Tampilkan postingan dengan label Batu Candi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Batu Candi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 26 Oktober 2017

Yoni Situs Kemloko Pringsurat Temanggung

      
Kamis, 26 Oktober 2017. Dan ritual blusukan still go on

Cerita yang menunda. Kurang lebih demikian.... karena kisahnya seperti ini...
       Rencana awal, kami blusukan luar kota, memanfaatkan kata - kata motivasi orang stress "Kerjo terus kapan dolane?". Dua pilihan kami jatuh di 2 kota surga situs watu candi yaitu Boyolali atau Temanggung. Saya bertugas melobi rekan Temanggung yang kemarin pamer informasi menarik hati sedangkan Lek Sur  bertanya guide spesial kami, saudara, sahabat Dewa Siwa yang berdomisili di Pengging Boyolali : Apa kabar mas Yoga Wahyudi?
Yoni Situs  Kemloko Pringsurat Temanggung
        Di saat mulai start, ketika kami koordinasi, ternyata Boyolali lebih memungkinkan dari segi durasi waktu, area destinasi dan guide. 80% pilihan kami untuk melepaskan penat akibat rutinitas.
     Sebelumnya, sesuai janji saya hari ini pada lek Wahid, mengirim materi pameran photo yang akan digunakan di "Ngampin Culture Festival; serta meminjam bcb di Pak Nanang Bawen untuk dibawa ke rumah Lek Wahid.
Yoni Situs  Kemloko Pringsurat Temanggung
      Sesampainya di rumah Pak Nanang Klisdiarto (juragan bakso pak Keman), tanpa saya duga, beliau menawari untuk jadi guide 2 situs hasil blusukan beliau bersama istri beberapa hari yang lalu.
3 detik tanpa berpikir, saya langsung menangkap ajakan itu.
Maka judul nya adalah blusukan yang menunda....
Yoni Situs  Kemloko Pringsurat Temanggung
       Titik kumpul seperti adat kami 1 tahun yang lalu, kami bertemu di perpus Ambarawa. Dimana saya pribadi banyak blusukan dimulai dari sini.
     Setelah ganti kostum, kami kemudian menyusul pak Nanang yang menunggu di depan gapura menuju rumah lek Wahid. Jadilah kami berempat, Pak Nanang ditemani rekan beliau Pak Slamet yang ternyata sangat pengalaman dengan sebaran situs dibeberapa daerah karena aktivitas beliau (sedikit berbeda dengan kami tapi maaf tak bisa detail saya ungkapkan).
Yoni Situs  Kemloko Pringsurat Temanggung
      Dari Ngampin Ambarawa, kami kemudian menuju Jambu, sebelum  Polsek Jambu ambil kanan. Ikuti jalan desa tersebut, sampai di perempatan Kebondalem Jambu ambil kiri, bila lurus menuju Situs Kalibening, tapak wali dan lumpang (yang belum terkoneksi link biru berarti saya belum menengok situs = konon sudah kabur, informasi penelusuran lek Wahid).
Yoni Situs  Kemloko Pringsurat Temanggung
      Dari perempatan, kami melanjutkan perjalanan, setelah kira-kira 4km menyusuri jalan dusun yang tak terlalu bagus, kami lalu menyeberang wilayah Temanggung. Tepatnya di Kecamatan Pringsurat, desa Sumberejo dusun kemloko.
        Situs yang kami tuju pertama kali. Berada di kebon kopi, berada di tegalan, area yang oleh warga dikenal dengan "Sikenteng".
Yoni Situs  Kemloko Pringsurat Temanggung
       Kondisi tinggal 50% saja, terpotong. Hal tersebut yang menjadikan kami tak bulat menyimpulkan benda cagar budaya yang satu ini adalah Yoni.  Berbagai kemungkinan selain Yoni, seperti umpan, lapuk arca bisa saja.
      Selain diselimuti lumut, terlihat bekas untuk mengasah senjata tajam jaman dulu, mungkin ada satu 'bregada" pasukan pedang yang bermarkas disini dan menjadikan tinggalan ini sebagai alat untuk mengasah... atau barangkali bcb ini digunakan oleh masyarakat untuk mengasah alat pertaniannya secara turun temurun beberapa generasi.
Yoni Situs  Kemloko Pringsurat Temanggung
       Masih terlihat pelipit dan hiasan panel sederhana di bagian bawah Yoni.
Yoni Situs  Kemloko Pringsurat Temanggung

Video Amatir : 

         Berfoto bersama, biar seperti anak Jaman Now....
Dari Kiri-ke Kanan : Suryo, Pak Nanang, Pak Slamet saya di Yoni Situs  Kemloko Pringsurat Temanggung
Salam pecinta situs dan waktu candi
Yoni Situs  Kemloko Pringsurat Temanggung


























#takperlutenar

Kamis, 12 Oktober 2017

Jejak Peradaban di Pagersari Bergas : struktur batuan Candi di 3 makam keramat.

Banon jadi nisan di makam keramat Pagersari
Kamis 12 Agustus 2017. Rencana sebenarnya menelusuri jejak di Tingkir Salatiga untuk kemisan kali ini, namun karena sesuatu hal yang membuat kami berpikir ulang dan mengganti tujuan. Segera, saya dan Lek  Suryo diskusi alternatif lain. Setelah menyepakati kami minta guide Mas Dhanny saja. 
Singkat cerita, hanya Mba Laiva yang merespon ajakan ritual blusukan hari Kamis ini. Dari perpustakaan kami menuju Karangjati dimana Bos Dhanny berada.
Berkoordinasi sebentar, permintaan guide kami hari ini yaitu sekitar area desa Pagersari, dan mas Dhanny bilang Ok!!. Cuuss.... kami langsung gasspoll. Melewati jalur sidorejo sebelah kantor kecamatan Bergas tembus jalan Bandungan, kemudian ambil arah Kalitaman.
Dan ternyata ... eh ternyata, mas Dhanny curang bin gak sehat mungkin, karena buktinya Mas Dhanny sama sekali tak tahu destinasi yang kami maksud sehingga sampai ngrepoti guide
struktur batuan Candi di  makam keramat Pagersari
Mohon maaf ta berani nulis namanya, soalnya saya tak sanggup melawan ketenarannya... jadi pembaca jangan tanya atau cari tahu ya.... don't kepo pokoknya. (Tapi kami ucapkan terimakasih banyak nggeh ....buat beliau)
Destinasi pertama, setelah Kantor desa Pagersari tanya saja jalan menuju Makam desa, menyusuri jalan berpaving, dimana kanan kiri hamparan persawahan. 
Banon di makam Pagersari
Dipinggir jalan sebelah kanan kita akan menjumpai makam yang terpisah sebelum makam desa, kira-kira 100m. Sebenarnya dua kali, beberapa bulan lalu lewat menelusuri Watu Lumpang Pagersari. 
Tapi ternyata sekali lagi saya tak cukup jeli, melupakan protap blusukan.... jangan lupa tengok minimal 101m di perimeter sekelilingnya... jadilah saya geleng kepala tanda penyesalan.
Di kompleks makam ini, ada beberapa nisan yang memakai batu bata berukuran jumbo, khas bangunan masa kuno = banon.
Makam yang lain menggunakan nisan dari batu kotak 'struktur batuan candi'. Beberapa yang tertangkap dalam dokumentasi kami.


        Mari Ketahui, Lestarikan dan uri-uri budaya lokal kita, Kalo bukan kita siapa lagi, kalo tidak sekarang kapan lagi?

Suryo

ssdrmk

Destinasi kedua

 struktur batuan Candi di  makam keramat Segeni Pagersari Bergas
dari makam pertama yang kami telusuri kami berlanjut ke makam kedua. 
Keluar kembali menuju jalan desa Pagersari, ambil kiri sampai ketemu dengan usaha pembuatan Batako, kami parkir di situ dan kemudian melanjutkan dengan jalan kaki menyusuri pematang sawah.
 struktur batuan Candi di  makam keramat Segeni, Pagersari
Warga mengenal dengan makam Segen,. Tapi tak ada yang tahu ihwal sejarah makam ini. 5 makam yang kesemuanya memakai nisan dari struktur batuan candi berbentuk Kotak.

Bukti nyata dulu area ini (termasuk makam penelusuran 1) ada sebuah bangunan suci, tapi entah dimana lokasinya. 
Kenapa bisa kami simpulkan demikian? 
Selain banyaknya struktur batu candi yang tersisa, secara Geografi sangat mendukung dugaan kami. 
Apalagi di sebelah utara adalah Gunung Ungaran yang didalam naskah pujangga dari Sunda mengatakan gunung suci tempat dewa merindukan dewi dewi..




Beberpa dokumentasi struktur batuan candi berbentuk kotak yang kami jepret :



Video amatir: 


Destinasi ketiga, mohon maaf saya pisah karena begitu eksotisnya alam dan saya merasa wajib membuat naskah sendiri yang terpisah.
----bersambung---

Suryo
Salam pecinta SITUS DAN WATU CANDI

ssdrmk : segeni Pagersari


#raperlutenar

Kamis, 20 Juli 2017

Situs Makam Banyukuning, Bandungan : Part 1 - Makam Pertama

Lingga diSitus Makam Banyukuning

Kamis, 27 Juli 2017. Masih di blusukan tiap hari Kamis. Untuk menjadikan cetarrr... beberapa rekan menyebut kemisan bahkan ada yang ngemis. Berkat rekan : Suryo Dona yang emnjadikan istilah Kemisan sering berlalu lalang di tiap kamis. maturnuwun Kang Dona... 
Kalo bagi saya pribadi si, karena hari Kamis ini memang paling bisa melarikan diri dan dimaklumi Double mumpung ; 1, mumpung absensi belum memakai sidik jari, hahaha.., 2. Juga masih bisa, karena nampaknya mulai minggu depan tugas Ternak (nganter anak) pulang sekolah jam 1 mesti menjadi kendala karena durasi menjadi mepet sekali. 
Sayangnya, yang bikin aneh... seringkali tiap blusukan hari hari Kamis destinasi situs berlokasi di makam umum, jadi ketika warga mengirim doa keluarga yang mendahului, kami malah klinteran mengganggu konsentrasi. Maaf ngelantur.
Kembali ke ritual kemisan, awalnya hari ini kami ingin meluncur menuju kota Tembakau : Temanggung. Namun karena terlihat awan menghitam menggelayut di sisi gunung ungaran disekitar Kaloran Temanggung. Kemudian kami mengubah tujuan.
Saat mencari lokasi yang ingin kami telusuri inilah, saya teringat janji Bapak Mustain Mardzuki tentang janji beliau untuk menjadi guide. Walaupun saya sebenernya lupa beliau menawari mengantar yang mana...xixiix saking banyaknya situs yang kepingin ditelusuri. By the way, Ini adalah naskah ke 185 situs khusus kab. Semarang yang telah berhasil saya telusuri dan masih banyak lagi yang belum.
Sesaat setelah berangkat, diperjalanan kami teringat pula sebuah blog yang menampilkan watu candi berceceran  di makam Banyukuning, dimana beberapa tahun yang lalu saya pernah menelusuri Situs Watu Gentong Banyukuning, akan tetapi tidak menyangka, didekatnya ada pula banyak struktur batuan candi yang lain.
Info juga saya dapat dari rekan senior di Komunitas Dewa Siwa ; Mba Derry. "Sisi masjid sebelah kiri masuk, di makam belakang masjid ", begitu bunyi pesan Whatshapp nya.
Beberapa rekan yang kami hubungi, angkat tangan ; ada yang takut hujan, ada yang kesetnya kehujanan ada yang takut goreng gembusnya jadi gosong.... jadilah hanya saya dan Suryo Dona yang melanjutkan ritual Kemisan.
Menuju Banyukuning, sangat mudah. Sebelum ke arah Gedongsongo/ sebelum SPBU ada jalan masuk kiri, papan petunjuk nama Banyukuningpun ada. Ikuti jalan tersebut, kurang dari 1km gang pertama sebelah kanan (gapura berbentuk seperi rudal), masuk saja ikuti jalan,tersebut, sampai ketemu dengan Masjid yang di depan kedua sisi ada Watu gentong.
Sayangnya, kami dislokasi info... kami ambil jalan kiri tangan kami bukan kiri masjid. Sempat bertanya kepada warga, setelah mendapatkan penjelasan lebih detail, yang ternyata ada dua makam. kemudian kami menuju gumuk di makam Kyai Kuning berada. Dan kami di sisi jalan yang tidak sepenuhnya salah.
Menuju Gumuk makam Kyai Kuning, sing Bubakyoso  Banyukuning ;
Gumum Situs Makam Banyukuning 

Menuju Situs Makam, melewati Tangga. Iseng saja saat naik saya juga menghitung anak tangga ; berjumlah 62. jadi tidak terlalu tinggi,
Langsung disajikan pemandangan :


Watu candi di "pemakaman".... Dijadikan makam. Banyaknya struktur batu berbentuk kotak, beberapa berpola menguatkan dugaan kami disinii dulunya ada sebuah bangunan suci (= candi). Apalagi ciri geogrfia letaknya ; di ketinggian, tanah yang subur dan dengat dengan lokasi pusat religius masa lalu : Gunung Ungaran = Gedong Songo)

 Seperti sebuah ratna, puncak candi :

















Batu Batu yang kami duga kuat adalah bagian dari bangunan suci masa lalu (Semua foto by Suryo Dona ):







    Makam Kyai Kuning, Di buatkan rumah cungkup makam, 
Alhamdulillah nya tak dikunci, 
Makam Kyai Kuning, Banyukuning Bandungan

Di dalam lingkup, makam kyai Kuning sendiri, masing masing patokan,  setelah kain mori (penutup) kami buka :



menurut hemat kami adalah sepasang Lingga.
Lalu dimana Yoninya???? entahhlah, semoga saja masih terpendam, bukan digepuk... seperti yang sudah - sudah. Lingga yang merupakan pasangan dari Yoni dan diletakkan diatas (penampang bagian atas Yoni) yang terdapat lubang.
Lingga seperti nyawa dari sebuah media manifestasi dewa siwa. Sebagai sarana memuja dewa, Lingga menjadi faktor penting sehingga yang sering yang hilang atau dirusak duluan adalah Lingga. Bersyukur Lingga ini tak akan mungkin hilang. 




Saat proses membuka kain mori penutup ini, entah kenapa saya merinding sekali ditambah gemetar. Padahal saya hanya melihat alias menonton saja. "Haallah paling kono ngelih", Suryo Dona mencoba menentramkan hati saya (yang sudah mau lari keluar kalau tak inget malu.. wkwkwk).
Beberapa batu berelief yang tertangkap mata kami :













Video amatir penelusuran : (nunggu Proses Uplod di You Tube)
Bersama Suryo Dona "Sang Partner Kemisan" :
Suryo Dona

Yuk, Kita Lestarikan
Di Situs Makam Banyukuning

Salam peradaban.
Mohon maaf tulisan saya ini hanya berupa catatan perjalanan. Saya bukan ahli sejarah... jika banyak kesalahan mohon maklum dan mohon dimaafkan. Salam.

Kamis, 13 Juli 2017

Situs Watu Lawang Desa Samirono, Getasan Kabupaten Semarang

Watu Lawang

 Dari Situs Turusan Salatiga kemudian kami  melanjutkan destinasi ke Yoni Situs yang berada di Dukuh wilayah Kecamatan Sidomukti, setelah ketemu dengan clue / petunjuk... : "Yoni berada di samping makam", bunyi info tersebut. Karena kami bertiga; Saya, Lek Wahid, Suryo Dona kompak dredrek alias kelaparan  karena memang sudah jam makan siang. 
Mie Ayam Dukuh Salatiga

 Akhirnya, makanan wajib kami pilih Mie Ayam plus Es Jeruk, di Mie Ayam yang berdekatan dengan Makam Dukuh, yang mungkin info tersebut maksud... beruntungnya.... mie ayam ini ternyata syukuran kuda besi barunya Lek Wahid. Hehhee... kalau sudah rezeki takkan kemana...
 Beberapa saat kemudian setelah badan sudah stabil alias tidak ndredek lagi, kami langsung membagi tugas menelusuri makam. Saya dan Lek suryo di makam sebelah kiri sementara lek Wahid di makam sebelah kanan jalan (dari arah JLS). 
 Masing - masing juru kunci menggelengkan kepala saat kami tanyai, tapi kemudian memberi info kemungkinan dimakamkan lain, yang berada di tengah tegalan dimana setelah perumahan ada gang ambil kanan. 
Watu Lawang
 Di makam ini pun, walaupun kami sudah menelisik setiap sudut makam namun nihil. Bagi saya pribadi, entah kedua rekan saya, nampaknya info ini memang setengah hati terlihat dari nanggungnya info yang diberikan.
 Karena kurang jelas, kemudian, kami memutuskan untuk berganti destinasi blusukan awalnya ada info prasasti di daerah tuguran dekat terminal tingkir Salatiga, namun lagi lagi informan juga tak rela, malah memberikan petunjuk menuju Waktu lawang yang berada di Getasan Kabupaten Semarang. 
watu Lawang
 Dari Tingkir gang setelah JLS kami ambil kanan, dari warga yang kami tanya sebenarnya kami melewati Tuguran, namun entah kami malah disuruh berganti destinasi....
 Lurus terus, ternyata jalan ini tembus Getasan-Kopeng. Kemudian cari papan petunjuk Waktu Lawang, dari pertigaantepat dimana petunjuk nama dusun, hanya 100m saja watu lawang. 
 Situs berada di depan rumah warga, namun sepertinya rumah kosong. Saat tahun 2017 ini, kebetulan Disamping Situs berada adalah Bapak Kadus, lek Wahid yang kebetulan paling muda kami dapuk untuk menggali informasinya, sementara kami yang seusia berselfie ria... hahahhahaha.


 "Waktu ini replika, alias tiruan. Dulu yang asli dan ada tulisan (inkripsi) , digepuk warga. Sudah lama sekali. Yang asli peninggalan batu kotak yang dijadikan lantai teras rumah", cerita lek wahid selepas kembali dari rumah Pak Kasus.
 Sayang sekali tetenger desa malah digepuk, dimusnahkan, apa penyebab digepuk Pak Kasus Tak mengetahuinya, konon digepuk saat jaman mbah buyut nya.
Dari rekan lain, ada sumber yang mengatakan masih punya foto inkripsi asli Prasasti Watu Lawang ini, namun saya pribadi tak mengetahuinya. Mungkin saja watu lawang yang sekarang memang replika, namun yang asli berada di museum.
Video amatir di situs Genangan, 



Salam peradaban
Di Watu Lawang : Suro Dona, Saya Dan Lek Wahid



























Mari lestarikan ...., 
Watu Lawang

Blusukan berlanjut ke Gedangan Tuntang.

Situs Turusan, Kec. Mangunsari. Salatiga

Situs Turusan, Kec. Mangunsari. Salatiga

Kamis, 13 Juli 2017. Lanjutan penelusuran 'mengais'  jejak Situs Ngreco Desa Kesongo kec. Tuntang Kabupaten Semarang, memang daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Salatiga. Bersama Suryo Dona & Lek Wahid, sebelum ke Situs Turusan, kami sempatkan dulu singgah di Prasasti Plumpungan karena salah satu partner ternyata belum pernah mampir. 
Yoni Turusan : berada di Penampungan Plumpungan
   Namun maaf saat di sini plus interaksi kami dengan penjaga situs tak secara detail saya ungkapkan, juga kebetulan penjaga Candi Klero yang berada di lokasi dengan beberapa info menariknya...
"Moga2 suatu saat kami bisa sowan dan minta diantar nggeh pak... hehhehe.
Dari Prasasti Plumpungan, kemudian kami ambil arah kota Salatiga, menurut informan Lek Wahid (yang ternyata kemudian kami ketahui adalah seorang ibu). 
"Gang depan SPBU, warna kuning. Masuk sekitar 100m. Disebelah kiri ada gang kecil , RT 07 RW IV." Bunyi informasi tersebut. "Nanti saya antar ke lokasi"  tambah beliau di seberang telepon.
Singkat cerita, setelah ketemu dan berkenalan, beliau Ibu Wani, dan setelah parkir motor di rumah beliau, kemudian kami mengekor, mengikuti beliau dengan berjalan kaki. Tak jauh ternyata, hanya berbeda gang. 
Sampailah kami....
Situs Turusan
Berada di tengah pekarangan rumah Bapak Djoko, "Yang tersisa di sini hanya beberapa mas, yang lain di bawa pemkot ke Prasasti Plumpungan" jelas Bapak tersebut.
Beberapa orang penasaran dengan aktivitas kami bersama Bapak Djoko di pekarangan rumahnya. Salah satunya adalah Mbak Eko, yang ternyata anak beliau. 
"Yang di Plumpungan, paling besar berbentuk Kotak ada lubang ditengahnya (=Yoni) asalnya dari sini.... juga batu segi delapan. Karena padatnya pemukiman sekitar, dulu purbakala memutuskan tak meng-eskavasi, namun saya ingat waktu itu purbakala memastikan seluruh benda cagar budaya agar tetap dilokasi (insitu), namun entah pemkot punya kebijakan lain." Urai mbak Eko.
Antefik : Situs Turusan
"Beberapa batu terpendam dibawah rumah, malah,ada arca yang diceburkan ke sumur karena ketakutan warga akan masalah. Hilang dan pagebluk ",  tambah Mbak Eko.
Seperti yang diceritakan kepada kami, sebuah Tragedi yang menjadi sejarah masyarakat Turusan puluhan tahun yang lalu.
Konon, boleh percaya atau tidak. Sepekan setelah Yoni Turusan dipindahkan, banyak warga yang meninggal berturut turut selama sebulan. 
Ngobrol dengan pemilik rumah : Situs Turusan

Selama satu bulan tersebut, kadang satu hari 2 warga yang meninggal, terpaut satu hari atau satu minggu. 
Total yang meninggal 14 warga. Yang semuanya berstatus duda. Entah mengapa. Tak pernah diteliti sebab nasabahnya. Hanya rata-rata mendadak meninggal.
Dengan kejadian tersebut, beberap warga berinisiatif memendam batu yang berada di seputaran rumahnya, seperti sebuah arca yang di diceburkan ke sumur yang dalam. Respon yang patut dimaklumi. 
Jika dieskavasi juga tak mungkin karena padat rapatnya pemukiman, jika dipindah takut mendatangkan malapetaka.
"Dulu kala di dekat situs ada sumber air yang cukup besar, namun saat ini sudah berubah menjadi rumah", mbak Eko menambahkan. Dari cerita beliau pula, sumber air itu mirip dengan petirtaan, karena ciri ciri tatanan batu yang ada.
Lingga Situs Turusan
Potongan Lingga bagian atas, Antefik dan struktur batu candi berbentuk persegi adalah tiga yang tersisa dan masih dapat dilihat.
Video Amatir di Situs Turusan :

Foto Bertiga, Saya, Suryo Dona dan lek Wahid :

Di Situs Turusan
Kami melanjutkan penelusuran masih di seputaran Salatiga, lokasi tujuan kami, Kampung dukuh Kelurahan SIdomukti.











Salam peradaban

Nb: 
Tambahan Cerita dari Bu Wani (beberapa saat setelah saya publish naskah ini beliau menghubungi Lek Wahid dan menambahkan cerita ini), Sesaat setelah dipindah ke Penampungan sementara di Situs Prasasti Plumpungan. konon penampungan berubah menyeramkan. Sering terdengar suara tangisan lirih namun menyayat hati. Entah karena apa. Kemudian berangsur-angsur hilang setelah warga sekitar mengadakan selamatan.