Jumat, 05 Juni 2020

Blusukan Silaturahmi 1441H # Part 2 : Situs Lingga Bergas Lor

Situs Lingga Bergas Lor       
     Lanjutan dari Blusukan Silaturahmi Situs Ndompon Bergas,  Link di : https://www.sasadaramk.com/2020/06/blusukan-silaturahmi-situs-lingga.html, penelusuran berlanjut masih satu area. Saat kami bepapasan dengan warga, ternyata salah satunya kenal dengan Mas Dhany. Sangat heran, "Apa iya di dekat tempat tinggalnya ada batu kuno?"... tapi faktanya memang bertebaran (=berserakan). 
      Kurang dari 2 menit kami sampai di lokasi yang kedua, dan masih ada adegan nyasarke sik khas Mas Dhany. Tapi karena mata kami (Saya dan Mas Eka WP sudah mata watunen (mirip istilah mata hijau ketika ada uang) gak akan dapat menipu kami engkau si raja tengil. Walaupun sudah 10 meter melewatkan, tapi kami tetap berhenti tepat didepan Lingga Krajan Bergas Lor. 
Situs Lingga Bergas Lor 
      Orang awam tak akan menyangka Batu yang berdiri ini adalah jajak peradaban hindu klasik yang pernah menghuni area ini.

      Berada di depan rumah warga, Kondisi Lingga lebih baik dari yang sebelumnya. Masih utuh.
      "Dulu ada di talud, saat saya benahi ada saudara dari luar kota yang menyarankan untuk mengangkat. Karena menurutnya itu batu tinggalan kuno. Ya sudah saya angkat, karena menurut saya memang batu itu unik dan niat saya akan saya jadikan salah satu ornamen hiasan di taman yang rencana saya buat di depan rumah", jelas empunya rumah panjang lebar.
Sebelumnya memang Lingga ini menjadi salah satu batu yang tertata menjadi talud saluran air. tanpa ada yang ngeh jika ini Lingga
     Obrolan kami tentang kemungkinan - kemungkinan di sini (apakah Linga ini insitu atau tidak), merembet ke beberapa informasi situs di sekitar bergas Lor. Semoga lain waktu kami bisa menelusuri ulang informasi dari beliau. karena mungkin saja terkait dan bisa menjadi cerita yang utuh.
      Close up Lingga Bergas Lor:
Situs Lingga Bergas Lor 




























       Walaupun puncak Lingga sudah tak semulus yang seharusnya, tapi membayangkan Yoni pasangannya bagaimana bentuk dan besarnya cukup membuat angan angan kami tinggi membayangkan keindahan karya nenek moyang.
Situs Lingga Bergas Lor 

     Kami  meyakini Lingga ini berasal tak jauh dari lokasi Lingga sekarang. Kondisi kontur alam memungkinkan.
      Dan perjalanan Blusukan silaturahmi 1441H masih belanjut ke destinasi yang ketiga. (Bersambung)
Mas Dhany, Saya dan Mas Eka WP
      Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
#Hobiku Blusukan

Blusukan Silaturahmi 1441H part 1 : Situs Lingga Dompon Bergas Lor

Situs Lingga Ndompon Bergas Lor
      Jumat, 5 Juni 2020. Ketika persahabatan blusukan dipaksa  social distancing - physical distancing selama masa pandemi, ditambah adat silaturahmi lebaran membuat banyak orang termasuk saya seperti ranjau yang diinjak, siap meledak. Saya terakhir blusukan situs sekitar 3 bulan  lalu yang menjadikan 'harus hari ini' kalau tidak  ranjau bisa booooom!!! .. heheheh. 
Dhany Putra
Berawal dari kiriman gambar mas Dhany yang berpose santuy (sandaran kaum ambyar) dengan Lingga, jiwa blusukan saya seketika bergejolak, segera saya menghubungi rekan yang merespon unggahan mas Dhany. dan ternyata sama, Mas Eka pun kangen blusukan. 
    Apalagi clue  mas Dhany menambah semangat kami. "Daerah Bergas, cuman belakang toko!", jelas Mas Dhany. (Beliau Juragan e TB Dhany Putra Traffict Light Karangjati). 
      Seketika memori kami langsung teringat bejibun situs terserak di sekitar area yang ditunjuk mas Dhany itu, dan hanya sebagian kecil yang sudah saya telusuri. Baik sendiri, atau bersama rekan komunitas Dewa Siwa. 
       Beberapa diantaranya situs Silowah, Situs Kalitaman, Situs Sawah Reco, Arca Mbah Dul Jalal, Beberapa situs watu lumpang. --- ada di blog ini - search saja di kolom pencarian di kanan atas mu.
Nginting sik
     Tak menunda, esok paginya kami langsung meluncur menuju rumah Mas Dhany, walaupun diminta siang namun kalau siang durasi membatasi kami, jadilah jam 10 an kami sampai. Karena konon WFH, eh jam 10 baru bangun, OMG!!. salah satu enake Bos yo ngono. Tak ketemu lama menjadikan bahan ngobrol ngalor ngidul tiada habisnya, apalagi didukung ketersediaan turbo (turahan bodho) yang terjamin. Plus kopi-wedang uwuh dan tembakau lintingan, lengkap sudah. 
    Setelah Jumatan, memakai masker, membawa hand sanitizer kamipun siap meluncur ke tujuan. Tak membutuhkan waktu yang lama, namun bukan Mas Dhany kalau tak ngerjani dulu, kami diarahkan untuk mengikutinya, muter-muter dulu, padahal gang yang seharusnya lurus sudah sampai, jadi hati-hati dan waspada tetap awasi pandangan, bila guide blusukan mu Mas Dhany. 
     Karena pasti pura-pura belum sampai, setelah terlewati... ngakak model kuntolanak akan keluar. Kami cuman mengeluh pelan, namun tetap dalam hati dendam pasti terbalaskan, bahkan lebih kejam, suatu saat, kami yakin.... hahahhaha... finnaly sampailah kami.
Lingga di Ndompon Bergas Lor
           Berawal dari jalan tak tentu arahnya mas Dhani, saat bosan di rumah, katanya sambil jalan pulang silaturami ke saudara (hanya 1 saudara namun jalan seperti mencari kitab di barat), dari ungaran entah kok bisa nyasar sampai sini Ndompon, tapi berkat seperti itu cerita ini bisa saya tulis.
       Berada di pekarangan Bapak Basori, dusun Ndompon, Bergas Kidul lingga ini berada. "Sebelum saya tempatkan disitu, dulunya menjadi talud depan rumah, saat perbaikan talud tersebut saya putuskan untuk mengangkat. Karena saya merasa  eman dengan watu kuno tersebut. Konon sudah ada sejak sebelum mbah buyut saya", jelas beliau panjang lebar.
Situs Lingga Dompon Bergas Lor
    Namun sisik melik sejarah tak ada yang tahu, bahkan ibu Bapak Basori juga hanya menyebut bahwa Lingga ini tinggalan kuno.
     Kondisi Lingga juga sudah sedari dulu tinggal separuh bagian bawah saja. Tak ada yang tahu sejak kapan berwujud seperti itu. 

     Selain lingga, ada satu batu struktur candi yang kami duga awalnya berbentuk kotak, dan mungkin ada kaitannya dengan lingga ini.
Ndompon, Bergas Lor

     Tak jauh, sebenarnya ada makam sepepuh desa mbah Ndompon, yang konon ada di puncak Gumuk. menjadikan kami bertiga saling berpandangan... seketika dimata terbitlah asumsi kemungkinan berasal dari area gumuk tersebut. kemungkinan lain struktur OCB lain di sana... serta banyak kemungkinan apa lagi....
    Setelah saya merasa cukup mendokumentasikan jejak peradaban Lingga Ndompon, kami kemudian pamit dan blusukan silaturahmi 1441H masih berlanjut di Area Bergas Kidul.... (bersambung)
      Berfoto bersama walau belum sepenuhnya normal, 
Mengunjungi Situs Lingga Di Ndompon Bergas Lor

    Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
ssdrmk
#hobikublusukan
IG : @sasadaramanjer
FB : sasadara manjer kawuryan

Jejak Candi Krajan Bergas Lor : Blusukan Silaturahmi 1441H #Part 3

Candi Krajan Bergas Lor

      Jumat, 5 Juni 2020. Setelah dari Lingga Ndompon dan Lingga Krajan di Desa Bergas Lor, sebenarnya kami berniat langsung pulang, namun saat obrolan sebaran di situs sekitar area Bergas kidul, saat itu tanpa sengaja kami melewati gang yang dengan tiba-tiba Mas Dhany dengan heboh nya, mirip emak2 saat ada '' diskon gede-gedean  di mall, sangat heboh sekali!. Hehehehe. Dia nunjuk-nunjuk tumpukan watu di sebelah gundukan pasir. Depan rumah warga. 
Jejak Candi Krajan Bergas Lor

    Kami kemudian berhenti... ternyata saya memang belum pernah berkunjung menelusuri jejak di depan rumah ini. Tanpa saya nyana, tak menduga sama sekali, tumpukan batu dekat pasir itu adalah struktur batu candi. 
Candi Krajan Bergas Lor
      "Mirip kemuncak itu nampaknya baru, terakhir lewat belum ada", ungkap mas Dhany. 
      Padahal saat itu saya blusukan di area makam tak jauh dari rumah ini, berangkat dan pulang juga lewat rumah ini, namun apa mau dikata, jika belum jodoh, mata tentu tak terbuka. 
      Kami kemudian minta ijin yang punya rumah terlebih dahulu, karena sesuatu hal maaf kami tak menyertakan nama beliau. 
     "Sudah sejak buyut saya batu2 itu sudah ada disini, beberapa sudah dimanfaatkan untuk pondasi dan lantai teras", jelas beliau. 
     Kami terdiam dan hanya menyimak saja. Bagaimanapun sudah sia-sia walau menyesal tapi sudah terjadi dan waktu yang sudah cukup lama. 
     Beberapa dokumentasi struktur batu candi.... 
Konon ada relief kala di Candi Krajan Bergas Lor
  
    Konon, jika salah satu batu ini di balik, akan nampak relief kala, makhluk penjaga candi. Keberadaan dugaan kemuncak (bagian atas bangunan- entah pagar atau atap candi--masih menduga duga), menjadikan kami setengah yakin di area ini ada bangunan suci = candi. 
Jejak Candi Krajan Bergas Lor
     Melihat dari keberadaan pasir di sebelahnya, kami malah setengah mendung, alias 'pie iki?" mungkin akan dipakai lagi untuk bangun rumah. Harapan kami sederhana saja, semoga pemilik rumah mau mengganti bahan bangunan bukan dari batu ini, semoga tawaran 'win-win solution' yang ditawarkan Mas Dhany bisa diterima.. (tentu tawaran pemilik TB Dhany Putra Karangjati dapat ditebak arahnya. (semoga semakin barokah mas Dhany, niat muliamu direstui leluhur...)
     Terlihat batuan itu :
       Setelah merasa cukup, kami kemudian berpamitan dan terucap doa dalam hati.. semoga sisa-sisa sejarah ini masih bisa diselamatkan, walaupun butuh proses panjang dan melewati berbagai rintangan. 
     Salam pecinta situs dan satu candi. Special thank for two big brother "Blusukan Silaturahmi must go on!"
Dhany Putra dan Eka WP (Komunitas Dewa Siwa)
        Sampai ketemu di penelusuran berikutnya 
ssdrmk 

     
      Tetap jaga kesehatan, pakai masker dan blusukan 
#hobikublusukan
Blusukan Silaturahmi 1441H #Part 3  tamat----

Jumat, 28 Februari 2020

Ada Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik

Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik
      Jumat, 28 Februari 2020. Kadang teman atau sahabat datang silih berganti, semua itu tergantung niat, namun sahabat yang baik tentu tak berpikir harus datang ataupun pergi.. sahabat sampai kapanpun tetap sahabat.
foto diawal-awal persahabatan watu saya dan max trist

      Lek Trist, atau yang saya kenal di awal 2012 dengan nama Max Trist di medsosnya. Rekan pertama yang kopdar dan kemudian blusukan bareng. Seingat saya, beliau jauh-jauh dari Tembalang ke Ambarawa tempat kerja saya kemudian minta dianter ke beberapa situs. Yang paling berkesan situs terakhir hari itu, beliau saya tinggal karena durasi memaksa saya pulang dulu. Agak keterlaluan memang, padahal situs Kalitaman Bergas, adalah sebuah bukit ditengah alas…. 
banyu klopo dan legenda teh O 
     Untungnya di pertemuan pertama itu, Lek Trist tetap berpikir positif kepada saya walaupun saya gabur. 
    Buktinya dilain hari saat saya gantian minta antar area tembalang beliau dengan senang hati menemani. Dan sudah hampir satu dasa warsa tapi persahabatan karena situs tetap terjalin, Lek Trist ini juga yang selalu saya sambangi ketika #kangeblusukan Walaupun tentu hanya ngobrol ngalor ngidul plus minum suguhan khas : banyu Klopo yang selalu beliau sediakan. 
       Spesial Jumat ini, selain nongkrong di Joksi Ungaran, kami juga janjian blusukan trio, bersama sahabat baru (tidak benar-benar baru sebenarnya… heheheh), setelah beberapa hari kemarin dapat kiriman gambar dari rekan, ada Arca Nandi yang cukup Besar berada di Rumah Warga di Banyumanik. Maturnuwun Mbak Erni, yang berbaik hati berkenan meluangkan waktunya disela-sela bimbingan skripsi. Setelah siap, apalagi menurut info mba Erni lokasi Situs ini dekat dengan Masjid, jadilah jam 11 kami langsung meluncur. 
       Tak butuh waktu lama, untuk sampai. Kurang dari 30 menit kami kemudian ketemu di seberang SPBU Sukun Banyumanik, segera kami mengekor Mba Erni. Beberapa kali keluar masuk gang, dan tak hapal kanan lalu belok kiri sampailah kami. 
Ada Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik

     Nandi berada di salah satu rumah bagian depan (Teras depan), nampaknya garasi yang juga disulap menjadi fungsi lain. Dari bentuk rumah, nampaknya empunya juga suka sejarah masa lampau/ sekedar gaya rumah yang etnik bin unik. (Mohon maaf tak secara detail informasi lokasi, selain lupa Mba Erni juga baru tahap melaporkan ke tim regnas)
Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik
Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik
     Nandi sebelumnya tertimbun di dalam tanah di area lahan kosong sekitar tahun 80'an. Dulu daerah ini dikenal dengan nama Perumnas Banyumanik. 
     Warga menemukannya tidak sengaja saat menggali tanah untuk ditanami pepohonan. Kemudian diletakkan di teras rumah warga yang bernama pak Heri (--sampai saat ini masih aman damai--lestari). Arca berbentuk Sapi (Nandi) bernilai sejarah tinggi di jamannya sehingga harus di jaga dan dilestarikan", jelas Bapak Heri ketika Mba Erni menyambangi.
      Semoga kedepan semakin mulia Arca Nandi ini!

Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik

      Berukuran cukup besar namun sayangnya sudah tanpa kepala arca.
Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik
       Konon saat ditemukan (tak jauh dari rumah Bapak Heri), sudah tanpa kepala. Bagian belakang Arca Nandi, 
Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik
           Keberadaan Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik ini, menambah bukti peradaban, daerah yang cukup dekat dengan beberapa situs seperti Sumur Kuno di Sumurboto, Yoni di Kenteng Sumurboto Tembalang.
      Maturnuwun Mba Erni dan Max Trist …. 
Mba Erni, Max Trist dan saya : di Arca Nandi Banyumanik
      Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
     Sampai ketemu di penelusuran selanjutnya, bersambung ke Situs Watu Lumpang Pedalangan
#hobikublusukan

Mampir di Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik

Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik
        Jumat 28 Februari 2020. Lanjutan dari penelusuran jejak peradaban Masa Silam di Banyumanik : Arca Nandi Pedalangan, Banyumanik. Berawal dari sekitar tahun 2016, saat Lek Trist, mengupload watu Lumpang di sebuah area halaman rumah yang nampaknya empunya rumah punya citarasa seni jawa, waktu itu ada watu lumpang diantara koleksi barang kuno. Seingat saya lek trist meng upload informasi hasil ‘tak sengaja lewat’, dan bernasib baik bisa masuk. Dari informasi tersebut saya pribadi jujur saja langsung paranoid ‘pastinya susah masuk, karena pengalaman saya, nasib baik saat itu hanya milik Lek Trist, beliau berulangkali bisa masuk ke area yang cukup sulit, salah satunya di Watu lumpang yang berada di dalam pabrik kayu di daerah Campurejo Boja. Juga beberapa yang lain. 
      Ketika kami berada tak jauh posisinya dari Watu Lumpang, saya mengusulkan kepada lek trist untuk kita ari ini bertiga (Saya, Mba Erni dan Lek Trist), untuk mengulang keberuntungan itu. Kalaupun dilarang atau tak bernasib baik, yang penting sudah berusaha. 
      Dari Pedalangan, kami kemudian meluncur ke watu Lumpang, yang masih satu area Pedalangan juga, namun nampaknya sudah berganti nama jalan. Saya ga terlalu hafal jalan, tapi untuk mengingat, lumayanlah arah masih paham, mungkin bisa jadi gmaps manual.
       Karena ternyata area pedalangan ini sering saya lewati saat mudik ke Mranggen Demak. Jadi mendapatkan jawaban ketika lewat Pedalangan saya sering di ingatkan istri kok sering noleh kanan/kiri bahkan ngalamun…. Acchh!!!, atau mungkin hanya kebetulan feeling saja. 
Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik
     Kami kemudian masuk ke lingkungan sebuah rumah, yang langsung terasa suasana ‘njawani’ dari arsitektur, pendopo dan joglo. Tentu dengan banyak koleksi yang ditata sedemikian rupa menambah kesan syahdu … siapapun yang berada di sini seakan-akan kembali lagi kemasa dulu.  ditambah pepohonan cukup besar-besar. Saya yakin yang bertamu akan betah berlama-lama. 
      Kami kemudian mencari pemilik rumah untuk minta ijin. Walaupun watu lumpang yang mempesona itu sudah terlihat. Namun tanpa ijin, tentu kami segan. 
     Sayangnya Sipemilik rumah sedang tidak ada dirumah, yang ada hanya penjaga rumah (rewang)… Lek Trist yang pernah kesini, (walaupun itu sudah 2016) mencoba menjelaskan maksud kedatangan kami dengan narasi ingatan yang sepatah-patah karena cukup lama. Bahkan nama pemilik rumah-pun lupa, malah dikoreksi sama mbak-nya… namun maaf saya tak bisa menyebutnya. (siapa tahu beliau tak berkenan). 
     Setelah dipersilahkan tentu dengan pengawasan, tapi kami malah nyaman diawasi oleh mbak-nya. Karena memang tujuan kami hanya mendokumentasikan Watu Lumpang ini, tak bermaksud sedikitpun aneh-aneh. 
      Watu Lumpang 
Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik
     Kondisi cukup bagus, walau ditambahi seperti alu / alat menumbuk, tapi barangkali alu ini dimaksudkan mirip lingga. Kami Cuma bisa mengira-ira saja. 
      Pun dengan sejarah asal maupun penemuan Watu Lumpang ini. Kami tak bisa menceritakan lebih, karena tak bertemu dengan pemilik rumah, 

      Close up Watu Lumpang 
Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik
      Karena sudah durasi bagi kami, cuaca juga sudah mulai mendung kami kemudian menyudahi penelusuran Jumat berkah ini. 
     Walaupun dapat kabar dari Mba Erni kalau mas Lutfhan sudah dalam perjalanan ingin bergabung. Harapan kami semoga mas Lutfhan bisa menggali cerita dari pemilik rumah, siapa tahu bernasib baik bertemu. 
      Sayangnya (dapat cerita dari Mba Erni) nasib baik yang didapat hanya separuh, setengah nya ternyata si pemilikk rumah tidak seramah yang Lek Trist sampaikan dulu. Selain mungkin ada di waktu yang tak tepat, juga mungkin harus Lek Trist…hehehhe. Biar bernasih baik… 
     Keberuntungan kali ini berpihak kepada saya, karena bersama Lek Trist : Disuguhi Sambal Tempe Lalap Pete.. heheheheh
           Maturnuwun Mbak erni, Lek Trist... Mas Lutfhan... Sendanguwo menunggu.... heheheh
Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik
     Sampai Ketemu di penelusuran berikutnya.

#hobikublusukan 

Senin, 24 Februari 2020

Jangan Lupa Menengok Watu Lumpang Cemoro Sewu saat wisata ke Gumuk Reco Sepakung

      Senin, 24 Februari 2020. Lagu milik Patty Smith 'Sometimes love just ain't enough' menjadi latar cerita kali ini.      
Watu Lumpang Cemoro Dewu Sepakung banyubiru
         Awalnya setahun lalu saya ikut kegiatan 'one day trip with blogger" yang diadakan Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang. Salah satu destinasi-nya menuju Wisata Gumuk Reco Desa Sepakung Banyubiru. Saat itu karena hanya peserta jadi tidak bisa mampir ke Cemoro Sewu, walaupun lokasi wisata ini hanya berjarak kurang lebih 100m dari Gumuk Reco Sepakung, yang bikin merana itu di Cemoro Sewu Ada ODCB yaitu Watu Lumpang. 
Gumuk Reco Sepakung 



















     
     Cukup lama sebenarnya saya dan istri merencanakan quality time berdua ke Gumuk Reco Sepakung ini.
     Di lokasi Wisata Gumuk Reco Sepakung, seperti namanya ada batu yang dipercaya warga adalah arca = reco. Nama lokasi pun konon dari batu ini. 

Ayunan Langit Gumuk Reco Sepakung
       Ayunan Langit, Ondo langit juga Helipad dan sarang burung adalah spot selfie favorit di Wisata Gumuk Reco ini. banyak yang instagrammable! Tiket masuk, parkir dan voucher wifi total saya berdua Rp. 27rb.  
     Sarang Burung, 















      View selama perjalanan sangat memukau, puncaknya  tentu bermain Ayunan Langit dengan pengalaman seru. Tentu bagi yang berani! Saya? Enggak lah.. wekekek.  Cukup RP. 10 rb untuk menikmati sensasi adrenalin itu, melihat istri saya berayun diatas jurang saja ngilu.
         Teringat 2 anak masih kecil. wkwkwk... saya cukup jadi yang mendokumentasikan aja. Hahahaha...
Ondo Langit Sepakung
      Untuk "Ondo Langit" tiketnya 25 ribu. Saya memberanikan diri, agar dirumah tak diejek istri terus, plus dapat foto romantis, karena sometime love just ain't enough!
       Cikal bakal 'Gumuk Reco' : Gumuk berarti Bukit, sedangkan Reco adalah Arca = "Bukit yang ada Arcanya".  Saat di Gumuk Reco saya melihat ada beberapa monyet liar mencari makan di atas Ondo Langit. semoga gak nakal... tapi menjadi daya tarik sendiri masih ada monyet liat berarti alam Desa Sepakung masih original.
       di Lokasi Watu 'Gumuk Reco' :
Gumuk Reco Sepakung : Batu Cikal bakal nama Gumuk Reco 
    Setelah menghabiskan waktu berdua di Gumuk Reco, kami kemudian menuju Cemoro Sewu, walaupun kondisi mulai gerimis tapi kepalang tanggung, saya harus ke Cemoro Sewu!, Kali ini saya tak boleh melewatkan begitu saja.      Karena hujan, saya akhirnya naik sendiri... sementara Istri nunggu di parkiran. 
Cemoro Sewu Sepakung
      Saat penelusuran, melihat fasilitas Cemoro Sewu saat ini nampaknya lama ga di rawat = terbengkalai. Mulai dari Mushola yang lama tak digunakan, toilet yang lama tak dibersihan. Spot foto ayunan, flying fox juga Pintu Surya yang sempat firal tak terurus. Semoga ada perbaikan lagi😭 Sambil celingak-celinguk saya mencari dimana watu Lumpang Cemoro Sewu Berada. Sampai puncak Cemoro Sewu Alhamdulillah hujan reda. Saya terus jalan kaki sendiri.. sampai di puncak, ketika napas sudah ngos-ngosan,  dan mendaki cukup membuat saya mulai ragu. 
Watu Lumpang Cemoro Dewu Sepakung banyubiru
      Dipuncak Cemoro Sewu saya sampat menyibak grumbul rumput, walau was-was ada binatang yang tersembunyi, belum lagi  monyet monyet liar tadi, bila mereka naik dan berjumpa.. bagaimana jal? Deg deg plas jadinya ....   wkwkwk 
      Akhirnya saya pasrah... tak semangat. Dalam batin saya malu sama istri, nanti jawab apa ya..

     Langkah lunglai menuruni Semoro Sewu, saya yang awalnya ingin selfie di Pintu Surya jadi tak bersemangat. Benar benar patah arang. Namun masih mencoba mengedarkan pandangan mata .. eh bila jodoh tak akan kemana... Ternyata saya lewati... 
Watu Lumpang Cemoro Dewu Sepakung banyubiru : Tepat di depan Ankringan bambu





















       Watu Lumpang Cemoro Sewu ada di Balik pohon Pinus... Sedikit tersamarkan rumput. Tepat di depan angkringan bambu. 
Watu Lumpang Cemoro Sewu Sepakung
Watu Lumpang Cemoro Dewu Sepakung Banyubiru
     Sayangnya dibeberapa kesempatan, saya ngobrol dengan warga Sepakung dan pengelola Wisata Gumuk reco tak ada yang tahu, bahkan kaget kok saya tahu, padahal menurut saya Watu Lumpang Cemoro Sewu bisa dijadikan lokasi dijadikan wisata sejarah wisata- religi bahkan bisa dijadikan kajian untuk tahu sejarah desa Sepakung bahkan Banyubiru.
Watu Lumpang Cemoro Sewu
     Watu Lumpang, atau yang dikeramatkan oleh para pendahulu kita sebagai Sang Hyang Kulumpang,  menempati tempat yang mulia di kehidupan ribuan tahun silam. 
      Di masa itu, Watu Lumpang sebagai sebuah media atau sarana untuk upacara keagamaan saaat masa mulai panen atau setelah panen sebagai wujud terimakasih atas karunia yang melimpah kepada Dewi Sri.
    Pemimpin upacara, dengan sarana watu lumpang ini menyiapakan sesajen juga sebagai pusatnya ritual memberikan persembahan hasil pertanian.
     Beberapa temuan lain, ada watu lumpang yang berelief atau beinkripsi sengkala tahun yang menandakan watu lumpang itu spesial. Digunakan sebagai sarana penetapan tanah perdikan= shima.
     Versi lain, watu lumpang yang lebih sederhana memang erat kaitan di kehidupan masa Hindu Klasik, Bahkan sebagai urat nadi kehidupan karena watu lumpang digunakan untuk menumbuk biji yang diolah sebaga bahan makanan. 
Watu Lumpang Cemoro Sewu
      Kondisi Watu lumpang masih lumayan, walaupun dugaan saya bentuknya sudah tak seperti dulu lagi, Namun masih mempesona sebagai sebuah saksi nyata peradaban.
Watu Lumpang Cemoro Sewu
       Sebagai bahan tambahan pemikiran di sepakung ada 2 situs sayng jaraknya cukup dekat : perlu dibaca pula 2 link situs ini. 
1. Yoni Truwangi Sepakung
2. Lapik Arca Tigorejo Tegaron
(ada di kisah blusukan berjamaah : Bblusukan Syawalan )
       Semoga. Harapan tetap ada....
      Segera saya hub istri untuk foto berdua. Bagaimanapun hobi dan keluarga haruslah harmonis.... "Sometime Love Just ain't enough".

Warung Bu Dar Karangjati

     Pemungkas Blusukan couple, kami kemudian mampir di Warung Makan Sop "Bu Dar" Karangjati. Menu Klangenan yang seger sekali....
di Watu Lumpang Cemoro Dewu Sepakung Banyubiru 
       Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
sasadara Manjer Kawuryan
#hobikublusukan