Festifal Gedong Songo 2019 |
Jumat, 22 Maret 2019. Cerita blusukan kali ini, saya awali dengan sebuah cerita dari keikutsertaan Komunitas Dewa Siwa dalam Kegiatan Festival Gedong Songo 2019. Sebagai pengingat bagi kami, sekaligus memberitakan kiprah Komunitas Dewa Siwa, alangkah baiknya saya bagikan detail segala hal yang sempat saya rekam. Mulai dari poster kegiatan, dan denah stand :
juga beberapa
situasi stand pada saat pameran,
dan tak terlupa adalah saat beres-beres di hari terakhir.
dan tak terlupa adalah saat beres-beres di hari terakhir.
Saya sendiri,
penuh liku-liku untuk kegiatan ini. Mulai dari Istri yang berada di Jakarta
selama 2 Minggu (otomatis momong 2 anak), kemudian selama 3 hari sayapun dapat
tugas mengikuti Bintek di Magelang selama 3 hari (20-22) pas hari H-1 dan sampai
penutupan. Walhasil, resiko tetap saya hadapi. Pergi Pulang selama 3 hari
Magelang-Ungaran-Gedong Songo tetap saya lakukan. Walaupun dapat dibayangkan
bagaimana remuknya badan… namun resiko ikhlas saya tanggung. (Maaf saya tak
bermasud apapun saat nulis kisah ini—hanya sebagai pengingat saya pribadi untuk
dimasa yang akan datang). Quote yang saya pilih sebagai penyemangat … “Banyak
orang memilih menikmati hasil dan abai saat dibutuhkan dalam proses”.
Walaupun ditengah keterbatasan SDM yang bisa
turut serta guyub rukun gotong royong ‘merias” stand tapi ‘show must go on’…,
menurut pandangan saya kegiatan ini merupakan ‘humas’ bagi Komunitas Dewa Siwa
untuk menunjukkan kiprahnya dalam usaha turut serta melestarikan situs Cagar
Budaya dengan cara unik.. yaitu blusukan situs… --- = edukasi langsung ke
masyarakat di sekitar situs adalah hal yang paling saya sukai.
Hari Jumat,
hari terakhir pameran sekaligus kukutan stand.
Saya ngajak kedua anak. Niat saya sekaligus piknik candi sambil momong, tapi
ternyata sampai dilokasi (dapat kabar dari WA Grup, semua materi pameran sudah
diberesi oleh Mas WI_yono (saya baru face
to face ketemu hari ini). Setelah parkir saya kemudian ke toilet mum dulu,
dalam perjalanan melewati kantor BCB Gedong Songo, ada panggilan… namun ku
abaikan… soalnya fokus saya toilet.
Apalagi sekilas dalam pandangan saya tak ada yang saya kenal.
yang terlihat asing itu adalah mas Seno dengan potongan cepak ala tentara… hehehe. Selain mas Seno, Ada Pak Nanang Mas Wiyono dan Pak Ngatno dari BCB Gedongsongo. Singkat cerita saya gabung dan ikut obrolan seru.
Apalagi sekilas dalam pandangan saya tak ada yang saya kenal.
yang terlihat asing itu adalah mas Seno dengan potongan cepak ala tentara… hehehe. Selain mas Seno, Ada Pak Nanang Mas Wiyono dan Pak Ngatno dari BCB Gedongsongo. Singkat cerita saya gabung dan ikut obrolan seru.
Saat sepakat
pulang, eh kami ditawari blusukan Lumpang Twins di dekat rumah beliau… tanpa
berpikir saya menyahut.
Wani… walaupun cuaca mendung gelap menggantung dilangit… namun slogan yang dulu pernah ramai di Komunitas Dewa Siwa “Udan tambah edan, banjir ora mlipir”, masih tersisa dalam benak kami.
Wani… walaupun cuaca mendung gelap menggantung dilangit… namun slogan yang dulu pernah ramai di Komunitas Dewa Siwa “Udan tambah edan, banjir ora mlipir”, masih tersisa dalam benak kami.
Dari Candi
Gedong Songo, kami kemudian menuju daerah didekat rumah Pak Ngatno.
Kalau tidak salah daerah Tegal Dlimas, dimana dekat pula dengan rumah Pak Mustain di Watu Gandu Sumowono.
Kalau tidak salah daerah Tegal Dlimas, dimana dekat pula dengan rumah Pak Mustain di Watu Gandu Sumowono.
Watu Lumpang Dusun Tegal Dlimas Sumowono |
Watu Lumpang Dusun Tegal Dlimas Sumowono |
Untung
Pak Yono tadi sempat meminjam sabit dari tetangga yang beliau temui.
Akhirnya
kami temukan juga, yang memang sebelumnya tertutup rerumputan.
Dua Lumpang
berdekatan,
“Dulu
sebenarnya ada 3 watu lumpang, namun yang satu hilang (sudah cukup lama)”,
cerita Pak Yono kepada kami.
Keunikan watu
lumpang di Dusun Dlimas Sumowono ini adalah salah satu watu lumpang berbentuk yang
oval.
Watu Lumpang Dusun Tegal Dlimas Sumowono |
Karena
beberapa HP yang turut serta blusukan baterainya habis… waktu juga mulai malam,
ditambah mendung gelap sehingga beberapa gambar nampak tidak jelas… semoga
dilain waktu saya bisa kembali dan mengulangi kembali.
Agar sahabat bisa
menikmati dua watu lumpang ini lebih detail.
Hujan mulai
deras saat kami putuskan untuk berpamitan. Namun sebelum berpamitan saya
teringat undangan dari pak Mustain, hari ini di desanya ada ‘sadranan’, banyak
makanan katanya…
Walhasil saya dan pak nanang tetap mampir sementara Mas Seno dan Mas Wi pulang dengan tak gembira karena di Hape ada miscall beberapakali (terciduk, walau disembunyikan saaat menerima = jelas terlihat ekspresi mereka berdua… eh jadi teringat sama Mas Dhany, salam keset.. hhehe.
Walhasil saya dan pak nanang tetap mampir sementara Mas Seno dan Mas Wi pulang dengan tak gembira karena di Hape ada miscall beberapakali (terciduk, walau disembunyikan saaat menerima = jelas terlihat ekspresi mereka berdua… eh jadi teringat sama Mas Dhany, salam keset.. hhehe.
Apa kabar mas?
Lama ga kelihatan/... pertemanan di FB dihapus ya? Kesete gatel e tenanan po?
Hehehhe
Pesta
sadranan di rumah Pak Mustain… Terimakasih
kepada semua pihak yang terlibat blusukan hari ini.. tanpa kalian hari ini
takkan ada cerita untuk blog ini…
Walaupun
sebenarnya ada rasa mengganjal, saat di Gedong Songo… lewat naskah ini saya
bener-benar bertanya… apakah tukang parkir Gedong songo memang dilatih ketus?
Hehehe.
3 kali parkir (3 hari berurutan) 20-22 maret 2019 dengan 3 kali orang berbeda ketus semua… hehhe.
Padahal saya ya gak minta karcis juga… semoga kedepan bisa ramah plus dikasih karcis… heheh.
3 kali parkir (3 hari berurutan) 20-22 maret 2019 dengan 3 kali orang berbeda ketus semua… hehhe.
Padahal saya ya gak minta karcis juga… semoga kedepan bisa ramah plus dikasih karcis… heheh.
Watu Lumpang Sumowono |
#hobiku
blusukan