Jumat, 28 Agustus 2020

Candi Renteng, Riwayatmu Kini

Candi Renting
Candi Renteng jadi Pondasi

    Jumat 28 Agustus 2020, Ajakan Blusukan Pak Nanang tak mampu ku tolak, apalagi tujuan yang ditawarkan saya belum pernah penelusuran. Candi Renteng Grabag Magelang.

   "Sebuah bukti keberadaan "Candi" yang tersebar di pemukiman warga", pancing Pak Nanang kepada saya.

       Tentu saya  tak berpikir dua kali untuk langsung gass poll merapat ke markas. Dari Bawen, kami lewat jalur Banyubiru. Tembus Getasan kemudian terus lewat jalur menuju Prasasti Ngrawan, kemudian lurus sampai dengan rumah makan "Sere Wangi", Kami sebenarnya berniat silaturahmi ke Bapak Sutikto, kenalan Pak Nanang yang memberikan informasi Perihal Candi Renting. Namun ternyata saat kami kesini beliau tak ada di rumah. 


Penanda keberadaan Candi Renting : Rumah Makan sere Wangi

  








  




   Saya kemudian mengekor Pak Nanang, berjalan kaki menuju belakang Rumah Makan 'Sere Wangi', tepatnya sebelah Masjid. Tapi tepat saat di depan rumah sebelum Rumah Makan, Pandangan Pak Nanang terasa Aneh... "Ora reti po ra ngeh?", agak sedikit ngece.          Langsung saya berhenti dan mengedarkan pandangan. Ternyata epat di depan rumah, di halaman nempel di pagar :

Yoni Candi Renteng Pandean Lor, Grabag

        Konon Yoni ini berasal dari gumuk (bukit) di belakang perkampungan, warga menyebutnya Blok Reco. Sebenarnya ada Yoni yang masih komplit dengan Lingga yang beberapa waktu lalu ada di dekat sekolah. Namun informasi dari Pak Sutikto saat ini sudah raib... (informasi kehilangan inilah sebenarnya yang menjadikan pak Nanang ke sini lagi). 

Close up Yoni Situs Pandean Lor, Candi renting Grabag:

Yoni Pandean Lor Candi renteng

Vandalisme di Yoni Pandean Lor Candi Renteng

Cerat Yoni Pandean Lor Candi Renteng

sasadara manjer kawuryan di Yoni Pandean Lor Candi Renteng

      Saya kemudian diajak terus jalan menyusuri gang di sebelah rumah makan ...  dan ..... Dari jauh terlihat struktur batuan candi yang menjadi pondasi Rumah .......

Struktur Candi renting menjadi rumah

       Seketika saya memang tak tahu harus berbuat apa.... kira-kira 5 detik saya cuma tercenung diam. Namun saya juga menyadari tak ada sumber daya kekuatan untuk mampu mengubah atau sedikit menyelamatkannya.

bersama pemilik rumah

     Hanya bisa menyesali, namun bersyukur masih bisa menjadi saksi. Saya kesini rumah ini masih tahap renovasi dan nampaknya semua nanti akan ditutup plester dan semen. Bayangkan bila kesini dah tertutup dan tak nampak lagi keindahan Batuan Struktur Candi Renting.  Mirip kejadian Yoni di Sendangguwo Semarang yang karena arogan ditutup semen dan hanya tinggal kenangan

     Berdasarkan cerita pemilik rumah yang sekarang, beliau mendapatkan rumah inipun pulung, namun beliau juga mengetahui keberadaan struktur batuan candi. Saat ngobrol sama kami, nampaknya beliau juga sedikit merasa bahwa Batu ini adalah peninggalan kuno yang tak boleh diganggu. Sehingga beliau ketika merombak rumah... ketika di bawah lantai ada banyak batu kotak ya hanya dibiarkan dan ditutup lagi. Dilema memang..... ketika sudah ditutup, maka kajian, penelitian bahkan eskavasi penyelamatan akan mustahil, kecuali Bandungbondowoso kesini, tapi bagaimana lagi... Kami hanya seseorang yang hanya bisa menyarankan, menghimbau....

        "Dulu sebelum dibongkar, tiang rumah ini ada umpaknya yang lumayan bagus, namun 'dibawa' teman saya. Malah sepertinya ada tulisan", jelas empunya rumah. Kata 'dibawa' membuat saya gelisah, ada makna lain disini dan saya yakin bukan dibawa dalam arti tinggal cangking begitu saja.

         Kami kemudian lanjut ke belakang rumah yang masih tersisa jejak struktur batuan Candi Renteng, tapi entah sampai kapan. 

Struktur Batuan Candi Renteng yang terbengkalai, Pandean Lor Grabag Magelang

      Saat kami berkumpul di belakang rumah, beberapa warga nampak penasaran dan mendekat, kesempatan edukasi (---pikir kami), selain kami tanya tentang Blok Reco, kami juga menyelipkan haarapan kami agar masyarakat lebih peduli dengan tinggalan Candi Renteng.  

       Selanjutnya Pak Nanang memberikan kode untuk saya mengikuti beliau, mencari keberadaan sebuah arca di dekat masjid (informasi dari Bapak Sutikto). Yang masyarakat sekitar nampaknya tak ngeh ada arca di dekat masjid, akhirnya kami cari sendiri. 

    Setelah kami memutari dan meneliti di setiap detail sekitar candi. Akhirnya :

Arca Candi Renteng 

           Kami duga dari bentuknya, Arca Agastya sebagai pengisi Relung Candi Renteng . Warga sekitarpun hanya menatap takjub sekaligus kaget... ternyata ini Arca. Harus di uri-uri, minimal pemdes mencoba menyelamatkan yang bisa diselamatkan .. misal untuk sementara yang iconik seperti arca ini di pindah (diberi etalase) ke kantor Desa. Selain arca, terplester di pinggiran rumah juga struktur batuan Candi Renteng :

Struktur Batuan Candi Renteng

     Itu dulu yang bisa saya sampaikan. hati kecewa namun masih bersyukur.... Blog saya ini masih bisa menjadi saksi bahwa dulu percah ada Candi Renteng di Pandean Lor ini. Maturnuwun Pak Nanang dan Bu Bu Wahyuni.... hehehe. Blusukan hari ini bersambung ke Situs Makam Dalangan Telomoyo. 

Ada juga Video Vlog link Channel Youtube : 

https://www.youtube.com/watch?v=8eRSN42JYfg


Salam Pecinta Situs dan Watu Candi

Ini Candi Renteng, Pandean Lor Grabag Magelang

Literatur Candi Renteng dari tulisan Verbek, 



      Dari Tulisan itu.... Ada Nandi, Ada Arca Durga..... sekarang dimana?

     Juga tulisan dari Veronique degrot :


(saya dapat broadcast ini dari Grup WA, tapi dari siapa tak tahu.. semoga yang punya confirm, saya akan ijin mencantumkan sumber)

Sumber lain dari grup FB Dewa Siwa  : 

     catatan : 

Bila kedua orang yang punya broadcast tersebut tak berkenan akan saya hapus.... 


  Jangan lupa baca juga kisah sambungan Candi Renteng ini di : Makam Dalangan : Misteri

Sampai ketemu di penelusuran berikutnya.

#hobikublusukan

Senin, 10 Agustus 2020

Temuan Batu Bata Kuno dan Gerabah di Kolam Lele Dusun Tulung, Doplang Bawen

Perbandingan Batu Bata Kuno dan Batu bata masa kini
Batu Bata Kuno Doplang
            Selasa 11 Agustus 2020. Ketika dapat kabar seorang warga menggali tanah untuk dibuat Kolam Lele. Warga tersebut menemukan batu bata berukuran besar (=banon). Tentu pecinta situs dan watu candi macam Pak Nanang losss doll langsung gass ke lokasi, saya kebagian beruntung karena dikabari dan diajak. Sangat kebetulan hari ini jadwal saya free (Kerja terus kapan dolane?). Janjian setelah jam 2, membuat waktu memang sangat terbatas. Tapi tentu saya tak akan menyia-nyiakan waktu untuk turut serta menjadi saksi penemuan kepingan sejarah Bawen. 
       Bagi saya, ini menjadi sebuah potongan kecil puzzle yang nanti bisa disusun menjadi sebuah fakta sejarah peradaban kuno di kawasan ini. Sangat antusias sekali, bila harus menggambarkan bagaimana perasaan saya (asli bukan lebay), “Bagaimana tak antusias, jika warga menemukan biasanya berlomba-lomba menjual kepada mafia kolektor, eh ini Bapak Sukardi malah menghubungi Pak Nanang yang sudah terkenal malang melintang di dunia perWatuan kuno melalui Komunitas Dewa Siwa. 
      Dari markas komunitas yang terletak di Berokan Bawen, tepatnya di bakso Pak Keman Bawen (Sebelah masjid Berokan), kami ; Saya, Mas Seno, Mas Artdi dan tentu saja Pak Nanang dan Bu Wahyuni segera meluncur ke lokasi. Kurang dari 5 menit kemudian kami sampai. 
      “Sudah beberapa batu bata berukuran besar yang saya temukan, namun sudah pecah. Juga pecahan gerabah”, cerita Bapak Sukardi membuka percakapan. 
     "Sempat pula menemukan gerabah berbentuk kendi, namun saat ini saya lupa naruh dimana”, sesal beliau. 
      Lokasi bakal kolam lele yang berada tepat di bawah sendang (juga keberadaan pohon besar) plus kontur daerah berupa pinggiran gumuk (bagian sisi belakang rumah diatas berupa makam, menjadi penguat dugaan kami bahwa dulu di lokasi ini pernah ada sebuah bangunan. Bisa berupa petirtaan, bisa malah sebuah bangunan suci atau malah pemukiman. 
     Sambil menunjuk bagian belakang, bapak Sukardi (tepatnya di bagian septic tank) beliau berkata, “Dulu saat menggali kedalaman kira-kira 2m, ada tatanan batu bata yang ditata mirip lantai. Namun tak saya ambil karena ternyata batu bata itu masih tertata menumpuk sampai dalam”, tambah beliau. 
Beberapa Batu Bata Kuno yang dikumpulkan Pak Sukardi :
Banon Doplang
Juga pecahan kecil gerabah 
Potongan Gerabah
      
Sementara berubah fungsi dulu :

           Semoga penemuan Batu bata di Tulung Doplang Bawen ini menjadi pintu masuk penemuan-penemuan jejak sejarah yang lain …. 
      Titip untuk masyarakat dan generasi muda Dusun Tulung (Tulung adalah bahasa jawa yang berarti Tolong) … Save our herritage jejak peradaban Dusun Tulung Doplang ini” 
Link Youtube : 

      Foto bersama di lokasi :
Bapak Sukardi, Seno, Ardi, Nanang K, Bu Wahyuni di Tulung Doplang Bawen

Salam Pecinta Situs dan Watu Candi 
#hobikublusukan

Rabu, 29 Juli 2020

Jejak Misteri peradaban kuno di Glapan, Kedungjati, Grobogan

Tutukno lakumu le
Opo sing kok sejo bakal kelakon
(quote by *mbah 'lupa namanya)      
Yoni Glapan, Gubug Grobogan
Yoni Glapan, Gubug Grobogan
    Kamis, 30 Juli 2020. Tradisi blusukan saat hari Kamis (istilah kami kemisan), terakhir sudah sangat lama sekali. Kadang yang tak terencana malah bisa terlaksana. Seperti kisah ini, berawalan obrolan ngalor ngidul dengan pak Nanang Klisdiarto, lama tak blusukan luar kota. Saya nyeletuk dulu ada yang posting tentang Lumpang di area Kedungjati Grobogan. Kemudian Pak Nanang malah teringat, pernah dapat informasi ada tinggalan Yoni Knockdown dekat waduk Glapan, namun yang menyimpan info dan gambar Mas Seno.
      Kemudian kami mencoba mengajak Mas Seno sebagai guide dan pembaca arah peta. Awalnya saya sudah pasrah rencana blusukan kemisan akan tertunda lagi, karena Mas Seno sampai kamis jam 8 pagi, belum memberi kabar.  Namun notifikasi WA sekitar jam setengah 9, membuat hati saya berbinar. Mas Seno mengirim pesan bisa dan segera merapat di tempat pak Nanang jam 10. Segera saya ngabari rekan lain yang siapa tahu los dol bisa ikut. Minimal biar saya tak di japri nglimpe. Mendadak karena guide-pun mendadak, jadi bukan kesengajaan.
       Sesuai kesepakatan, setelah kumpul di Pak Nanang, kami bertiga kemudian meluncur. Kali ini agak spesial blusukan kemisan ini. Pokoknya wani ngelih, wani ngelak. Bagaimana serunya, ikuti saja kisah kemisan ini sampai pungkas. Setelah parkir motor, istirahat sebentar sambil nunggu tuan rumah, saya dan mas Seno ngobrol tentang destinasi ini. Tak lama kemudian Pak Nanang datang sambil bawa belanjaan sak karung, setelah sepengginang kami kemudian bersiap. Namun Ajakan Pak Nanang untuk saweran bensin tentu mengagetkan hati alias senang juga, surprise! selain saat ini musim panas terik juga bisa gasak-gasakan sepanjang perjalanan, beda dengan motor sendiri-sendiri. Jadilah iuran 20-ribuan. Tapi celaka bagi saya, ATM yang dijanjikan bisa diambil untuk ikut iuran eh belum tertransfer. Jadilah saya hanya bisa membelikan 3 teh kotak. Maaf nggeh Pak Nanang dan Mas Seno….
     Singkat cerita, jalur yang kami lalui menuju Kedungjati dari Bawen, lewat pertigaan Tuntang arah Bringin, kemudian terus jalan sampai Kedungjati. Kami kemudian diarahkan berbelok menuju jalan perkampungan, dimana beberapakali lewat desa yang bernama identik dengan situs : Kentengsari, juga lokasi makam yang khas ada batuan kuno (Gumuk, ada sendang, pohon besar, dll). 
     Karena terasa cukup jauh kemudian masuk gang yang lumayan kecil, hanya cukup untuk satu mobil saja, tak bisa berpapasan (kebetulan saya yang bawa mobil Pak Nanang, Mbah Truno (Taruna) sebut Bu Wahyuni Klisdiarto yang kali ini sengaja dilimpe.....wkwkkw. 
     Namun ternyata, GMaps membuat kami menempuh jalan lain yang lebih lama, berbelok dan tak efektif serta efisien ditengah durasi. yaang ternyata jalan hasil saran Gmaps tembus lagi ke jalan utama Jalan Salatiga-Gubug. Kata—kata Sumpah dengan serapah tak dihitung lagi bila dikumpulkan dari kami bertiga, lewat jalan utama tentu lebih nyaman, jalan halus dan lebih cepat (walau mungkin jarak km lebih jauh).
     Setelah melintasi rel kereta api, (Stasiun Kedungjati), kami kemudian ambil jalan ke kanan (cari papan petunjuk menuju : Waduk Glapan-Gubug). Sampai di waduk Glapan, kami kemudian berhenti di warung pas di gerbang waduk (ada semacam portal yang membatasi akses mobil dengan dimensi besar dan tinggi). Pak Nanang kemudian bertanya ke mbah penjaga warung. *Kami sebenarnya sudah memperkenalkan diri dan bertanya nama mbah nya, namun ternyata kami kompak lupa. 
      Obrolan cukup menarik, yang ternyata nyambung dengan dunia kami. Beliau nampaknya tahu banyak tanpa harus kami meng-edukasi tentang situs. ternyata (menurut feeling saya) mbah nya itu punya kelebihan membaca aura/ pandangan spiritual yang agak tajam. Warung pojokan sebelum masuk waduk Glapan, dimana membantu kami memberi petunjuk lokasi Yoni :
      Saat ngobrol itulah, akhirnya munculah perkataan seperti di atas (diawal naskah ini), yang ditujukan ke mas Seno. (Bila ada pembaca yang tahu nama mbah-nya boleh dibagi, sampaikan salam juga. Maturnuwun). clue dari simbah baik hati ini, 'Kami mencari Masjid Brebes, Glapan', Yoni ada di sekitar masjid. bukan cuma 1 tapi ada 2.      
     Setelah berpamitan kami kemudian meluncur ke lokasi, Masuk Portal Waduk Glapan, ada remaja (pak ogah) yang membantu mengatur lalu lintas di atas DAM Waduk Glapan. 
waduk Glapan, Gubug
Waduk Glapan Gubug
      Mengikuti petunjuk, kami mencari masjid tersebut, melewati pukesmas pembantu, dan menyusuri pinggiran Waduk yang warna-warni, jalan kemudian sampai berganti yang sepenuhnya belum bagus (masih berbatu--walau perkampungan -- semoga kedepan bisa di cor/ diperhatikan pemdes). 
       Karena mencari masjid belum ketemu, padahal kami sudah jalan sekitar 2km, sampai akhirnya kami ketemu masjid, ternyata kami terlalu jauh (kebablasan).
    Balik arah,  kembali ke SDN Glapan 01, didepan SD ada gang kemudian kami masuk. Sekitar 100m sampailah kami di masjid. Karena bersamaan waktunya dengan shalat Dzuhur kemudian kami sekalian berjamaah. Setelah usai, otomatis tanpa kami setting langsung menyebar mencari keberadaan Yoni.  Namun ternyata tak ketemu juga. 
     Saat istirahat, kami kemudian memberanikan diri bertanya kepada imam masjid yang keluar terakhir. Kyai Ahmadi nama beliau. Kulonuwun dan menjelaskan maksud kami. Diluar dugaan,  dengan detail Kyai Ahmadi kemudian menjelaskan keberadaan Yoni tersebut. Warga masyarakat mengenal dengan Watu Lumpang. Saat ini masih ada di dekat Makam Desa.
Kyai Ahmadi, Glapan Gubug
Kyai Ahmadi, Glapan Gubug
     Juga menawari untuk mendampingi, mengantar sampai ke lokasi depan makam, sungguh suatu berkah bagi kami. Imam masjid, yang kamipun tahu beliau sangat arif dan bijaksana menilai sebuah peninggalan kuno (zaman hindu klasik).... tanpa harus kami jelaskan bahwa beliau adalah juga Ketua NU Ranting Glapan, menambah bangga kami. Bahwa peninggalan kuno akan tetap ada (tak dirusak) bila ditangan orang yang berpandangan luas. Salam Takdzim kami Buat Beliau Kyai Ahmadi. 
       Cerita tentang sejarah kuno, mulai Hindu Klasik-Zaman Islam hingga Zaman Penjajahan mengalir diceritakan secara detail kepada kami. Beruntungnya kami ketemu dan menyerap ilmu dari beliau. Ibarat pesantren sangat kilat namun kami langsung diam menyimak awal sampai akhir. 
     Dari Masjid kemudian kami mengikuti Kyai Ahmadi menyusuri jalan setapak melewati samping rumah warga yang langsung tembus makam. Tak butuh waktu lama, yang ternyata Yoni ada di depan makam. 
       Yoni Situs Glapan, Gubug Grobogan :
Yoni Situs Glapan, Gubug Grobogan
Yoni Situs Glapan, Gubug Grobogan
          Dulu Yoni ini sempat dibawa warga lain desa, namun warga Glapan berinisiatif meminta dan mengembalikan ke lokasi semula. Karena warga disini percaya bahwa Benda ini sangat bersejarah dan bernilai tinggi. "Sebagai tetenger peradaban desa", ungkap Kyai Ahmadi menjelaskan semangat warga desa ketika meminta kembali.
     Selain Yoni ini, didekat area ini ada makam kuno, yang oleh warga disebut makam budo. Sayangnya karena warga tak mengetahui, konon banyak pemburu harta karun yang obrak-abrik makam tersebut. Namun tak ada yang tahu apakah oknum tersebut menemukan yang dicari atau tidak. 
         Sementara diatas gumuk depan makan, dulu banyak ditemukan batu bata berukuran besar (Banon, identik dengan bangunan masa kuno). "Sayang sekali sudah banyak diambil oleh warga. dan saat ini tak bersisa. Sementar masih didekat area Yoni ini ada juga sendang kuno yang tak pernah mengering airnya", jelas Kyai Ahmadi panjang lebar.
     Yoni dengan ciri khas terdiri dua bagian (umumnya satu bagian), banyak orang menyebut Yoni Knockdown. Dimana bagian atas bisa dipisahkan dengan bagian bawah Yoni. Bagian Atas Yoni : 
Yoni Glapan Gubug
Yoni Glapan Gubug
         Bagian penampang atas  berbentuk kotak dimana dibagian tepi ada semacam pelipit. Lubang kotak ditengah adalah tempat Lingga diletakkan. Serta Cerat yang berfungsi untuk 'pancuran air suci'. Trta Amrta yang disiramkan ke lingga, kemudian air akan mengalir keluar lewat lubang cerat. Pemimpin ritual akan menampung air yang keluar dan digunakan sebagai air suci.
      Cerat Yoni :
Cerat Yoni Glapan
      Lubang tempat lingga : 
Lubang Tempat Lingga Yoni Glapan Gubug
Lubang Tempat Lingga Yoni Glapan Gubug
    Sementara keberadaan lingga sudah tak ada yang mengetahui dimana rimbanya. Semoga masih tersimpan rapi dan belum saatnya muncul. Tidak di ambil orang atau malah dijual. Semoga masih ada!.
 Di Bagian badan Yoni, terdapat hiasan sederhana namun tegas....
Yoni Glapan Gubug
Lingga Yoni Glapan Gubug

       Kami kemudian mencoba menelusuri Makam Glapan, sekalian menengok makam pejuang kemerdekaan (Kakek dari Kyai Ahmadi) yang juga dimakamkan di sini. Saat kami menuju Makam eh... mata kami tertumbuk pada 4 batu yang bentuknya langsung membuat terpaku :

Situs Glapan, Gubug
Situs Glapan, Gubug
        Banyak rekan yang menyebut batu seperti ini dengan istilah columnar Joint", namun dugaan kami ini adalah batu Pathok Candi. Atau batu batas terluar area suci candi. Dulu Pendeta pemimpin pembuatan candi menentukan batas luar area suci dan kemudian dicari titik tengah untuk membuat candi. Ada juga masyarakat menyebut dengan 'batu tali cancang gajah'. (Seingat saya di daerah pengging ada yang mirip).
      Dugaan keberadaan 4 buah batu Pathok Candi ini membuktikan keberadaan sebuah bangunan suci di sini semakin menguat. Di sekitar area makam, juga menyebar struktur batu candi yang ada kuncian dan pola, sebagian yang bisa kami dokumentasikan :



   Saya, Mas Seno, Pak Nanang, dan Bapak Kyai Ahmadi. Maturnuwun Pak.

Situs Glapan : Saya, Mas Seno, Pak Nanang, dan Bapak Kyai Ahmadi. Maturnuwun Pak
Kyai Ahmadi, Pak Nanang, Mas Seno dan Saya di Situs Glapan Gubug

      Kami kemudian kembali ke Masjid, dimana lokasi mobil parkir. Saat perjalanan itu Bapak Kyai Ahmadi bercerita, "Di Masjid ada satu lagi mirip tapi bentuknya lebih kecil". Seketika kami surprise dan membelalak mata karena kami tadi terlwat ketika mencari. Dan Lapi Arca di Pojokan dalam Masjid :
Lapik Situs Glapan Gubug
Lapik Situs Glapan Gubug
    Kami menduga ini berbeda fungi, kalo yang berukuran besar sebelumnya adalah Yoni dengan lingga, namun OCB ini dengan lubang tak terlalu dalam kemudian bentuk antara satu sisi dengan sisi lain tidak sama. Kami menduga diatasnya dulu sebuah arca.
        Kejutan yang lain adalah angka tahun di salah satu tiang masjid . (seingat saya Kyai Ahmadi bilang pernah dibaca angka tahun 14xx dengan huruf Hijaiyah).... Super komplit ... Glpan ini... Ada jejak sejarah Hindu Klasik, Jejak Sejarah Masa Islam juga jejak sejarah Perjuangan Kemerdekaan. 
      Semoga generasi muda Glapan tergugah untuk segera uri-uri .... Video Vlog amatir saya nungu proses edit : Link ( Nanti tersedia di channel Youtube)
Situs Glapan, Kedungjati, Grobogan

Salam Pecinta Situs dan Watu Candi. 
#hobikublusukan

Sabtu, 04 Juli 2020

Perjalanan Malam Spesial ke Situs Cagar Budaya Ki Bagus Gunung Episode 2

     Makam Kyai Bagus Gunung
 Saking spesialnya blusukan kali ini adalah kali pertama saya blusukan malam hari. Cerita dimulai ketika saya dipameri link berita oleh pak Nanang Klisdiarto, dimana beliau mendampingi media saat peliputan. Awalnya warga ingin nguri-uri sejarah, saat menggali makam, warga ternyata menemukan banyak  stuktur batuan Candi. Link berita :
Link You tube: (menunggu konfirmasi)
     Dari diskusi ringan (3/7/2020),
Bakso Pak Keman Berokan
Warung Mie Ayam Bakso Pak Keman Berokan Bawen
tak direncanakan bersama Pak Tri Subekso, Mas Eka WP di rumah Pak Nanang, tuan rumah diskusi di tawari ngopi bareng di bale panjang oleh Bapak Ringgo (tokoh masyarakat Baran Kauman), sekalian undangan untuk komunitas Dewa Siwa 'sharing tentang sejarah Baran Gunung kedepan' --- yang akhirnya sekalian kami buat kegiatan silaturahmi komunitas Dewa Siwa bertajuk NGOPI, Ngobrol Gayeng Obyek Peninggalan Situs "Makam Ki Gagus Gunung" Baran Gunung Ambarawa. 
undangan di Grup Wa
    Walaupun sebenarnya saya sangat menghindari kunjungan kedua kali ke tempat yang sama jika tak ada yang urgen, karena masih banyak situs lain yang perlu diuri-uri. Aslinya salah satu tujuan saya menulis kisah perjalanan di blog ini untuk memandu rekan, sahabat yang juga cinta situs.
     Tapi karena ini spesial, saya sangat antusias, apalagi ada temuan baru, sehingga menambah cerita blusukan ke lokasi ini : membuktikan dugaan kami di perjalanan edisi pertama (tahun 2018) : Kunjungi ceritanya di link situs-makam-kyai-bagus-gunung-baran
   Setelah kumpul di Basecamp terlebih dahulu, kami kemudian meluncur menuju "Bale Panjang", Baran Kauman Ambarawa. Beberapa sahabat Komunitas Dewa susul menyusul. 
     Beberapa Warga, juga sahabat dari komunitas Dewa Siwa meriung bareng diskusi pelestarian situs cagar budaya.
Sebelum diskusi saya nyempatkan diri untuk berfoto didepan struktur batu candi mirip lingga = dugaan awal adalah bagian atas (kemuncak) candi. 
2018

     Saat saya penelusuran kesini, tahun 2018, struktur ini masih nempel di tempok depan masjid sisi kanan dekat tempat wudhu.
     Sambil menunggu rekan-rekan lain bergabung, diskusi dan berbagi wawasan tentang situs seru mengalir dari yang hadir. ketika datang kesempatan saya berbicara, saya memberanikan diri untuk menyampaikan gagasan tentang konsep "Desa Wisata Edukasi Arkeologi", dari pengalaman saya nguri-nguri yang paling tepat untuk situs cagar budaya untuk saat ini ya edukasi. Tapi memang saya sadari untuk menyatukan visi tentu sangat berat. Berbagai keinginan dari warga, motif atau tujuan yang berbeda, tidak dapat di kesampingkan. Apalagi masih banyak yang mengarahkan ke arah sejarah secara mistis.
     Membayangkan mengajak anak-anak Sekolah datang ke Baran Kauman : "Desa Wisata Edukasi Arkeologi", kemudian dijelaskan mengenai peninggalan yang tersebar di Baran tentu menjadi nguri-nguri yang lebih efektif. Anak-anak jadi semakin tahu, dan akan nyaman ketika berkunjung lagi. Selain anak-sekolah tentu turis, peneliti baik lokal mupun asing pasti berdatangan, secara tidak langsung ada tambahan ekonomi pula bagi masyarakat sekitar. Namun bila sejarah secara mistis? maaf saya tak ingin membahas.
    Kegiatan di pungkasi dengan blusukan malam ke lokasi, Dari bale Panjang, kami berjalan kaki menuju Makam Ki bagus Gunung. Suasana malam memberikan suasana yang berbeda, sangat syahdu...
       Memang benar, saat ini ada beberapa struktur yang baru saja ditemukan dan saat ini ditata rapi. "Selain dibersihkan kami sedikit beri cat pengilap", jelas salah satu warga. Secara pribadi saya sebenarnya kurang sreg ketiga batuan candi diberi cairan pengilap. wibawanya berkurang, walaupun nampak indah. Tapii bagaimanapun saya tetap apresiasi para warga yang berinisiasi nguri-uri sejarah. 
        Struktur Batu berelief inilah yang baru saja ditemukan:
       Semoga keinginan dan usaha warga desa Baran Gunung ini bisa berhasil dan sukses seperti yang mereka cita-citakan. Melestarikan Situs Makam Kyai Bagus Gunung, dan menginspirasi desa lain yang terdapat pula situs cagar budaya peninggalan kuno.
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi.
#hobikublusukan

Jumat, 05 Juni 2020

Blusukan Silaturahmi 1441H # Part 2 : Situs Lingga Bergas Lor

Situs Lingga Bergas Lor       
     Lanjutan dari Blusukan Silaturahmi Situs Ndompon Bergas,  Link di : https://www.sasadaramk.com/2020/06/blusukan-silaturahmi-situs-lingga.html, penelusuran berlanjut masih satu area. Saat kami bepapasan dengan warga, ternyata salah satunya kenal dengan Mas Dhany. Sangat heran, "Apa iya di dekat tempat tinggalnya ada batu kuno?"... tapi faktanya memang bertebaran (=berserakan). 
      Kurang dari 2 menit kami sampai di lokasi yang kedua, dan masih ada adegan nyasarke sik khas Mas Dhany. Tapi karena mata kami (Saya dan Mas Eka WP sudah mata watunen (mirip istilah mata hijau ketika ada uang) gak akan dapat menipu kami engkau si raja tengil. Walaupun sudah 10 meter melewatkan, tapi kami tetap berhenti tepat didepan Lingga Krajan Bergas Lor. 
Situs Lingga Bergas Lor 
      Orang awam tak akan menyangka Batu yang berdiri ini adalah jajak peradaban hindu klasik yang pernah menghuni area ini.

      Berada di depan rumah warga, Kondisi Lingga lebih baik dari yang sebelumnya. Masih utuh.
      "Dulu ada di talud, saat saya benahi ada saudara dari luar kota yang menyarankan untuk mengangkat. Karena menurutnya itu batu tinggalan kuno. Ya sudah saya angkat, karena menurut saya memang batu itu unik dan niat saya akan saya jadikan salah satu ornamen hiasan di taman yang rencana saya buat di depan rumah", jelas empunya rumah panjang lebar.
Sebelumnya memang Lingga ini menjadi salah satu batu yang tertata menjadi talud saluran air. tanpa ada yang ngeh jika ini Lingga
     Obrolan kami tentang kemungkinan - kemungkinan di sini (apakah Linga ini insitu atau tidak), merembet ke beberapa informasi situs di sekitar bergas Lor. Semoga lain waktu kami bisa menelusuri ulang informasi dari beliau. karena mungkin saja terkait dan bisa menjadi cerita yang utuh.
      Close up Lingga Bergas Lor:
Situs Lingga Bergas Lor 




























       Walaupun puncak Lingga sudah tak semulus yang seharusnya, tapi membayangkan Yoni pasangannya bagaimana bentuk dan besarnya cukup membuat angan angan kami tinggi membayangkan keindahan karya nenek moyang.
Situs Lingga Bergas Lor 

     Kami  meyakini Lingga ini berasal tak jauh dari lokasi Lingga sekarang. Kondisi kontur alam memungkinkan.
      Dan perjalanan Blusukan silaturahmi 1441H masih belanjut ke destinasi yang ketiga. (Bersambung)
Mas Dhany, Saya dan Mas Eka WP
      Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
#Hobiku Blusukan