Selasa, 20 September 2011

Serat Pulo Kencana : Jati-pitutur dan Pitutur-Jati


Jati-pitutur dan Pitutur-Jati
(09)

Dari batu yang pecah itu keluar dua orang. Mereka itu membawa kedua anak tersebut kepada raja, yang mengenali pendatang baru itu sebagai penjelmaan kembali Jati-pitutur dan Pitutur-jati. Raja member mereka nama Jurudeh (juga disebut Dojok atau Sadulumur) dan Prasanta. Kini raja menyuruh buatkan Panji sebuah tempat tinggal di Utara pasar besar. Tempat kediamannya ini disebut Kasatriyan. Setelah itu raja mendapat anak lagi, mula-mula seorang putra bernama Panji-anom, Lempung-karas atau Carang-waspa. Kemudian seorang puteri bernama Dewi Kanistren, tapi anak ini pada hari ketujuh setelah lahirnya, diberikan kepada patih Kudana-warsa. Yang bungsupun seorang perempuan, disebut Ragil-kuning atau Onengan. Dari saudaranya pria yang banyak, yang tinggal pada Panji hanya Punta, Kertala, Lempung-karas dan Onengan beserta dua orang pria yang keluar dari batu.
Panji mnegrjakan pertanian. Apabila masa panen disuruhnya panggil semua perempuan Jenggala Manik untuk itu. Semua perempuan dari seluruh kerajaan, tua dan muda, berdatangan untuk mencabut padi, bahkan juga nyonya-nyonya Gambir(an), Gang Pinggir dan Gang Tengah. (Ketiganya nama-nama kampung dari Betawi), dating. Musik gamelan dan lain-lain, permainan hiburan meramaikan pesta panen ini.
Janda yang dulu miskin tapi saat ini sudah menjadi kaya itu, menyuruh kedua anak angkatnya ikut memotong padi, karena ia takut pangeran akan marang bila mereka tidak serta. Tapi anak-anak itu menolah, katanya tidak biasa memotong padi, lagipula janda itu banyak padinya didalam lumbung. Karena keingkarannya anak-anak itu diusir dan merekapun pergi. Tapi baru saja mereka berangkat, semua harta milik janda itupun lenyap. Sri dan Unon kini berjalan ke timur, ke jurusan persawahan Panji. Setelah sampai di sawah, kedua anak gadis itu kaget karena bertemu dengan babi Kamandalu (dalam Manikmaja  : Kala Gumarang dan dalam cerita Sri-sedana : Celeng Damalung). Atas pertanyaan mereka apa mau binatang itu, mereka mendapat jawaban : aku hendak membinasakan sawah Panji. Sri melarang binatang itu melakukan pekerjaan itu, tapi binatang itu tetap berkeras. Akhirnya binatag itu dibunuh oleh Sri dengan Sadak (Daun Sirih yang digulung dengan kapur didalamnya). Darahnya memancar kemana-mana dan itulah asal segala penyakit padi.
Waktu berjalan di pematang sawah, Sri terinjak duri. Ia marah. Ia duduk diatas keranjangnya yang terbalik dan dicobanya mengorek duri itu keluar dari kakinya.
Tiba-tiba sawah Panji berobah dari hutan, binatang liar berlarian kian kemari. Mereka berlari-lari kemana-mana dengan tidak memperdulikan pakaian dan perhiasannya. Senanglah hati penjahat-penjahat Cakrajaya Ang, yang keluar untuk menggarong.
Panji bertanya pada Prasanta, apa sebab kekacauan itu. Prasanta tidak dapat menjawab. Lalu diadakan penyelidikan dan Panji menemukan kedua gadis itu, yang seorang sedang menarik duri dari kakinya. Panji menolong menariknya, dan setelah duri itu keluar, gadis itu membalikkan keranjangnya lagi dan hutan itu berubah kembali lagi menjadi sawah seperti dulu. Panji berniat mengambil gadis itu sebagai istri. Prasanta disuruhnya pulang lebih dulu ke keraton, untuk mengatakan kepada raja. Bahwa Panji akan kembali dengan bakal istrinya.


----Tamat----
 
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar