Sabtu, 12 Desember 2020. Setiap peluang sekecil apapun pasti saya manfaatkan, apalagi kali ini gowes di Wonosobo (video lengkap gowes di link ini) tentu sambil koordinasi kegiatan saya juga menyelipkan permintaan di sepanjang rute ada situsnya.
Dari jalan turunan (rute gowes : Rest area bedakah - pospol bedakah - dalan anyar - keseneng - sojopuro - candi - Jlamprang - arpusda), saya ga hafal hehehe, tepat sebelum masuk desa pas tingkungan ambik jalan setapak kekanan. Kira-kira 200m menyusuri jalan setapak tegalan, sampailah
Yoni Situs Bangsri Desa Wonosari Wonosobo
Dari narasi yang berada di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan kabupaten Wonosobo, Yoni secara administratif berada di wilayah Dusun Bangsri RT 07 RW I Desa Wonosari, Desa Wonosobo, di Tepian ladang milik Bapak Prihono (Maturnuwun Mas Topan atas bantuannya).
Yoni Bangsri, Wonosari
Sayangnya saya belum dapat info lebih detail keberadaan yoni ini, Dari terbatasnya waktu saya di lokasi ini... beberapa batuan yang terlihat tersebar memang mungkin ada keterkaitannya dengan Yoni ini. namun Lingga sudah raib entah kemana. Walaupun ada kemungkinan juga diatas Yoni ini bukan Lingga melainkan arca.
Lubang Lingga Yoni Bangsri, Wonosari
Bertemunya Lingga dan Yoni melambangkan kesuburan. Yoni adalah manifestasi Dewa Siwa, sebagai ritus keagamaan umat Hindu di masa lalu. Yoni melambangkan Shakti (istri Dewa Siwa, sedangkan Lingga adalah Dewa Siwa.
Yoni Bangsri, Wonosari
Yoni berukuran, P : 85cm. L : 85 cm. Tebal 70 cm dari Batu Andhesit. Kondisi berlumut. Di penampang atas, juga ada lubang cerat tempat air keluar. Ilustrasinya pimpinan ritual keagamaan menyiramkan trta amrta (air suci) diatas lingga. Kemudian Air suci yang keluar dari lubang cerat itu jadi salah satu unsur utama ritus.
Tonton juga video singkat mlipir di Situs Bangsri Wonosobo ini :
Gowes blusukan bersama mas Age ini adalah yang kedua kalinya, setelah sebelumnya Gowes Blusukan ke Yoni Situs Salam Sari Limbangan Kendal seminggu yang lalu. Masih blusukan pakai sepeda, sebelumnya saya sendiri mampir di situs : Situs Pandean Gunugpati. Selain sama - sama cinta sejarah, kebetulan punya sepeda united. jadilah duet blusukan gowes united..
Ceritanya saya dapat tawaran sekaligus Mas Age butuh guide untuk ke Candi Trisobo, singkatnya gowes meluncur lewat jalur Depan kantor kelurahan Mijen, melalui tanjakan yang cukup ekstrem (sebenarnya tak terlalu panjang namun lalu lintas sangat ramai, motor seperti road race saja... padahal di jalan kampung.
Pertigaan Cangkiran
Sebenarnya sudah beberapakali ke Candi Trisobo, selain ada lapik juga keberadaan Candi memang membuat saya tak bosan untuk kesini lagi.
Apalagi ini Simbiosis mutualisme, sama2 guide antara saya dan Mas Age, jadilah. Surprise, mengejutkan!. Lapik Arca kok jadi 2???? Kebetulan kali ini kami juga ketemu si empunya rumah. Jadi Banyak dapat cerita. (Terekam di video)
Bersama Pemilik Rumah
Beberapa saat di lokasi ini, si empunya rumah datang dan malah cerita panjang lebar, “Dulu yang satu ada disisi lain, tertutup rerumputan”, jelas beliau.
Lapik Trisobo, Boja Kendal
Beliau juga mengakui bahwa kedua lapik ini juga berasal dari Candi Trisobo.
Setelah merasa cukup, kami kemudian lanjut ke OCB selanjutnya yang jadi tujuan utama gowes blusukan hari ini. Masih di desa Trisobo, setelah kantor Desa Trisobo kami terus sampai ke depan rumah warga yang menaruh sesuWatu (Obyek Cagar Budaya) di depan rumahnya.
Link YouTube :
Gowes Situs Trisobo Part 1 :
Tak jauh dari kantor desa, Mas Age memberi tanda untuk kami menepi. Dan... dipinggir jalan :
Mirip Lingga, semu. Setelah beberapa dugaan dari lingga, kemuncak. saya mengira ini lingga pathok (maaf beda dari di video, mungkin saat itu spontan saking girangnya lama ga blusukan).... tapi monggo para ahli bisa menyampaikan analisanya, mencerahkan saya...
Jika ini Lingga pathok, berarti jumlahnya ada 8, yang berfungsi sebagai penanda terluar area suci Candi Trisobo.
Lingga Pathok Trisobo, semoga diuri-uri.....
Saat sedang asik mengamati Lingga Pathok ini, mas Age sekali lagi bergeser ke seberang rumah.... Terkejut 2 kali, ternyata ada OCB lagi. Malah lebih khas.... seperti kemuncak (bagian atas bangunan Candi) (obrolan dengan nenek pemilik rumah ada di video ya)
Beberapa foto Kemuncak Trisobo :
Video "Gowes Situs Trisobo Part 2 + bonus Candi Trisobo" :
Sabtu, 14 November 2020. Gowes Blusukan tak terduga. Setelah rencana duet blusukan gowes gagal karena sepeda rekan opname. Saya menguatkan hati untuk gowes sendiri. Apalagi juga masih janjian dengan Bolo United, Bolo Gowes, Bolo Blusukan : Mas Age Boja.
Saat berhenti nunggu rekan lain (yang ternyata sepedanya opname), eh saya iseng wa rekan 'kang mas Roso Mijen', ada rekomendasi situs tidak, tanpa saya duga beliau memberikan 2 rekomendasi. Beruntungnya 1 rekomendasi tersebut berada di jalur saya Gowes menuju Boja.
blusukan situs #unitedbike
Tapi setelah tahu, saya terkejut, menyesal, setiap lewat saya selalu menoleh ketika lewat Makam Pandean, perasaan saya selalu ingin menengok. Barangkali ada situs karena lewat makam ada di Gumuk, serta ada pohon Kanthil yang cukup besar. seperti biasa saya kmengesampingkannya.
Tapi bagaimanapun bersyukur masih bisa tahu, lewat Kang Mas Roso. Setelah parkir sepeda, kemudian saya mengeksplor.
Keberadaan sesuWATU yang hanya satu menambah misteri jejak sejarah Makam Mbah Demang Jafar. Selain cerita sejarah yang sangat minim (Semoga pembaca yang paham berkenan membagikan cerita tutur tinular). Dari mas Siswo handoyo, ada jejak folklore tentang Tokoh Sakti, Demang Jafar. 'Watu disunduki, dan ngangsu air memakai dunak adalah salah satu kemampuan beliau yang melegenda', kata mas Siswo.
Posisi dibawah pohon Kanthil, dugaan saya ini umpak sebuah bangunan masa lalu, namun keberadaan tinggal satu. Berada di gumuk, dekat dengan aliran air (perkiraan saya sekitar atau tak jauh dari lokasi ini dulu ada sumber mata air).
Namun saya hanya menduga.
Semoga tetap lestari... dan aja penutur sejarah yang berkenan membagi cerita....
Untuk tahu selengkapnya landscape makam, pohon Kantil juga Watu umpak mampir juga di link video channel Youtube :
Sabtu, 7 November 2020, Dua hobi bisa bareng menjadi kebiasaan saya akhir-akhir ini. Hobi lama saya sebelum blusukan, gowes. Ceritanya dulu sekitar tahun 2010an saat ‘bike to work' pertama ngehit, saya ikutan kepingin berangkat kerja naik sepeda. Namun sayangnya cuman bertahan kurang dari 2 bulan, penyebabnya karena tak ada partner... hehehhe. Kemudian sepeda saya biarkan begitu saja, bahkan sempat dikomentari teman blusukan, saat sepeda saya gantungkan di atas teras.
Ketika Pandemi Covid-19 ini mulai menyebar, bersepeda jadi tren, saya kembali menurunkan sepeda saya dari atap. Apalagi istri sempat berceloteh akan menjual sepeda, karena tahu harga sepeda melambung. Secepat kilat saya kemudian mencari rekan yang bersepeda. Singkat cerita, sudah menjadi kebiasaan setiap sabtu saya gowes, kemudian hari ini karena kebetulan jadwal gowes rute saya arah Boja, sehari sebelumnya saya menghubungi mas Age Kharisma. Saya teringat akan postingan di IG beliau tentang Yoni di Sawah di daerah Boja. Apalagi pernah chat bersedia mengantar.
Terminal cangkiran
“Siap dan saya juga ada sepeda”, balas beliau. Seketika langsung terlintas ide Bolo Gowes, bolo Blusukan! Lewat jalur yang cukup menguras tenaga bagi saya : Jalur Gunungpati – Boja. Janjian di pertigaan dekat Taman Makam Pahlawan Boja.
Diluar dugaan sepeda Mas Age ternyata berasal dari pabrikan sama. Jadilah, Bolo Blusukan, Bolo Gowes Bolo United!
Titik pertemuan di Pertigaan Taman Makam Pahlawan Boja
Tak menunda waktu, kami kemudian langsung menuju lokasi. Petunjuknya situs berada di area sawah belakang SMKN 3 Kendal. Karena melewati pematang, sepeda kami parkir di pinggir sawah, kemudian kami menyusuri jalan setapak diantara pohon sengon. Kurang lebih berjalan 1km, setelah sempat mencari keberadaan yoni karena tertutup pandangan tanaman ketela rambat dan jagung. (Dulu saat mas Age ke lokasi ini tanaman padi).
Dan Gowes Blusukan menemukan jalan kebahagiaan :
Yoni Salamsari Boja Kendal
Secara administrasi Yoni ini berada di Dusun Rejosari Desa Salamsari kecamatan Boja Kabupaten Kendal. Kondisi Yoni selain aus karena terpapar terik matahari dan terkena derasnya hujan ribuan tahun sayangnya ada bagian yang nampaknya pernah ada usaha ‘merusak’.
Yoni Salamsari Boja : Kondisi saat ini (2020)
Ukuran Yoni tak terlalu besar, perkiraan kami antara 60-80cm. Dengan bentuk yang sederhana, dimana cerat yoni tanpa ada Penyangga.
Bentuk Yoni Salamsari Boja : Sederhana
Cerita sejarah keberadaan Yoni ini sangat minim. Terbatas hanya dari dulu memang dilokasi ini (dugaan kami masih Insitu), Lingga yang seharusnya berada diatas Yoni juga sudah lama tak tahu dimana keberadaannya.
“Warga mengenal ini sebagai tempat mencari peruntungan instan (=baca togel), namun itu dulu saat lagi musim bermimpi. Saat ini sudah cukup lama ditinggalkan", cerita mas Age.
Bagian Penampang atas Yoni Rejosasi, Salamsari.
Cerat Yoni,
Cerat Yoni Salamsari Boja
Tempat keluarnya air suci saat ritual keagamaan. Prosesinya dimana pemimpin upacara, menyiramkan air suci diatas lingga kemudian air yang keluar melalui lubang cerat itulah yang paling utama 'trta amrta'.
Semoga generasi muda Salamsari bisa tahu keberadaan sejarah yang sangat berharga di daerahnya. Juga kepada SMKN 3 Kendal bisa memaksimalkan fungsi sekolah sebagai tempat pembelajaran.
Dimana belajar sejarah tak perlu jauh ke Prambanan-Borobudur, bahwa dibelakang sekolahnya pun ada jejak buktinya.
Jika memungkinkan malah jika bisa sekolah merawat Yoni ini, impian saya, yoni ini diselamatkan, dibawa ke sekolah kemudian dibuatkan penutup dan pagar serta diberi narasi sejarah, serta keterangan lokasi penemuan. Di lingkungan pendidikan, barangkali saat ini menjadi tempat yang logis untuk nguri-uri Yoni.
Ya dirawat, ya digunakan.... Sebuah peran aktif nguri-uri tinggalan nenek moyang
Semoga...!
Yoni Salamsari : ditengah sawah
Lubang tempat lingga
Yoni Salamsari : lubang kotak dimana Lingga seharusnya tertancap
Lingga, perwujudan dari Siwa, sementara Yoni perwujudan dari Shakti Dewa Siwa (istri) , bertemunya Siwa dan Shaktinya melambangkan kemakmuran.
30 September 2020. Kali kedua dapat undangan untuk mengikuti kegiatan “One Day Trip with blogger Milenial dan Jurnalis”, yang di selenggarakan Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang. (link one day trip 2019). Dari itinerary yang dibagikan sehari sebelumnya, sudah membayangkan keseruan yang bisa saya nikmati.
Menjadi peserta wisata ke 4 destinasi di Kabupaten Semarang dalam satu hari, tentu menjadi cerita yang cukup menarik. Kesempatan berharga ini tentu sangat saya syukuri dan sangat langka.
Gerbang Curug Gending Asmoro
Tujuan pertama langsung ke Lokasi wisata yang cukup viral di Ungaran, Curug Gending Asmoro. Destinasi wisata air yang cukup dekat dengan kota Ungaran. Dari exit Tol Ungaran menuju Kalongan, melewati Kantor Kecamatan Ungaran Timur kemudian sekitar 500 m perempatan ambil arah kiri, ikuti jalur tersebut. (Akan ada petunjuk arah menuju Curug),berdekatan dengan Taman Kayangan “Tebing Alfath”, Curug Gending Asmoro juga dikelola oleh Bumdes Kalongan Mandiri Jaya. Secara Administratif berada di Dusun Ndompo Desa Kalongan Kec.Ungaran Timur.Curug Gending Asmoro ini mulai dikembangkan sebagai tempat wisata oleh Pemerintah Desa Kalongan sekitar tahun 2018. Fasilitas parkir baik sepeda motor maupun mobil sudah ada, walaupun mungkin terbatas.
Curug Gending Asmoro
Wajib memakai masker, dan cuci tangan serta cek suhu tubuh menjadi protokol kesehatan yang disyaratkan untuk setiap pengunjung yang akan masuk.
Tiket Masuk Gending Asmoro (2020)
Harga tiket 5 ribu rupiah dan biaya parker Roda 2 rb serta R4 4rb masih sangat terjangkau. Jalan menuju lokasi sudah bagus, namun bila musim penghujan memang harus ekstra hati-hati.
Rambu-rambu peringatan juga sudah terpampang di sepanjang jalan.
Beberapa spot selfie juga ada di beberapa titik di sepanjang jalan.
Salah satu spot selfie di Curug Gending Asmoro
Di satu titik pinggir jalan, ada satu sumur yang di keramatkan oleh warga. Sumur Curug”, berbagai ritual warga yang punya hajat dilakukan disini, selain memberi sajen, mengambil air karena tuah juga air sumur curug dipercaya sebagai sumber kehidupan, dimana saat musim kemarau tak pernah mengering.
Sumur Curug
Bapak Yarmuji, Bapak Kades Kalongan yang turut mendampingi kegiatan ‘one day trip with milenial”, menjelaskan asal muasal nama Curug Gending, “ Dulu curug ini sangat angker dan hanya orang tertentu yang berniat ritual yang berani mendekat. Namun kami mencoba bersama warga ingin mengubah pandangan tersebut, Dari Mistis menjadi Eksotis”, jelas Bapak Kades.
Curug Gending Asmoro
“Nama Gending Asmoro sendiri terinspirasi dari legenda masyarakat tentang bunyi suara gamelan yang kerap terdengar di hari hari tertentu, ketika penataan Curug ini, salah satu pekerja mendengar suara gamelan tersebut. Kemudian tercetuslah nama Curug Gending Asmoro ini”, jelas Bapak Yarmuji.
Tanda cinta di Curug Gending Asmoro
Saat kami kesini, masih musim kemarau, sehingga debit air curug memang tidak terlalu deras. Namun pemandangan cukup menawan, Batuan kali yang cukup besar menjadikan pemandangan eksotis. Cocok untuk foto prewedding. Juga pas untuk para traveller, pehobi tracking, dan pecinta alam.
Dari penjelasan Bapak Kades, Walaupun penurunan pengunjung bahkan sampai 80% namun para pengelola tetap berusaha memberi kenyamanan kepada pengunjung.
Well sangat recommended!! Tak jauh dari kota masih ada curug yang eksotis….. jalan kaki pun tak terlalu jauh.
curug Gending Asmoro
Bersambung ke destinasi Taman Kayangan Tebing Alfath Kalongan
Naskah ini satu paket dengan 3 destinasi wisata lain kegiatan ‘one day trip wiwt blogger milenial. Tentu yang cukup spesial adalah destinasi Bukit Cinta, dimana ada garis merah kegiatan ini dengan pakem blog saya ini… heheheh. (ada sesuWATU nya.. hehehe)