Jumat, 01 Februari 2019

Mampir di Watu Lumpang Doplang, Bawen


Jumat, 1 Februari 2019. Akhirnya bisa lagi, setelah cukup lama menunda membagikan kisah awal Pebruari ini. Banyak kendala (alasan) mulai dari semakin tak kondusifnya situasi dan kondisi, juga logistik yang cukup terbatas. Belum lagi destinasi yang entah kenapa saya semakin langka saja mendapatkan informasi. Mungkin saya memang kurang baik, sehingga dampaknya kembali lagi ke saya dengan pelitnya informasi… heheheh maaf. Tapi saya bulatkan tekad, untuk Blusukan ‘must go on’… beberapa rencana yang sempat tertunda harus kuwujudkan.
'Kadang yang tak terencana malah menghasilkan', quote saya untuk kisah ini. Bagaimana tidak. Secuilpun niat saya gak punya untuk ingin blusukan. Karena tujuan awal saya di  Jumat ini adalah ke Sekretariat Komunitas Dewa Siwa (Komunitas Pecinta SItus dan WAtu Candi, untuk memantapkan planning membuat perpustakaan komunitas di rumah Pak Nanang Klisdiarto, Berokan Bawen.  
Namun ternyata saat ngobrol, kedatangan pula personel lain : mas Seno. Ngobrol ngalor ngidul kemudian mengambil property di beberapa lokasi, setelah itu Pak Nanang menawari kami untuk menengok Lumpang di ‘belakang rumahnya.
Saat mendengar kata belakang rumah Pak Nanang ada Watu Lumpang, seketika saya menyumpah serapah (bukan memaki---karena takut kuwalat) namun tertawa…. Kenal hampir 10 tahun tapi belakang rumah kok malah di-“imbu sampai mateng, ki pie to pak!”, sesal saya. Pak Nanang hanya terkekeh.
Dari arah Ambarawa, kami kemudian berbelok ke Kiri tepat di gang sebelum rumah Pak Nanang yang sekaligus adalah Warung Bakso Pak Kemang Berokan, Ini Bukan endorse atau pun iklan. Tapi memang kebetulan kalau blusukan makanan wajib kami adalah mie ayam plus es teh… rencana kami juga (saya ngaku sebagai provokator) mendirikan perpustakaan komunitas di Salah satu sudut di Warung Bakso-Mie Ayam Pak Keman Berokan. Tujuan kami tentu saja edukasi, menjadi sekretariat plus jujugan mencari sumber data/pengetahuan tentang situs dan segala hal yang berkaitan. Semoga bisa terwujud. Amin!.
Kira kira dari pertigaan kami berbelok kurang dari 500m, kami kemudian nitip parkir di depan salah satu warung kelontong semi modern. Kemudian mengikuti Pak Nanang di depan. Menyusuri pematang sawah. “Tapi karena cukup lama, agak lupa…. Kita cari dulu”, jelas Pak Nanang. Saya batin…. Ini terlihat sekarang faktor U memang menentukan…. Tapi saya batin, entah mas Seno mbatin juga tidak. Cukup agak lama kami memutar meneliti satu persatu petakan sawah, sempat pula bertanya pada ibu yang sedang memanen padi. Namun ternyata ibu itu malah ga ngeh  ada watu lumpang di sekitar sini --- (ternyata bukan warga asli---namun buruh panen padi).
“Terang saja kita cari ga ketemu, lha wong ditutupi damen – batang padi”, kilah Pak Nanang. Saya dan Mas Seno Cuma Ngakak.
Segera saya mendokumentasikan sambil menerima sedikit uraian cerita dari Pak Nanang Klisdiarto. Hanya segelintir sesepuh / orang tua yang tahu keberadaan Watu Lumpang ini, selebihnya abai.
Beberapa dari orang tua yang Pak Nanang temui, menyebut area ini dengan sawah sekenteng, sebuah penyebutan yang identik.
Pak Nanang dan Mas Seno : Gambar setelah batang padi menutupi watu lumpang disingkirkan...
di Lumpang Doplang
Kondisi Watu Lumpang yang malah ditutupi batang padi bekas panen, menjadikan bukti memang watu lumpang ini tak lagi mendapatkan tempat… Sunggguh sedih memang…
Sebuah kenyataan yang tak dapat dipungkiri. Tapi Kami sebagai komunitas, atau minimal saya lewat blog ini, ingin menyampaikan sebuah cerita. Bahwa Watu Lumpang Doplang ini punya sejarah panjang.
Lumpang Doplang, dibawah tumpukan batang padi
 ‘Dia’ adalah bukti telah hadirnya peradaban di ribuan tahun lalu di sekitar area ini. Ditambah beberapa titik sekitar berokan memang ada situs, seperti Arca Nandi di Pasar Sapi, Candi di Perum Mustika Candi (nama kuno dulu adalah Gumuk Candi), yang saat ini sebagian besar di bawah ketempat yang terakhir menjualnya. Konon saat ini bekas bangunan candi ada di Tower tepat ditengah perumahan Mustika Jati. Cerita yang saya dapat selain bangunan candi utuh, juga ada petirtaan, namun saat ini hilang tak berbekas, bahkan saya yakin yang sekarang tinggal di Mustika Jati Tak ada yang tahu dulu pernah megah berdiri bangunan suci di situ.
Kondisi Lumpang saat ini, terbenam dan miring :
Telat memang tak mampu mengubah keadaan, namun upaya kecil kami sebuah komunitas yang mencoba bergerak melakukan sesuatu, ataupun saya secara pribadi yang hanya berbagi lewat cerita semoga menggugah orang untuk mencoba  mempertahankan jejak cerita bukti peradaban masa lalu. Agar tak mlongo saat ditanya asal usul nama desamu.
Kembali ke Watu Lumpang Doplang, Kondisi yang sejajar dengan lumpur sawah, menjadikan memang watu lumpang ini riskan terlupakan…. Bahkan tiba-tiba hilang, rusak atau entah kemana… hanya dengan alasan…. Bila watu lumpang tak ada area ini bisa ditanami padi walaupun hanya berapa batang saja…..
Watu Lumpang atau banyak disebut sanghyang Kulumpang pada masanya menempati posisi istimewa, pada masa Hindu Klasik yang pernah bersemayam di Bumi Nusantara ini. Sebagai media pelaksanaan upacara seperti penetapan tanah sima, upacara ritual masa tanam, masa panen atau ritual lain.
ssdrmk di Lumpang Doplang
Di era kuno modern, Lumpang biasa dipakai untuk menumbuk biji…. bedanya ada Watu Lumpang yang khusus digunakan untuk menumbuk sesajen yang digunakan untuk ritual upacara suci.
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
Sampai ketemu di penelusuran berikutnya… Maturnuwun Pak Nanang dan Mas Seno…di Jumat berkah ini…
#hobikublusukan

Jumat, 18 Januari 2019

Watu Lumpang Senden Jatijajar : Persiapan Save Lumpang

Watu Lumpang Senden Jatijajar
        Jumat 18 Januari 2019. Sebuah kabar menyejukkan datang setelah beberapa hari sebelumnya. "Ada seorang warga ingin memindahkan ke tempat yang lebih layak Watu Lumpang di belakang rumahnya".
    Segera Pak Nanang merespon positif... dan kebetulan saya dijawil. Akhirnya hari ini bisa silaturahmi sekaligus ngobrol rencana aksi "save lumpang" tersebut.
    Beberapa kali tertunda, karena kendala teknis akhirnya, Jumat 18 Januari 2019, berangkat dari Sekretariat Komunitas Dewa Siwa, kami meluncur ke rumah informan, sekaligus senior Komunitas Pecinta Situs dan Watu Candi bapak Aman Johani di Randugunting . 
       Di lokasi ini ada situs Yoni di Makam umum desa. Link Naskah tersebut : Yoni situs Randugunting Bergas (penelusuran 2015). Kondisi saat ini lebih baik (sudah di pagar dan diberi papan peringatan BCB).
       Sampai dirumah beliau, sambil menunggu hujan reda kami  ngobrol ngalor-ngidul tentang visi yang sama yaitu nguri-nguri budaya leluhur. Muaranya memang memberikan semangat bagi saya pribadi, walaupun blog saya ini hanya sebatas cerita hasil penelusuran namun ternyata bisa bermanfaat bagi orang lain. "Memberitahukan orang didaerah tersebut ada situs, selama ini banyak yang abai, bahkan merusak karena tak mengetahui itu batu apa", ungkap Bapak Aman Johani.
    Jadi teringat lomba Blog yang diadakan www.nodiharahap.com, Saya idem dengan tema lomba tersebut, kalau sudah begitu membuncahlah perasaan “Bangga Menjadi Narablog pada Era Digital”... benar benar membuat saya termotivasi. 
     Salah satu cerita nyata, saat saya penelusuran di desa Kenteng Susukan masih di wilayah Kabupaten Semarang, awalnya saya sendiri hanya penasaran ihwal asal muasal nama Desa "Kenteng", saya tanyakan kepada perangkat desa, bagaimana sejarahnya? apakah ada Watu Lumpang, Yoni atau candi? Dengan terkejut perangkat yang bernama Bapak Muhsin menjawab ada 8 Watu Lumpang yang menjadi cikal bakal nama Desa Kenteng ini. 
     Singkat cerita... Setelah saya tuliskan di blog : link naskah Watu Lumpang Desa Kenteng, saat ini Pemerintah Desa membuat museum mini desa Kenteng yang bertujuan mengedukasi warga dan sebagai tempat belajar langsung anak-sekolah, dan itu awalnya hanya sedikit sumbang saran diakhir naskah.
    Dulu pernah kepikiran apa gunanya menulis cerita perjalanan 'blusukan situs' menjadi pertanyaan yang biasanya saya jawab dari beberapa rekan. Jujur saja, motivasi pribadi ya latihan menulis, juga sebagai kenangan, istilahnya titip dokumentasi. 
     Ternyata setelah 10 tahun baru saya rasakan, foto-foto awal blusukan yang saya simpan dilaptop hilang, tapi lewat menjadi blogger ini masih bisa tersimpan dan saya nikmati. Tak hanya satu kali, yang kedua lebih banyak lagi, foto dalam folder 350 destinasi blusukan situs hilang juga saat laptop yang kedua rusak. Untung saya pernah nulis di blog.
    Yang paling membanggakan sekaligus menumbuhkan semangat adalah, ketika ada rekan yang japri dan ingin diajari nulis. Pikir saya ini hanya lelucon, namun rekan tersebut berulangkali meyakinkan saya. Padahal menurut saya kisah saya ini tak bagus, tak menarik.
    Dari itulah, di tahun 2019 ini saya ingin lebih membagikan manfaat bagi banyak orang, ekspansi manfaat kalau istilah saya, bukan hanya edukasi sejarah,  namun transfer pengetahuan yang lain.  
     Dan mejadi blogger memang sudah menjadi pilihan, bagi pribadi sebagai cara mengekspresikan passion.
---
Moh. Mansori dan Aman Johani
     Kembali ke hari ini, setelah hujan reda, meskipun mendung kian tebal, kami kemudian menuju rumah dimana ada watu lumpang.  
       Kurang dari 5 menit sampailah, karena memang tujuan kami hanya desa di sebelahnya. Yaitu dirumah Bapak Muhamad Mansuri, tujuan kami. Setelah memperkenalkan diri kemudian lanjut dengan cerita watu lumpang. 
     "Awalnya lumpang terpendam, karena menjadi tempat mengalirnya air hujan serta air kamar mandi. Lama-lama tergerus dan sekarang mulai nampak. Sempat saya ingin memindahkan ke depan, namun 4 orang ternyata tak kuat", Bapak Muhamad Mansuri mengawali Cerita.
 Watu Lumpang Senden Jatijajar #1
    Obrolan sambung-menyambung tentang kemungkinan bahwa dugaan Kutaraja 'mamrati' mungkin saja pernah berlokasi di sekitar sini. ---Ibukota kerajaan Mataram Kuno setelah migrasi dari Kawasan Dieng, sebelum pindah kawasan Kedu--- dan kami semakin bertambah semangat. Segera kami utarakan niat Komunitas kami, untuk turut serta membantu proses pemindahan. 
       Respon positif dari Bapak Mansuri tentang rencana beliau menempatkan didepan rumah, lantai di plester dan diberi pagar. Kamipun usul penambahan papan peringatan BCB.
    Selain Lumpang dibelakang Rumah Bapak Muhammad Mansori, tepat diseberang jalan ada lagi 1 watu lumpang yang berukuran lebih kecil. 
     Saya berani bertaruh, orang lewat tak akan menyangka ini adalah benda yang punya sejuta cerita masa lalu.
 Watu Lumpang Senden Jatijajar #2 
       "Nanti kami akan berkoordinasi dengan Bapak Kadus, mencoba mengusulkan pelestarian ini", kata Bapak Moh Mansuri. kami mengangguk dan bergembira. Semoga harapan yang baik itu segera bersambut.
 Watu Lumpang Senden Jatijajar #2 : Aman Johani, Moh Mansuri, Pak Nanang dan Bu Wahyuni
     Alangkah bagusnya bila kedua lumpang ini diletakkan berdampingan, selain kepercayaan warga bahwa ini watu lumpang berpasangan, yang lebih penting adalah pelestarian benda cagar budaya ini.
 Watu Lumpang Senden Jatijajar #2
     Lumpang yang kedua, nampak terlihat sudah rusak, namun menyelamatkan yang dengan kondisi apa adanya lebih baik dari pada mengabaikannya.
 Watu Lumpang Senden Jatijajar #2
      Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
      Sampai bertemu dipenelusuran berikutnya...
 Watu Lumpang Senden Jatijajar #2
nb: 
Nantikan kabar selanjutnya tentang 'project save lumpang" ini...

Kamis, 03 Januari 2019

Yoni Situs Candi Kecamatan Ampel Boyolali : Romansa Kemisan

Yoni Situs Candi Kecamatan Ampel Boyolali 
   Kamis, 3 Januari 2018, saya sengaja memberikan judul 'romansa', mengutip komentar mas Seno di facebook. Saya pikir cukup bisa menggambarkan bagaimana jalan cerita blusukan kemisan ini. Penuh rasa memang... seperti permen.
Berawal dari hutang janji saya, dengan Pak Nanang K, beliau yang selalu berkenan guide di banyak destinasi. Timbulah dalam hati saya untuk membalas dengan gantian mengantar. Ditambah pikiran saya butuh sekali direfresh.
Setelah kami sepakat, kemisan ini meluncur ke Payungan Kecamatan kaliwungu Kabupaten Semarang. eh secara kebetulan istri mampir kantor setelah jemput sekolah Jagad, jadilah kupaksa ikut. Padahal sejak beberapa malam sebelumnya saya ragu, maju mundur untuk ngajak istri ‘blusukan kemisan couple’ bersama Pak Nanang dan Istri. Sepertinya yang diatas mengabulkan doa atas ide saya... hehehe
Berangkat dari perpus Ungaran, jam 12an, tepat ketika Ungaran hujan deras, jalan raya di sekitar traffict Light tergenang air luapan selokan kami tetap menerjang. Entah kenapa semangat saya berlipat, walaupun memang anak yang kecil, kami tinggal. Bersama keluarga memang nyaman. hehehe... (itu terjawab nanti, tapi tentunya butuh baca sampai selesai dan menyimpulkan sendiri ya…)
Sesampainya di pertigaan Karangjati, saya melihat motor Mas Dhany standby di TB beliau. Sambil nyopot jas hujan, saya WA Mas Dhany.
Begini Percakapannya :
saya: yuh...
saya: kumpul ning pak Nanang
saya : Kaliwungu
Mas Dhany :Kpn?
saya : Ki Aku nyopot Mantol Ning ngarep Sidomuncul
 Saya : saiki
 ----
Saya tak membalas lagi, saya pikir mas Dhany seperti biasa saat saya ajak, balasnya selalu ‘durasi mepet’, syndrome keset itu gatel, apalagi ini musim penghujan juga basah tentunya.
Langsung meluncur ke Rumah Pak Nanang, ternyata Mas Seno sudah menunggu juga sementara Mas Yohannes pun sudah standby di pertigaan Kecandran JLS. Yang penting saya sudah ngabari mas Dhany, biar tak di komentari nglimpe.  Melewati jalur memutar depan Hortixxxx kemudian melewati Gembol, ehhh tiba-tiba, ada motor sejajar yang berteriak kencang..... "Weee lhadalah... jebul ngapusi, ga no durasi ki!!!", Mas Dhany histeris lucu. Sumpah serapah (khas), tapi kami tertawa bareng setelahnya.
kloter 1 : romansa kemisan
Tiba di Rumah Pak Nanang Mas Dhany masih saja histeris lucu, kami yang berkumpul dan bersiap blusukan membayangkan pulangnya nanti terpontal-pontal biar tak berselimut keset teles  bin gatel... haghaghgahg membuat semua terhibur... Salam keset teles!!!..
"Sebelum ke tujuan, Kita Mampir dulu di Yoni belakang pasar Ampel". kata Pak Nanang. Saya surprise.... berarti tak 100% saya menjadi guide... hehehe.
Anehnya cuaca menjadi berbeda, walaupun mendung, sepertinya langit mendukung blusukan kemisan kami yang penuh cerita ini.... menunda hujan. Apalagi si Jagad bersedia menerima tawaran untuk membonceng Mas Dhany, jadilah Saya serasa Pacaran, tak mau kalah sama Pak nanang dan bu Wahyuni. Mas Yohanes dengan anaknya, sementara Mas Seno mungkin ngiri sama Truk gandeng,  sedangkan mas Dhany... jadi ‘mas Nanny’, yen boso jowone momong… hehehehhehe... Maturnuwun. Semoga pahala surga menantimu. Benar-benar berkah langit untuk kami berdua.
Singkat cerita, sampailah kami di pasar Ampel, kemudian ada tetenger Tugu, kami ambil kiri, mengikuti jalan tersebut. masuk ke Dusun Candi Desa Candi. Sebuah nama yang cukup membuat saya tak fokus dengan jalan yang kami lalui, bagaimana tidak, saya tengok kanan kiri, sampai-sampai ingin bisa melihat kedua sisi kanan dan kiri jalan bilamana ada batu ‘mencurigakan’ tak boleh terlewatkan.
Namun karena desa ini bukan dalam planning kami untuk secara detail kami telusuri, akirnya ya kami lewati. Walaupun dalam hati terpatri untuk suatu saat kembali atau malah ada pembaca yang tertarik menelusur, bahkan malah penduduk lokal yang memberikan informasi menarik kepada kami (saya mewakili siap menerima informasi… heheh)
Setelah melewati perkampungan kami kemudian sampai di jalan yang membelah persawahan. Ternyata Pak nanang menghentikan laju motornya dan parkir di pinggir jalan.
Serunya Blusukan : Mas Yohanes dan Anaknya Tegar
“Dapat informasi malah dari sopir truk pasir yang meninggalkan pesan komentar di grup facebook, tentang watu kuno yang tak terawat di Dusun Candi belakang pasar Ampel”, cerita pak Nanang awal mendapatkan info Situs ini.
Kami kemudian berjalan menyusuri pematang sawah, Situs berada di pinggir sawah kering yang saat ini ditanami pohon Sengon.
Yoni berukuran sedang, berbentuk sederhana tanpa motif, relief. Namun tegas dan berwibawa.
Cerat Yoni masih utuh,
cerat.. 
Melihat di lubang pada penampang atas Yoni kotak dan dasar ada semacam kuncian, saya menduga ini Yoni tapi bukan berpasangan dengan lingga.  Ataukah ini Lapik Arca saya belum dapat memastikan. (semoga para ahli bisa mencerahkan saya...)
Lubang Yoni : Mungkin Arca
Mungkin Arca berada yang berada di atasnya.
masih rungkut
Saat kami berdiskusi dan bersih - bersih situs (walaupun cuma nyabuti rumput sekitar Yoni), ada seorang warga yang mendekat dan nampaknya tertarik dengan aksi kami diskusi dan bersih-bersih situs. 
“Watu itu awalnya disitu”, beliau menunjuk 4m arah Yoni sebelumnya. 
“Sedari kecil Yoni itu ya begitu tanpa ada arca diatasnya”, cerita beliau saat salah satu dari kami bertanya dimana Arca/ Lingga berada.  
Mbah yadi, beliau menyebut nama. Dengan usia kepala 7, masih fasih menceritakan beberapa sejarah dusun Candi. 
Salah satunya tentang warga yang pernah familiar dengan ‘Candi Merapi’.



Informan : Mba Yadi
Sesaat radar kami langsung fokus, karena istilah ‘Candi Merapi’, sesuatu banget bagi kami. “Dulu saat merapi meletus hebat, saat saya terlupa tahun berapa, sepertinya saat saya masih kecil. 
Beberapa Gambar dari beberapa sisi : 

Waktu itu sangat banyak pengungsi akibat letusan gunung berapi dan menempati area diluar pemukiman asli warga dusun Candi. Sehingga warga menyebutnya Candi Merapi. Bukan nama dari sebuah Candi seperti candi Prambanan”, cerita Pak Yadi Panjang Lebar.
Di Yoni Dusun Candi Ampel Boyolali
Ekspetasi kami langsung meredup, walaupun kami tetap menyimpan bara keyakinan penyebutan 'nama Dusun Candi Desa Candi' bukan sembarangan asal comot saja. Atau malah Yoni ini sebenarnya adalah bagian dari bangunan suci yang megah dan hanya belum ketemu saja. 
Apalagi menurut cerita mbah Yadi, yoni ini oleh warga dikenal dengan watu sikenteng. Sebuah bukti penamaan yang identik.
Setelah merasa cukup kami kemudian berpamitan.
Khusus naskah ini…. Kami lanjutkan…. Ke destinasi bonus (saya menjadi pemandu)
Menuju destinasi selanjutnya.
Masih dengan formasi Couple double (Saya-istri dan Pak nanang Istri), Mas Dhany yang momong Jagad, Mas Yohanes yang momong anaknya sendiri dan Mas Seno yang masih saja blusukan sendiri (kalah sama truk gandeng mas…).
Dari  Desa Candi kemudian kami melewati jalan temus menuju pasar hewan ampel, ambil kiri menuju Kaliwungu Kabupaten Semarang. Tujuanya adalah Candi Payungan yang berada di Desa Payungan Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. Tujuan kali ini adalah gentian posisi pemandu, saya sekitar 2014 sudah pernah menyambangi situs ini. Selengkapnya di Link naskah Blog  Situs Payungan Kaliwungu Kabupaten Semarang
Biar lebih afdol baca dulu ha...hehehe
sudah ada jembatan : candi payungan
Kondisi sudah agak berbeda, saat ini sudah ada jembatan bambu yang membuat kita tak perlu lagi berbasah - basah jika musim penghujan karena sungai mengalir airnya (jika kemarau kering). 
Kebun juga berganti menjadi tanaman suket gajah yang cukup membuat saya jadi kebingungan karena semua tertutupi. 
Candi Payungan Kaliwungu
Sempat bingung namun spekulasi saya berhasil. Tidak malu karena kesasar. 
Dan inilah 5 tahun kemudian kondisi Candi Payungan.
Romansa Kemisan
Kebiasaan baru kami bila di situs saat blusukan yang Resik-resik situs, minimal mencabuti rumput. Yang paling spesial ya saat sesi foto double couple blusukan kemisan
Semua yang pegang HP langsung memotret kami.. hehehhe.
hasil jepretan mas Seno


















Secara Pribadi saya sangat senang, bisa ngajak istri. 
Setelah merasa cukup, sebelum pulang, saya tawari sekalian jalan pulang berlanjut ke Yoni situs Timpik Kecamatan Susukan (Tahun 2005 masih satu kecamatan dengan Kaliwungu). Semua sepakat, jadinya saya masih menjadi pemandu.
Tahun 2017 saya kesini bersama mantan Partner pencetus ide Blusukan Kemisan…. Link Naskah Blog : Yoni Situs kauman Desa Timpik kecamatan susukan Kab Smg.
Saya, jagad dan Istri
 Apa Kabar Lek Suryo Wibowo….? salam dari kami sekeluarga? Nunggu kabarmu lek…segera…. Hehehehhehe--- yen wani tur lanang tenan sich!
Tak ada kabar lain dari Yoni situs Timpik ini, selain berpindah posisi dari dibawah tangga, saat ini pindah sekitar 2m... plus beberapa saat lalu Bapak Camat Susukan (kata warga) meninjau situs ini sekaligus survai lokasi awal Yoni ini berawal yang konon menurut informasi terdapat banyak struktur candi yang bila dibangun besarannya tak kalah dari Candi Klero ataupun Candi Ngempon.
Karena Durasi cukup mepet, saya kasihan Mas Dhanny. Walaupun memang sebenarnya sudah saya tawari untuk sekalian ke Stupa Situs Tawang Susukan. Namun phobia keset teles memang menakutkan. Alhasil, tak tega saya rasanya. Saya dan Mas Dhany  pulang terlebih dulu sedangkan rombongan lain berlanjut ke Tawang.
Mengekor terus dari Desa Timpik ke Sruwen, tapi setelah itu seperti punya ilmu memindahkan raga saja. Plasss!!! hilang begitu…. Sayapun senyum senyum bahagia. Tenang tak terpontal-pontal… hahaha
(bisa menyimpulkan sendiri ya....)
Sampai ketemu di kisah seru blusukan selanjutnya….
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
#hobikublusukan

Kamis, 20 Desember 2018

Yoni Situs Mongkrong : Ekspedisi Lintas batas Wonosegoro, Boyolali

Yoni Situs Mongkrong 
        Kamis, 20 Desember 2018, kira-kira sudah hampir 300an hari sebenarnya saya menyimpan keinginan untuk menelusuri ulang jejak sejarah di Wonosegoro Boyolali, karena melihat rekan senior Pak Nanang yang Kondangan tapi sekaligus menemui jejak keberadaan tinggalan di Mongkrong Wonosegoro. Entah kenapa selalu terngiang terus dalam benak saya untuk penelusuran. Walaupun sudah puluhan destinasi blusukan lain yang saya lakukan tapi saya masih ingat ada destinasi Mongkrong Wonosegoro Boyolali yang ‘harus saya telusuri’. Saat ini memang saya belum ngeh mengapa keinginan saya ini begitu kuat, dibanding keinginan destinasi ke lokasi lain. 
     Dan akhirnya kesampaian juga setelah berulangkali tak menemui titik temu, walaupun sampai di hari H ini ada saja tantangan yang membuat saya gundah. Janjian jam 8 pagi start biar nyandak semua, Selain Pak Nanang dan Bu Wahyuni ada Mas Seno pula … eh malah secara mendadak saya mendapatkan tugas kantor untuk dokumentasi kegiatan di Perpusdes Tlompakan Tuntang. Kepalang tanggung, direwangi tutup warung mosok aku ga melu, saya nekad ijin pas acara pembukaan mulai saya minta rekan kerja untuk lanjuutkan pegang SLR. Jadilah meluncur…. 
      Menuju Wonosegoro kami dari Tuntang melewati Bringin-Pabelan, Sampai di daerah Macanan ambil kiri, melewati Semowo kemudian tembus Cukilan Suruh dan masuk ke Wonosegoro. Suka duka saat blusukan seperti saat ini, kami bertanya ke pada warga yang berpapasan dengan kami, karena ternyata sang guide Pak Nanang K terlupa jalan. Salah satu yang bisa membuat kami tertawa adalah, seperti sewajarnya, ketika kami tanya awalnya normal menjawab arah ke mongkrong, tapi kami langsung mringis ketika warga tersebut bercerita bahwa dulu tahun 86an beliau adalah kades Mongkrong, yang memimpin desa ratusan kali. Dan baru berhenti karena ingin fokus mengelola sawah. Rasa capek langsung hilang berganti ngekek di sepanjang jalan. Maaf bukan bermaksud gak sopan…. Tapi ini pengalaman baru bagi kami…… hehehehhe. 
       Setelah melewati SMP 2 Wonosegoro, kemudian Pasar Mongkrong saya mengekor Pak Nanang berbe;ok masuk ke rumah ‘yang cukup besar’, sang empunya bernama Pak Didik yang ternyata tokoh masyarakat ‘sesepuh’…. Dan … (eh maaf saya belum minta ijin memprofilkan beliau---)… intinya beliau orang baik, karena sangat welcome kepada kami, hehehhe. Matursembahnuwun Pak Didik… bahkan bercerita banyak. Sekaligus menawarkan karyawannya untuk menjadi pemandu kami menelusuri beberapa situs yang tadi panjang lebar beliau beritahukan kepada kami. Beberapa informasi akan saya ceritakan di naskah selanjutnya. 
      Saat masuk di halaman rumah Pak Didik, saya langsung melirik watu yang selama ini memikat…. Yups…ada 2 Yoni… Sangat Dahsyat…
       Yoni yang berukuran besar, maupun yang lebih kecil kondisinya relatif baik. Walaupun memang lumut dan beberapa jamur tumbuh di beberapa titik. Namun itu normal karena Yoni ini belum ada atap pelindungnya. Namun apresiasi tinggi kami tujukan kepada Pak Didik yang masih berkenan merawat dan melestarikan jejak sejarah masa silam ini. 
     Close up Yoni 1,
Penampang atas Yoni, 
      Cerat masih utuh, menjadikan Yoni 1 ini sangat mempesona,  
Cerat Yoni Mongkrong






























     Yoni masih terlihat mantap, tegas. Tak ada pelapukan atau bekas perusakan, walaupun memang Lingga yang merupakan pasangan Yoni ini memang sudah tak diketahui rimbanya. 
Yoni Situs Mongkrong #1

Yoni Situs Mongkrong #1
     Sementara didekatnya, tepatnya dissamping kanan ada yoni yang berukuran lebih kecil dan masih lengkap dengan pasanganya : Lingga.
Yoni Situs Mongkrong : ada 2























       Sengaja dibawah ini saya dekatkan Lingga itu seperti apa ketika masih berpasangan, walaupun memang sudah tak sempurna lagi....Close Up Yoni 2 

   


Lingga Yoni Mongkrong 2 : dari atas




Lingga Yoni Mongkrong 2 : terlihat jelas bentuk lubang lingga

       Ukuran yoni sedikit lebih kecil, namun beruntungnya Lingga pasangannya masih berada di tempatnya. Kondisi dengan lumut sedikit lebih tebal karena rimbunnya daun mangga diatasnya, tanpa cerat Yoni yang menonjol. 
Lingga Yoni Mongkrong 2
     Saya tak akan membahas apa fungsi Yoni di masa lalu, karena sudah banyak blog lain yang membahas. 
      Maturnuwun kepada semua yang nampak di gambar berikut ini:
Bu Wakyuni, Pak Nanang, Pak Didi dan Pak Suntoro, Mas Seno lagi fokus di situs.. tidak terfoto
      Salam Pecinta Situs Watu Candi 
ssdrmk di Yoni Mongkrong
Lanjut ke Situs selanjutnya : ….. wonten candake 

- Lumpang dan Umpak Mongkrong 
- Lumpang di jalan Gang Mongkrong 
- Unfinished Arca Dusun Krangkeng desa Mongkrong 

#hobikublusukan