Kamis, 29 Juni 2017

Silaturahmi Lebaran 1438H di Grabag Magelang : Tak sengaja melihat dengan Yoni di rumah Pak Lek

Yoni 
     Cerita kali ini sungguh diluar dugaan, setelah sekian lama absen penelusuran situs (karena puasa; biasanya medan berat takut mokah---). Bersama keluarga, Bapak Ibu, Kakak Adik dan semua keponakan. Lebaran Hari ke 5 kami bersilaturahmi ke rumah Pak Lek di daerah Grabag Magelang.
     Mohon maaf karena sesuatu hal lokasi detail tak saya sertakan karena alasan tertentu.
     Kurang lebih dua jam perjalanan kemudian, alhamdulillah cukup lancar. Sampailah kami di Rumah beliau. Suasana yang masih asri dan alami apalagi pemandangan hamparan sawah dan Gunung Andong di depan rumah membuat saya pribadi yang memang mengusulkan keluarga saya untuk bertandang ke Rumah Pak Lek kami ini.
bahagia itu sederhana : memancing di kolam
           Setelah sampai dan bersalam-salaman, kami menyebar di penjuru sudut rumah beliau, sawah kolam, gazebo, sawah dan pendopo. Saya ngikuti anak (Jagad-Bhumi) bermain di kolam ikan. Sembari memancing. 
     Hampir 2 jam kemudian, saat ngikuti anak- yang jalan keliling area rumah, sampai di pendopo, yang terletak di sisi kiri bangunan utama (depan rumah ada bengkel), pendopo terpisah disisi kiri pinggir jalan tepat memandang Gunung Andong. 
      Dan ....
Saya terpana...
Ada Yoni!
     Kebetulan saat saya di pendopo ini, Pak Lek mendekat, "Oh itu Yoni yang dulu di pasrahke warga untuk ku rawat, awalnya di batas desa dan kondisinya memprihatinkan, tak terurus bahkan pernah akan di 'gepuk'", jelas beliau.
    Terlihat jelas memang usaha perusakan Yoni ini, sehingga penampang atas Yoni tak kelihatan sama sekali. Nampaknya bagian atas hampir 30% Yoni ini sudah hilang dirusak. Entah di zaman apa. 
     Lubang lingga berbentuk Kotak, namun sudah tak presisi lagi.
Untuk dimensi ukuran, karena sambil momong sehingga tak sempat saya ukur.
    Bekas tonjolan sisi depan yoni, yang disebut cerat juga masih terlihat jelas.


    













Disekeliling badan Yoni hiasan masih sederhana.
"Aku malah meh dipasrahi maneh 3 Yoni di beberapa makam oleh warga dusun sebelah, biar ada yang ngrawat kata mereka", tambah Pak Lek.
    Ya Pak Lek saya ini memang luar biasa unik, perjuangan nya sungguh menginspirasi saya. 
   Ceritanya begini, (kurang lebih)  karena beliau bercerita sudah beberapa tahun yang lalu.




Saat itu...
    Selepas masa SMA, Pakdhe keluar rumah tanpa pamit 'minggat' bahasanya, karena ingin sekali hidup mandiri. Waktu itu hanya berbekal baju dan sedikit uang saku. Bertahun-tahun hidup di jalan, di beberapa kota dan berbagai pekerjaan kasar dilakoni.     Sering tidur di masjid, di rumah kosong ataupun dimana saja. "Tapi paling sering aku ki turu ning kuburan sing angker", cerita beliau. "Dudu golek nomor atau pusaka, pikiran ku pas jeh nom biyen ki neg lokasi jare wong angker mestine sepi ga no menungso sing ganggu, kan aku seneng tempat sepi gawe nenangke pikiran karo mersudi ati", tambah beliau. Beliau sudah tidur di  ratusan tempat angker dan makam, serta terbiasa tahu batu berwujud arca, lumpang, yoni, nandi ataupun ganesha. 
      Menjadi kernet Bis malam, usaha beliau yang terakhir inilah yang membuat kemampuan otodidak beliau terlihat dan menjadi jalan hidup. Singkat cerita, selain kepintaran yang diatas rata-rata juga seringnya laku prihatin juga tidur ditempat angker (kata orang = Pak Lek menegaskan, itu hanya kata orang, kita harus percaya Gusti Allah), akhirnya beliau menjadi kepala bengkel salah satu armada Bis Malam yang cukup terkenal waktu itu.     
     Saat sudah cukup mapan, beliau kemudian mencari lokasi untuk membuat rumah. (Yang kami kunjungi ini). Kemudian baru pulang bertemu orang tua kandung beliau setelah mendapatkan calon istri.  
   
      Beberapa tahun yang lalu ketika saya bertandang kerumahnya, "ngangsu kawruh", selain saya bercerita tentang hobi saya menelusuri jejak peradaban ini juga tanya informasi keberadaan Yoni di Area Grabag ini. Pesan beliau hanya satu untuk bersungguh-sungguh karena ini hasil olah karya budhi leluhur jadi jangan dilupakan dan paling penting ojo lali marang gusti Allah. "Neg jare wong angker, berarti ono Yoni ne" kata beliau waktu itu sambil tertawa.
       Sebelum pulang, kami sempatkan berfoto bersama dulu, formasi komplit.
Formasi Komplit
 Karena janji beliau kepada masyarakat untuk ikut merawat, nampaknya tak berapa lagi Yoni ini akan kedatangan teman. hehehehe. 
     Semoga saya bisa jadi saksi.


 Salam Peradaban

Minggu, 18 Juni 2017

Menelusuri Jejak Situs Makam "Budho" di Dusun kaliglagah Desa kalibeji Tuntang

Makam Budho, kaliglagah, Kalibeji Tuntang

Senin, 19 Juni 2017.
Beberapa hari sebelumnya, saya mencermati  postingan dari rekan Pak Nanang dan Lek Wahid di grup facebook tentang hasil blusukan nya. Yang terbesit hanya “saya sepertinya sering lewat dan tahu tempat ini dimana. Namun tak berpikir lebih lanjut. 
exit tol salatiga
Barulah hari ini bersama rombongan kantor dengan mengunakan mobil perpusling. Tujuannya ingin mengambil janur (daun kelapa muda) yang ingin kami pakai untuk kegiatan esok paginya di perpustakaan, Sambil menikmati pemandangan exit tol Salatiga yang baru saja di buka untuk pemudik. 
Dari exit tol Salatiga, melalui Tingkir kami menyusuri jalur lingkar Salatiga, kemudian perempatan … ambil kiri. Kira-kira 10 menit kemudian sampailah kami di desa Kalibeji (dimana banyak situs :Situs watu gentong, Lingga di Poskamling , Mahakala Kalibeji, Nandi Kalibeji, dan saya yakin masih banyak lagi yang belum sempat saya telusuri), tepat jalan turunan setelah makam, kami kemudian masuk gang  sebelah kanan. Di pintuk masuk gang ada petunjuk menuju dusun Gentan.
Singkat cerita, setelah mengambil keperluan kami, kemudian kami berencana balik menuju kantor dan mengambil arah melewati jalur Lingkar Ambarawa. Namun tepat saat mobil perpusling keluar dari gang, pandangan mata saya seperti tertarik pada satu lokasi, di seberang jalan. Saya yang duduk di depan melihat dengan jelas
Situs Makam Budho, terletak persis di pinggir jalan
Ya itu watu candi yang kemarin ditelusuri rekan!
Kaliglagah, : Makam Budho
Menurut rekan saya, yang kebetulan duduk disamping saya, masa kecilnya tinggal di dekat lokasi ini, situs ini diketahuinya dengan sebutan “Makam Budha”, dengan dikelilingi pohon ‘Belu’ yang sangat besar.
Situs Kaliglagah

Pohon Belu tersebut, saking besarnya, tiga orang bergandengan tak cukup mengelilinginya. Banyak pula hewan Luwak kembang. Dulu watu candi tersebut cukup banyak, saat ini mungkin hanya tinggal 1% saja”, kata beliau.
Karena keramat, anak-anak kecil tak ada yang berani bermain disekitar tempat ini. Dulu masih banyak yang ritual dan menyepi di lokasi tersebut, sisa - sisa pembakaran kemenyan sangat banyak”, ungkap beliau.
Situs Kaliglagah
Berbagai kemungkinan mengenai bentuk situs ini. Bila masyarakat mengenal dengan Makam Budha, apakah dulunya situs ini adalah bangunan suci umat budha –dengan cirri keberadaan stupa – Namun lengkungan-lengkungan struktur batu yang membentuk stupa tak secara detail saya lihat lagi, hanya batu kotak dan satu kemuncak yang nampaknya ditata sedemikian rupa hingga membentuk makam. “Dulu banyak watu melengkung, ada reliefnya. Batu-batu itu, seingat saya penataannya dulu tak seperti itu. Banyak tumpukan namun ditengahnya seperti maesan”, tambah beliau. Menambah penasaran saya pribadi.
Kemuncak yang menjadi 'patokan' makam. = situs yang dipermakamkan?
Kemuncak : Situs Kaliglagah
Situs yang berada di dusun kaliglagah Desa Kalibeji kecamatan Tuntang ini benar-benar membuat saya menyesal, karena terletak dipinggir jalan… kenapa sampai saya berulang kali melewati tapi tak menyadarinya. Entah blusukan, penelusuran situs atau layanan perpusling. Entahlah mungkin memang belum saatnya.
Beberapa Pola Struktur Batu yang terlihat jelas : 
  

Bukti ini adalah jejak peradaban, bukan hanya sebuah makam, mitos atau bahkan legenda. Terlihat jelas adalah pola di watu watu tersebut. Ada Kuncian, Lekukan presisi dan masih banyak lagi.

Salam Peradaban.
Kaliglagah, Kalibeji Tuntang

Jumat, 26 Mei 2017

Menelusuri Jejak Peradaban di Area PTPN Jatirunggo Pringapus : Makam Mbah Cogeh

Situs Makam Mbah Cogeh : Jatirunggo Pringapus
          Jumat, 26 Mei 2017. Berawal dari postingan foto hasil Blusukan rekan yang sangat menarik hati karena ada potongan arca Rsi Agastya,, kemuncak (ratna pada candi hindu), yang dipermakamkan serta struktur batu candi (dan beberapa watu lumpang). Segera, mumpung belum Puasa Ramadhan pikir saya, mencari waktu longgar ditengah padatnya agenda. Bersyukur sekali saat Mbah Eka WP konfirmasi bersedi ngantar sekaligus mboncengke. Janjian di perpustakaan Ungaran, kemudian kami meluncur ke Pringapus, terlebih dulu singgah di Rumah Bapak Zaini (Juga Pelestari Cagar Budaya), yang kebetulan rumahnya di samping PTPN Jatitunggo. Surprise!, ternyata dirumah bapak zaini menunggu dengan tenang dan damai (baca=menghabiskan suguhan) si teman lengkong Eka B dan rekannya Mas Nur (Salam kenal mas!). 
       Saya baru pertama ini face to face dengan beliau, yang ternyata penuh kejutan. Maaf tak bisa kami ungkap di sini... Biarlah menjadi pengalaman berharga bagi kami. "Biar bisa masuk ke area PTPN, Pak Zaini adalah kuncinya", jelas Mbah Eka. "Biar pengalaman kita saat penelusuran situs di PTPN Getas Pabelan tak terulang", tegasnya lagi. Saya mengangguk, teringat pengalaman buruk waktu itu : baca saja link diatas.
      Benar saja, Kami tak ada halangan berarti, birokrasi feodal tak menakuti kami lagi dan langsung menuju destinasi kami : Makam Mbah Cogeh 
Makam Mbah Cogeh
       Saat kelambu dibuka, saya langsung disuguhi kemuncak (ratna) candi hindu yang sudah di 'permakamkan'. 



      Dari informasi yang saya terima, bangunan sinder, yang berada di area tertinggi dari bukit (dimana PTPN Jatirunggo ini berada) banyak struktur bangunan candi yang menjadi material gedung tersebut. Salah satu yang tertinggal adalah batuan struktur alas candi yang tersebar di beberapa titik :
Batu Candi di Tangga Makam Mbah Cogeh


Struktur Batu Candi : Di Gedung Pusat PTPN Jatirunggo

Jadi Pijakan : Struktur batu candi di PTPN Jatirunggo

Keberadaan bukti bukti yang tertinggal serta ciri-ciri dimana puncak bukit umum terdapat bangunan suci masa lalu, terdapat seumber mata air, subur dan kondisi tanah yang stabil dan tentu saja tersebarnya peninggalan lain di sekitar area, dan tentu saja utara adalah gunung Suci Ungaran (dianggap suci pada masa lalu).


Perkebunan yang merupakan warisan penjajal VOC ini menjadikan menghapus jejak purbakala kuno dengan peradaban penjajah, sebenarnya ada beberapa bukti tinggalan VOC, namun maaf saya tak tertarik.

Saya pribadi yakin, Bangunan suci = candi yang  berada di area ini cukup besar/tinggi dengan bentuk kemuncak yang menjulang.



Memcoba membandingkan dengan kemuncak Candi Prambanan :




























       Mitos atau cerita tentang Mbah Cogeh tak secara eksplisif saya dapatkan, (saya nunggu komentar di naskah ini untuk pelengkap sejarah, agar tak musnah).

      Foto saya ambil hasil penelusuran sebelum saya. dengan memaksa dan tanpa ijin... wkwkwkwk
Pak Zaini, Mas Dhanny dan Mbah Eka WP, dan yang motret.
Salam Peradaban
Situs Makam Mbah Cogeh : Jatirunggo Pringapus
     Maaf ada hal yang tak sepenuhnya saya perlihatkan (saya tutupi badan saya---)... pesanan dari rekan... no publish!.
    Penelusuran berlanjut, Masih di area dekat PTPN Jatirunggo....

Situs Kalikidang Jatirunggo, Pringapus : 3 lumpang 1 Yoni

Lumpang Situs Kalikidang Jatirunggo, Pringapus

            Jumat, 26 Mei 2017. Dari Kemuncak situs Jatirunggo (PTPN), kami kemudian keluar kompleks dan langsung mencari informasi tambahan dari rekan lain (Lek Wahid kepada Mbah Eka) tentang keberadaan 3 watu lumpang dan 1 Yoni. (penelusuran baru) Dan ternyata, Bapak Zaini yang tiap haripun lewat tak menyangga bahwa batu teronggok di dekat gapura itu adala lumpang yang terbalik dan dirusak sebagian.
Lumpang Situs Kalikidang Jatirunggo, Pringapus
Dari warga yang kami temui pertama kali, “Dulu ada 2 watu lumpang yang sama persis bentuk dan ukurannya. Karena warga butuh untuk membangun talud, lumpang di gepuk, yang satu itu pun sebenarnya juga akan digepuk bila kurang. Namun ternyata batu sudah cukup dan itu yang tersisa”, ujar seorang Bapak sambil menunjukkan kepingan batu lumpang yang menjadi talud. Dan seperti innoncent saja nampaknya.
Sudah terlambat, kami hanya bisa menyesali sikap warga antara tak tahu ataukah tak peduli.. entahlah… diskusi yang percuma. 
Kemudian bapak itu menjelaskan lagi, "Di kebun sengon dulunya juga ada watu kotak yang berlubang di tengah dan bentuknya lebih bagus, namun sepertinya diurug kembali saat pembuatan lahan bekas tanaman Kakao,” tambah Bapak tersebut. 

     Namun dari raut muka beliau, kami tak yakin dikubur lagi ataukah dihancurkan juga. 
     Sang  Eka B dan rekanya mencoba menelusuri ulang, tapi saya sudah kepalang kecewa tak tertarik lagi… namun keberadaan 1 lumpang lagi yang terletak 600 meter (kata info rekan tersebut : Wahid Cahyono) menjadikan kami tetap mencoba menggali ingatan Bapak tersebut. 

Benar saja, setelah beberapa saat, beliau teringat, diseberang kali di tengah ladang warga masih ada Lumpang yang ketiga.
Melewati sungai yang konon dulu saat jaman penjajah VOC dibangun jembatan, saya terlupa mengabadikan jejak kaki jembatan yang masih tersisa (Nampak sekali kekuatan cor-coran yang berbeda dengan kondisi cor sekarang).
Setelah beberapa saat meraba-raba sela-sela rerumputan yang tinggi akhirnya ketemulah.
Lumpang 2 : Situs Kalikidang Jatirunggo Pringapus
Dan tetap terlihat, dilumpang yang ketiga ini ada usaha perusakan juga dengan bentuk yang menjadi tak beraturan.
Lumpang 2 : Situs Kalikidang Jatirunggo Pringapus
Semoga cukuplah sampai disini pemusnahan hasil peradaban ini, semoga yang sudah terlanjur hanya karena tak mengetahui saja, bukan karena sengaja menganggap watu ini tak bermakna.
Penampang atas Lumpangg Situs Kalikidang Jatirunggo Pringapus





















          Bukan 'sok' mengajari, namun tak perlulah sedikit-sedikit memvonis musyrik, karena bagaimanapun ini adalah hasil olah pikir, olah raga dari para pendahu kita ribuan tahun yang lalu. Membuat batu yang keras menjadi berbentuk dan beradab seperti ini. Saat teknologi tak semaju saat ini, bagaimanakah bisa orang dulu sudah bisa membuat benda seperti ini, sementara saat ini orang mengandalkan teknologi dengan hasil tak sekuat, tak seindah masa lalu????? 


Situs Kalikidang Jatirunggo, Pringapus 


















Bersama Bapak (terlupa tanya nama, karena saking kecewanya). Dari Kiri : Mbah Eka WP, Bapak Informan, Pak Zaini, Mas Eka B dan Mas Nur.
Lumpang : 2, Situs Kalikidang Jatirunggo, Pringapus


Salam Peradaban.

di Lumpang Situs Kalikidang Jatirunggo, Pringapus

Lumpang Situs Makam Silembu Krajan Jatirunggo Pringapus

Lumpang Situs Makam Silembu Krajan Jatirunggo Pringapus
Jumat 26 Mei 2017. Setelah Penelusuran situs di Kompleks PTPN Jatirunggo dan situs Kalikidang, saya dibawa oleh komplotan pelestari – pecinta situs (Mbah Eka WP, Eka Budi dan Pak Zaini) ke lokasi lain, masih di Jatirunggo Pringapus. Awalnya, menelusuri jejak Lumpang di bawah rimbunan bamboo di pinggir kali. Namun beberapa saat tak ketemu jua. Kemudian karena durasi waktu membatasi akhirnya kami menuju Makam Silembu, Krajan Jatirunggo.
Lumpang Situs Makam Silembu Krajan Jatirunggo Pringapus
Menuju Makam, saya melewati Lumpang yang diduga ada hubunganya dengan 2 lumpang dimakam. Sayangnya pemilik lumpang ini terkesan arogan dan seenaknya memperlakukan lumpang dan bahkan pecinta situs yang ngobrol dengan beliau merasakan pula ketidaknyamanan itu.
Mohon maaf tanpa tak menyertakan petunjuk arah karena saya yakin mudah untuk mencarinya.
Dari nama ; ‘Makam Silembu’, saya jadi antusias tentang asal muasal nama makam ini. Pastinya ada arca Nandi (lembu=sapi) yakin saya dalam hati.
 “Penelusuran sebelumnya, kami dapat informasi keberadaan kemuncak relief ulir yang unik, kemarin pas kesini kemuncak tertutupi bekas ranting pohon, tapi kata informan kami akan diebrsihkan”, jelas Mbah Eka WP. “Juga ada 2 watu lumpang”, tambah Mbah Eka WP. 
Berkibarlah semangat saya…. Menuju Makam menyusuri tebing yang cukup tinggi, sementara dibawahnya sendang dan sungai yang cukup besar.
Sayangnya…
Nama Silembu ternyata hanya tinggal nama saja … dari awal saya memang tak diberitahu bahwa Arca Silembu telah dicuri orang. Takut nglokro tak jadi kesini kata Mbah Eka. Padahal pastinya punya sejarah yang panjang tentang arca Nandi yang berada di Makam ini. Apalagi selain Nandi juga ada lumpang.
Kesialan Ditambah lagi dengan kenyataan, “Ternyata informan kami PHP”, kata Mbah Eka WP. Tumpukan ranting sisa penebangan pohon besar (pembersihan pas acara Nyadran Kampung) masih menumpuk dibeberapa lokasi. Kami mencoba mengangkat beberapa ranting pohon tersebut, namun usaha kami ternyata harus panjang dan dengan daya upaya yang keras. Sehingga akhirnya kami memutuskan untuk menyetop.
Saat sampai di Makam selembu, saya sempat melirik Keberadaan 2 lumpang yang berjarak kurang dari 20m.


Lumpang 1, berbentuk tak beraturan namun terlihat masih beraura.
Lumpang 1, Situs Makam Silembu Krajan Jatirunggo Pringapus
Lumpang yang kedua, bulat presisi dengan hampir 100% permukaan lumpang ditumbuhi lumut.
Lumpang 1, Situs Makam Silembu Krajan Jatirunggo Pringapus
Berbagai kemungkinan fungsi lumpang seperti digunakan untuk penentuan/ penetapan tanah sima (umumnya punya ciri khusus, ada inskripsi atau relief tertentu), Lumpang untuk menumbuk sesajen yang digunakan untuk upacara sesembahan kepada Dewa Siwa (juga dewa lain) keberadaan Lembu = Arca Nandi memungkinkan keberadaan Yoni, Ganesha dan atau banngunan suci hindu kuno di area ini. 
Lumpang 2, Situs Makam Silembu Krajan Jatirunggo Pringapus
Dugaan ini diperkuat keberadaan 2 buah sendang tak tak jauh dari makam. Fungsi lain lumpang digunakan untuk menumbuk biji-bijian yang dikonsumsi masyarakat dan atau sebagai pusat ritual memulai masa tanam atau setelah masa panen.
Lumpang 2, Situs Makam Silembu Krajan Jatirunggo Pringapus
Tentunya, tulisan ini mungkin banyak kurangnya, mohon dimaklumi saya tak memiliki background arkeolog, hanya seorang yang mencintai situs dan watu candi sebagai sebuah peninggalan peradaban masa lalu.

Salam Peradaban.