Kamis, 22 September 2011

Serat Panji Asmara Bangun : Pesanggrahan Tambak Baya


Pesanggrahan Tambak Baya
(03)

Panji terus bersedih hati di taman mengingat penjelmaan Sri. Doyok dan Prasanta berlucu-lucu tidak pada tempatnya diantara mereka sendiri. Saat ini Prasanta bercerita tentang pengalaman isteri Raja Kadiri yang tertua kepada Panji. Panji menganggap pemberitahuan itu sungguh-sungguh dan ingat akan berbagai kemungkinan.
Jalayana raja seberang tiba di pantai Jawa dengan angkatan lautnya. Mereka mendiami Pasanggrahan Tambak Baya. Dalam suatu rapat umum, patih memberitahukan kepada raja, bahwa puteri raja Kadiri bernama Mindaka, sudah dikawinkan dengan sang Panji, tapi perkawinan itu tidak baik jadinya: penganten laki-laki tidak suka pada penganten perempuan. Raja segera menyuruh susun sepucuk surat untuk menyunting penganten perempuan itu. Dua orang raja taklukan membawa surat itu kepada raja Kadiri. Sambil menunggu balasan, sang raja bersenang-senang dalam hutan yang dekat dengan berburu.
Raja Kadiri bersedia menerima tamu, patih menceritakan kepadanya tentang kedatangan Jajalalana. Para utusan yang membawa surat diberitahukan kedatangannya dan diminta masuk. Disusun surat balasan, persiapan-persiapan dilakukan untuk menghadapi perang. Raja kembali kekeraton dan memberitahu tentang maksud Jajalalana. Putrinya sang mempelai ketika ditanya apakah mau kawin dengan Jajalalana, menjawab bahwa ia tidak mau.
Saat ini diceritakan penjelmaan tentang Sri. Ia mempunyai seorang saudara pria bernama Jaka-bodo. Sri menyuruh saudaranya ini ke pasar menjual sebuah Sumping (perhiasan telinga berkembang) seharga 1000 rupiah. Jaka-bodo berangkat ke pasar membawa Sumping, tiap orang yang melihatnya ingin membelinya, tapi harganya terlalu mahal. Orang berkerumun . doyok berlucu-lucu lagi. Panji tertarik perhatiannya dan disuruh panggil orang yang menjual sumping itu. Setelah ia melihat penjual Sumping itu ia merasa terhibur. Dibelinya Sumping itu dan senantiasa ia teringat kepada pembuatnya. Bagaimanakah konon rupanya? Esok paginya Panji bersama Punakawannya (pelayan-pelayannya) pergi ke hutan untuk berburu.
Raja Temon menunggu dengan tak sabar saudaranya pulang, akhirnya ia dating dengan uang, hasil penjualan Sumping. Sementara ia menceritakan kepada Wara Temon, bagaimana terjadinya jual beli, datanglah Gajah-gumanglar hendak memaksakan kemauannya. Tapi kali ini ditolak dengan janji-janji. Temon makin mengharapkan kedatangan Panji.
Esok paginya Nyi Bantrang dan suaminya pergi ke pasar. Panji yang mengembara ke dalam hutan, kehausan, ia pergi ke sebuah desa untuk minum dan dengan demikian tiba di rumah Temon, Temon keluar dengan air dalam Pinggan emas. Panji jatuh pingsan. Temon dipanggil lagi keluar untuk membikin siuman kembali. Hal ini dilakukan dengan sirih yang dimamahnya.
Panji dan Temon masuk bersama-sama. Para Punakawan duduk di pintu. Bantrang dan istrinya kembali dari pasar. Prasanta menenangkan hatinya, katanya sang pangeran sedang di dalam bersama anaknya. Dalam pertemuan Panji dengan Bantrang, Bantarang menceritakan pengalaman-pengalaman Temon. Selanjutnya Bantrang jiga menceritakan tentang Gajah-gumanglar. Panji berjanji akan membinasakannya kalau dia datang lagi. Baru saja Panji habis bicara, muncullah Gajah, berseru dari jauh supaya Temon menyongsongnya. Menyusul perkelahian antara dia dan Panji, dalam perkelahian itu tentu saja Gajah kalah. Gajah mati kena panah.
Saat ini Temon dibawa sang pangeran ke kota. Prasanta disuruh berjalan dahulu untuk memberitahukan, bahwa puteri raja yang hanyut dahulu sudah ditemukan kembali. Suatu rombongan yang besar menjemput sang puteri. Waktu bertemu, Kili-suci memeluk sang puteri. Dimulailah perjalanan panjang ke kota. Kanjeng sinuhun raja mengenali puterinya dan bertanya kepada Bantrang bagaimana jalannya peristiwa. Bantrang bercerita. Untuk memeriksa kebenaran cerita Bantrang. Sri Ratu Rago yang dihukum, dipanggil dan ditanyai. Tapi ia tidak ingat suatu apa, karena waktu ia dalam keadaan pingsan. Saat ini seorang anak kecil berumur 4 tahun disuruh menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Anak bayi itu menceritakannya dan semua yang hadir senang. Kemudian anak itu meminta kepada sang raja menghukum isterinya yang jahat, jika tidak maka para dewa akan marah kepada kanjeng sinuhun. Mendengar kata-kata itu raja Kadiri marah kepada isterinya yang kedua, hendak ditikamnya isterinya itu.
Narada tiba-tiba muncul dan menahan raja berbuat demikian, katanya segala itu terjadi karena kemauan para dewa. Pun kelahiran Sekar-taji adalah kemauan para dewa. (Temon setelah dikenali) ikut pula membantu dalam kejadian yang menyedihkan dengan sang puteri. Setelah para Punakawan berlucu-lucu, narada menghilang lagi. Diadakan pesta besar. Kemudian menyusul perang besar yang berakhir dengan kematian Jajalalana. (suatu kejadian yang selalu kita dapati dalam kisah Panji)—akhir naskah Brandes No. 150.


Serat selanjutnya : Buah Perjuangan
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi “Nguri-Uri Budaya”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar