Sabtu, 28 September 2019

Anjangsana Komunitas Dewa Siwa ke Kendal dan Batang : Kendil Wesi dan Pecud

Anjangsana Komunitas Dewa Siwa ke Kendal dan Batang : Kendil Wesi dan Pecud 
       Sabtu, 28 September 2019. Ide Blusukan Silaturahmi Komunitas sebenarnya sudah sejak lama. Beberapakali rekan komunitas inisiatif pribadi berkunjung ke komunitas lain. Namun memang belum secara ‘resmi’ diagendakan. Dalam obrolan dengan Pak Nanang Klisdiarto tanpa sengaja saat relokasi “Bathara Gana Pondansari” beberapa saat kemarin, tercetuslah ide ini…. 
Saat Ide Anjangsana Muncul :
    Segera kami berkomunikasi dengan Mas Fikri, ‘Pecud’ Komunitas di Kendal. Awalnya kami berencana sesederhana mungkin dengan rombongan seadanya pula. Juga dengan destinasi seputaran Kendal saja. Tak harus peninggalan monumental… Watu Lumpang pun cukup bagi kami… yang penting adalah esensi dari silaturahmi itu…. 

      Tapi kami tetap harus manut dengan tuan rumah (Mas Fikri), yang ternyata beliau mengkondisikan 2 komunitas yang di ikuti beliau : Kendil Wesi dan Pecud (Pecinta Cagar Budaya Kendal-Batang-Pekalongan)…. 
  Pak Nanang tak mau kalah mengajak komunitas Exsara Unnes (Ekspedisi Sejarah), juga mencoba mengajak komunitas Klaten Herritage. Walaupun pada akhirnya Pak Yoan berangkat atas nama pribadi...heheheh, dan ini adalah kolaborasi 5 komunitas. Sebuah upaya menyatukan visi pecinta situs dalam ikhtiar melestarikan Cagar Budaya… semoga harapan kami tak terlalu tinggi… hehehhe. 

       Beberapa persiapan kecil juga kami lakukan, seperti produksi merchandise, MMT dan koordinasi keberangkatan. Titik kumpul kami tetapkan di pertigaan Boja (pertemuan Jalur Limbangan-Semarang-Boja, dekat dengan Makam Pahlawan. Sesuai perjanjian kami kemudian start dari Boja jam 9, perjalanan sedikit tersendat dengan adanya pengejaan cor Jalan di Jalur Boja-Kaliwungu. 
     Awal keberangkatan kami, prediksi peserta dengan 5 motor : Saya, Mas Age Bersama Mas Beny, Mas Ardi bersama Bintang, Mas Seno dengan Pak Mustain Pak Nanang, Pak Yopie. Juga 1 mobil : Pak Yoan, Bu Nanang K, Mas Eka Budi dan bu Shanti : jumlah 13 orang. Karena Exsara sampai detik terakhir mungkin memilih untuk langsung ke rumah Mas Fikri…yang kami tetapkan memang menjadi titik awal Kegiatan.
Kumpul di Pertigaan Boja : Anjangsana Komunitas

      Di sepanjang perjalanan, pelan-pelan kami susuri jalur alternatif Boja Kaliwungu ini. Walaupun kemarau membuat gersang pepohonan, namun suasana masih sejuk…semilir angin tetap terasa menyegarkan…. 

     Dan tiba-tiba Mas Age Kharisma, memberikan tanda untuk kami berhenti ….. 

      Surprise ! Lapik Sajen Magelung
Lapik Magelung Kendal

     Berada Di Pinggir Jalan raya Boja - Kaliwungu Kabupaten Kendal Selengkapnya di Naskah tersendiri….. : Link  mampir di Situs Magelung kaliwungu

      Merasa cukup kami kemudian melanjutkan perjalanan. Kejadian lucu tapi 'mesakke', terjadi saat kami menuju rumah mas Fikri yang dipandu dari shareloc... Gang ditutup karena ada orang punya hajat... Eh ada seseorang yang memberi tanda untuk mengikutinya. Kami pikir orang ini adalah rekan komunitas mas Fikri yang tahu kegiatan kami. 
      Dengan PD-nya satu motor didepan saya (kalau tidak salah mas Ardie) ikut masuk gang, otomatislah saya ikut, kebetulan saya dengan jarak terdekat, sementara motor lain cukup jauh. Tapi.... Orang itu dengan agak kaget, bingung sekaligus mimik muka akan tertawa bilang...  "Njenengan lurus saja, jangan ikuti saya".... Saya terbengong dan langsung putar haluan. Tentu dengan diiringi tertawaan motor lain. Hahahaha.




 
         Sesampainya di rumah Mas Fikri, tawa kami langsung pecah.....


   Setelah beristirahat sejenak, beramah tamah dan menikmati hidangan ... kami kemudian melanjutkan perjalanan destinasi 2 (link kisah selengkapnya ): Candi Boto Tumpang 1
Candi Boto Tumpang 1 Kendal
    Menuju Destinasi ke 3, Candi Boto Tumpang 2. Masih di Dusun yang sama yaitu Dusun Boto Tumpang. Perjalanan dengan jalan kaki tak terlalu jauh. Kurang dari 5 menit sampailah kami.
      Masih di pandu oleh mas Fikri, 
Anjangsana Komunitas si Candi Boto Tumpang 2
    Candi Boto Tumpang 2, kalau saya menduga mirip dengan Kompleks Candi Batu Jaya di Karawang. Mungkin pula sejaman.
    Untuk detail cerita di Candi Boto Lumpang klik saja Link : Candi Boto  Tumpang 2.  Foto bersama :
Anjangsana Komunitas di Candi Boto Tumpang 2 Kendal
    Perjalanan Berlanjut, Kali ini menuju Kabupaten Batang. Khusus Situs Petirtaan Balekambang saya tak menulis ulang, karena sekitar tahun 2016 saya dan rekan lintas Batas (Lek Sur, Lek Trist) pernah menyambangi Situs Balekambang yang elok ini. Walaupun saat ini banyak sekali perubahan. Seperti saat ini banyak penjual makanan, Struktur Batuan yang dulu masih terpisah, saat ini sudah tertata rapi. Dan yang paling membedakan adalah adanya jalan yang bisa dilalui kendaraan roda 2. Beda dengan saat kami kesini tahun 2016. Kami harus menyusuri rel kereta api dengan naik motor. Sensasi menakutkan bila Kereta lewat plus suara tlakson kereta yang cukup membuat telinga harus kami tutup karena terlalu dekat (deg-deg an takut)
       Sambil menunggu rekan-rekan lain mengeksplor, saya bisa ngopi dan udud. Beristirahat sekaligus mengenang  nostagila perjalanan saya tahun 2016. 
     Acara Anjangsana Komunitas, puncaknya kami acarakan di Situs Petirtaan Balekambang ini. Sederhana, beralaskan tikar & deklit kami berkumpul untuk tukar pengalaman, sharing, dan ngobrol santai ngalor ngidul, tak kalah penting adalah perkenalan. Walaupun mungkin karena saking banyaknya banyak yang lupa namanya. Bayangkan saja lima komunitas bersatu, meriung bersama tanpa sekat... belum yang independent.
Anjangsana Komunitas Dewa Siwa : Balekambang Batang
       Setelah itu, kami makan bersama. Gudeg buatan Ibu Wahyuni, dan beberapa makanan pelengkap lain dari donatur. 



      Untuk makanan - minuman di acara Anjangsana ini berasal dari gotong royong dari rekan-rekan yang ikut kegiatan ini. Beberapa dokumentasi guyub rukun  Anjangsana Komunitas.
Add caption
         Behind the Scene foto diatas,
Maturnuwun yang mengambil momentum ini

    Foto Bersama di Situs Petirtaan Balekambang
Anjangsana Komunitas di Situs Balekambang
    Penelusuran berlanjut ke Candi Balekambang yang baru saja di teliti oleh Arkeolog Perancis : Veronica DeGroot.  Jarak Kurang dari 100m. Link Naskah detail di : 
Link Candi Balai Kambang
    Setelah itu destinasi selanjutnya..... Arca Ganesha Tersono Batang. Namun sayangnya jam sudah tidak memungkinkan bagi saya. Jadi saya pulang duluan.
     Namun tetap saya ambilkan dokumentasi saat rekan-rekan lain di lokasi. Arca Ganesha Tersono,

      Foto Bersama

      Bapak Bhabinkamtibmas Pejaten Batang turut serta mendampingi Penelusuran Anjangsana Komunitas,
Bapak Heri Prasetyo, Bhabinkamtibmas yang mendampingi Anjangsana Komunitas penelusuran di Arca Ganesha Tersono 

…..Salam Pecinta Situs dan Watu Candi 

       Sampai Ketemu di Penelusuran Bersama Berikutnya, Juga nantikan silaturahmi ke komunitas lain..... 



#hobikublusukan
Link Rangkaian Destinasi  Anjangsana Komunitas :
Link Utama---- Seluruh kisah tergabung---- , PerDestinasi
4. Situs Bale Kambang (saya kesana berapa tahun lalu)
6. Arca Ganesha Tersono

Jumat, 06 September 2019

Misteri Baran Gunung Ambarawa : Jejak Peradaban yang tertinggal

Situs Baran Gunung Ambarawa
      Jumat, 6 September 2019. Ingin mengubah tradisi, biar tak ada lagi istilah kemisan. Jadi blusukan itu tak harus ditentukan hari… namun lebih karena ‘yang penting bisa’,’durasi masih bisa di intip celahnya’, dan lain sebagainya. 
       Seperti kali ini. Hari Jumat kalau kata orang adalah hari pendek, namun bagi saya tentu saya ubah menjadi hari paling bisa untuk blusukan, sekaligus bisa jumatan di Masjid yang berdekatan dengan situs. Awalnya ketika ketemu rekan-rekan saat ada seremoni ritual “Bathara Gana wangsul” di Kalijaro (Kamis, 5 september 2019). (Apresiasi tinggi kepada Mas Dhany, Waktu tenaga dan segala sumber daya yang beliau punya untuk merawat Bhatara Gana ini….) 
      “Ada info A1 di Baran Gunung, Potongan Arca, Struktur Kemuncak dan Batu persegi. Saiki yoh!”, tantang Pak Nanang. Mas Dhany langsung pasang muka teraniaya. Kalau sekarang tentu gak akan bisa ikut, lha Mas Dhany itu ya ketua panitia seremoni ritual ini. Saya? Cuman mesem saja. Wkwkwwk. , tentu tak Cuma diam. Tapi berpikir strategi agar penelusuran ke Baran Gunung Jumat saja. Akhirnya, dengan lobi tingkat diplomat…. Berhasil juga. 
       Esok paginya, setengah serampangan saya iseng untuk melempar ajakan ke Mas Eka WP… (walaupun pesimis, beliau super sibuk sekarang jadi pejabat alias raja yang rapat terus…tapi snacknya ga pernah dibagi2, dibawa blusukan). Mas Dhany tentu tak lupa saya ajak, misi saya tentu mencari yang bisa saya bonceng. Wkwkwkwk. 
Mie Ayam Pak Keman Berokan
       Janjian untuk Jumatan di Masjid sebelah rumah Pak Nanang, Saya dan Mas Dhany saja.
     Awalnya memang rasa deg-deg an... karena beberapa hari lalu saya, Mas Seno membuat konsprasi untuk nglimpe Bu Wahyuni..  sekaligus sengaja biar Pak Nanang terkena jebakan durasi... ingin tahu kisahnya baca blog kisah sebelum ini : salah-satu-jejak-peradaban-bandungan.html ...  hehehe... 
     Ngobrol ngalor ngidul sambil ngisi perut agar tak goyah dengan Mie Ayam Pak Keman Berokan (Bu Wahyuni adalah anak Pak Keman founder Bakso Pak Keman yang melegenda di jagad per-kulineran Ungaran) Kami Sementara sudah kumpul, tapi mas Eka WP entah… katanya nyusul tapi sampai saya habis berbatang2 (tuan belum datang) Djarum …. Ach mungkin beliau dapat nasi dos trus ‘kirmah’ tak jadi ikut. Karena Mas Eka ini tentusaja Mas Dhany versi  lain.  wkwkwkwkkw
      Kali ini kami ditemani Mas Edo Piyut, rekan Pak Nanang yang rumahnya berada dekat dengan situs kami yang akan kami telusuri. Kebaikan Pak Nanang kepada kami, semoga ‘Kang moho agung, murbeng dumadi maringi berkah kuarasan kagem Pak Nanang, Mpun maringi kulo energi lewat mie ayam”…. amin!
Mie Ayam Pak Keman Berokan
      Saat tinggal kuah terakhir, eh Twin Eka mrenges bareng muncul batang hidung mereka. Si kembar tak identik berboncengan sambil ngekek layaknya anak bayi tanpa dosa. 
      Batin saya untung Mie ayam saya sudah habis, kalau tak? Hmmmm.. iso direbut paksa... untuk cepat saya tandaskan... hahahahg. Mungkin melihat wajah mereka, (kelihatan kelaparan) akhirnya makan mie ayam juga. wwkwk. Singkat cerita, kemudian berangkatlah kami berpasang-pasangan… (tentu saja yang resmi cuma Pak Nanang dan Bu Wahyuni). Lewat Jalur Berokan, tembus jalan berokan, kemudian ambil kiri arah Baran Ambarawa. 
      Di sepanjang jalan kami melewati beberapa situs… mulai : Yoni Gayam sari, kemudian sendang seklothokSitus Makam Baran. Sementara di Baran sendiri saya mencatat ada lebih dari 8 watu lumpang... Dahsyat!!! untuk detail search  di blog ini.
Masjid Baran Gunung Ambarawa
       Kami kemudian parkir dihalaman rumah Mas Edo Piyut. Berjalan kaki menuju lokasi…. Yang kami tuju ternyata berada di belakang Masjid Dusun Baran Gunung Desa Baran Ambarawa. 
   Berjalan ke samping, saat saya kesini ada satu 'batu struktur candi' :
Baran Gunung Ambarawa
    Dan berada di tempat tersembunyi diantara lorong antar bangunan, Situs Baran Gunung tergeletak.
    Kemudian ada makam Mbah Salim. Untuk siapa dan sejarahnya bagaimana. Saya minim informasi.
      Situs tepat berada di tembok luar area makam :



      Yang paling menarik hati, tentu saja potongan arca;
Baran Gunung Ambarawa
     Dugaan kami hanya terbatas dengan logika kira-kira... Dulu pernah ada arca Gajah juga, di dekat pohon pisang (5m) masih area situs ini. sehingga dugaan saya ini bisa saja Agastya, mungkin Durga atau malah Siwa.... karena keberadaan arca gajah (oleh warga mengingat dari bentuk arca berbadan manusia berkepala Gajah = Ganesha. Jadi tentu sangat memungkinkan tinggalan ini berciri hindu klasik.
      Close up :
Potongan Arca Situs Baran Ambarawa : Dugaan Arca Rsi Agastya
       Struktur bagian tepi bangunan, dimana ada pelipitnya,
       
situs Baran Gunung Ambarawa
     Yang unik selain potongan arca ada struktur lain, berbentuk balok jika dipukul berbunyi 'ting', kemudian juga batu yang biasanya berada di bagian atas bangunan (=candi), umumnya di kenal kemuncak.
       






















Baran Gunung Ambarawa


































      Kami mencoba juga menelusuri jejak lain disekitar area ini. Keberadaan sendang, kemudian makam kuno di tengah persawahan juga tak luput dari penelusuran kami. 
Ternyata ada Makam punden yang konon adalah adik kandung, yaitu Ki Bak Yem, Sementara tokoh "Ki Bagus Gunung yang dimakamkan di baran Gunung ini pula : Cek link blog :  situs-makam-kyai-bagus-gunung-baran.html"
      Bersama Narasumber, rumah beliau tepat disamping masjid;
Ibu (no name) terlupa bertanya nama beliau di Situs Baran Gunung Ambarawa
     Bersama ….. Kanan ke kiri : Bu Wahyuni, Mas Dhany, Mas Eka Saya dan sang guide  Mas Edo Piyut (yang moto Eka Budi Z)
di Situs Baran Gunung Ambarawa
     Jangan Lupa lihat juga versi Vlog di channel You tube : Situs Baran Gunung 

Salam Pecinta Situs dan Watu Candi 
ssdrmk di situs Baran Gunung Ambarawa
       Sampai Ketemu di Penelusuran Berikutnya 

#hobikublusukan

Rabu, 04 September 2019

Salah Satu Jejak Peradaban Bandungan Kabupaten Semarang : Antefik dan strukttur Batu Candi


       Kadang apa yang akan terjadi, sudah diberikan pertanda. Seperti Pagi ini, habis absen, kemudian saya langsung lihat youtube di CPU… entah kenapa lagu yang kudengarkan lagu lama… “Pacar Lima Langkah, dari Iceu Wong”.. Apa hubungannya?, baca sampai akhir ya…. 
Antefik Bandungan
       Rabu 4 September 2019. Hari ini hari tersuntuk bagi saya pribadi. Terkait dengan pekerjaan… tapi mohon maaf karena blog ini bukan blog curhat tapi blog kisah blusukan jadi saya pastikan tak akan curhat. Tapi sudah digariskan, saya harus kena masalah,  kemudian menjadi jelek mood saya alias suntuk, tapi akhirnya saya bisa lagi nulis naskah seperti ini… hehehehhe. 
       Sebenarnya masih pagi dan sama sekali belum jam layak pulang kerja, tapi daripada stress jam 9 pagi saya nekad meluncur ke Rumah Pak Nanang di Berokan Bawen. Niatnya sebenarnya leyeh-leyeh saja. 
     Setengah spekulasi, entah ada Pak Nanang atau tidak (sepertinya lagi tuman hobi mbedhilnya), tadi pagi sebelum berangkat kerja cuma isi pertalite 1 liter, uang tinggal cemban. Tapi “sing penting yakin’ tetap ku jadikan pegangan. Sampai dirumah pak Nanang, kemudian ngobrol ngalor-ngidul. Ngopi plus nyomot Malboro nya Pak Nanang (walau tak cocok rasanya, tapi bagaimana lagi… dan itu semua cukup membuat kepala adem). 
     Saat asyiknya ngerumpi, kedatangan tambahan rekan.. mas Seno. Yang ternyata sudah janjian blusukan dengan Pak Nanang tanpa saya ketahui. Saya bersyukur tentunya… yang terharu tapi rikuh bin membuat saya sangat tidak enak, selain Kopi, saya juga minta rokok…. Eh pak Nanang pergi keluar sebentar karena nyari rokok pribumi… (wah utang budi harus kubalas… maturnuwun pak). 
      “Destinasi kita kali ini, info yang sebenarnya sudah cukup lama, tapi yang ngasih info memang kebanyakan micin mungkin. Soalnya informasi ya sebatas gambar dan daerahnya saja.. “, jelas Pak Nanang. Bahkan sayapun, yang membonceng mas Seno tak di beritahu tujuan blusukan kali ini.. 
     “Pokoknya ikut wae!” tegas Pak Nanang. 
Ya sudah….Dari Basecamp Dewa Siwa (Komunitas), kami lewat jalur tembus yang kemudian baru saya tahu ternyata mengarah ke Bandungan. 
      Sambil mengguman agak keras, pikirku jauh pak? Ternyata njenengan durasi juga … heheheheh. Nyari yang deket. (baca=beliau harus jemput istri jam setengah 2…. Yang terjadi saya akan cerita nanti… hahahah). 
      Dari Pasar Bandungan lokasi cukup dekat, sesuai dengan lagu yang kudengarkan pagi ini.. Lima Langkah saja. “Kita ada di desa Penyanyi”, seloroh Pak Nanang tertawa keras (nampaknya beliau belum menyadari durasi mengintai kejam.. hahahahha). 
      Kami kemudian meluncur ke tempat rekan Pak Nanang, dimana rekan beliau ini yang tahu lokasi destinasi kami. Sebuah batu ber-relief segitiga. Yang diduga merupakan struktur di tepi atap bangunan candi : Antefik.
Antefik Bandungan
      Saya belum bisa menyebutkan lokasi dan nama si empunya batu berelief ini, karena menurut saya pribadi ini riskan. Namun lokasi masih di area Bandungan, desa Penyanyi. Lima Langkah dari Pasar Bandungan. "Dulu saya bawa dari sawah saya yang berada sebelah desa di sebuah lereng, saat saya mencangkul, tiba-tiba mengenai batu ini. Ya sudah saya selamatkan dan saya bawa pulang”, cerita beliau. Dan lagi lagi mohon maaf di lereng mana (nama tempat) saya tak bisa menyebutkan, soalnya menurut beliau masih banyak batu yang seperti ini).
Struktur Bangunan Candi
     “Pernah saya titipkan ke orang pintar di desa ini, namun kemudian beralih tangan ke orang pintar lain, setelah yang kedua meninggal kemudian waktu itu saya akan membuat taman beserta kolam, eh batu berelief itu kembali ke rumah saya lewat tangan para pemuda”, urai beliau. Tak dapat dinalar tapi mungkin inilah yang dinamakan berjodoh, dan ‘mereka’ memilih sendiri. 
      Ngobrol ngalor ngidul bahkan kami sampai ditawari untuk dipandu ke sebuah puncak yang banyak watu candinya. Kira-kira perjalanan dengan jalan kaki sekitar 3-4 jam. Cukup menarik mendengar beliau bercerita. 
Struktur Bangunan Candi
     Saat kami berniat pamit. “Eh sebentar, di kebun bunga saya ada batu kotak berukuran besar. Beberapa, bahkan salah satunya ada semacam pola ditepiannya”, jelasnya. Seketika Pak Nanang, Mas Seno dan saya langsung memasang wajah tertarik dan berbahasa tubuh minta diantar… heheh. Gayung bersambut, akhirnya kami diantar. “Sambil saya nyirami”, tambah beliau. Saya lirik Jam tangan sudah setengah dua, dan pak Nanang tak menyadarinya. Saya membiarkannya. Ingin mengingatkan, tapi takut merusak kebahagiaan ketika menemukan watu kotak… hehehe. 
Struktur Bangunan Candi : ada pelipit
       Di sudut kebun, tepat di jalur pejalan kaki. Ada beberapa batuan berbentuk kotak dengan bahan yang nampaknya berbeda dengan batu biasa disekitarnya. Kemudian di sisi yang lain, ada batu kotak dengan pelipit di salah satu sisinya. “Batu ini ditemukan saat kami (saya dan kakak) mencangkul lahan ini untuk kami tanami sayuran. Kemudian kami tempatkan dilokasi yang sekarang”, jelas beliau. 
     Melihat kontur daerah, juga ciri ataupun prasangka kami. Area yang kami kunjungi ini area yang menjadi lokasi yang istimewa dimasa lalu. Keberadaan sisa struktur bisa menjadi bukti awal. Apalagi tak jauh dari lokasi ini ada mata air yang debitnya cukup besar dan dibawah lokasi ini ada informasi lain sebuah tinggalan berbentuk tangga. 
    Namun tawaran kelokasi tersebut harus saya tolak. Saya juga terbatas jam penelusuran. Apalagi Pak Nanang. Setelah tahu sekarang jam 2… seketika wajah pak Nanang seperti tiada duanya…hehehhe. Segera kami pamit dan start Marquez saja kalah kencang…  dari laju pak nanang di depan kami. Padahal jalan menurun, berkelok dan sempit serta ramai. 
      Sedetik kami berkedip, pak Nanang sudah tak terlihat bayanganya. Saya dan Mas Seno tertawa ngekek bersama. Saya sedikit lebih keras ditambahi puas karena selama ini yang ngece, akhirnya merasakan juga. Segera Mas Seno saya suruh ngebut, karena saya harus ambil motor di rumah Pak Nanang, tentu meloloskan diri adalah cara yang bijaksana untuk saat ini… hahahahah… sambil membayangkan apa yang terjadi atas diri Pak Nanang.... (Untuk apa yang terjadi---nantikan di kisah selanjutnya) 
Mari tertawa… dan bernyanyi…. Pacarku lima langkah… xixixixi---- 
     Maturnuwun Pak Nanang dan Ma Seno… Pak Wisanggeni, juga Pak Murhantoni Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
Kiri ke Kanan : Pak Wisanggeni, Pak Murhntoni, Mas Seno dan Pak Nanang K
      Sampai Ketemu di Penelusuran Berikutnya
Sasadara Manjer Kawuryan
#hobikublusukan