Kamis, 06 Juli 2017

Penelusuran Watu Lumpang Klepu #2 : Dusun Klepu Pringapus

Add caption
Kamis, 7 Juni 2017, Setelah dari Situs Watu Lumpang di makam Mbah Gatti Klepu, Penelusuran berlanjut. Keluar dari area perkebunan karet kemudian memasuki perkampungan di sebelah kebun karet ini. 
Yaitu Dusun Klepu, Desa Klepu Kec. Pringapus. Kami (saya membonceng Lek Suryo) mengikuti saja guide kami yang memang sebelumnya pernah ke lokasi ini.
Tak butuh waktu lama, kurang dari 5 menit kami sampai di lokasi yang kedua.
Watu Lumpang Klepu #2 : Dusun Klepu Pringapus 
Watu lumpang berada di pinggiran dusun tepat di kebun palawija milik warga dan berbatasan dengan (nampaknya) villa seseorang, terlihat dari pagar tinggi dan mengelilinginya. Kondisi watu lumpang relatif lebih utuh dibandingkan watu lumpang di penelusuran sebelum ini : penelusuran watu lumpang klepu#1.
Watu Lumpang Klepu #2 : Dusun Klepu Pringapus 
 Saya tak akan membahas lagi fungsi (yang mungkin) watu lumpang. Secara fisik kondisi lumpang masih 99%. Namun keadaan sungguh memprihatinkan. nampaknya watu lumpang ini untuk 'nongkrong' ayam serta tempat yang bikin kerasan (katanya jika anak pup di rumah orang kerasan? hehehehe tertawa miris), terlihat dari warna putih di penampang atas lumpang, yang ternyata bukan jamur. 
Watu Lumpang Klepu #2 : Dusun Klepu Pringapus 
Air di Lumpang juga semakin tak membuat kami betah berlama-lama disini.  berwarna hijau dengan komposisi air yang hanya berapa persen, sisanya... (maaf saya tak tega untuk melanjutkan). Selain tentu saja Nyamuk yang banyak sekali. 
Watu Lumpang Klepu #2 : Dusun Klepu Pringapus 
 Lubang Lumpang yang terlihat sempurna. Sayangnya pemandangan ini kenyataannya tak seindah seharusnya.
Sebelum kami melanutkan Penelusuran Triple Lumpang selanjutnya berfoto lebih dulu, penelusuran Kemisan dengan Trio ini:
Watu Lumpang Klepu #2 : Salam Nyandi
Perjalanan berlanjut, Lumpang ke dua.
Salam Nyandi
Salam Peradaban

Penelusuran Watu Lumpang Klepu #1 : Makam Mbah Gatti

Watu Lumpang Klepu  : Makam Mbah Gatti
Kamis, 7 Juni 2017, Akhirnya kembali ke rutinitas Blusukan Kemisan. Dan Masih bersama rekan yang membuat patron ritual kemisan ini ada : Lek Suryo. Destinasi tujuan kami dengan minta bantuan guide Mas Dhany yang punya banyak stock triple Lumpang di area Pringapus, dan tentu saja karena masih dalam suasana lebaran, silaturahmi ke yang tua. Haghaghag...
Janjian di TB Jaya Milik beliau di Traffict Light Karangjati, saat ngobrol dan rehat menikmati kopi, tak dinyana datang lagi Mas Be tepe a.k.a mas nono', yang awalnya beliau bermaksud beli tutup pralon melihat kami dudur berjejer langsung balik kanan dan tak jadi lanjut pulang. Percakapan seru kami, dengan beliau berakhir dengan kesepakan : beberapa bulan lagi berencana jelajah "Medang Kamulan" Blora area. 
Mas Be te pe : Janji = Utang lho.... Saking serunya ngobrol, kami terlupa untuk foto bersama! 
Sayangnya beliau janjian dengan seseorang, jadi tak bisa turut bersama kami. setelah suguhan wajib (kopi) di TB. Jaya tandas, meluncurlah kami menuju arah Pringapus.
Watu Lumpang Klepu #1 : Makam Mbah Gatti
Menuju arah Pringapus, pertigaan Klepu kami ambil kiri, kira-kira 300m sebelah kiri di pinggiran dusun ada jalan tanah berbatu, kami masuk menyusuri area kebun karet. Sekitar 100m sebelah kiri ada jalan setapak yang menurun, kemudian melewati sawah (uniknya sawah ini berada di kelilingi kebun karet di sisi kiri, sementara di kanan lahan yang penuh pohon Jati).
Watu Lumpang berada di area Makam Keramat Mbah Gatti, seorang warga yang sedang “tunggu manuk”, alias menunggui masa panen padi dari serangan burung, saat kami tanyai geleng kepala perihal sejarah atau legenda Mbah Gatti ini. Semoga salah satu yang membaca tulisan ini yang mengetahui berkenan membagikan….
Kondisi Watu Lumpang hanya penampang atasnya saja yang terlihat, bagian bawahnya terpendam di dalam tanah. 
Watu Lumpang Klepu #1 : Makam Mbah Gatti
Dengan Bentuk yang sudah tak beraturan lagi. Umumnya lumpang berbentuk Bulat Presisi ataupun kotak dengan pola hiasan tertentu.
Watu Lumpang Klepu #1 : Makam Mbah Gatti
Dibeberapa literatur menjelaskan, tentang kemungkinan berbagai fungsi Watu Lumpang. Watu lumpang yang khas, ada relief ataupun inkripsi dan dilengkapi dengan struktur kuno yang lain biasanya dibuat sebagi tetenger  penetapan sima.
Watu Lumpang Klepu #1 : Lubang lumpang
Fungsi yang lain sebagai alat untuk mempersiapkan sesajen untuk berbagai ritual penyembahan masa lalu, sedangkan secara luas dan umum fungsi Lumpang yang biasa hanya sebagai alat untuk menumbuk biji-bijian atau bahan makanan.
Video Penelusuran :

 Penelusuran Kemisan dengan Trio ini:
Watu Lumpang Klepu #1 : Makam Mbah Gatti


Perjalanan berlanjut, Lumpang ke dua.

ssdrmk
Salam Peradaban


Penelusuran Watu Lumpang #3 : Sruwen, Bergas Kidul Kec. Bergas.

Watu Lumpang
      Kamis, 6 Juni 2017, lanjutan dari Penelusuran ke Watu Lumpang Klepu #1 dan #2 yang masuk area Kecamatan Pringapus. Watu Lumpang destinasi yang ketiga masuk wilayah Bergas. Berada di lereng Ungaran beberapa situs ternyata disekeliling Watu Lumpang yang menjadi sasaran kami ini. 
Watu Lumpang
     Punden di Makam (belum saya telusuri), Situs Pakopen, Situs di Srumbung Gunung, dan banyak lagi bila perimeter lebih luas lagi. 
     Yang menjadikan simpulan dari beberapa literatur tentang pernahnya perpindahan Kutaraja dari kawasan Dieng ke Lereng Gunung Ungaran semakin terang.
       Setelah minta ijin kepada pemilik rumah, dimana Watu Lumpang ini berada. segera kami mendokumentasikan detailnya.
      Saat kami disini, beberapa warga melongok aktifitas kami, karena saking penasaranya, ada salah satu warga yang mendekat dan bertanya perihal aktifitas kami.
     Kondisi Lumpang seperti yang terlihat. Tak ada yang peduli. bahkan sekedar memberikan pelindung. Seringnya selalu acuh, "Halah mung watu koyok ngono, kanggo opo, ra penting", kata-kata yang sering kami temui saat ngobrol dengan warga perihal keberadaan watu lumpang. 
       Padahal, konon katanya watu lumpang pada masa itu memiliki kedudukan istimewa, ada yang digunakan untuk media penetapan tanah sima, ada pula yang dipakai untuk ritual tertentu dan ada yang digunakan untuk mempersiapan sesajen. Atau hanya dipakai untuk menumbuk biji-bijian bahan makanan warga jaman dahulu.
Penampang Atas Watu Lumpang Pakopen
Lebih dari itu, Watu lumpang ini adalah hasil karya olah karya dan rasa orang jaman dulu, leluhur. 
Kondisi secara keseluruhan, watu lumpang 75%. namun masih terlihat jelas walau terlihat kerusakan sehingga tidak terlihat bulat presisi lagi.
     OOO..., Watu lumpang itu memang sudah ada sejak jaman dulu. tak ada yang tahu dari jaman apa. Dibawah sana, di teras rumah ada Lumpang juga namun sudah dibalik kemudian di plester", cerita Beliau (yang tadi penasaran), sambil telunjuknya mengarah yang dimaksud.
     Sudah dibalik, di Plester semen juga... eh (maaf tak ada gambar), diatas lumpang yang ditunjukkan Bapak tersebut ada keset.... lengkap pula!
       Penelusuran kali ini usai, karena tentu saja durasi membatasi kami. Sampai ketemu dengan penelusuran di lain waktu, lain lokasi dan SALAM NYANDI!

Salam Peradaban

Kamis, 29 Juni 2017

Silaturahmi Lebaran 1438H di Grabag Magelang : Tak sengaja melihat dengan Yoni di rumah Pak Lek

Yoni 
     Cerita kali ini sungguh diluar dugaan, setelah sekian lama absen penelusuran situs (karena puasa; biasanya medan berat takut mokah---). Bersama keluarga, Bapak Ibu, Kakak Adik dan semua keponakan. Lebaran Hari ke 5 kami bersilaturahmi ke rumah Pak Lek di daerah Grabag Magelang.
     Mohon maaf karena sesuatu hal lokasi detail tak saya sertakan karena alasan tertentu.
     Kurang lebih dua jam perjalanan kemudian, alhamdulillah cukup lancar. Sampailah kami di Rumah beliau. Suasana yang masih asri dan alami apalagi pemandangan hamparan sawah dan Gunung Andong di depan rumah membuat saya pribadi yang memang mengusulkan keluarga saya untuk bertandang ke Rumah Pak Lek kami ini.
bahagia itu sederhana : memancing di kolam
           Setelah sampai dan bersalam-salaman, kami menyebar di penjuru sudut rumah beliau, sawah kolam, gazebo, sawah dan pendopo. Saya ngikuti anak (Jagad-Bhumi) bermain di kolam ikan. Sembari memancing. 
     Hampir 2 jam kemudian, saat ngikuti anak- yang jalan keliling area rumah, sampai di pendopo, yang terletak di sisi kiri bangunan utama (depan rumah ada bengkel), pendopo terpisah disisi kiri pinggir jalan tepat memandang Gunung Andong. 
      Dan ....
Saya terpana...
Ada Yoni!
     Kebetulan saat saya di pendopo ini, Pak Lek mendekat, "Oh itu Yoni yang dulu di pasrahke warga untuk ku rawat, awalnya di batas desa dan kondisinya memprihatinkan, tak terurus bahkan pernah akan di 'gepuk'", jelas beliau.
    Terlihat jelas memang usaha perusakan Yoni ini, sehingga penampang atas Yoni tak kelihatan sama sekali. Nampaknya bagian atas hampir 30% Yoni ini sudah hilang dirusak. Entah di zaman apa. 
     Lubang lingga berbentuk Kotak, namun sudah tak presisi lagi.
Untuk dimensi ukuran, karena sambil momong sehingga tak sempat saya ukur.
    Bekas tonjolan sisi depan yoni, yang disebut cerat juga masih terlihat jelas.


    













Disekeliling badan Yoni hiasan masih sederhana.
"Aku malah meh dipasrahi maneh 3 Yoni di beberapa makam oleh warga dusun sebelah, biar ada yang ngrawat kata mereka", tambah Pak Lek.
    Ya Pak Lek saya ini memang luar biasa unik, perjuangan nya sungguh menginspirasi saya. 
   Ceritanya begini, (kurang lebih)  karena beliau bercerita sudah beberapa tahun yang lalu.




Saat itu...
    Selepas masa SMA, Pakdhe keluar rumah tanpa pamit 'minggat' bahasanya, karena ingin sekali hidup mandiri. Waktu itu hanya berbekal baju dan sedikit uang saku. Bertahun-tahun hidup di jalan, di beberapa kota dan berbagai pekerjaan kasar dilakoni.     Sering tidur di masjid, di rumah kosong ataupun dimana saja. "Tapi paling sering aku ki turu ning kuburan sing angker", cerita beliau. "Dudu golek nomor atau pusaka, pikiran ku pas jeh nom biyen ki neg lokasi jare wong angker mestine sepi ga no menungso sing ganggu, kan aku seneng tempat sepi gawe nenangke pikiran karo mersudi ati", tambah beliau. Beliau sudah tidur di  ratusan tempat angker dan makam, serta terbiasa tahu batu berwujud arca, lumpang, yoni, nandi ataupun ganesha. 
      Menjadi kernet Bis malam, usaha beliau yang terakhir inilah yang membuat kemampuan otodidak beliau terlihat dan menjadi jalan hidup. Singkat cerita, selain kepintaran yang diatas rata-rata juga seringnya laku prihatin juga tidur ditempat angker (kata orang = Pak Lek menegaskan, itu hanya kata orang, kita harus percaya Gusti Allah), akhirnya beliau menjadi kepala bengkel salah satu armada Bis Malam yang cukup terkenal waktu itu.     
     Saat sudah cukup mapan, beliau kemudian mencari lokasi untuk membuat rumah. (Yang kami kunjungi ini). Kemudian baru pulang bertemu orang tua kandung beliau setelah mendapatkan calon istri.  
   
      Beberapa tahun yang lalu ketika saya bertandang kerumahnya, "ngangsu kawruh", selain saya bercerita tentang hobi saya menelusuri jejak peradaban ini juga tanya informasi keberadaan Yoni di Area Grabag ini. Pesan beliau hanya satu untuk bersungguh-sungguh karena ini hasil olah karya budhi leluhur jadi jangan dilupakan dan paling penting ojo lali marang gusti Allah. "Neg jare wong angker, berarti ono Yoni ne" kata beliau waktu itu sambil tertawa.
       Sebelum pulang, kami sempatkan berfoto bersama dulu, formasi komplit.
Formasi Komplit
 Karena janji beliau kepada masyarakat untuk ikut merawat, nampaknya tak berapa lagi Yoni ini akan kedatangan teman. hehehehe. 
     Semoga saya bisa jadi saksi.


 Salam Peradaban

Minggu, 18 Juni 2017

Menelusuri Jejak Situs Makam "Budho" di Dusun kaliglagah Desa kalibeji Tuntang

Makam Budho, kaliglagah, Kalibeji Tuntang

Senin, 19 Juni 2017.
Beberapa hari sebelumnya, saya mencermati  postingan dari rekan Pak Nanang dan Lek Wahid di grup facebook tentang hasil blusukan nya. Yang terbesit hanya “saya sepertinya sering lewat dan tahu tempat ini dimana. Namun tak berpikir lebih lanjut. 
exit tol salatiga
Barulah hari ini bersama rombongan kantor dengan mengunakan mobil perpusling. Tujuannya ingin mengambil janur (daun kelapa muda) yang ingin kami pakai untuk kegiatan esok paginya di perpustakaan, Sambil menikmati pemandangan exit tol Salatiga yang baru saja di buka untuk pemudik. 
Dari exit tol Salatiga, melalui Tingkir kami menyusuri jalur lingkar Salatiga, kemudian perempatan … ambil kiri. Kira-kira 10 menit kemudian sampailah kami di desa Kalibeji (dimana banyak situs :Situs watu gentong, Lingga di Poskamling , Mahakala Kalibeji, Nandi Kalibeji, dan saya yakin masih banyak lagi yang belum sempat saya telusuri), tepat jalan turunan setelah makam, kami kemudian masuk gang  sebelah kanan. Di pintuk masuk gang ada petunjuk menuju dusun Gentan.
Singkat cerita, setelah mengambil keperluan kami, kemudian kami berencana balik menuju kantor dan mengambil arah melewati jalur Lingkar Ambarawa. Namun tepat saat mobil perpusling keluar dari gang, pandangan mata saya seperti tertarik pada satu lokasi, di seberang jalan. Saya yang duduk di depan melihat dengan jelas
Situs Makam Budho, terletak persis di pinggir jalan
Ya itu watu candi yang kemarin ditelusuri rekan!
Kaliglagah, : Makam Budho
Menurut rekan saya, yang kebetulan duduk disamping saya, masa kecilnya tinggal di dekat lokasi ini, situs ini diketahuinya dengan sebutan “Makam Budha”, dengan dikelilingi pohon ‘Belu’ yang sangat besar.
Situs Kaliglagah

Pohon Belu tersebut, saking besarnya, tiga orang bergandengan tak cukup mengelilinginya. Banyak pula hewan Luwak kembang. Dulu watu candi tersebut cukup banyak, saat ini mungkin hanya tinggal 1% saja”, kata beliau.
Karena keramat, anak-anak kecil tak ada yang berani bermain disekitar tempat ini. Dulu masih banyak yang ritual dan menyepi di lokasi tersebut, sisa - sisa pembakaran kemenyan sangat banyak”, ungkap beliau.
Situs Kaliglagah
Berbagai kemungkinan mengenai bentuk situs ini. Bila masyarakat mengenal dengan Makam Budha, apakah dulunya situs ini adalah bangunan suci umat budha –dengan cirri keberadaan stupa – Namun lengkungan-lengkungan struktur batu yang membentuk stupa tak secara detail saya lihat lagi, hanya batu kotak dan satu kemuncak yang nampaknya ditata sedemikian rupa hingga membentuk makam. “Dulu banyak watu melengkung, ada reliefnya. Batu-batu itu, seingat saya penataannya dulu tak seperti itu. Banyak tumpukan namun ditengahnya seperti maesan”, tambah beliau. Menambah penasaran saya pribadi.
Kemuncak yang menjadi 'patokan' makam. = situs yang dipermakamkan?
Kemuncak : Situs Kaliglagah
Situs yang berada di dusun kaliglagah Desa Kalibeji kecamatan Tuntang ini benar-benar membuat saya menyesal, karena terletak dipinggir jalan… kenapa sampai saya berulang kali melewati tapi tak menyadarinya. Entah blusukan, penelusuran situs atau layanan perpusling. Entahlah mungkin memang belum saatnya.
Beberapa Pola Struktur Batu yang terlihat jelas : 
  

Bukti ini adalah jejak peradaban, bukan hanya sebuah makam, mitos atau bahkan legenda. Terlihat jelas adalah pola di watu watu tersebut. Ada Kuncian, Lekukan presisi dan masih banyak lagi.

Salam Peradaban.
Kaliglagah, Kalibeji Tuntang

Jumat, 26 Mei 2017

Menelusuri Jejak Peradaban di Area PTPN Jatirunggo Pringapus : Makam Mbah Cogeh

Situs Makam Mbah Cogeh : Jatirunggo Pringapus
          Jumat, 26 Mei 2017. Berawal dari postingan foto hasil Blusukan rekan yang sangat menarik hati karena ada potongan arca Rsi Agastya,, kemuncak (ratna pada candi hindu), yang dipermakamkan serta struktur batu candi (dan beberapa watu lumpang). Segera, mumpung belum Puasa Ramadhan pikir saya, mencari waktu longgar ditengah padatnya agenda. Bersyukur sekali saat Mbah Eka WP konfirmasi bersedi ngantar sekaligus mboncengke. Janjian di perpustakaan Ungaran, kemudian kami meluncur ke Pringapus, terlebih dulu singgah di Rumah Bapak Zaini (Juga Pelestari Cagar Budaya), yang kebetulan rumahnya di samping PTPN Jatitunggo. Surprise!, ternyata dirumah bapak zaini menunggu dengan tenang dan damai (baca=menghabiskan suguhan) si teman lengkong Eka B dan rekannya Mas Nur (Salam kenal mas!). 
       Saya baru pertama ini face to face dengan beliau, yang ternyata penuh kejutan. Maaf tak bisa kami ungkap di sini... Biarlah menjadi pengalaman berharga bagi kami. "Biar bisa masuk ke area PTPN, Pak Zaini adalah kuncinya", jelas Mbah Eka. "Biar pengalaman kita saat penelusuran situs di PTPN Getas Pabelan tak terulang", tegasnya lagi. Saya mengangguk, teringat pengalaman buruk waktu itu : baca saja link diatas.
      Benar saja, Kami tak ada halangan berarti, birokrasi feodal tak menakuti kami lagi dan langsung menuju destinasi kami : Makam Mbah Cogeh 
Makam Mbah Cogeh
       Saat kelambu dibuka, saya langsung disuguhi kemuncak (ratna) candi hindu yang sudah di 'permakamkan'. 



      Dari informasi yang saya terima, bangunan sinder, yang berada di area tertinggi dari bukit (dimana PTPN Jatirunggo ini berada) banyak struktur bangunan candi yang menjadi material gedung tersebut. Salah satu yang tertinggal adalah batuan struktur alas candi yang tersebar di beberapa titik :
Batu Candi di Tangga Makam Mbah Cogeh


Struktur Batu Candi : Di Gedung Pusat PTPN Jatirunggo

Jadi Pijakan : Struktur batu candi di PTPN Jatirunggo

Keberadaan bukti bukti yang tertinggal serta ciri-ciri dimana puncak bukit umum terdapat bangunan suci masa lalu, terdapat seumber mata air, subur dan kondisi tanah yang stabil dan tentu saja tersebarnya peninggalan lain di sekitar area, dan tentu saja utara adalah gunung Suci Ungaran (dianggap suci pada masa lalu).


Perkebunan yang merupakan warisan penjajal VOC ini menjadikan menghapus jejak purbakala kuno dengan peradaban penjajah, sebenarnya ada beberapa bukti tinggalan VOC, namun maaf saya tak tertarik.

Saya pribadi yakin, Bangunan suci = candi yang  berada di area ini cukup besar/tinggi dengan bentuk kemuncak yang menjulang.



Memcoba membandingkan dengan kemuncak Candi Prambanan :




























       Mitos atau cerita tentang Mbah Cogeh tak secara eksplisif saya dapatkan, (saya nunggu komentar di naskah ini untuk pelengkap sejarah, agar tak musnah).

      Foto saya ambil hasil penelusuran sebelum saya. dengan memaksa dan tanpa ijin... wkwkwkwk
Pak Zaini, Mas Dhanny dan Mbah Eka WP, dan yang motret.
Salam Peradaban
Situs Makam Mbah Cogeh : Jatirunggo Pringapus
     Maaf ada hal yang tak sepenuhnya saya perlihatkan (saya tutupi badan saya---)... pesanan dari rekan... no publish!.
    Penelusuran berlanjut, Masih di area dekat PTPN Jatirunggo....