Jumat, 03 Februari 2017

Wisata Cagar Budaya Jubelan Sumowono : Sebuah Kisah Menelusuri Jejak Peradaban

Sigandu Jubelan Sumowono
3 Februari 2017.
Sesungguhnya, blusukan Jumat ini, (jangan ditambahi akhiran –an setelah hari seperti ritual Blusuk Kamisan, kuwalat)… sebenarnya setengah ragu-ragu. Karena tak yakin dengan personel yang berangkat menuju destinasi kali ini.
Namun, hujan deras ternyata tak mengurangi kegilaan rekan-rekan saya (#sayawaras.. haghaghag. – ini hakvetopenulis) dari mulai yang datang ke Perpusda Ungaran : Mbah Eka W. Prasetya, kemudian menunggu sambil ngalamun Mas Eka Budhi (di Komunitas kami punya panggilan kesayangan : Mas Ucrit = karena 2 nama eka, untuk membedakan saja….). 
Kemudian berturut-turut pula kami jemput di bangjo  Karangjati ‘si raja kemul keset gatel’ Mas Dhany Putra, “Apa kabar mamanya kak Ros mas?” Wakakakak… Setelah itu nyulik yang selalu berusaha pose chubby tapi gagal terus mas Iwan putra di Jimbaran setelah pasar (ssstttt! ini masih saudara nakalnya mas Dhany).
Saat sampai di Bandungan, dekat dengan lokasi mbok bakul terong penyet Mbak Derry … tertarik juga ber Jumat ‘blusukan bersama’. Namun karena sesuatu hal kami bersepakat untuk bertemu di lokasi blusukan.
Sebelumnya, penelusuran kali ini berkat informasi dari seseorang yang nampaknya (sedang) berbaik hati—pengaruh tanggal muda analisa kami. Matur-thenkyu Pak Tri Subekso, dengan sangat terbatas memberikan Clue untuk petunjuk jalan bagi kami. “Di Makam Watugandu Jubelan Sumowono ada, trus jalan melewati sawah  sebentar nanti akan ketemu ini…", dilampiri pula foto dengan pixel yang nampaknya gambar difoto kemudian difoto foto lagi…. (=baca blawur).
makam jubelan
Pede saja (sebenarnya nekat, terlanjur malu bila mundur). Meluncur ke Jubelan Sumowono, kami bertanya kembali posisi jubelan.. entah kenapa dari kami berempat tak ada yang pakai aplikasi Gmaps… Gang masuk sebelah kanan, ada tulisan Masuk Ke RA Jubelan. Ikuti jalan kampung tersebut, kira kira 500m sebelah kiri destinasi pertama kami. Makam Jubelan.
Karena kami menelusuri ulang apa yang telah Pak Tri Subekso dan kawan2 beliau lakukan jadi hanya tinggal crosscheck saja…  dan memang ada… Dibeberapa area makam, memakai unsur watu candi sebagai nisan (pathokan = bahasa jawa).
Beberapa yang lain :


Yang paling terlihat jelas : 
di makam jubelan sumowono
seperti sebuah stuktur dasar bangunan (=candi) mirip bagian dari ‘genta’ candi.
Setelah kami merasa cukup, kemudian kami melanjutkan merekontruksi petunjuk yang kedua : “Dari makam melewati sawah sebentar” serta sebuah gambar tak terlalu tajam menjadi pedoman tambahan kami.
Warga yang pertama kami temui, seorang ibu menjawab dengan raut muka ragu-ragu. “Mungkin dimakam sana, tapi makam disebelah sana tak ada sawahnya”, Jelas ibu tersebut. Untuk meyakinkan hati kami tetap mengekor beliau menuju makam-makam yang lain, kbetulan beliaupun berjalan kearah tersebut. Saat mengikuti ibu ini, dari kejauhan kami dengar suara cemenkling khas suara   …..  Mba Derry. Hasilnya, kami belum menemukan seperti gambar yang Pak tri Subekso berikan kepada kami. Tetap Semangat dan masih berada dijalur nekat.
Kami keluar kembali ke jalan raya dimana kami memarkirkan kendaraan, sambil nyari warung untuk beli minum (modusnya tanya dengan gambar dimanakah lokasi).
Sedikit harapan muncul dari Bapak pemillik warung, semangat penelusuran memancar kembali. Kemudian kami menyusuri jalan kampung. Namun kami tetap maju mundur, galau tak merana, singkat cerita akhirnya ketemu dengan beberapa remaja yang sedang ‘nongkrong’ di sebelah mushola. Secercah arah sudah kami dapat.. “Lewat lapangan, ambil jalan yang ada jembatan cor dengan lebar kurang dari 1 meter, kemudian susuri pematang sawah cari saja mas pohon sirsak”, urai pemuda tersebut.
Semangat berkobar kembali, segera kami parkir dilokasi dimana didekatnya ada sebuah batu besar yang dikeramatkan warga, dan asal muasal dusun ini di kenal dengan Watu Sigandu. Disitulah legenda berasal. Namun maaf saya tak berani menampilkan. Auranya begitu kuat..
Kami kemudian melanjutkan menyusuri jalan tanah, melewati rimbunan bambu pethung dan sampai di lapangan Bola. 
foto model payung bayi by Eka Budhi, 
Beberapa anak yang sedang bermain bola, serempak geleng kepala saat kami perlihatkan gambar yang diberikan oleh Pak Tri Subekso. Kami tetep nekat berjalan kedepan, kepalang basah. Namun salah satu dari kami, Mas dhany putar haluan dan memakai motor Mba Derry memutuskan bertanya ke Warga, nampaknya duration melanda.. haghaghag
Kami sempat menemukan makam kuno lain yang nampaknya lama tak terawat, tak ada warga yang bisa kami temui dan bercerita kepada kami ikhwal makam kuno ini. Sayang sekali putus generasi. Namun bukan ini yang kami tuju. Saat keluar dari makam kuno ini, kami bertemu dengan penduduk dan beruntungnya beliau ternyata paham dengan tujuan kami.
Kami segera mengikuti arah telunjuk beliau, sambil berlari kecil, tim terdepan saya dan Mas Eka Ucrit seperti iklan kelinci energizer.. menabuh genderang perang segera meluncur menyusuri pematang dan melewati aliran air jernih, dingin dan deras.
Finally, Makam Padasan, Watu Sigandu Jubelan Sumowono!
Cagar Budaya Jubelan Sumowono
Karena masih berdua, kami segera mengeksplor sepuas-puasnya mumpung ta ada obyek kamera yang mengganggu. Hehehe. Sayangnya SLR pinjaman di tas yang dibawa Mas dhany…. $%$#$&@.
Sebuah kompleks tiga Makam kuno, ‘Padasan’ Warga mengenal demikian, Namun sejarahnya misteri, seperti warna batu andesit yang mengelilinginya….Kelabu!  
Cagar Budaya Jubelan Sumowon
Tiga makam ini, disusun dari batu berbentuk, namun yang paling ‘membetot’ perhatian kami adalah makam yang berada ditengah atau makam nomor ke-2
.      Selain batu berbentuk kotak terlihat jelas keindahan yang dapat di’rasa’. Ada pola dan sentuhan tangan yang sedemikian halusnya. 
Ada dua genta/ struktur dasar candi dibagian sisi depan dan belakang makam, ada bagian dari kemuncak, ada batu yang seperti trap-trap-an berpola simetris dan presisi teratur, nampak unik tentu saja ada juga batu kotak sederhana namun tegas. Sentuhan tangan yang berbeda sekali dengan tangan jaman ini. 
Dimakam yang pertama, atau sebelah kiri kami dari arah jalan raya Sumowono – Limbangan ternyata kurang dari 100m saja dari jalan!!! . Karena berada di tanaman tetean yang cukup besar sehingga rindang, teduh menjadikan batu kotak penyusun nisannya berlumut. 
Makam yang ketiga, atau disebelah kanan kami, sama seperti makam yang pertama. Sederhana. Tersusun dari batu candi kotak sederhana namun tegas menyisakan keindahan peradaban bagi yang bisa berpikir.
Dari informasi yang kami dapat, beberapa bulan lalu ada tim arkeologi dari UI yang datang kesini… Semoga ini menjadi awal yang baik bagi usaha pelestarian jejak peradaban luhur ini. Mulia lah yang memuliakan tinggalan para leluhur!
Beberapa Video Amatir saat kami disini…. (proses upload--Masih nunggu sinyal wifi ok)

Oh ya rekan-rekan yang mulia yang fotonya tercantum... bila anda marah atas meme lucu tapi edan ini.... resikonya Traktir mie ayam.

Foto-foto kegilaan rekan Kami,







Saya, mohon maaf yang tak terkira ketika menulis kisah kami ini yang Gila… karena memang dangkalnya pengetahuan kami. Mohon pencerahanya… mohon koreksinya bila keliru. Di link FB saya  (inbox): @sasadara manjer kawuryan. Salam

#paulodybalastyle

Salam Pecinta Situs dan Watu Candi

Kunjungi Keindahan alam, eksotisnya suasana dan jangan lupangan berharganya peradaban ini.

Senin, 30 Januari 2017

Bukti Peradaban Lereng Ungaran : Lapik Arca di Sawah Reco Bergas

Lapik Arca di Sawah Reco Bergas
      Senin, 30 Januari 2017, Awalnya duet blusukan nekat memperlihatkan sebuah hasil penelusuran dengan postingan alay-nya… kurang lebih dengan kalimat… “Iya..disana…yang disana”, tegas Mas Eka Budi dengan sedikit gaya lebay-nya. Kami, tentu saja hanya fokus dengan apa yang di share kepada kami, bukan siapa orangnya,, haghaghag….
     Sobat mungkin mengernyitkan dahi, Ya!...nama area ini dikenal dengan ‘sawah reco’… konon di sawah ini memang ada arcanya, banyak sekali arca. Juga struktur batu candi…. Namun tentu saja banyak yang raib, hilang, di ambil (baca=curi), dan lain sebagainya.
Lapik Arca di Sawah Reco Bergas
     Mas Eka Budi bercerita, saat diantar Lek Suryo Menengok Potongan bagian Dasar Arca di Sawah Reco (linknaskah ), Sawah reco tak jauh pula dari puluhan situs yang berada disekelilingnya.
     Singkat cerita, Saat mereka berada disawah reco, tanpa dinyana seorang nenek renta mendekat dan bertanya perihal aktivitas yang dilakukan duet nekat tenan ini. 
    Gimana tak nekat, yang lain liburan ke wisata, dua orang ini malah liburan ke sawah…. Catat!… liburan bukan menanam padi!. 
    Setelah dijelaskan, si nenek tersebut kemudian malah memberi bonus pada mereka, “Di sawah sana ada watu lepek 'nang”, jelas si nenek sambil mengacungkan telunjuk kearah yang dimaksud. Tentu saja tanpa berpamitan dengan sang nenek, mas Eka Budi berlari tunggang langgang,  untung saja Lek Suryo masih sempat berterimakasih. (Seperti yang mereka ceritakan ulang kepada saya).
Besok lagi jika ketemu narasumber, informan seperti itu jangan langsung lari ya kawan ku sing sering elek mung kadang- kadang saja bagus. Mas Eka Budi…. tapi tanya asal muasal nama Sawah reco…juga Tanya lebih dalam, korek sisik-meliknya. Biar naskah ini lebih berwarna... hehe

Lapik Arca di Sawah Reco Bergas
Dan akhirnya saya terseret juga, aktivitas menengok lapik arca di Sawah reco ini tak dapat kutolak. Apalagi beberapa rekan menyusul, seperti Mas Dhany, Mas Eka WP dan tentu saja Mas Eka Budi alias ucrit, minus Lek Suryo. Walau sudah menjelang sore, namun saya berusaha untuk tetap gabung dengan membawa perbekalan , minimal air putih lah…hehehehehe.

Lapik Arca di Sawah Reco Bergas
Kondisi Watu purbakala ini terbalik, tergenang air dan terbenam lumpur. “Karena pingin lihat bentuk dan ukuran, tadi minta ijin untuk melihat”, jelas Mas Eka kepada saya saat sampai di lokasi. Perdebatan khas para penggila situs pastinya menjadi bumbu persaudaraan kami. Saya Pribadi berdoa ini Yoni…. Namun ternyata yang lainnya bersindikat dengan Haqul yakin bahwa ini Lapik Arca yang terbalik.

Lapik Arca di Sawah Reco Bergas
Dimensi Lapik Arca ini setelah (agak) secara cermat ternyata mas Eka selalu bawa alat meter.. jadi bisa di ketahui P: 80cm bujur sangkar dengan ukuran sama disetiap sisinya. Sementara tinggi Lapik : 50cm. Saking cermatnya, sambil dolanan lumpur, Mas Eka Budi ternyata sempat menghitung jumlah pelipit di badan Lapik Arca : berjumlah 7 buah. 

Lapik Arca di Sawah Reco Bergas
Dan cemerlangnya, langkah Mas Eka sudah mendahului kami, beliau dapat ijin dari pemilik sawah. Walaupun baru saja ditanami padi boleh untuk sekedar melihat bentuk nya. Untuk Memindah ke lokasi aman dan nyaman 
(Bukan membawa pulang atau malah menjual…lo ya---itu bukan Kami!!!)… biarlah pihak yang berwenang saja. Jika kami yang memindah trus apa kerjaan mereka? Haghaghag…. 
Kami cukup mengedukasi kepada masyarakat saja… Bahwa batu ini bukan sekedar batu saja… perlu dilestarikan… diuri-uri…. Warga sekitar perlu mengenal jatidiri mereka…. Terutama generasi muda!  itu peran kami! 
Dan sebelum kami tutup kembali,
Kami masih yakin masih banyak yang lain yang bertebaran dan belum terungkap… menunggu keseriusan untuk mengkaji sejarah…agar tahu yang sebenarnya bukan jarene mitos, legenda atau malah khayalan saja. 
Generasi Muda? Apa Peranmu????

Berlatar Keindahan Gunung Ungaran,
Lapik Arca di Sawah Reco Bergas







    












  Pemandangan Indah… Fokuskan pandangan di Gunung Ungaran bukan kumpulan orang aneh ini ya….hehehehehe 


Selfie on the spot 
Lapik Arca di Sawah Reco Bergas
Salam Pecinta Situs 

Lapik Arca di Sawah Reco Bergas
     Semoga muncul bukti bukti lain yang tak terbantahkan, peradaban Lereng Gunung Ungaran
---- 

Jumat, 27 Januari 2017

Jejak peradaban Bergas Lor Kabupaten Semarang

Jumat, 27 Januari 2017. Dapat provokasi postingan dari si Gila (serius---di beberapa akun medsosnya menyebut dia gila sendiri) watu ini.. hehehehehhe… ini gila positif.. mas Dhany Putra. Saat kirim material pesanan dari konsumennya (Beliau ini Bos TB. Material Dhany Putra), yang kadang turun langsung kirim sendiri, tentu saja kalau kepepet. Bos kok…. Wkwkwkw. \
Saat kirim daerah Bergas Kidul, kira-kira satu jalur menuju Silowah. Mas Dhany ini nekat ke Makam. Dan posting peninggalan peradaban lah yang menarik hati kami.
Singkat cerita, setelah ‘jumatan’ kami janjian di lokasi. Entah karena kebetulan atau takdir…., kendala teknis alat komunikasi kami tak bisa kami gunakan. Saya lewat jalur belakang, dari ungaran melaui gogik, kemudian pagersari, tembus silowah. Sementara Mas Dhany Putra menunggu di Bergas Kidul, Jalan menuju Bandungan tepat di @#$*mart. Karena tak bisa komunikasi itulah, saya dan Mas Eka WP. (saya mbonceng), nekat terus jalan. 
Karena saat jalan menuju makam, ada orang Mantu dan tratak  nya menghalangi jalan, kami diarahkan melewati jalan kampong kecil. Dan kejadian Makbedudug ketemu Mas Dhany terjadi di tikungan ini.
Tepat sebelum Masjid…. Beberapa detik kami terpana, tak berkata-kata, dengan mata saling memandang (tapi saya biasa… Mas Eka dan Mas Dhany nampaknya yang saling bertatapan) haghaghag… sejurus kemudian lepaslah tawa kami…. Sumpah serapah keluar. 
Dan entah kenapa di lokasi kami dipertemukan ini…. Ada watu candi yang menyedot pandangan kami….
  Saat kami berhahahihi disini, datanglah warga yang penasaran dengan kami yang berkelakar disini. Sungguh kebetulan, beliau ramah… ketika kami ceritakan siapa kami dan bertanya itu batu apa…. Tanpa diduga… penjelasan beliau bikin kami merinding… Kecewa, menyesal, karena banyak watu candi yang berukuran besar sudah menjadi pondasi …. (maaf tak bisa nulis bangunan apa).



Dari lokasi kami ketemu dengan warga ini (Saya terlupa nama beliau), Nampak digambar saat menunjukkan arah kepada kami. Kemudian kami mengikutinya. “Dulu ada banyak watu candi berukuran besar berbentuk kotak. Bahkan berelief. Namun sekarang entah. Nampaknya masih ada sisanya. Mari Saya tunjukkan”, Beliau menawarkan kepada kami. Tak Sampai 100m sampailah. 
Dan Miris, sungguh menyiksa kami…. Dari ‘banyak’ hanya tersisa ini : 


Yang menambah tersayat, yang punya lahan sama sekali tak ramah. 
Seperti menyembunyikan sesuatu.. dan tahu dimana watu purbakala saat ini. Dugaan kami melebar liar… 
Tak mungkin dengan jumlah banyak musnah lenyap begitu saja, seperti muksa ditelan lubang hitam di angkasa. Impossible!
Setelah berpamitan kepada Bapak yang menemani kami, dan berjanji lain waktu untuk berkunjung lagi. Kami melanjutkan menuju tujuan utama kami ke Makam bergas Kidul.
 “Dan bejoku lagi ono wong kepaten nembe dikubur”, cerita Mas Dhany kepada kami. Tapi warga biasa saja, karena mungkin saya dikira ikut mengantar …. Padahal…” cerita Mas Dhany sambil terngekek-ngekek.
Kemuncak Bergas Kidul


       Kemuncak berada disalah satu makam yang nampaknya sudah sangat tua, 
Kemuncak di Bergas Kidul
      Tentu saja kami meyakini bukan hanya kemuncak ini, Pasti ada yang lain. Kami telusuri dan mengejutkan apa yang kami temui, 
     Batu kotak berukuran besar, dugaan kami struktur sebuah bangunan masa lalu... 
     Kemudian kami telusuri ulang, dan memang banyak    
Batu Struktur Bangunan Candi
     Batu dengan lubang kuncian,

     Batu kuncian, bagian dari struktur bangunan candi.
   
    Bagian atas struktur bangunan,


       Di lain hari, salah satu saudara jauh saya, (saking jauhnya--- tak ada yang sama...haghaghag) menelusuri ulang bersama salah satu pamong budaya. dan membagi kepada saya (Atas ijin dan perkenan fotonya saya tampilkan sekaligus cerita yang didapat)
   Masih di Area yang sama, di Desa Bergas Lor didepan rumah seorang warga... 
Banyak tumpukan watu, 

   
     Berada didepan rumah warga, (nama masih nunggu kepastian Mas Eka Budiyono), Cerita serta asal muasal batu ini.... 

     Juga batu berelief....
      
Kami yakin masih banyak yang belum terungkap
   Di area ini, begitu banyak tinggalan arkeologi, peradaban kuno... Yang sudah saya dan rekan telusuri :
  1. http://sasadaramk.blogspot.co.id/2014/10/situs-arca-ganesha-mbah-dul-jalal-bergas.html
  2. http://sasadaramk.blogspot.co.id/2017/01/menelusuri-jejak-peradaban-di-silowah.html
  3. http://sasadaramk.blogspot.co.id/2017/01/bukti-peradaban-lereng-ungaran-lapik.html
  4. http://sasadaramk.blogspot.com/2016/07/menelusuri-jejak-candi-lawang-di.html
  5. http://sasadaramk.blogspot.co.id/2015/08/menelusuri-watu-candi-di-makam-desa.html
  6. http://sasadaramk.blogspot.co.id/2015/07/situs-sawah-reco-bergas-lor-kabupaten.html
  7. Dan Masih Banyak Lagi


       Salam Peradaban

Kamis, 26 Januari 2017

Jejak Budaya Kuno di Lengkong Wonorejo Pringapus : Ekspedisi Bersama Tim Merah

Kamis 26 Januari 2016.
Obrolan dengan tingkat keseruan level tinggi di komentar facebook di salah satu postingan si bocah paling nakal dewe Eka Budi membuat saya pribadi sangat gatal untuk segera menelusur ulang, tentu saja minta guide  yang bersangkutan. 
Apalagi lebih dari 1 benda purbakala di satu situs. Setelah berkomunikasi dengan rekan yang lain, dan menyusun strategi untuk ‘ngerjani’ biar seru sang guide kali ini. Skenario kami jalankan… DressCode palsu kami lempar, Dresscode warna-warni… yang sebenarnya kami rancang dengan warna merah saja… warna yang kontras dengan hijaunya alam.
Batu bata Jumbo di Lengkong Putra
Singkat cerita, Saya, Lek Trist (setelah sekian ratus tahun tak blusukan bersama) akhirnya ikut juga, Eka W.P, Eka Budi sang Guide dan tentu saja Mas Dhany. Kumpul seperti biasa di TB. Dhany Putra, kemudian kami menuju destinasi kali ini di Wonorejo (disini ada Situs wonorejo)… Melewati beberapa situs antara lain berturut-turut Ganesha Sidomuncul, GaneshaCongol, Petirtaan, Candi Ngempon, Situs Bodean dan Lumpang Bodean – (Dan kami yakin masih banyak yang lain yang belum terungkap).
Banon Lengkong Pringapus
Dari monumen Gencatan di Wonorejo, langsung ambil jalan ke kiri, kondisi jalan rusak… hanya tersisa sedikit aspal, mayoritar kerikil. Kira-kira 1km, melewati sebuah jembatan.. konon dijembatan ini ada petirtaan dan arca, namun kondisinya saat ini tak diketahui rimbanya. Dari Jembatan maju lagi 200m, ada warung kelontong sebelah kanan, (tersedia fasilitas meja pimpong). Kami parkir di sini. Kemudian Jalan Kaki menuju lokasi.
Di perjalanan, kami di suguhi tinggalan peradaban masa lalu berupa banon, alias batu bata jumbo. 
Berserakan di kebun jati milik warga. Dugaan kami, mungkin dulu ada bangunan di area ini, melihat dari bekas sumber mata air di area gumuk ini. Sayangnya bangunan suci / pemukiman ini belum Nampak struktur dasarnya.
Kami kemudian melanjutkan perjalanan. Menyusuri jalan setapak yang cukup terjal, menurun curam. Bagi yang bulat hati hati ya, apalagi jika musin hujan… ngglorot resiko paling ringan, atau malah resiko terberat adalah ngglundung tanpa rem. (Kebetulan Lek Trist sempat mengabadikan video saat perjalanan ekstrim kami ini)
Setelah menuruni gumuk, kemudian kami menemui ladang yang lumayan datar.
Tak lebih dari lima menit sampailah kami ;
Yoni Lengkong Wonorejo Pringapus : 1
 Berada di gumuk kecil Yoni 1, Berukuran sedang namun kondisinya miring. Yang mengkhawatirkan miringnya ini hanya tertahan akar pohon mangga. Bila Pohon Mangga ini mati… berakhirlah sudah!

Yoni Lengkong Wonorejo Pringapus : 1

Kami sebenarnya mencoba memberikan penahan sementara, dengan mengangkat agar tak miring, namun kami yang berlima ternyata tak membuat bergerak Yoni ini barang sesentipun, walau sudah mengerahkan seluruh tenaga pamungkas kami….

Menurut kalian bagaimana? Lapor ke mana? Bisa tidak menggerakkan warga sekitar biar ini terselamatkan nasibnya?.... Terserah kalian saja. Kami ikut….





Kami yakin bila dibiarkan begitu saja, Yoni ini akan hancur tergulung ke jurang di dekat Yoni ini, Sebagai penguat urgensi penyelamatan :  1 m dari Yoni ada tanah yang nampaknya terbelah karena bergeser. 
Struktur tanah nampaknya labil, karena terlihat dari rekahan tanah tersusun dari batuan krakal.  Rekahan tanah memanjang membentuk lubang dengan lebar sekitar 30cm serta membentuk gua vertikal yang oleh warga dijauhi karena konon banyak dihuni binatang melata. 
Namun kami dapat informasi di rengkahan tanah ini terlihat watu-watu berstruktur. Namun karena kami berlima tak ada yang bernyali untuk turun dan membuktikan sehingga maaf tak bisa kami menyertakan gambar penampakan di rengkahan ini.
Yoni, bercorak sederhana namun tegas. Bagian Cerat pada bagian ujung  gompal sehingga tak utuh lagi, Lubang lingga berbentuk kotak persegi, namun Lingga sudah raib entah dimana gerangan.
Dimensi Yoni, (nunggu kemurahan hati mas Eka Budiyono memberikan data hasil meteran beliau.
Kondisi Cerat yang perpotong :
Cerat Yoni (1) Lengkong Wonorejo Pringapus
Cerat Yoni (1) Lengkong Wonorejo Pringapus
Cerat Yoni, tak ada penyangga, polos. Saya perlihatkan dari bawah cerat.




























Video Amatir dari Eka Budiyono di Situs Yoni 1 Lengkong Wonorejo Pringapus : 


Seperti diawal tadi, Blusukan tim Merah ini memang seperti ada penyusup… ya memang kami sengaja… biar yang tak pakai merah akan diabaikan di dalam gambar…. Haghaghaghag..

Yoni Lengkong Wonorejo Pringapus
Sudah selesai??? Tentu belum… Dari gumuk dimana yoni yang miring ini berada… terlihat dibawah pohon pisang  ada Yoni ke 2 berada. 
Yoni (2) Lengkong Wonorejo Pringapus

Yoni berukuran lebih kecil.


Yoni (2) Lengkong Wonorejo Pringapus

Kami segera menuju lokasi…. Yang hanya berjarak 10m saja.


Yoni (2) Lengkong Wonorejo Pringapus



     













     Sedikit berbeda dengan Yoni pertama, Yoni kedua ini cerat ada relief kalah, Kondisi Yoni sebelas-duabelas. Yang ini ada keretakan memanjang horizontal melewati cerat.
Cerat Yoni (2) Lengkong Wonorejo Pringapus :

Cerat Yoni (2) Lengkong Pringapus
    
     Sambil melepas lelah, kami membuka bekal dan yang paling special, #kangentehkotak terpuaskan. Maturnuwun lek Trist… Sing dikangeni Teh Kotake dudu wong e…xixixixiixi.



Kondisi  cuaca dan medan yang tak menguntungkan bagi kami, sehingga kami tak menengok pula petirtaan yang berada di bawah (sisi belakang) menuruni bawah bukit dimana Yoni pertama berada. (nunggu hibah foto mas Eka Budiyono)

Salam Tim Merah, Blusukan Budaya itu berbahagia… 


Tak Lupa berhenti di dekat Situs Wonorejo, Beli Gorengan.... Medan Ekstreem membuat kelaparan : Murah Meriah.... Terlihat dari cara makan rekan2 yang lahap, 5 menit tandas.













Mari Ketahui, lestarikan….. Muliakan…..

nb :


Sayangnya, dokumentasi dan video Lek Tris Rusak... Padahal foto-foto kami yang keren dan lucu ada semua di memori tersebut... Entah karena salah apa kami...
Sehingga, dokumentasi yang saya cantumkan seadanya, mengumpulkan kembali jepretan beberapa rekan....