Tampilkan postingan dengan label Watu Lumpang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Watu Lumpang. Tampilkan semua postingan

Jumat, 28 Februari 2020

Mampir di Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik

Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik
        Jumat 28 Februari 2020. Lanjutan dari penelusuran jejak peradaban Masa Silam di Banyumanik : Arca Nandi Pedalangan, Banyumanik. Berawal dari sekitar tahun 2016, saat Lek Trist, mengupload watu Lumpang di sebuah area halaman rumah yang nampaknya empunya rumah punya citarasa seni jawa, waktu itu ada watu lumpang diantara koleksi barang kuno. Seingat saya lek trist meng upload informasi hasil ‘tak sengaja lewat’, dan bernasib baik bisa masuk. Dari informasi tersebut saya pribadi jujur saja langsung paranoid ‘pastinya susah masuk, karena pengalaman saya, nasib baik saat itu hanya milik Lek Trist, beliau berulangkali bisa masuk ke area yang cukup sulit, salah satunya di Watu lumpang yang berada di dalam pabrik kayu di daerah Campurejo Boja. Juga beberapa yang lain. 
      Ketika kami berada tak jauh posisinya dari Watu Lumpang, saya mengusulkan kepada lek trist untuk kita ari ini bertiga (Saya, Mba Erni dan Lek Trist), untuk mengulang keberuntungan itu. Kalaupun dilarang atau tak bernasib baik, yang penting sudah berusaha. 
      Dari Pedalangan, kami kemudian meluncur ke watu Lumpang, yang masih satu area Pedalangan juga, namun nampaknya sudah berganti nama jalan. Saya ga terlalu hafal jalan, tapi untuk mengingat, lumayanlah arah masih paham, mungkin bisa jadi gmaps manual.
       Karena ternyata area pedalangan ini sering saya lewati saat mudik ke Mranggen Demak. Jadi mendapatkan jawaban ketika lewat Pedalangan saya sering di ingatkan istri kok sering noleh kanan/kiri bahkan ngalamun…. Acchh!!!, atau mungkin hanya kebetulan feeling saja. 
Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik
     Kami kemudian masuk ke lingkungan sebuah rumah, yang langsung terasa suasana ‘njawani’ dari arsitektur, pendopo dan joglo. Tentu dengan banyak koleksi yang ditata sedemikian rupa menambah kesan syahdu … siapapun yang berada di sini seakan-akan kembali lagi kemasa dulu.  ditambah pepohonan cukup besar-besar. Saya yakin yang bertamu akan betah berlama-lama. 
      Kami kemudian mencari pemilik rumah untuk minta ijin. Walaupun watu lumpang yang mempesona itu sudah terlihat. Namun tanpa ijin, tentu kami segan. 
     Sayangnya Sipemilik rumah sedang tidak ada dirumah, yang ada hanya penjaga rumah (rewang)… Lek Trist yang pernah kesini, (walaupun itu sudah 2016) mencoba menjelaskan maksud kedatangan kami dengan narasi ingatan yang sepatah-patah karena cukup lama. Bahkan nama pemilik rumah-pun lupa, malah dikoreksi sama mbak-nya… namun maaf saya tak bisa menyebutnya. (siapa tahu beliau tak berkenan). 
     Setelah dipersilahkan tentu dengan pengawasan, tapi kami malah nyaman diawasi oleh mbak-nya. Karena memang tujuan kami hanya mendokumentasikan Watu Lumpang ini, tak bermaksud sedikitpun aneh-aneh. 
      Watu Lumpang 
Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik
     Kondisi cukup bagus, walau ditambahi seperti alu / alat menumbuk, tapi barangkali alu ini dimaksudkan mirip lingga. Kami Cuma bisa mengira-ira saja. 
      Pun dengan sejarah asal maupun penemuan Watu Lumpang ini. Kami tak bisa menceritakan lebih, karena tak bertemu dengan pemilik rumah, 

      Close up Watu Lumpang 
Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik
      Karena sudah durasi bagi kami, cuaca juga sudah mulai mendung kami kemudian menyudahi penelusuran Jumat berkah ini. 
     Walaupun dapat kabar dari Mba Erni kalau mas Lutfhan sudah dalam perjalanan ingin bergabung. Harapan kami semoga mas Lutfhan bisa menggali cerita dari pemilik rumah, siapa tahu bernasib baik bertemu. 
      Sayangnya (dapat cerita dari Mba Erni) nasib baik yang didapat hanya separuh, setengah nya ternyata si pemilikk rumah tidak seramah yang Lek Trist sampaikan dulu. Selain mungkin ada di waktu yang tak tepat, juga mungkin harus Lek Trist…hehehhe. Biar bernasih baik… 
     Keberuntungan kali ini berpihak kepada saya, karena bersama Lek Trist : Disuguhi Sambal Tempe Lalap Pete.. heheheheh
           Maturnuwun Mbak erni, Lek Trist... Mas Lutfhan... Sendanguwo menunggu.... heheheh
Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik
     Sampai Ketemu di penelusuran berikutnya.

#hobikublusukan 

Senin, 17 Februari 2020

Tak Sengaja ketemu Watu Lumpang Sambirejo, Bringin, Kabupaten Semarang

Watu Lumpang Sambirejo, Bringin
       Senin, 17 Februari 2020. Sama sekali tak ada pertanda perasan untuk ketemu sesuwatu saat saya ditugaskan playanan perpustakaan keliling ke Daerah Bringin Kabupaten Semarang. 
    Di awal perjalanan menuju lokasi pertama yaitu desa Kalikurmo (di desa ini dulu saya pernah menelusuri sebuah petilasan Syekh Siti Jenar dan berulangkali di ajak untuk menguak jejak kolonialisme oleh seorang rekan yang kebetulan perangkat desa.. namun memang bukan passion saya hehehhe). Tujuan yang kedua SD Sambirejo Bringin. Setelah dari SD, sebelum perjalanan kami lanjutkan, partner saya (Mas Teguh ) entah kesambet apa tiba-tiba nawari ngantar blusukan kalau ada tujuan di dekat area Bringin. 
Berada di depan rumah warga : Watu Lumpang Sambirejo, Bringin, Kabupaten Semarang
      Eh.. tepat saat nawari tadi pandangan saya beralih ke kiri jalan, dan langsung bersirobrok dengan sesu’watu’. Watu Lumpang!
     Saya langsung histeris berteriak, “Stop, kita mundur, Ada Watu Lumpang”, jelas saya. “Salahe mau ngejak blusukan”, tambah saya lagi sambil tertawa. 
Watu Lumpang Sambirejo, Bringin, Kabupaten Semarang
     Mas Teguh bingung, “Ono Watu?”, tanyanya. Tak saya jawab, karena langsung buka pintu mobil saya segera turun dan mohon ijin kepada warga yang kebetulan ada di dekat rumah. 
     Berada di depan rumah, Watu lumpang ini berbeda dengan biasanya lumpang biasa (tidak kuno). Bila yang biasa berbentuk kotak cenderung prisma. Ini berbentuk sedikit kotak dengan penampang atas ada pembatas tipis dibagian tepi. Berbeda dengan watu lumpang modern dimana penampang atas pembatasnya relatif kaku. 
Watu Lumpang Sambirejo, Bringin, Kabupaten Semarang
     Watu lumpang yang digunakan sebagai ritual permulaan masa tanam menempati posisi spesial bagi sarana ritual di masa agraris saat zaman Hindu klasik/kuno. 
      Tak banyak yang bisa saya korek informasi sisik melik tentang watu lumpang ini. Warga yang saya minta ijin tadi ternyata sudah pergi ke ladang. 
       Walaupun berada di pinggir jalan, saya yakin bahkan warga Sambirejo pun mungkin tak ada yang tahu ada watu lumpang kuno desa mereka. Semoga dilain waktu saya bisa ketemu dengan si empunya rumah. Agar bisa tahu sejarah dan kemungkinan “nguri-uri” Watu Lumpang ini.
      Semoga Watu Lumpang Sambirejo, Bringin ini tetap lestari. Bukti jejak peradaban masa silam.
Partner Blusukan Tak Sengaja : Watu Lumpang Sambirejo, Bringin, Kabupaten Semarang
    Bersama Partner ini pula saya dulu pernah juga tak sengaja bertemu dengan Yoni Santren Wonokerto Bancak (Coba ya baca juga kisah serunya) 
     Salam pecinta Situs dan Watu Candi 
Watu Lumpang Sambirejo, Bringin, Kabupaten Semarang
#hobikublusukan

Kamis, 23 Mei 2019

Menengok Sejenak Watu Lumpang Klowoh, Lemahireng Bawen

Watu Lumpang Klowoh, Lemahireng Bawen

Kamis, 24 Mei 2019. Beberapa bulan lalu, pak Nanang memberikan titik koordinat watu lumpang yang berukuran cukup lumayan. "Pulang dari rumah teman, tak sengaja lihat watu Lumpang ini", kata Pak Nanang waktu itu. Saya kemudian menyimpan di database destinasi tersebut. Sementara, hari ini seperti yang kami rencanakan beberapa waktu lalu saat penelusuran ke Petirtaan Gonoharjo, jadwal kami adalah reresik sebuah situs di daerah Jambu. Beberapa rekan sudah bersedia, bahkan seorang pamong budaya serta satu jupel candi juga tertarik turut serta.
Saya pribadi malah 5 hari lobi 'istri', untuk blusukan sekalian bukber. Yang diluar dugaan acc tanpa syarat, alias lampu hijau. Dan sepertinya rencana akan berjalan lancar seperti harapan kami.
Namun, bagai petir menyambar ... Satu screenshoot dikirim lewat WA ke saya, pak Nanang menambahi pesan. "Gawe Reresik dibatalkan", gara gara situs tersebut ternyata keduluan orang membersihkan. Walaupun sebenarnya tidak secara tuntas, dugaan saya dibersihkan hanya untuk melihat penampang atas....  Saya gelo sekali, bagaimana tidak.... Rencana gawe Reresik batal, benda cagar budaya itu urung dibersihkan.
Karena saya terlanjur membuat planning, anak juga sudah dirumah rewang,  saya menguatkan hati untuk mencari destinasi alternatif yang bisa saya telusuri sendiri. Karena pak Nanang sepertinya saking gelo ne, beliau melampiaskan dengan  berburu di alas gunung, (saya tahu setelah ketemu istri beliau) dan tak merespon  WA saya.
Saya juga mencoba WA mas Seno, barangkali bisa jadi guide namun karena WA masih down (efek pendemo tak mau ngaku kalah=maksa harus menang) nampaknya tak terkirim.
Awalnya mau nekat lintas antar kota : Candi Bongkotan Wonosobo, yang sudah lama sekali saya impikan, namun sampai di Karangjati ada ragu dalam hati saya, sadar diri dengan kondisi fisik, slogan "Ngelih-Ngelak .... Wani!", saya kesampingkan dulu, akhirnya saat berhenti di SPBU Galpanas isi Pertalite, kemudian saya malah teringat titik koordinat yang diberikan pak Nanang. Jadilah memantapkan hati yang dekat saja.
Dusun Klowoh Lemahireng, Bawen
Untung sisa kuota kasih bisa berikan petunjuk arah di Gmaps. Saya ikuti panah dalam peta..., Sampai kemudian masuk di gerbang dusun Kluwoh Desa Lemahireng Kec. Bawen.
Dari kejauhan, Watu Lumpang sudah terlihat...
Watu Lumpang Klowoh, Lemahireng Bawen
Tak ada cerita yang saya dapat hari ini tentang watu lumpang ini, selain asal mula ditemukan oleh pekerja proyek perumahan tersebut. Kemudian beruntungnya, alat Beghu yang mengangkat tak meremukkan watu Lumpang ini. Apresiasi tinggi, saya sampaikan kepada Pimpro Perum Punsae 3... Yang masih peduli dengan memindahkan ke lokasi yang sekarang.
Watu Lumpang Klowoh, Lemahireng Bawen
Tinggal pihak desa yang ditunggu gerakannya. Watu lumpang ini bisa menjadi tetenger, sumber sejarah desa. Watu Lumpang pada masa lalu menjadi bagian tak pisahkan dari kehidupan religius masyakarakat. Salah satu fungsi lumpang digunakan sebagai sarana ritual menyiapkan sesaji untuk persembahan kepada para dewa-dewi. Lekat di daerah yang agraris. Subur.
Watu Lumpang Klowoh, Lemahireng Bawen
Dan yang paling memungkinkan untuk menangani ya pemdes dengan seluruh sumber daya yang ada termasuk Anggaran.
Saya berkhusnudzon saja, ketika Pimpro menaruh Watu Lumpang ini tepat dipinggir jalan dusun, tepat di jalan masuk bakal perumahan (Saat saya kesini masih tahap meratakan tanah). 
Tujuannya pasti ingin menarik perhatian, barangkali pihak terkait berinisiatif merawat benda cagar budaya ini. 
Atau malah pihak pengembang akan menjadikan semacam tetenger (=baca ‘monumen’) yang bisa menjadi ciri khas perumahan ini. semoga..
Terlihat lumayan besar, dan tebal Watu Lumpang Klowoh Lemahireng ini, dan relatif kondisinya masih baik. Tak berlumut, menandakan baru saja diangkat dari dalam tanah.
Watu Lumpang Klowoh, Lemahireng Bawen
Seperti Watu Lumpang yang berada di Tambakboyo Ambarawa, warga bersama-sama membangunkan khusus tempat yang layak, didekat pos kamling warga dengan taman minimalis. Ini Gambar dari Watu LumpangTambakboyo, ijin model... (semoga beliau berkenan... apa kabar kawan?)
Watu Lumpang Tambakboyo Ambarawa
Tapi, lumayan lah ketika warga masih peduli. Semoga pihak pengembang perumahan Punsae 3 ini bijaksana….
Watu Lumpang sangat mencolok,
Tapi tentu saja warga kebanyakan pasti tidak sama seperti saya/ kami para pecinta situs… Namun Harapan kami tetap ada pihak yang nguri-uri…
Semoga ada pembaca yang tahu legenda, mitos atau kepercayaan warga tentang Watu Lumpang ini dan berkenan berbagi kepada saya, agar bisa saya bagikan lewat kisah sederhana ini...
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
Watu Lumpang Klowoh, Lemahireng Bawen
Sampai ketemu di perjalanan selanjutnya,
#hobikublusukan
Nb :
Esok paginya saya ternyata kesini lagi… Setelah acara, saya janjian dengan Mas Eka Budi, pemilik Blog sesama Pecinta Situs : Ini Link Naskahnya.. https://jelajahkarungrungan.blogspot.com

Senin, 11 Maret 2019

Mampir di Watu Lumpang Pager, Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang

Watu Lumpang Pger, Kaliwungu

Senin, 11 Maret 2019.
Apa kabar kawan lama? Malam sebelum kisah blusukan ini terjadi dan bisa aku tulis menjadi sebuah cerita yang bisa saya kenang, maaf terasa agak mellow sedikit. Terus terang saya merindukan blusukan bersama kawan lama ini. 
Kantor Desa Pager Kaliwungu
Kembali ke beberapa tahun lalu, saat pertamakali saya mulai  blusukan situs, saat itu lewat FB kami berkenalan, nampaknya karena kesamaan hobi akhirnya berlanjut ke blusukan bareng. Max Trist nama kawan lama ini. 
Saya mencoba melobi untuk kembali blusukan bareng ke suatu tempat. Walaupun memang entah kenapa untuk menyamakan niat blusukan begitu susahnya, entah kenapa. Bagimanapun saya tetap merencanakan untuk blusukan. Dengan atau tanpa kawan lama ini, walaupun tetap berharap bisa….   
Watu Lumpang Pager
Berkat Pamong budaya pula, secara tak sengaja cerita ini bisa tejadi, berawal dari Mas Bram senior di fakultas sastra (tapi beda jurusan), beberapa hari yang lalu, bertanya kemungkinan layanan perpusling (baca ditempat) saat rangkaian kegiatan HUT Kabupaten Semarang di Desa Pager Kecamatan Kaliwungu kabupaten Semarang. Lewat WA, tentu saja ku respon bahwa perpustakaan siap. 
Apalagi bisa berpartisipasi dalam rangkaian kegiatan HUT Kabupaten Semarang ini. Singkat cerita. 
Setelah apel ternyata saya mendapatkan dispo surat permohonan layanan perpusling tersebut.
Bersama rekan, ternyata sama-sama tak mengetahui lokasi dimana kegiatan itu diselenggarakan. Ditambah surat tertinggal di meja. Alhasil, menuju desa Pager sempat bertanya 2x kepada warga. Kemudian bertanya pula ke Kantor Desa Pager dimana kegiatan HUT Kabupaten Semarang dilaksanakan.
Singkat cerita, setelah layanan selesai, kemudian kami balik ke Kantor desa Pager untuk meminta kelengkapan surat tugas kami, eh tepat saat mobil perpusling masuk gerbang desa…..  Sumpah serapah, menyesal … kenapa pandangan saya pas datang di pagi sebelumnya tadi gak melihat ini….
Watu Lumpang Pager
Ya Watu Lumpang….. 
Watu Lumpang Pager
Bahagia tiada terkira…. , sekali lagi niat blusukan eh tanpa sengaja dihadapkan dengan indahnya  Watu Lumpang. 
bersama perangkat desa Pager (saya lupa namanya)
Tanpa harus merencanakan perjalanan, bisa nulis kisah penelusuran situs purbakala.
"Sejak saya kecil, posisinya memang sudah disitu”, jelas salah seorang perangkat yang menemani saya. Kebetulan saat saya bertanya ke dalam kantor desa, dan memastikan apakah itu Watu Lumpang perangkat tersebut mengganggukkan sambil berjalan keluar, nampaknya berniat menemani saya. Sambil bercerita.
Namun sayang sekali, posisi watu lumpang ini sudah tertanam sekitar 75%, sehingga jika orang awam… terutama generasi muda tak akan ngeh jika ini watu lumpang yang pada masanya (dulu) pernah menjadi sebuah media sakral di beberapa ritual yang lekat dengan kehidupan pada masa itu.
Watu Lumpang Pager : separuh tertanam di plesteran
Ada Watu Lumpang yang digunakan sebagai sarana ritual penetapan Tanah perdikan,kalau yang watu lumpang ini spesial.... bisa ada inripsi atau tanda lain, sementara watu lumpang pada umumnya digunakan untuk ritual persembahan dewi sri, atau ritual keagaman lain. Ada lagi untuk menumbuk biji-bijian sebagai bahan makanan. 
Namun saya tentu menerima pencerahan dari para ahli arkeologi tentang fungsi Watu Lumpang ini dimasa lalu dan ketika keberadaan waktu lumpang ini membuktikan fakta apakah sebenarnya....
Watu Lumpang Pager
Semoga kisah ini (walau saya sedikit bermimpi) bisa menggugah para generasi muda Desa Pager untuk  nguri-uri  tinggalan leluhur mereka. 
Sekaligus menyadarkan pemerintahan desa, ada tetengar desa yang terlantar dihalaman. 
Hanya butuh sedikit perhatian, diangkat…ditempatkan di lokasi yang layak… bisa menjadi penanda sejarah, literasi sejarah warga… semoga.
Salam Pecinta situs dan watu candi.
#hobiku blusukan

Jumat, 01 Februari 2019

Mampir di Watu Lumpang Doplang, Bawen


Jumat, 1 Februari 2019. Akhirnya bisa lagi, setelah cukup lama menunda membagikan kisah awal Pebruari ini. Banyak kendala (alasan) mulai dari semakin tak kondusifnya situasi dan kondisi, juga logistik yang cukup terbatas. Belum lagi destinasi yang entah kenapa saya semakin langka saja mendapatkan informasi. Mungkin saya memang kurang baik, sehingga dampaknya kembali lagi ke saya dengan pelitnya informasi… heheheh maaf. Tapi saya bulatkan tekad, untuk Blusukan ‘must go on’… beberapa rencana yang sempat tertunda harus kuwujudkan.
'Kadang yang tak terencana malah menghasilkan', quote saya untuk kisah ini. Bagaimana tidak. Secuilpun niat saya gak punya untuk ingin blusukan. Karena tujuan awal saya di  Jumat ini adalah ke Sekretariat Komunitas Dewa Siwa (Komunitas Pecinta SItus dan WAtu Candi, untuk memantapkan planning membuat perpustakaan komunitas di rumah Pak Nanang Klisdiarto, Berokan Bawen.  
Namun ternyata saat ngobrol, kedatangan pula personel lain : mas Seno. Ngobrol ngalor ngidul kemudian mengambil property di beberapa lokasi, setelah itu Pak Nanang menawari kami untuk menengok Lumpang di ‘belakang rumahnya.
Saat mendengar kata belakang rumah Pak Nanang ada Watu Lumpang, seketika saya menyumpah serapah (bukan memaki---karena takut kuwalat) namun tertawa…. Kenal hampir 10 tahun tapi belakang rumah kok malah di-“imbu sampai mateng, ki pie to pak!”, sesal saya. Pak Nanang hanya terkekeh.
Dari arah Ambarawa, kami kemudian berbelok ke Kiri tepat di gang sebelum rumah Pak Nanang yang sekaligus adalah Warung Bakso Pak Kemang Berokan, Ini Bukan endorse atau pun iklan. Tapi memang kebetulan kalau blusukan makanan wajib kami adalah mie ayam plus es teh… rencana kami juga (saya ngaku sebagai provokator) mendirikan perpustakaan komunitas di Salah satu sudut di Warung Bakso-Mie Ayam Pak Keman Berokan. Tujuan kami tentu saja edukasi, menjadi sekretariat plus jujugan mencari sumber data/pengetahuan tentang situs dan segala hal yang berkaitan. Semoga bisa terwujud. Amin!.
Kira kira dari pertigaan kami berbelok kurang dari 500m, kami kemudian nitip parkir di depan salah satu warung kelontong semi modern. Kemudian mengikuti Pak Nanang di depan. Menyusuri pematang sawah. “Tapi karena cukup lama, agak lupa…. Kita cari dulu”, jelas Pak Nanang. Saya batin…. Ini terlihat sekarang faktor U memang menentukan…. Tapi saya batin, entah mas Seno mbatin juga tidak. Cukup agak lama kami memutar meneliti satu persatu petakan sawah, sempat pula bertanya pada ibu yang sedang memanen padi. Namun ternyata ibu itu malah ga ngeh  ada watu lumpang di sekitar sini --- (ternyata bukan warga asli---namun buruh panen padi).
“Terang saja kita cari ga ketemu, lha wong ditutupi damen – batang padi”, kilah Pak Nanang. Saya dan Mas Seno Cuma Ngakak.
Segera saya mendokumentasikan sambil menerima sedikit uraian cerita dari Pak Nanang Klisdiarto. Hanya segelintir sesepuh / orang tua yang tahu keberadaan Watu Lumpang ini, selebihnya abai.
Beberapa dari orang tua yang Pak Nanang temui, menyebut area ini dengan sawah sekenteng, sebuah penyebutan yang identik.
Pak Nanang dan Mas Seno : Gambar setelah batang padi menutupi watu lumpang disingkirkan...
di Lumpang Doplang
Kondisi Watu Lumpang yang malah ditutupi batang padi bekas panen, menjadikan bukti memang watu lumpang ini tak lagi mendapatkan tempat… Sunggguh sedih memang…
Sebuah kenyataan yang tak dapat dipungkiri. Tapi Kami sebagai komunitas, atau minimal saya lewat blog ini, ingin menyampaikan sebuah cerita. Bahwa Watu Lumpang Doplang ini punya sejarah panjang.
Lumpang Doplang, dibawah tumpukan batang padi
 ‘Dia’ adalah bukti telah hadirnya peradaban di ribuan tahun lalu di sekitar area ini. Ditambah beberapa titik sekitar berokan memang ada situs, seperti Arca Nandi di Pasar Sapi, Candi di Perum Mustika Candi (nama kuno dulu adalah Gumuk Candi), yang saat ini sebagian besar di bawah ketempat yang terakhir menjualnya. Konon saat ini bekas bangunan candi ada di Tower tepat ditengah perumahan Mustika Jati. Cerita yang saya dapat selain bangunan candi utuh, juga ada petirtaan, namun saat ini hilang tak berbekas, bahkan saya yakin yang sekarang tinggal di Mustika Jati Tak ada yang tahu dulu pernah megah berdiri bangunan suci di situ.
Kondisi Lumpang saat ini, terbenam dan miring :
Telat memang tak mampu mengubah keadaan, namun upaya kecil kami sebuah komunitas yang mencoba bergerak melakukan sesuatu, ataupun saya secara pribadi yang hanya berbagi lewat cerita semoga menggugah orang untuk mencoba  mempertahankan jejak cerita bukti peradaban masa lalu. Agar tak mlongo saat ditanya asal usul nama desamu.
Kembali ke Watu Lumpang Doplang, Kondisi yang sejajar dengan lumpur sawah, menjadikan memang watu lumpang ini riskan terlupakan…. Bahkan tiba-tiba hilang, rusak atau entah kemana… hanya dengan alasan…. Bila watu lumpang tak ada area ini bisa ditanami padi walaupun hanya berapa batang saja…..
Watu Lumpang atau banyak disebut sanghyang Kulumpang pada masanya menempati posisi istimewa, pada masa Hindu Klasik yang pernah bersemayam di Bumi Nusantara ini. Sebagai media pelaksanaan upacara seperti penetapan tanah sima, upacara ritual masa tanam, masa panen atau ritual lain.
ssdrmk di Lumpang Doplang
Di era kuno modern, Lumpang biasa dipakai untuk menumbuk biji…. bedanya ada Watu Lumpang yang khusus digunakan untuk menumbuk sesajen yang digunakan untuk ritual upacara suci.
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
Sampai ketemu di penelusuran berikutnya… Maturnuwun Pak Nanang dan Mas Seno…di Jumat berkah ini…
#hobikublusukan

Minggu, 04 November 2018

Watu Lumpang Kandangan : Rise of DS


Watu Lumpang Kandangan
      Minggu 4 November 2018. Penelusuran kali ini pelengkap dari Gathering Komunitas Dewa Siwa yang ingin membangkitkan kembali roh nya, “The Rising Spirit. setelah lama tenggelam dalam kekalutan. Saya sebagai salah satu anggota komunitas tersebut memang pernah menyatakan keluar sampai suasana kondusif dan ganjalan itu menjadi terurai. Harapan saya dengan kumpul bareng ini semua bisa diselesaikan.
Kumpul di Basecamp Dewa Siwa “saya menganggap demikian”, karena selain posisinya di tengah juga si empunya rumah welcome… 
Di Rumah Pak Nanang K. di Berokan Bawen, yang juga juragan MieAyam Bakso : ancer-ancer mudah adalah Kawasan Gembol, Rumah pak Nanang cukup dekat yaitu di bawahnya...hehehehe (para cowok pasti tahu Gembol itu apa : monggo search in google)






Agenda yang dibahas terutama adalah mengurai masalah dan tentu saja menyelesaikan dengan baik. Karena kami semua yang datang menganggap bahwa Komunitas Dewa Siwa telah menjadi rumah kedua bagi kami, menjadi keluarga. Bawasannya  'sedulur kui saklawase'. Walaupun memang tak semua yang seharusnya datang tak menganggap ini penting. Tapi sudahlah Dewa Siwa tetap harus terbit lagi laksana Matahari di pagi hari.
Mulai pertemuan siang hari, sekitar jam 11an, berbagai hal dibahas. Sampai kemudian terputus konsensus : Koh Singo sekarang yang menjadi Nahkoda Komunitas Dewa Siwa ini. Saya pribadi menjadi semangat kembali, semoga berkembang dan sesuai roh awal Komunitas ini.
Sudah menjadi adat di Komunitas kami, bila ada pertemuan seperti ini, diakhiri dengan penelusuran bersama. Walaupun awalnya memang tak direncanakan. Tapi kalau sudah menjadi garis ya terjadilah blusukan kekeluargaan ini.
Watu Lumpang di belakkang toko Andalan 
Saya minta maaf kepada Mas Seno (FB Sabaku Seno) yang saya tembak untuk jadi guide. hehehe. terus terang sekian lama kami mencocokkan waktu luang agar bisa penelusuran area Kandangan (domisili Mas Seno) tak jua menemukan titik temu. dan baru lah di akhir Gathering ini, mas Seno tak bisa lagi mengelak...heheheheh. Ampun kapok nggeh. "Sekalian silaturahmi mas", begitualibi kami.
Dari Berokan, kemudian melewati pasar Sapi Bawen, terus melewati Terminal Bawen kemudian pas di tanjakan langsung ambil kanan.

Langsung menuju lokasi dengan petunjuk dari Mas Seno. Lumpang yang menjadi destinasi kami ini terletak di area kebun jari warga, persis dibelakang Toko Kelontong Andalan. Tepatnya di Dusun Bulu, Desa kandangan Kecamatan bawen Kabupaten Semarang
Sampailah Kami, 
Watu Lumpang Kandangan
     "Sebenarnya, dulu sekitar 10 tahun lalu masih ada satu lagi watu lumpang tak jauh dari sini, berukuran lebih kecil namun sudah hilang entah dicuri orang atau dirusak ditempat saya kurang tahu", jelas Mas Seno. Sayang sekali memang kami telat!
Watu Lumpang Kandangan

    Kondisi Watu Lumpang Kandangan sudah memprihatinkan, banyak dempul semen di beberapa titik, sehingga malah seperti serangan jamur yang menutupi watu Lumpang.
Watu Lumpang lumayan tebal, 

Fungsi Lumpang diduga salah satunya sebagai sarana ritual wujud syukur kepada yang kuasa (atas melimpahnya hasil pertanian)

Seduluran ki guyonan bareng

Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
#hobikublusukan