaitu berturut-turut Desa Mukiran, Desa Kener dan Desa Papringan. (ada Candi Payungan dekat area ini)
Seperti biasa saat tugas seperti ini, tak terpikirkan sama sekali untuk mencari kesempatan blusukan. Namun….. saat menuju Desa Kener, (Desa ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Boyolali-kalau tidak salah Tlatar) melewati jalan perkampungan yang tak lebar. Saya melajukan mobil dengan pelan-pelan sambil menikmati pemandangan hijaunya persawahan serta air jernih yang mengalir deras di sisi selokan di kanan maupun kiri jalan. Terbesit sedikit tanya, mungkinkah? Jangan – jangan… --- (ciri – ciri banyak air, subur dan nampaknya suasana desa sungguh adem adalah ciri-ciri yang biasanya langsung mencuatkan antena para blusuker situs untuk menelusur, mencari tempat angker atau minimal makam)… eh sesaat setelah batin muncul pertanyaan itu, gang sebelah kiri, di atas Gapura masuk tertulis dengan giant letter Dusun Kentengsari Desa Kener.
Bukan lagi menyangsikan lagu dangdut kuno, saya lupa penyanyinya yang pasti judulnya  “sebuah nama”….apa artinya?  Bagi saya sangat berarti !!! heheheh  Senyum lebar, dan tanpa sadar, setengah berteriak “Wah mesti ono situse ki!!”, saya keceplosan. Padahal disamping saya duduk Bos e….hehehehe. Untungnya beliau pengertian dan menimpali, “Ya nanti tanya pak Kades”…. Saya tersenyum tambah lebar… dunia menjadi terasa sungguh indah… hehehehhe.
Kantor Desa Kener, Kaliwungu
Sampai di Kantor Desa Kener Kecamatan Kaliwungu, sengaja masuk paling akhir, saya mencoba melongok beberapa arah, barangkali ada gumuk, atau ada pohon besar. Arah pandangan langsung mengarah pada sebuh makam dengan pohon beringin yang lumayan besar di tengah persawahan (gumuk pula)… Semangat membuncah….
Setelah tugas selesai, Bos e malah Tanya ke Pak Sekdes, tentang apakah ada peninggalan kulo di Desa Kener ini?, (Diceritakan pula peran desa Kenteng di Kecamatan Susukan, yang mengumpulkan dan membuat museum—dikolaborasikan dengan perpusdes---jadilah edukasi) dugaan saya tak meleset. Pak Sekdes Mengangguk mantap. “Ada!!!… Kalau di dusun Kentengsari ada watu Kenteng dan watu sari, sementara di dusun kener ini ada masjid tiban ”, tanpa saya minta kemudian mengalirlah cerita tentang Watu Kenteng itu, juga legenda masjid tiban.
Terus terang saya tak terlalu tertarik dengan masjid tiban, Karena Pak Sekdes menuturkan masjid tersebut tinggalan walisongo, saya fokus di watu kenteng. Dan itu adalah kesalahan terbesar saya… heheheh.
Saat beristirahat, sambil mencari strategi untuk menengok watu lumpang, eh tiba-tiba Pak Yanto penjaga Kantor desa Kener menawarkan untuk mengantar menggunakan motornya ke Watu Kentengsari.. Tak dapat kutolak karena setangah dipaksa…hahahahahha.
Setelah lewat di gang dengan tulisan Dusun Kentengsari tadi, sampailah.
Bunker : Wau Kentengsari terlindungi

"Dulu saat sesepuh masih hidup, Watu Kenteng Sari ini terawat... saat ini pun masih dikeramatkan oleh warga. Masih di jaga walaupun memang kondisinya seperti ini. Jika ada yang punya gawe (mantu) tak pernah lupa memberikan sesajen di Watu Kentengsari ini", bapak Yanto panjang lebar bercerita kepada saya. 
Watu Kenteng Sari Desa Kener  : Lumpang
Kondisi lumpang sebenarnya sudah cukup lumayan, sudah dibuatkan peneduh bahkan berbentuk bangunan tertutup total (menyisakan pintu masuk), mirip seperti bunker. 
“Karena memang begitu pentingnya arti Watu Kentengsari ini bagi warga sehingga konon warga sangat memikirkan keamanan watu kentengsari ini.
Walaupun saat ini, saat saya masuk butuh perjuangan untuk mencoba bersahabat dengan lumpur letong yang berair… becek 
(tak usah saya gambarkan bagaimana kondisi nya, apalagi baunya)…. 
Keuntungan bangunan berbentuk bunker ini malah saat di dalam ruangan saya sama sekali tak mencium bau lethong tadi. Yang ada rasanya adem, tenang. …. 
Asal kau tak mengingat di sebelah tembok luar…hahahaha.
Penampang Atas Watu Lumpang : kentengsari
Watu Kenteng sari sebagai asal muasal nama dusun ini, bisa di sebut pula sang hyang kulumpang­ atau watu lumpang.
 Sebuah media, sarana ritual yang sangat sakral yang digunakan pada masa lalu. 
Biasanya banyak sumber yang menduga jamak dipakai pada masa hindu klasik yang pernah Berjaya di Bhumi Jawadvipa ini. 
Mulai dari dipakai sebagai salah satu alat penetapan tanah sima, perdikan. (ada ritual tertentu yang memang berpusat di lumpang), ada pula digunakan sebagai ritual penyembahan dewi cri, kesuburan yang diselenggarakan pada awal masa tanam maupun masa panen. Dan berbagai fungsi lain.
Watu Sari : 8 sisi
Sementara batu yang berukuran kecil, yang menempel unik karena ada tanah yang merekatkan keduanya.. saya pribadi malah menduga ini sebuah umpak. 
umpak?
“Pihak desa berencana dalam waktu dekat akan mencoba  menguri-uri kembali. 
Watu sari (disebut demikian), saya sebenarnya hanya menduga saja ini umpak karena ada 8 sisi dan bentuk bagian bawah datar. namun saya juga menerima pencerahan...

Minimal membersihkan dan membuat akses jalan agar terlihat sari kembali”, tambah Bapak Yanto.
Pak Yanto : maturnuwun pak
Setelah merasa cukup, malah saya sangat puas. Bagaimana tidak? 
Tanpa rencana malah dapat anugrah melihat sendiri situs yang sangat berharga ini.
Kami kemudian kembali ke Kantor Desa, saat Bos dan rekan diarahkan untuk shalat di masjid tiban, saya ijin shalat di desa tujuan kedua monev perpusdes ini, karena ada salah satu perangkat yang mendekat dan mengajak diskusi… --- diskusi seru.
Beberapa foto tambahan Kentengsari :



Setelah selesai kami kemudian berpamitan, ehh .. saat dimobil, tepat saat kunci starter saya nyalakan… Bos yang duduk di sebelah saya menunjukkan HPnya…. Pandangan saya terpana, “Iki lho mau ning masjid…..”
Spontan saya jawab, “Jauh gak bu?” ….
“Enggak itu dibelakang, itu tower masjid kelihatan….” Jawab beliau,
“Jalan Masuknya susah gak bu?” tanya saya.
“Ada kok….”jawab beliau
Masjid Jami Walisongo Desa Kener
Langsung tanpa ijin… (maaf bu…. Hehehe)… saya belokkan stir ke kanan dan tancap gas ke masjid…. Beliau dan teman saya ngekek…. “Kandani wong tuo ngeyel!”….
“Ya bu”, …. sambil saya memasang tampang innoncent.
Sampai di masjid, segera setelah shalat, saya minta ijin kepada pengurus masjid untuk melihat watu yang konon menjadikan masjid ini dikenal menjadi masjid Tiban.
Inilah:
Kemuncak Situs Masjid tiban Kener
Seperti sebuah struktur kemuncak sebuah bangunan… yang biasanya ada diatas. Bisa sebuah pagar atau malah bagian sebuah bangunan suci…
Saya merasa sangat beruntung, tak melewatkan Watu cagar budaya di masjid tiban ini. Bayangkan bila saya terlewat dan nunggu kesempatan lain datang ke desa Kener ini. 
Walaupun memang kemungkinan besar mudah saja, karena bulan depan layanan mobil perpusling akan ke Desa Kener. 
Namun kesalahan saya yang kerap saya lakukan ya itu…saya kurang teliti…. Sudah cukup puas ketika ada 1…. Tak mencoba lebih… (walaupun memang posisi blusukan saat ini bukan blusukan seperti biasanya = kerja tapi blusukan)
Ukiran blandar atap masjid terlihat tak biasa… karena memang sangat kuno sekali bahkan konon sejak masjid ini ada ukiran itu ya seperti itu.
Close up kemuncak di masjid Kener, Kaliwungu, 


Bersama Marbot Masjid Kener, Jami' Walisongo.

Ukiran di bagian dalam atap dibawah kubah, konon ini ukiran yang asli--dulu adalah tiang masjid ini. 
Mengingatkan saya atas ukiran yang saya temui di trowulan saat saya kesana sekitar tahun 2010.
Keunikan lain adalah… bagian kubah masjid yang lain dari biasanya. (semoga ada yang mencerahkan itu ciri dan masa apa….
“Masjid ini konon langsung berdiri tanpa diketahui orang, termasuk batu ini”, jelas Marbot, pengurus masjid yang mendampingi saya ketika menjelaskan asal usul penyebutan masjid tiban (saya lupa bertanya nama beliau.
Kubah Masjid : unik
 “Warga percaya masjid ini masih ada kaitan dengan era Walisongo”, tambah beliau.
Di perjalanan pulang, saya jadi teringat, ketika tadi malam saya menulis naskah penelusuran Watu Lumpang Doplang saya tuliskan kalimat berniat blusukan lagi… sudah sekian lama saya absen. Hmmm. 
Apakah ini jawaban? Tak bisa dilogika memang. Ditengah berbagai kendala… ada saja jalan kemudahan untuk saya…
 Terimakasih kepada para pembaca…. Support dan apresiasi menjadi sebuah nilai tak terkira bagi semangat saya. 
Matursembahnuwun...

Salam pecinta Situs dan Watu Candi.
“Pelajaran yang berharga hari ini yang saya dapat adalah, sebuah keinginan kadang menjadi pertanda … syaratnya kita tulus.”Sampai ketemu di kisah penelusuran yang lain… segera…. (akan ada kisah yang menohok rekan yang selama ini pelit informasi… hahahahaha…. Saya mulai tertawa jahat. Semoga rencana berjalan sesuai keinginan)

#hobikublusukan

Kamis, 25 Oktober 2018

Candi Plumbon, Grabag

Candi Plumbon, Grabag
     Kamis, 25 Oktober 2018. Kisah kedua blusukan kemisan bulan ini, setelah mampir di WatuLumpang Plumbon secara tak sengaja. Kali ini destinasi utama, “Iki gong e…. jarang wong reti!, bahkan mungkin belum terdata”, Pak nanang bercerita kepada kami saat perjalanan. Ya ini memang menjadi tujuan 'kemisan' kami yang paling utama.
Tak sampai 500m saja, sampailah kami. Tetengernya adalah bekas perikanan Lele di tengah sawah dengan gubuk bertingkat dari bambu (sangat unik) namun saya terlupa memotretnya. 
Candi Plumbon ada dibelakangnya.
Candi Plumbon, Grabag
Gumuk makam punden Kyai Sadali, warga menyebut demikian, sementara ada lagi warga yang mempercayai bahwa ini tinggalan seorang wali, entah wali apa…heheheh (yang pasti bukan wali murid seloroh Mas Dhany).
Bagi seorang seperti kami : pecinta situs, menemukan reruntuhan, sisa-sisa bangunan kejayaan masa lalu adalah sebuah kebahagiaan diatas kepedihan. Kami bahagia karena bisa menemukan hal yang menjadi konsen kami…. (terserah ya kali ini saya pakai kata menemukan..hahahaha) namun pedih hati kami ketika hanya menyisakan watu terbengkalai. Yang bahkan saat kami disini, beberapa warga yang melintas menatap aneh bin jengah kepada kami.
Kemudian menjadi paham ketika mas Dhany bertanya kepada warga yang sedang di sendang (tak jauh dibelakangnya) tentang keberadaan peninggalan lain, malah dijawab bahwa banyak orang yang ritual disini dan banyak yang terkabul. Syaratnya mandi terlebih dahulu di 7 mata air. Bukan! Bukan itu!!, bukan mistis tujuan kami! Ingin rasanya protes langsung! Tapi ya percuma….. saat itu memang belum memungkinkan untuk mematahkan mitos tersebut. Ini real sejarah…. Bukan cerita majas yang dilebih-lebihkan, relief, motif, batu kuncian toponimi daerah serta ciri geografi : berada di gumuk bisa menjadi modal pembuktian. Bahwa ini tinggalan sejarah. Bukan hanya jarene atau khayalan saja.
Close up struktur batu (yang mungkin menjadi bagian bangunan suci yang pernah megah dimasa itu :


Entahlah kapan lokasi ini berubah menjadi makam…., yang pasti di seberang jalan memang ada makam umum warga.

Batu berceceran diseberang jalan,

Ada mata air dimana-mana….,

       Beberapa Motif, relief yang masih tersisa : 

Relief Candi Plumbon
Relief Candi Plumbon
relief Candi Plumbon





















Celief Candi Plumbon

Di Candi Plumbon ini selain struktur dari Batu, juga terlihat dari tanak liat : Banono, Batu Bata berukuran Jumbo.

Banon Candi Plumbon
Bersama rekan yang masih setia dan semangat untuk turut Blusukan Kemisan

Candi Plumbon : Mas Dhany, Pak Nanang, Saya dan Mbak Laiva

Salam pecinta situs dan watu candi 
 

 


#hobikublusukan

Nb:
  • Lanjut menuju Yoni Situs Plumbon Grabag
  • Umpang Soto Sedep Jambu