Kamis, 23 November 2017. Destinasi ketiga blusukan kemisan luar kota. Setelah Yoni Recosari Boyolali dan Lapik Arca Lingkungan Recosari Kota Boyolali. Kami kemudian menuju SMP N 1 Musuk Boyolali. Dari kota Boyolali kemudian kami (ikuti jalan dengan GMaps), guide memang tak pernah mau (bisa) menghafal jalan. Alasan faktor U-sia, padahal bukan itu… ya mungkin ada pengaruhnya juga ada sih. hehehe.
SMPN 1 Musuk
Singkat cerita, kami mlipir menuju kebun tepat dibelakang sebuah SMP Negeri ini. Pertanyaan saya tentang apa yang ada di sini, dijawab “Nanti ngerti sendiri”, oleh lek Suryo. Nambah Kepo saja.
Kami menyusuri jalan setapak di yang Berbatasan langsung dengan tembok pagar SMPN 1 Musuk, karena bebrapa saat sebelumnya hujan, jalan tanah lumayan licin. rumput gajah di kanan kiri kami menjulang tinggi plus nyamuknya banyak sekali. Dan yang membuat saya pribadi tercengang!, di setiap tampingan ada batu candi yang bertumpukan tak teratur. Terlihat terbengkalai. Ditambah saat kesini sedang musim penghujan, jadi rumput tumbuh subur dan tanah basah.
Beberapa sisa reruntuhan Candi Musuk yang berhasil kami (saya dan Lek Suryo Dokumentasikan)
Candi Musuk : Struktur Atap
Candi Musuk : Struktur Atap
Candi Musuk : Batu berpola
Candi Musuk : Batu berpola
Candi Musuk : Batu berpola
Candi Musuk : Batu berpola, pelipit dan ada kuncian
Candi Musuk : Batu berpola
Candi Musuk : Batu berpola
Candi Musuk : Struktur bangunan candi
Candi Musuk : Struktur Dasar bangunan / ada kuncian
Candi Musuk : Batu berpola
Candi Musuk : Batu berpola
Yoni di Candi Musuk, Boyolali ;
Yoni Candi Musuk
Yoni posisi agak miring, sementara lubang lingga berbentuk kotak segi empat. Dan tentu saja Lingganya sudah tidak di tempat lagi.
Yoni Candi Musuk
Kondisi Cerat Yoni Candi Musuk sudah rusak;
Yoni Candi Musuk
Bagi saya pribadi atau banyak pecinta situs lain, kondisi Candi Musuk yang terbengkalai ini memang menyakitkan. Tapi entahkah, mungkin karena begitu besar dana yang dibutuhkan untuk membuat sekedar pagar dan papan nama+peringatan BCB, sehingga tak terurus.... Semoga Tetap Mulia Candi Musuk! Video Amatir
Kamis,
23 November 2017. Cerita ini sesungguhnya tak kami rencanakan, blusukan kemudian
ini sejatinya hanya 6 situs, 3 lek Sur jadi guide, sisanya gantian saya yang jadi
petunjuk arah. Yang pertama YoniSitus Recosari, kemudian Lapik Situs Recosari, yang ketiga Candi Musuk, keempat
Candi Kragilan, selanjutnya di Yoni Warna warni Jetis, Bangak dan terakhir di
Yoni Situs Karangkranggan Bangak Boyolali. Di dua situs terakhir tersebut, kesempatan saya
membuat video blusukan. Dimana penelusuran setahun
lalu memang belum membuatnya. Video amatir Yoni Warna warni :
Video Amatir Yoni Karang :
Sebelum bertandang kerumah Mas Yogga, sebenarnya ingin mampir ke lokasi dimana ada Yoni dengan 2 lubang di penampang atasnya, namun ternyata lokasi tersebut terkunci rapat (di pengging). Akhirnya kami langsung menuju rumah beliau dengan melewati Yoni Mie Ayam Pleret Pengging. Singkat
cerita, setelah bertukar kabar baik, ngobrol ngalor ngidul, Mas Yoga menawari
kami untuk mampir ke makam Handayaningrat. Mumpung belum hujan katanya.
Memang awan pekat menggantung di langit menunggu jatuh saja.
Dari rumah mas Yogga, (karena keluar masuk
gang saya tak mampu mengingat, hubungi saja beliau….hehehe), kira-kira 10 menit
kemudian sampai. Destinasi kali ini terlihat dari kejauhan sebuah pohon yang
sangat besar, ya… makam ada di bawah pohon tersebut.
“Ada
arca Durga Mahisasuramardini di dalam
area makam”, jelas Mas Yoga. Sesaat kami tiba, warga (seorang nenek),
menawari kami bunga mawar untuk nyekar : 10k. Bonusnya kami dicarikan juru
kunci yang memang pagar makam tergembok. Saat menunggu inilah, kami berkeliling
di sekitar makam, disisi makam ada bangunan peristirahatan para peziarah yang
juga dilengkapi bagan silsilah Handayaningrat yang juga adalah menantu Raja
Majapahit : Brawijaya V, istri dari Putri Retno Pembayun.
Kami kemudian bergerak disisi yang lain,
yang lumayan rimbun oleh beberapa pohon, ternyata jejak sebuah bangunan masa
lalu pernah ada disini, salah satu bukti ya ini, Kemuncak :
Kemuncak di Makam Handayaningrat
Cukup lama, nenek tadi mencari juru kunci
makam, terus telang kami gelisah, karena angin mulai bertiup kencang dan hujan
hanya menunggu waktu saja.
“Nyuwun
sewu nak, wau kulo teng saben”, jelas Kakek juru kunci sambil membuka
gembok gerbang makam. “Monggo, Ki Ageng
niku (sambil menunjuk sebelah kanan), ingkang sebelahipun ingkang garwa”,
jelas beliau.
Dengan
berdoa sebisa kami, sekaligus mohon ijin kepada Ki Ageng ingin
mendokumentasikan arca durga.
Setelah selesai, kemudian kami menaburkan
bunga mawar ke makam dan beberapa titik termasuk di depan arca Durga yang masih
ditutupi kain.
Kami bertiga, saling berpandangan mata,
terlihat jelas kode bahasa tubuh kami semua meyiratkan tak berani untuk minta
ijin. Karena kami tahu Arca ini begitu di keramatkan. Namun, kami tetap mencoba
mencari cara, karena tujuan kami semata-mata baik adanya. Agar cerita peradaban
tak lenyap begitu saja. Semoga terjaga niat kami.
Tanpa kami sepakati, di waktu yang sempit…
akhirnya kami menyingkap kain dan segera menyentuh langsung, senang rasanya
bisa melihat hasil olah budi olah karya leluhur.
Karena kami takut, beberapa foto saya
pribadi tak bisa kami lihat, blur
semua padahal Lek Suryo saya foto hasilnya oke, plus hanya beberapa saja kami
sempat mengabadikan.
Arca Durga.
Arca Durga
Kondisi
sudah di cat hitam mengkilap.
Kondisi
ukiran tangan lumayan terlihat jelas, hanya kepala arca yang musnah.
Namun
perbawa arca ini masih kuat kami rasakan.
Semoga
tetap mulia dan lestari,
Selain
adrenalin karena waktu yang sempit (=baca juru kunci tak lihat aksi kami) hujan
mulai deras, sederas-derasnya, maka terpaksa kami menyudahi.
Karena waktupun sudah mulai petang, walaupun hujan sangat deras,
tapi kami bertiga sepakat untuk kembali ke rumah Mas Yogga Wahyudi dulu,
sebelum melanjutkan perjalanan pulang.
Sebelum Pulang, selain dapat blusukan
plus, kami juga dapat "cakar bakar super pedass", cocok sekali suasana sore,
hujan dan hawa yang dingin… Matursembahnuwun mas Yogga….
Kamis, 23 November 2017. Masih blusukan lintas kota, urutan keempat setelah Yoni Recosari, Lapik Recosari kemudian Candi Musuk dan sekarang menuju Situs Candi Kragilan. Setelah melewati alun-alun Mojosongo (saat kesini baru tahap dibangun), Lek Sur yang pernah kelokasi ini ternyata lupa. Dari alun –alun kami ambil arah ke kiri gang pertama ambil kiri lagi, namun karena Lek Suryo tak bisa mengingat = kebingungan (entah apa nginjak oyot mimang ya?), akhirnya kami ke warung makan di punggir jalan, untuk menanyakan arah menuju situs Candi Kragilan.
Kampung air Kragilan Boyolali
“Dari warung ini nanti 500m ambil kiri, melewati wisata kampong air, jalan nanjak kemudian ada makam. Ada jalan setepak di sebelah kanan. Ikuti jalan setapak tersebut kira-kira 200m. Situs ada di gumuk itu. Sekitar tahun 2014 lalu pernah ramai, saat ditemukan pertama kali. Katanya dulu akan ditata kembali jadi candi, tapi saya kurang tahu kok malah tidak jadi”, jelas pemilik warung sambil mengambilkan pesanan nasi rames pesanan saya.
Dusun Watu Genuk Boyolali
Agak tenang hati kami karena mendapatkan kepastian lokasi, “Jeh nom kok lalinan”, seloroh saya kepada lek Sur sambil menyantap lahap makanan didepan kami, terus terang kami memang sangat kelaparan.
Beberapa waktu kemudian, setelah usai, kami segera menuju arah yang dimaksud sesuai petunjuk. Melewati Kampung air, jalan menanjak kemudian lewat dusun Watu genuk. Tak jauh di batas dusun ada sebuah makam.
Makam Dusun Watu Genuk
Didepan Makam / seberang jalan ketemu jalan setapak. Jalur inilah yang harus kami lalui.
Karena licin dan sebenarnya takut membonceng bila jalan keadaannya seperti ini, saya pilih turun dan jalan kaki saja. Dan ternyata cukup dekat.
Terletak di sebuah gumuk, secara administrasi masuk wilayah dusun Watu genuk, Desa Kragilan Kecamatan Mojosongo kabupaten Boyolali.
Situs Candi Kragilan, Mojosongo Boyolali
Situs ini sangat terkenal di kalangan warga masyarakat, beberapa warga yang saya tanyai berharap secepatnya pemerintah merekontruksi ulang dan menjadikan Candi Kragilan ini destinasi wisata sejarah sehingga bisa meningkatkan perekonomian warga (saya kaget ketiga seorang petani yang berpapasan saat saya jalan kaki menuju situs, berkata demikian). Di pojokan jalan setapak, yang lokasinya agak terpisah (sisi luar gumuk), ada tumpukan struktur batu candi. Masuk area gumuk (bukit kecil) kita akan disambut arca Nandi dan beberapa struktur batuan Candi,
Arca Nandi Situs Candi Kragilan, Mojosongo Boyolali
Sayangnya seperti yang sudah - sudah, Arca Nandi tanpa kepala. Musim penghujan, menjadikan kondisi gumuk sangat ‘rungkut’, lembab dan banyak nyamuknya.
Kemuncak Situs Candi Kragilan, Mojosongo Boyolali
Terkesan Situs Kragilan ini terbengkalai, tak ada papan peringatan bahkan tak ada penutup biar tak hujan kehujanan panas kepanasaan. Di Sekeliling arca nandi terdapat beberapa struktur batuan candi, satu yang terdokumentasi kamera kami, KEMUNCAK. Arca Nandi yang juga merupakan wahana dewa Siwa ini memang satu paket sebuah bangunan suci masa lalu dengan ciri keberadaan Lingga Yoni. Jejak peradaban Hindu Klasih yang diduga peninggalan abad ke 8. Nandi dari belakang ;
Situs Candi Kragilan, Mojosongo Boyolali
kondisi Juga terlihat jejak lubang penggalian, saya duga adalah jejak eskavasi. kira-kira 15m disitulah bangunan utama Situs Candi Kragilan berada.
Situs Candi Kragilan, Mojosongo Boyolali
Dibeberapa sumber berita yang saya baca, saat ditemukan oleh warga kemudian dilakukan penggalian (tak ada sumber yang melakukan penggalian). Masih lengkap ada Yoni dan Lingga nya. Sementara saat saya kesini tahun 2017 Lingganya sudah tak ada. Yoni Situs Candi Kragilan, close up ;
Yoni Situs Candi Kragilan, Mojosongo Boyolali
Cerat Yoni,
Cerat Yoni Situs Candi Kragilan
Makhluk dewa yang terukir di bagian Penyangga Cerat Yoni;
Yoni Situs Candi Kragilan
Yoni yang juga dipercaya, sebagai manifestasi Dewa Siwa, yang melambangkan kesuburan, dimana Yoni adalah shakti (istri) Dewa Siwa yang berwujud Lingga.
Pada masa lalu, saat upacara disiramkanlah madu, mentega dan air suci di atas lingga, kemudian akan memancar keluar melalui lubang cerat. Air yang keluar inilah yang dipercaya sakral dan digunakan untuk upacara keagamaan atau ritual penyembahan prosesi ibadah hindu klasik. (dari berbagai sumber). Beberapa bukti kesimpulan bahwa situs inii dulunya sebuah bangunan, terangkum dalam beberapa dokumentasi saya ini. Dengan segala keterbatasan penglihatan karena lebatnya rumput dan perdu :
Video Amatir : (SUBSCRIBE ya)
The Partner :
Suryo Wibowo
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
Candi Kragilan
Kami kemudian berlanjut ke 2 Yoni di Bangak Boyolali (gantian guide dan membuat ulang video yang dulu belum saya buat), setelah itu mampir di rekan Komunitas : Mas Yoga, semoga dibonusi situs.... hehehehe Bahan Bacaan :
Kamis, 23 November 2017. Lanjutan dari Yoni Situs Recosari,
kota Boyolali. Masih di Lingkungan Recosari kota Boyolali. Sesuai yang di sampaikan
mbah Sadinah, pasangan yoni (dikenal dengan mbah BLuwer (kakung) sementara mbah
putri-nya adalah tujuan kami ini. Keluar dari gang ambil kanan sedikit kemudian
kiri... hanya berjarak kurang dari 100m sampailah.
Mbah Bluwer (eyang putri),
dugaan kami adalah lapik arca.
Lapik Arca Situs Recosari Boyolali
Kondisi sudah dipermak total, di cat ulang warna warni,
mengingatkan saya pada Situs Yoni di Bangak masih di Boyolali. Yang rencananya nanti
akan mampir pula, gantian guide. Pertengahan tahun lalu (2016) saya kesini dengan Rekan komunitas yang berdomisili di Pengging, di akhir blusukan rencana kami mampir... Saat datang kesini, empunya rumah kebetulan
yang kami temui tak paham sama sekali.
Saat kami mendokumentasi, datanglah seorang bapak yang
nampaknya tertarik dengan aktivitas kami, "Ooh Watu itu tinggalan leluhur
mas, mbah putri. Dulu banyak patung nya tapi konon dibawa ke Solo". jelas
Bapak Slamet.
Keberadaan Lapik Arca (Mbah Bluwer (kakung), juga Yoni (mbah Putri) patut diduga peradaban Hindu klasik pernah ramai di area ini. Itu pula yang meyakinkan diri saya pribadi tentang asal muasal nama Recosari. Masyarakat menyebut nama Recosari mungkin saja, karena banyaknya arca = reco (bahasa jawa).
Lapik Arca Situs Recosari Boyolali
Lapik arca berukuran lumayan besar, menandakan Arca yang diatasnya cukup besar pula. Hiasan di bagian atas lapik juga sangat indah, teratai.
"Dulu di area ini kuburan Belanda mas", jelas Ibu muda pemilik rumah, dimana Lapik ini berada di halamannya. Jika dulunya pernah menjadi kuburan belanda, masa sebelum digunakan untuk kuburan, dugaan saya tentunya area ini banyak peninggalan. Semoga masih banyak yang terselamatkan dan di Rumah Arca Boyolali.
Kamis, 23 November 2017. Sekian lama absen dari hobi blusukan situs karena berbagai alasan, tim blusukan lintas batas juga tak pernah berkabar lagi. Perasaan sudah mulai tak tenang, karena saya sudah terkena stadium 4 blusukan situs.
Akhirnya mencoba melemparkan ajakan ke partner in crime : Lek Suryo Wibowo, sehari sebelumnya cuma bertukar rencana lewat WA, akhirnya kisah perjalanan ini saya tulis.
Yoni Situs Recosari Boyolali
Seperti lagu duet SID-SHAGGYDOG, 'Bila kami bersama, nyalakan lampu bahaya...", maksud saya, yang penting blusukan. Udan soyo edan, banjir ora mlipir... awalnya 2 kota alternatif, plat AA atau AD, keduanya sama sama kami prediksi hujan karena di kejauhan awam gelap menggantung di awan.
Dengan segala pertimbangan non teknis, akhirnya kami pilih Boyolali karena kami bisa gantian menjadi guide, serta bisa main kerumah rekan di Pengging Boyolali.
Berangkat jam 9, dari kota Ungaran sempat pula njawil rekan di karangjati, bos TB. Dhany putra, sayangnya yang kami jawil malah nyanyi lagu dangdut yang hits saat ini " bojo galak".. hehhehe.
Memento Mori
Dalam perjalanan, gerimis menemani kami, tujuan penelusuran yang pertama adalah Keberadaan situs Purbakala tengah kota Boyolali. Tepatnya di kampung Recosari Kec. Boyolali.
Masuk kota Boyolali, cari saja lingkungan Recosari. Petunjuknya adalah Gerbang Memento Mori 1939 (makam belanda), kemudian cari keberadaan Mbah Blawur.
"Warga di sini mengenal dengan Simbah Putri, Mbah Bluwer", jelas seorang nenek yang antusias menemani kami.
Namun saat kami tanya perihal nama mbah Blawur, beliau menggelengkan kepala "Sejak saya kecil warga sudah menyebut demikian", jawab mbah Sadinah nama beliau.
Kondisi Yoni Situs Recosari secara keseluruhan 'lumayan'. Saya katakan hanya 'lumayan', karena walaupun sudah tanpa ada Lingga, kemudian ceratnya pun sudah rompal juga tumbuh lumut dimana-mana.
Penampang Atas Yoni :
Yoni Situs Recosari Boyolali
Kondisi bagian bawah cerat Yoni :
Yoni Recosari Boyolali
Namun warga masih menganggap Yoni ini tinggalan leluhur yang dikeramatkan. Jadi masih turut memperhatikan
"Kalau waktu tertentu kadang saya beri sajen nak", mbah Sadinah bercerita. "Kalau yang mbah kakungnya ada di seberang gang" tambah beliau.
Yoni Situs Recosari Boyolali
Fungsi dan apakah itu Yoni, mungkin sahabat akan menemukan banyak informasi ... cari saja di google hehehe...
Setelah mengambil beberapa dokumentasi, pandangan kami tertuju dibelakang rumah tak jauh dari Yoni. Nampaknya pipisan. (Dokumentasi nunggu Lek Suryo, Tapi di Video kami ada kok...)