Tampilkan postingan dengan label Serat panji Asmoro Bangun. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Serat panji Asmoro Bangun. Tampilkan semua postingan

Kamis, 22 September 2011

Serat Panji Asmara Bangun : Pesanggrahan Tambak Baya


Pesanggrahan Tambak Baya
(03)

Panji terus bersedih hati di taman mengingat penjelmaan Sri. Doyok dan Prasanta berlucu-lucu tidak pada tempatnya diantara mereka sendiri. Saat ini Prasanta bercerita tentang pengalaman isteri Raja Kadiri yang tertua kepada Panji. Panji menganggap pemberitahuan itu sungguh-sungguh dan ingat akan berbagai kemungkinan.
Jalayana raja seberang tiba di pantai Jawa dengan angkatan lautnya. Mereka mendiami Pasanggrahan Tambak Baya. Dalam suatu rapat umum, patih memberitahukan kepada raja, bahwa puteri raja Kadiri bernama Mindaka, sudah dikawinkan dengan sang Panji, tapi perkawinan itu tidak baik jadinya: penganten laki-laki tidak suka pada penganten perempuan. Raja segera menyuruh susun sepucuk surat untuk menyunting penganten perempuan itu. Dua orang raja taklukan membawa surat itu kepada raja Kadiri. Sambil menunggu balasan, sang raja bersenang-senang dalam hutan yang dekat dengan berburu.
Raja Kadiri bersedia menerima tamu, patih menceritakan kepadanya tentang kedatangan Jajalalana. Para utusan yang membawa surat diberitahukan kedatangannya dan diminta masuk. Disusun surat balasan, persiapan-persiapan dilakukan untuk menghadapi perang. Raja kembali kekeraton dan memberitahu tentang maksud Jajalalana. Putrinya sang mempelai ketika ditanya apakah mau kawin dengan Jajalalana, menjawab bahwa ia tidak mau.
Saat ini diceritakan penjelmaan tentang Sri. Ia mempunyai seorang saudara pria bernama Jaka-bodo. Sri menyuruh saudaranya ini ke pasar menjual sebuah Sumping (perhiasan telinga berkembang) seharga 1000 rupiah. Jaka-bodo berangkat ke pasar membawa Sumping, tiap orang yang melihatnya ingin membelinya, tapi harganya terlalu mahal. Orang berkerumun . doyok berlucu-lucu lagi. Panji tertarik perhatiannya dan disuruh panggil orang yang menjual sumping itu. Setelah ia melihat penjual Sumping itu ia merasa terhibur. Dibelinya Sumping itu dan senantiasa ia teringat kepada pembuatnya. Bagaimanakah konon rupanya? Esok paginya Panji bersama Punakawannya (pelayan-pelayannya) pergi ke hutan untuk berburu.
Raja Temon menunggu dengan tak sabar saudaranya pulang, akhirnya ia dating dengan uang, hasil penjualan Sumping. Sementara ia menceritakan kepada Wara Temon, bagaimana terjadinya jual beli, datanglah Gajah-gumanglar hendak memaksakan kemauannya. Tapi kali ini ditolak dengan janji-janji. Temon makin mengharapkan kedatangan Panji.
Esok paginya Nyi Bantrang dan suaminya pergi ke pasar. Panji yang mengembara ke dalam hutan, kehausan, ia pergi ke sebuah desa untuk minum dan dengan demikian tiba di rumah Temon, Temon keluar dengan air dalam Pinggan emas. Panji jatuh pingsan. Temon dipanggil lagi keluar untuk membikin siuman kembali. Hal ini dilakukan dengan sirih yang dimamahnya.
Panji dan Temon masuk bersama-sama. Para Punakawan duduk di pintu. Bantrang dan istrinya kembali dari pasar. Prasanta menenangkan hatinya, katanya sang pangeran sedang di dalam bersama anaknya. Dalam pertemuan Panji dengan Bantrang, Bantarang menceritakan pengalaman-pengalaman Temon. Selanjutnya Bantrang jiga menceritakan tentang Gajah-gumanglar. Panji berjanji akan membinasakannya kalau dia datang lagi. Baru saja Panji habis bicara, muncullah Gajah, berseru dari jauh supaya Temon menyongsongnya. Menyusul perkelahian antara dia dan Panji, dalam perkelahian itu tentu saja Gajah kalah. Gajah mati kena panah.
Saat ini Temon dibawa sang pangeran ke kota. Prasanta disuruh berjalan dahulu untuk memberitahukan, bahwa puteri raja yang hanyut dahulu sudah ditemukan kembali. Suatu rombongan yang besar menjemput sang puteri. Waktu bertemu, Kili-suci memeluk sang puteri. Dimulailah perjalanan panjang ke kota. Kanjeng sinuhun raja mengenali puterinya dan bertanya kepada Bantrang bagaimana jalannya peristiwa. Bantrang bercerita. Untuk memeriksa kebenaran cerita Bantrang. Sri Ratu Rago yang dihukum, dipanggil dan ditanyai. Tapi ia tidak ingat suatu apa, karena waktu ia dalam keadaan pingsan. Saat ini seorang anak kecil berumur 4 tahun disuruh menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Anak bayi itu menceritakannya dan semua yang hadir senang. Kemudian anak itu meminta kepada sang raja menghukum isterinya yang jahat, jika tidak maka para dewa akan marah kepada kanjeng sinuhun. Mendengar kata-kata itu raja Kadiri marah kepada isterinya yang kedua, hendak ditikamnya isterinya itu.
Narada tiba-tiba muncul dan menahan raja berbuat demikian, katanya segala itu terjadi karena kemauan para dewa. Pun kelahiran Sekar-taji adalah kemauan para dewa. (Temon setelah dikenali) ikut pula membantu dalam kejadian yang menyedihkan dengan sang puteri. Setelah para Punakawan berlucu-lucu, narada menghilang lagi. Diadakan pesta besar. Kemudian menyusul perang besar yang berakhir dengan kematian Jajalalana. (suatu kejadian yang selalu kita dapati dalam kisah Panji)—akhir naskah Brandes No. 150.


Serat selanjutnya : Buah Perjuangan
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi “Nguri-Uri Budaya”


Rabu, 03 November 2010

Serat Panji Asmara Bangun : Menak Agung


 Menak Agung
 (07)

Saat ini diceritakan tentang raja Bali yang amat berkuasa dan memerintah negerinya dengan baik sekali. Pada suatu kali, ia hendak bersenang-senang dengan berburu. Untuk itu disuruhnya panggil orang-orang besarnya. Menak Agung dan Cau (Sadulumur dan Prasanta) harus mempersiapkan segala sesuatu untuk perburuan. Suatu rombongan besar bergerak menuju hutan, tempat berburu. Perburuan pun dimulai. Banyak perburuan binatang ditangkap.
Sementara sang raja berdiri dibawah payung dekat pohon Tangguli, seekor ular datang mendekatinya, sebesar pohon Tal. Karena ketakutan, orang-orang pada lari kucar-kacir. Sang raja tinggal seorang diri dan dilihatnya ular itu semakin mendekat. Tapi baru saja ular itu sampai di tempat raja, Jaja-asmara pun datang berlari-lari, dipegangnya kepala binatang itu dan diputarnya sehingga putus dalam sekejap, sekalian yang melihatnya terheran-heran. Sang raja menghadiahinya kerajaan Linjangan, dengan hak memakai gelar adipati.
Setelah banyak binatang perburuan terkumpul, diberilah tanda untuk pulang. Sang raja segera tiba di pagelaran (beranda muka)keraton, dimana dibicarakan lagi untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan yang berdekatan (syair 24-26 ada bagian-bagian yang rusak, sehingga tidak dapat dimengerti). Mula-mula direncanakan akan menaklukkan kerajaan Balambangan, setelah itu Tuban dan seterusnya. Sang raja menyetujui rencana itu. Segera orang-orang dikumpulkan untuk bersiap-siap mencari perjalanan penaklukan itu.
Jaja-asmara berangkat dengan tentara yang besar ke Balambangan. Dengan cepat mereka menyeberangi selat Bangawan (Bali) dan mengadakan pertahanan di pelabuhan.
Raja Balambangan duduk dihadap oleh para pembesarnya. Sang Patih, Nila Bangsa memberitahukan tentang kedatangan musuh. Ditulis surat pada Wirasaba dan Sandi-waringin. Dalam pada itu tentara Balambangan dikerahkan. Pertempuran dimulai.
Pertempuran dilanjutkan, raja Balambangan tewas. Keraton diduduki oleh Jaja-asmara. Yang masih hidup menyerah. Seorang keponakan raja yang tewas, diangkat menjadi raja oleh Jaja-asmara. Raja baru ini harus menghadap raja Bali, dengan membawa upeti sebagai bukti penyerahan. Raja-raja Wirasaban Sandipura dan Sandi-waringin  harus melakukan demikian pula. Dikirimsurat edaran ke Bupati lain di Bang Wetan, mengatakan bahwa barangsiapa tidak menyerahkan diri akan dibinasakan.
Setelah menerima pemberitahuan itu para bupati Bang Wetan memutuskan untuk menyerahkan diri kepada Bali. Mereka membawa upeti dan menyerahkan puteri-puterinya kepada raja Bali. Jaja-asmara setelah mendapat kemenangan pulang ke Bali.

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi “Nguri-Uri Budaya"Serat selanjutnya : Raja Bauwarna

Serat Panji Asmara Bangun : Raja Bauwarna


Raja Bauwarna
 (08)

Saat ini diceritakan tentang Raja Bauwarna. Sudah empat puluh hari lamanya, bahkan dua bulan dia tidakmuncul-muncul. Ia berhasrat sekali hendak menaklukan Bali. Tapi tidak ada yang berani menaklukan tugas itu, karena Bali amat berkuasa. Kini sang Raja keluar dengan segala kemegahan. Para pembesar hadir semua. Disebutkan para pegawai-pegawai. Astra Miruda dan Astra Wijaya. Yang pertama memakai dodot merah pun hadir. Raja bertanya kepada patih Jaja-singa, siapa yang ingin memikul tugas menaklukan Bali. Patih menjawab “Tidak ada, sudah diminta kepada orang Urawan, tidak ada yang berani. Hanya Jaja-kusuma yang belum diminta pendapatnya tentang itu, Pun dengan Astra Mirusa dan Astra Wijaya. Sang raja menyuruh panggil tumenggung untuk berbicara sendiri dengannya.
Tumenggung datang. Kepada raja mempertanyakan keselamatan kerajaan Urawan. Tapi raja hendak menaklukan Bali ( juga disebut Nusa kembangan. Pulau kembang”. Panji berjanji kepada raja akan melaksanakan tugas itu. Astra Miruda dan Astra Wijaya pun berjanji demikian. Raja puas dan mengundurkan diri. Yang tinggal di paseban mempertanyakan soal penghormatan dan gaji tumenggung yang tidak sesuai dengan jasa-jasanya, orang lain yang belum melakukan apa-apa untuk kerajaan, lebih banyak penghasilannya. Percakapan ini tidak diteruskan. Orang pada bubar. Astra Miruda pulang naik kuda dengan bertudung payung, Astra Wijaya pun juga, bahkan meliputi kerisnya dengan punya kainnya (suatu tanda orang pesolek). Tapi Jaja-kusuma berjalan kaki saja dan tidak pula berpayung. Orang yang melihatnya mengira, bahwa ia pasti habis kena marah raja, tapi mengapa? Orang yang mengetahui lalu menceritakan keadaan yang sebenarnya: ia harus menaklukan Bali.
Sureng-rana, puteri Cemara, ia menyesali Panji (dengan banyak menggunakan wangsalan), sambil menangis. Seorang emban menghibur hatinya dan mengusulkan supaya ia menyongsong suaminya “tapi ia diusir seperti kucing dan puteri itu bertambah keras tangisnya.
Jaja-kusuma duduk di pendapanya. Dikelilingi oleh para sentana dalem. Dikatanaknnya bahwa ia mendapat perintah dari raja. Untukmenaklukan Bali. Para sentana dalem berjanji akan menolongnya.
Dalam pada itu datang emban, mengatakan bahwa istrinya sedang menangis dengan sangat. Panji berdiri dan mendatangi istrinya yang masih marah kepadanya. Dipeluknya istrinya itu, tapi ia coba melepaskan diri.
Panji menghibur hatinya. Dimintanya supaya ia tinggal di rumah, apabila ia pergi berperang, tapi istrinya menjawab bahwa ia ingin ikut serta, diapun seorang satria, katanya. Disuruhnya saudaranya mempersiapkan pakaian perangnya. Adegan kamar. Omong-omong para emban.
Patih sekonyong-konyong datang ke tempat kediaman Panji, mengetuk pintu. Terkejut Panjikeluar dari kamarnya, hanya berbaju dalam. Isterinya pun hanya berbaju tidur. Patih tidak berani memandang Pnanji. Dan membalikkan diri. Surengrana menarik kembali suaminya kedalam, dan memberinya pakaianyang pantas pertemuan.
Ketika ditanyakan, patih menjawab bahwa ia diutus oleh sang raja untuk menyerahkan pusaka kerajaan kepada Panji. Dengan jalan demikian ia menguasai kerajaan.
Selanjutnya patih berkata, bahwa raja marah kepada Astra-wijaya. Apa sebabnya ia tidak tahu. Sang patih pulang. Panji bertanya kepada para Kadejan, apakah ada yang mengetahui kenapa raja marah kepada Astra-wijaya. Salah seorang dari mereka, Jaja-sentika, mengatakan bahwa Astra-wijaya disangka memasuki keraton,hal itu sudah dilakkukannya tiga kali dan sekali sang raja sendiri melihatnya. Raja melemparkannya dengan parang tapi tidak kena. Panji tersenyum.
Surengrana berkata, aneh sekali bahwa raja memberi gajah betina kepada orang yang pergi berperang. Bukankah gajah betina itu hanya bisa dipergunakan untuk mengangkut harta rampasan? Panji memujinya atas pemandangannya yang tepat itu. Lalu disuruhnya Astra-miruda datang kepadanya.
Saat ini diceritakan tentang Astra Miruda, kepala mantra anom. Dia berlaku sebagai don juan, wanita-wanita Singasari menjadi korban kenakalannya. Ia senang sekali menyabung ayam dan permainan taruhan yang lain. Para penjudi dimintanya datang kerumahnya untuk bermain. Kekayaan dan perhiasan yang dibawa istrinya dari Patani, segera tandas. Malahan hamba sahajapria dan perempuan digadaikan kepada orang Cina. Kewajibannya diabaikan. Isterinya sedih karena perbuatannya ini, ditambah lagi karena suaminya bersuka-sukaan dengan Puteri Urawan. Ia menyesalkannya. Ia menangis dengan sedih di tempat tidurnya, bantal dan guling dilemparkannya. Seorang emban mencoba, tapi sang puteri berkata : tutp mulutmu, kalau tidak kulempar kepalamu dengan penumbuk sirih ini. Emban ketakutan oleh ancaman itu dan pergi kepada Astra-miruda yang sedangmemegang burung, emban itu menceritakan halnya. Astra-miruda mendapatkan isterinta dan menghibur hatinya. Tapi ia tetap marah kepadanya dan bertanya kemana suaminya itu pergi malam anu dan malam anu. Suaminya menjawab, “Aku pergi ke Pangeran Sinjanglaga”. Dimajukannya kagi beberapa pertanyaa, mengapa Miruda tidak pulang kerumah. Miruda terus memberikan jawaban mengelak. Sang puteri mengemukakan satu pertanyaan lagi: Mengapa kau pulang tidak berbaju hari Jumat?” suaminya menjawab: “Aku berjudi di kampung cina dan kehabisan segala”.
Sekonyong-konyong datang seorang perempuan dari keraton, diutus oleh Puteri Urawan, untuk mengembalikan pakaian Astra-miruda yang ketinggalan karena terburu-buru, bersama sepucuk surat dalam bungkusan kertas dengan kembang. Dalam surat itu sang Puteri mengatakan, bahwa Miruda tidak memegang janji.
Isterinya mengingatkan Miruda, bahwa perbuatan itu bersahaja, tapi Miruda menenangkan hati istrinya.


Serat selanjutnya : Jaya Kusuma
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi “Nguri-Uri Budaya

Kamis, 14 Oktober 2010

Serat Panji Asmara Bangun : Buah perjuangan



Buah perjuangan
 (04)

Ketika Raja Kadiri  duduk di Sitinggil. Panji datang mempersembahkan kepala raja seberang yang dipenggal. Kepala raja itu kemudian dipertontonkan di atas tiang. Banyak harta rampasan yang dibagi-bagikan kepada orang banyak.
Dalam pada itu tibalah para pangeran dari Jenggala Manik. Disebutkan nama-nama mereka. Mereka itu membawa bermacam-macam kendaraan yang akan dipergunakan Panji dan anak buahnya, karena raja Jenggala Manik ingin melihat Panji kembali. Tapi para Pangeran harus istirahat sebentar.
Sang puteri dalam keraton bertanya kpada  dayang-dayangnya, bagaimana akhir pertempuran. Dijawab : Panji menang. Sang puteri dating kepada Panji. Panji berkasih-kasihan. Sadulumur hendak berkasih-kasihan pula seperti Panji, dipanggilnya seorang emban dan hendak diperkosanya.
Esok paginya Panji hendak bersiap-siap pulang ke Jenggala Manik. Bersama isterinya ia pamitan kepada raja. Serombongan besar rakyat jelata bergerak menuju jurusan Jenggala Manik, dimana raja sudah duduk menunggu diluar, dikelilingi oleh para pembesar. Setelah mendengan berita bahwa Panji dalam perjalanan, sang raja berangkat menyongsongnya. Setelah bertemu, mereka kembali ke paseban dan masuk ke dalam keraton. Seri ratu menyambut puterinya dengan isterinya. Kili-suci pun hadir.
Pada suatu hari, tatkala raja sedang duduk diluar, diperintahkannya Panji pergi ke kakeknya, raja Keling. Untuk itu banyak kapal disediakan. Setelah selesai semua, sang raja mengantarkan puteranya bersama anak buahnya ke pelabuhan, Panji naik kapal beserta isterinya. Setelah sampai di laut luas kapal terserang badai.
Para penumpang kacau balau. Kapal-kapal cerai-berai, bahkan terpisah. Candrakirana terdampar di Bali, sedangkan Panji hanyuk ke tanah Dayak. Di Jenggala Manik tersiar kabar, bahwa Panji beserta anak buahnya tenggelam ke dalam laut. Orang berduka cita di Jenggala Manik.
Narada datang kepada Panji dan menghiburnya. Orang suci itu menyuruh Panji memakai nama lain, yaitu Jayakusuma dan mengabdikan diri pada raja Urawan, ia harus mengatakan ia orang Dayak, Narada menghilang.
Panji member nama Jayaleksana kepada Punta, Jaya Sentika kepada Kertala dan Juda-pati kepada Pamade. Kebetulanketiga saudaranya itu tidak terpisah dari Panji. Atas usul Jayasantika mereka mula-mula akan menakhlukkan kerajaan Cemara. Rencana itu mereka laksanakan. Raja Cemara sedang duduk di Paseban, dikelilingi oleh para pembesar. Sekonyong-konyong dating orang mengamuk. Setelah bertengkar mulut, mulailah perkelahian.
Raja Cemara menyerah kepada Panji. Seorang saudaranya perempuan diserahkannya kepada Panji. Putri itu bernama Sureng-rana. Malam hari Panji berkasih-kasihan dengan isterinya yang baru.


Serat selanjutnya : Bejo-Sengara
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi “Nguri-Uri Budaya”

Sabtu, 02 Oktober 2010

Serat Panji Asmara Bangun : Pesta Perkawinan


Pesta Perkawinan
(01)

Raja membicakan dengan permaisurinya perkawinan panji yang akan dating, Panji yang selama ini tidak mau kawin. Karena itu raja agak heran juga mendengar pemberitahuan Prasanta, yang sementara itu sudah datang kepadanya.
Diadakan persiapan untuk perkawinan. Diadakan pesta besar. Malam hari orang pun tidur. Sri berniat buat sementara tidak akan menerima Panji, sebab Sri belum menjelma kembali. Ia pun tidur.
Panji yang lupa, bahwa ia baru saja kawin, tidur seorang diri dalam pavilium dalam taman. Nila Prabangsa, ketika datang pada ibunya Madu-keliku, diganggu oleh ibunya itu, katanya ia ketinggalan jauh oleh Panji. Sebab Panji sudah beristri. Prabangsa marah dicabutnya cerisnya dan ia pergi ke ruang wanita untuk membunuh Panji. Tatkala sampai di tempat tidur Sri, dilihatnya dua orang dibawah selimut. Dikiranya mereka itu Panji dan kekasihnya, lalu ditikamnya keduanya. Tapi mereka adalah Sri dan Unon. Gempar dalam keraton. Waktu dalam sekarat Sri masih sempat minum. Panji berbisik dalam telinga keduanya, supaya mereka menjelma kembali, masing-masing dalam Puteri Kadiri dan Puteri Urawan. Kedua perempuan itu meninggal tidak lama kemudian. Panji tak henti-hentinya menangisi kekasihnya yang sudah pergi. Tatkala orang bersedia-sedia hendak membuat janji untuknya, api unggun untuk membakar mayatnya sudah siap.
Sebelum panji menaruh mayat Sri kedalam api, mayatnya itu hilang dalam tanggannya tanpa bekas.
Saat ini diceritakan tentang raja Daha. Ia mempunyai tiga orang istri, yangtua bernama dewi Rago, yang kedua : Bentari, yang ketiga : Lara-sih. Ketiga-tiganya sedang mengandung. Bentari memfitnah Rago. Katanya, Rago tidak setia dalam perkawinannya. Raja percaya saja dan Rago dikirim ke tempat yang sunyi. Disana Rago melahirkan seorang anak perempuan. Tapi tatkala ia terhantar lemah karena melahirkan itu, Bentari dengan tidak setahunya menukar anak itu dengan seekor anak Anjing. Ketika raja mendengar hal itu, ia dating untuk membuktikan sendiri dan tatkala ia melihat Anjing itu, ia memperpanjang masa hukuman Rago buat masa yang tidak ditentukan. Rago yang tidak tahu apa kesalahannya, menyerah saja kepada nasibnya.
Pun raja Urawan mendapat anak, mula-mula seorang anak perempuan bernama Wadal-wredi alias Retna Cindaga. Setelah itu seorang lagi anak perempuan, yaitu penjelmaan kembali Unon, bernama Kumudaningrat, yang menderita penyakit beser (yaitu sering buang air kecil, tapi sedikit-sedikit). Kemudian seorang anak laki-laki, Arya Panjangkringan alias Sinjang-laga, yang banyak cacat tubuhnya, seperti dagunya terlalu pendek, pincang dan sebagainya.
Raja Singasari pun mendapat seorang anak perempuan, bernama Mertasari. Mengenai penjelmaan kembali Sri, yaitu puteri yang ditukar dengan Anjing, anak itu hanyut disungai, dibungkus dengan tikar. Pada suatu tempat ia terkait, dan ditemukan oleh seorang lurah Bantrang, yang mempunyai firasat, bahwa anak itu bukan anak sembarang anak, tapi anak raja. Dibawanya anak itu pulang dan diserahkannya kepada istrinya, yang amat girang, karena ia sendiri tidakmempunyai anak. Laksana oleh suatu keajaiban keluarlah kini dari buah dada perempuan Bantrang yang sudah agak tua, air susu yang diberikannya kepada Nyi Bantrang segala yang perlu untuk memelihara anak itu.
Pada isteri-isterinya yang lain pun raja Kadiri mendapat anak: Tami-ajeng, keduanya puteri, yang terkecil adalah seorang anak laki-laki, bernama Prabu-sekar. Kedua puteri itu sudah dewasa.
Pangeran Jenggala Manik tak terhibur hatinya mengingat kekasihnya yang sudah meninggal. Berkali-kali ia dianjurkan oleh orangtuanya untuk kawin, tapi ia tetap menolak. Saat ini Kili-suci dikirim oleh kakanya untuk mendesak Panji supaya kawin, yaitu dengan puteri Kadiri, Tami-aji yang amat elok parasnya.

Serat Selanjutnya : Kili-suci

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari….




Kamis, 16 September 2010

Serat Panji Asmara Bangun : Bejo Sengara


 Bejo Sengara
 (05)

Raja Bali bernama Bejo-sengara. Ia ingin beroleh putera. Ia berdoa kepada dewa-dewa. Dalam mimpinya ia mendapat isyarat dari dewa-dewa supaya pergi ke hutan, disana ia akan memperoleh anak pria, yang boleh diambilnya sebagai anak. Setelah ia bangun, diperintahnya kepada patih untuk mengumpulkan orang, yang akan mengiringnya kedalam hutan. Mereka sampai di hutan.
Candra-kirana yang seorang diri dalam hutan, banyak menemui bahaya. Binatang-binatang mengormatinya dan tidak ada yang mengganggunya. Ia mengaduh, didalam hati ia meminta tolong kepada Panji. Akhirnya ia berusaha bermeditasi. Karenanya para dewa jadi gelisah, keinderaan geger oleh dianya.
Para dewa dibawah pimpinan Narada, meminta nasehat Batara Guru. Batara Guru memerintahkan kepada Narada unyuk segera turun menemui Candra-kirana. Narada dating kepadanya dan menghiburnya. Orag keramat itu merobahnya menjadi seorang pria dan diberinys nama Raden jaya-lengkara.
Buah dadanya itu selamanya harus dipercayakan kepada pohon Cangkring. Dan rambutnya kepada pohon Waringin. Ia juga akan menjadi Raja Bali. Dan apabila kemudian Bali kalah perang, ia akan menemukan Panji kembali. Narada menghilang.
Raja Bejo-sengara ketika berburu, melihat pemuda yang elok dari jauh. Ia mendekatinya dan memeluknya. Segera ia memerintahkan supaya pulang  ke keraton. Sesampai di keraton raja itu menanyakan pemuda itu namanya dan sebagainya.
Pemuda itu mrnjawab : Jajalengkara, ayah dan ibu saya sudah meninggal, burung merak menjaga saya supaya jangan kedinginan, kidang dan rusa member saya susu”. Sang raja jatuh kasihan kepadanya. Ia diangkatnya jadi anaknya. Apabila raja masuk taman kepuntren. Diperkenalkannya anak angkatnya itu kepada sang ratu. Sekalian wanita dalam tamansari kepuntren jatuh cinta pada anak muda itu.
Ragil Kuning (onengan) kesasar kedalam sebuah gua di gunung Canawi. Ia seorang diri dan tidak berani meninggalkan tempat persembunyiannya. Dari tempat tersembunyi muncul didepannya Batara Bayu, yang menanyakan apa keinginannya. Dijawabnya bahwa ia ingin bertemu kembali saudaranya, dewa itu menyuruhnya bersabar dan merubahnya menjadi seorang pemuda. Rambutnya harus dipercayakan pada pohon bibis dan buah dadanya pada pohon kapok. Selanjutnya ia harus mengabdikan diri pada Raja Bali. Setelah ia mempelajari ajian Bayu pitu dan kumajan dari dewa itu, ia pun diberi nama Kuda-jajasmara. Ia akan bertemu dengan saudaranya setelah perang Bali.
Saat ini ia harus mengabdikan diri pada Raja Bali, Bayu menghilang. Jajasmara memulai perjalanan. Sadulumur dan Prasanta mencari tuannya kemana-mana. Setelah tujuh hari berjalan, mereka tidak menemukan kampung sebuahpun. Sadulumur bercerita tentang mimpinya memukul isterinya.akhirnya mereka melihat dari jauh sebuah pertapaan dan mereka menuju kesitu. Pertapaan itu terletak di lereng gunung yang bernama Danaraja. Pertapaan itu sendiri bernama Ganawisnu. Mereka diterima dengan baik oleh sang pertapa. Ia sudah mengetahui segala hal yang sudah terjadi. Kedua tamu itu mendapat nama lain dari sang pertapa dan mereka harus mengabdikan diri pada Raja Bali. Untuk makanan dalam perjalanan mereka diberi dua kerucut nasi yang besar. Mereka meninggalkan pertapaan.
Setelah Raja Bali wafat, digantikan oleh putera (angkatnya) yang baik sekali sebagai raja. Raja muda yang baru itu menerima para pembesarnya. Upacara-upacara dibawa oleh orang-orang yang cacat badannya.
Jajasmara tiba di istana Raja Jajalengkara. Ia diakui oleh raja sebagai adiknya dan diangkat sebagai kepala pasukan taruna. Tidak lama kemudian datang ki Agung dan Kicau, demikianlah nama samarannya Sadulumur dan Prasanta, menemui raja. Mereka diterima dengan baik dan masing-masing diangkat jadi Bupati gedong dan Panglima.
Jaja-kusuma (Panji) masih berada di cemara. Ia pergi kepada kakanya sang raja, hendak pamitan untuk melaksanakan perintah para dewa. Sang raja memberinya izin. Perahu-perahu disiapkan. Panji dan isterinya beserta pengiringnya diantarkan orang ke pelabuhan. Kapal-kapal Panji berangkat ke laut, tidak diceritakan perjalannya, Panji tiba di Kerajaan Urawan (Bauwarna), dimana sang raja sedang dihadap oleh para pembesar, antara lain patih Jaja-singa, Tumenggung Bancak Saputra dan Rangga Sawung-galing. Dalam pada itu, Panjipun sampai dan menghadap raja, raja terkejut, karena tamunya itu mirip sekali dengan putera mahkota Jangagala, tapi ia tidak percaya akan persangkaannya.
Sementara itu Raja Jenggala Manik sudah mendengar berita, bahwa puteranya dan anak buahnya mendapat kecelakaan di laut. Orang tidak tahu apakah ia masih hidup atau sudah meninggal. Puteranya yang sulung Braja-nata dan Lempung-karas mendapat perintah untuk mencari Panji.
Tapi kedua bersaudara itu terpisah. Brajanata sampai di pegunungan Wilis, dimana ia melakukan tapa. Tempat kediamannya disebut andong asmara. Ia sendiri memakai nama lain, yaitu Wasi Turiga-nata.pelayannya yang dijadikan pembantu bernama Kartiraga. Karena tapanya, ia menjadi pelihat. Lempung-karas menemukan jalannya sendiri, dikawal oleh kedua pelayannya bernama paras dan paron. Siang malam ia berjalan masuk ke hutan keluar hutan. Setelah berjalan setengah bulan. Ia sampai di beberapa kampung di kerajaan Patani. Ia beristirahat di bawah sebatang pohon, kakinya diurut oleh pelayan-pelayannya. Karena angin sejuk, ia tertidur sejenak dan bermimpi, bahwa ia bertemu dengan puteri Raja Patani, Puteri itu bernama Bintaro. Waktu ia bangun, dipeluknya salah seorang pelayannya, yang amat terkejut oleh perbuatannya itu. Saat ini barulah ia tahu, bahwa ia bermimpi. Disuruhnya tanyakan kepada seorang petani, dimana mereka saat ini. Petani itu menjawab di Patani, ibukota hanya tinggal sehari lagi perjalanan. Lempung-karas bermaksud hendak pergi ke kota, tapi lebih dulu ia mengganti nama, yaitu Astra-miruda. Puteri Patani pun mendapat mimpi yang sama. Dilukiskan kecantikannya. Kepada orang tuanya ia bercerita tentang mimpinya dan disuruhnya cari orang yang dilihat dalam mimpinya itu. Sang patih diperintahkan untuk itu. Tidak jauh dari luar kota ditemukannya orang yang dicarinya itu.
Sang pangeran dengan kedua anak buahnya dibawa oleh sang patih menghadap raja. Setelah asal usulnya dan sebagainya, ia dibawa ke keraton dimana ia bertemu sang Puteri. Perkawinan dilangsungkan.
Hari malam. Adegan dalam kamar. Paras mencoba menggoda seorang emban. Emban berkata bahwa Paras masih anak-anak, dijawab oleh Paras : Dimana Pakepung (pengepunga Surakarta  ketika pemerintahan Inggris) aku sudah setahun.

Serat selanjutnya : Raja Urawan
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi “Nguri-Uri Budaya”

Sabtu, 31 Juli 2010

Serat Panji Asmara Bangun : Jaya Kusuma


Jaya Kusuma
 (09)

Pesuruh Jaya Kusuma datang kepada Miruda, Jaya Kusuma meminta supaya Miruda datang ke rumahnya. Miruda memenuhi permintaan itu.
Di kediaman Jaya Kusuma para wanita sibuk membuat kue dan makanan untuk perjalanan ke Bali, sedangkan pria membersihkan senapan dan senjata.
Lama Jaya Kusuma membiarkan Miruda. Ia marah kepadanya. Istrinya Miruda, Bintaro. Disuruh duduk. Jaya Kusuma tidak menegur Miruda. Sureng-rana menyuruh Miruda duduk. Miruda menangis didepan Jaya kusuma dan bertanya apa kesalahanya, maka Jaya Kusuma marah kepadanya. Jaka Kusuma menjawab mengelak. Katanya ia harus ke Bali dan mengajari Miruda bagaimana harusnya tingkah laku seorang yang mengabdikan diri kepada raja. Terutama orang tidak boleh melanggar aturan mengenai taman kepuntren. Miruda menundukkan kepala.
Jaya Kusuma bertanya dari mana Miruda memperoleh pakaian indah yang dipakainya ketika menghadap raja. Miruda menjawab, “aku memenangkan waktu berjudi”. Karena dijawabnya itu. Jaya Kusuma bertambah marah. Dia terus memajukan pertanyaan-pertanyaan dan Miruda akhirnya mengakui segalanya. Ia dimarahi habis-habisan oleh Jaya Kusuma. Kepada salah seorang Kadejannya, Jaya Kusuma berkata, bahwa Astra Wijaya menjadi korban kejahatan orang lain.
Sureng-rana mengingatkan suaminyasupaya berlaku sabar dalam memarahi seorang saudara. Kalau tidak maka berlaku pepatah  menapik air didulang (jawa: mejek tahi ning batok, biasanya ngublak).
Jaya Kusuma menanyakan apakah tentara sudah sedia untuk berangkat. Didapatnya jawab, sudah sedia. Sementara itu Astra Miruda pulang kerumah bersama istrinya. Dihiburnya hati istrinya, katanya ia tidak bisa hidup tanpa Puteri Urawan.
Saat ini diceritakan tentang Astra Wijaya, raja marah kepadanya, tanda-tanda kehormatan diminta kembali, karena ia disangka sudah memasuki taman kepuntren.
Orang Urawan tidak senang kepadanya, mereka mencoba menjatuhkannya, dan saat ini percobaannya berhasil. Tapi sebenarnya ia juga jatuh kepada sang puteri, tapi cintanya itu tidak dibalas. Di jendela rumahnya ia membaca lagu cinta yang banyak mengandung wangsalan.
Istrinya, seorang puteri dari Tuban, merasa sedih ketika dilihatnya suaminya jatuh cinta kepada puteri. (ulangan apa yang dikatakan tentang istri Miruda). Astra Wijaya menyuruh orang-orangnya menabuh musik gamelan  di luar. Ia tinggal didalam dengan istrinya.
Saat ini diceritakan lagi tentang Miruda. Istrinya tidak melepasnya, sedangkan malam itu ia sudah membuat perjanjian dengan sang puteri. Dicobanya menidurkan istrinya dan akhirnya ia berhasil. Kepada seorang emban dikatankanya jika istrinya terbangun dan menanyakan, hendaklah ia menjawab, bahwa ia pergi memancing. Sang emban berjanji akan menjawab demikian.
Panas membukakan pintu belakang baginya. Miruda berangkat dengan Paras dan Paron. Puteri Urawan, Retna Kumuda duduk dikelilingi oleh dayang-dayangnya menunggu kedatangan emban yang diutus kepada Miruda. Emban itu kembali, sang puteri menyuruhnya duduk disampingnya.
Sang emban mengatakan kepada tuannya bahwa ia menemukan Miruda di tempat kediamannya, seang duduk disampig istrinya. Sang putrid terkejut, karena Miruda mengatakan kepadanya, bahwa ia belum beristri. Selanjutnya emban itu mengatakan, bahwa Miruda akan datang mala mini. Sementara itu tiba ulamawati keramat Kili-suci kepadanya, diutus oleh sang raja, untuk mengatakan kepadanya, bahwa ia akan diberikan kepada Jaya Kusuma, apabila yang tersebut kemudian ini sudah menaklukkan Bali. Tapi ia menolak, ia menginginkan supaya Jaya Kusuma menjadi saudaranya, selanjutnya ulamawati itu mengajarinya bagaimana membuat sembah, apa-apa kewajiban seorang wanita. Jauh malam sang puteri masuk ke tempat tidur bersama Kili-suci.
Sementara itu Miruda masuk dan bertanyakepada seorang dayang, dimanakah sagn puteri. Sang Puteri dibangunkan, tapi Kili-cuci tidur diatas sepotong bajunya. Baju itu ditarik pelan-pelan dan sang puteri keluar menemui miruda.
Pada waktu itu juga Astra Wijaya sudah berada di dalam keraton, dilihatnya sang Putri sendang bertemu dengan Miruda.
Kili-suci terbangun ia meraba-raba mencari sang puteri, tetapi tidak ketemu. Tahulah ia bahwa, ada seorang pencuri. Ia pergi keluar ke tempat yang gampang (menurut perhitungan pencuri) bagi pencuri tempat itu ialah barat. Dalam cahaya kilat dilihatnya pencuri itu dibawah pohon. Dilemparkannya sebuah parang kepadanya tapi luput. Hiruk pikuk.
Penjaga-penjaga terkejut. Semua jalan keluar dijaga. Obor dipasang, Astra Wijaya dikepung, karena tidak melihat jalan keluar, ia terjun kedalam kolam dan melalui pipa air merangkak keluar. Orang-orang yang mengejar saling pukul-memukul, yang satu menyangka yang lain pencuri. Sang raja keluar membawa tombak. Kili berbicara dengan penuh gerak gerik, katanya ia melihat Astra Wijaya masuk ke dalam keraton. Tingkah lakunya laksana tersebut dalam saloka : gangsa diberi makan, anjing diperlakukan dengan baik, monyet dijadikan sahabat. Kalau dilepaskan pasti gangsa itu makan rumput teki, anjing itu makan kotoran dan monyet itu apa saja yang ditemukan, yang bisa dimakan. Demikian pula Astra Wijaya. Sang raja sangat marah dan hendak Membunuhnya kalau dapat menangkapnya.


 Tamat
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi “Nguri-Uri Budaya