Rabu, 03 November 2010

Serat Panji Asmara Bangun : Menak Agung


 Menak Agung
 (07)

Saat ini diceritakan tentang raja Bali yang amat berkuasa dan memerintah negerinya dengan baik sekali. Pada suatu kali, ia hendak bersenang-senang dengan berburu. Untuk itu disuruhnya panggil orang-orang besarnya. Menak Agung dan Cau (Sadulumur dan Prasanta) harus mempersiapkan segala sesuatu untuk perburuan. Suatu rombongan besar bergerak menuju hutan, tempat berburu. Perburuan pun dimulai. Banyak perburuan binatang ditangkap.
Sementara sang raja berdiri dibawah payung dekat pohon Tangguli, seekor ular datang mendekatinya, sebesar pohon Tal. Karena ketakutan, orang-orang pada lari kucar-kacir. Sang raja tinggal seorang diri dan dilihatnya ular itu semakin mendekat. Tapi baru saja ular itu sampai di tempat raja, Jaja-asmara pun datang berlari-lari, dipegangnya kepala binatang itu dan diputarnya sehingga putus dalam sekejap, sekalian yang melihatnya terheran-heran. Sang raja menghadiahinya kerajaan Linjangan, dengan hak memakai gelar adipati.
Setelah banyak binatang perburuan terkumpul, diberilah tanda untuk pulang. Sang raja segera tiba di pagelaran (beranda muka)keraton, dimana dibicarakan lagi untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan yang berdekatan (syair 24-26 ada bagian-bagian yang rusak, sehingga tidak dapat dimengerti). Mula-mula direncanakan akan menaklukkan kerajaan Balambangan, setelah itu Tuban dan seterusnya. Sang raja menyetujui rencana itu. Segera orang-orang dikumpulkan untuk bersiap-siap mencari perjalanan penaklukan itu.
Jaja-asmara berangkat dengan tentara yang besar ke Balambangan. Dengan cepat mereka menyeberangi selat Bangawan (Bali) dan mengadakan pertahanan di pelabuhan.
Raja Balambangan duduk dihadap oleh para pembesarnya. Sang Patih, Nila Bangsa memberitahukan tentang kedatangan musuh. Ditulis surat pada Wirasaba dan Sandi-waringin. Dalam pada itu tentara Balambangan dikerahkan. Pertempuran dimulai.
Pertempuran dilanjutkan, raja Balambangan tewas. Keraton diduduki oleh Jaja-asmara. Yang masih hidup menyerah. Seorang keponakan raja yang tewas, diangkat menjadi raja oleh Jaja-asmara. Raja baru ini harus menghadap raja Bali, dengan membawa upeti sebagai bukti penyerahan. Raja-raja Wirasaban Sandipura dan Sandi-waringin  harus melakukan demikian pula. Dikirimsurat edaran ke Bupati lain di Bang Wetan, mengatakan bahwa barangsiapa tidak menyerahkan diri akan dibinasakan.
Setelah menerima pemberitahuan itu para bupati Bang Wetan memutuskan untuk menyerahkan diri kepada Bali. Mereka membawa upeti dan menyerahkan puteri-puterinya kepada raja Bali. Jaja-asmara setelah mendapat kemenangan pulang ke Bali.

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi “Nguri-Uri Budaya"Serat selanjutnya : Raja Bauwarna

Serat Panji Asmara Bangun : Raja Bauwarna


Raja Bauwarna
 (08)

Saat ini diceritakan tentang Raja Bauwarna. Sudah empat puluh hari lamanya, bahkan dua bulan dia tidakmuncul-muncul. Ia berhasrat sekali hendak menaklukan Bali. Tapi tidak ada yang berani menaklukan tugas itu, karena Bali amat berkuasa. Kini sang Raja keluar dengan segala kemegahan. Para pembesar hadir semua. Disebutkan para pegawai-pegawai. Astra Miruda dan Astra Wijaya. Yang pertama memakai dodot merah pun hadir. Raja bertanya kepada patih Jaja-singa, siapa yang ingin memikul tugas menaklukan Bali. Patih menjawab “Tidak ada, sudah diminta kepada orang Urawan, tidak ada yang berani. Hanya Jaja-kusuma yang belum diminta pendapatnya tentang itu, Pun dengan Astra Mirusa dan Astra Wijaya. Sang raja menyuruh panggil tumenggung untuk berbicara sendiri dengannya.
Tumenggung datang. Kepada raja mempertanyakan keselamatan kerajaan Urawan. Tapi raja hendak menaklukan Bali ( juga disebut Nusa kembangan. Pulau kembang”. Panji berjanji kepada raja akan melaksanakan tugas itu. Astra Miruda dan Astra Wijaya pun berjanji demikian. Raja puas dan mengundurkan diri. Yang tinggal di paseban mempertanyakan soal penghormatan dan gaji tumenggung yang tidak sesuai dengan jasa-jasanya, orang lain yang belum melakukan apa-apa untuk kerajaan, lebih banyak penghasilannya. Percakapan ini tidak diteruskan. Orang pada bubar. Astra Miruda pulang naik kuda dengan bertudung payung, Astra Wijaya pun juga, bahkan meliputi kerisnya dengan punya kainnya (suatu tanda orang pesolek). Tapi Jaja-kusuma berjalan kaki saja dan tidak pula berpayung. Orang yang melihatnya mengira, bahwa ia pasti habis kena marah raja, tapi mengapa? Orang yang mengetahui lalu menceritakan keadaan yang sebenarnya: ia harus menaklukan Bali.
Sureng-rana, puteri Cemara, ia menyesali Panji (dengan banyak menggunakan wangsalan), sambil menangis. Seorang emban menghibur hatinya dan mengusulkan supaya ia menyongsong suaminya “tapi ia diusir seperti kucing dan puteri itu bertambah keras tangisnya.
Jaja-kusuma duduk di pendapanya. Dikelilingi oleh para sentana dalem. Dikatanaknnya bahwa ia mendapat perintah dari raja. Untukmenaklukan Bali. Para sentana dalem berjanji akan menolongnya.
Dalam pada itu datang emban, mengatakan bahwa istrinya sedang menangis dengan sangat. Panji berdiri dan mendatangi istrinya yang masih marah kepadanya. Dipeluknya istrinya itu, tapi ia coba melepaskan diri.
Panji menghibur hatinya. Dimintanya supaya ia tinggal di rumah, apabila ia pergi berperang, tapi istrinya menjawab bahwa ia ingin ikut serta, diapun seorang satria, katanya. Disuruhnya saudaranya mempersiapkan pakaian perangnya. Adegan kamar. Omong-omong para emban.
Patih sekonyong-konyong datang ke tempat kediaman Panji, mengetuk pintu. Terkejut Panjikeluar dari kamarnya, hanya berbaju dalam. Isterinya pun hanya berbaju tidur. Patih tidak berani memandang Pnanji. Dan membalikkan diri. Surengrana menarik kembali suaminya kedalam, dan memberinya pakaianyang pantas pertemuan.
Ketika ditanyakan, patih menjawab bahwa ia diutus oleh sang raja untuk menyerahkan pusaka kerajaan kepada Panji. Dengan jalan demikian ia menguasai kerajaan.
Selanjutnya patih berkata, bahwa raja marah kepada Astra-wijaya. Apa sebabnya ia tidak tahu. Sang patih pulang. Panji bertanya kepada para Kadejan, apakah ada yang mengetahui kenapa raja marah kepada Astra-wijaya. Salah seorang dari mereka, Jaja-sentika, mengatakan bahwa Astra-wijaya disangka memasuki keraton,hal itu sudah dilakkukannya tiga kali dan sekali sang raja sendiri melihatnya. Raja melemparkannya dengan parang tapi tidak kena. Panji tersenyum.
Surengrana berkata, aneh sekali bahwa raja memberi gajah betina kepada orang yang pergi berperang. Bukankah gajah betina itu hanya bisa dipergunakan untuk mengangkut harta rampasan? Panji memujinya atas pemandangannya yang tepat itu. Lalu disuruhnya Astra-miruda datang kepadanya.
Saat ini diceritakan tentang Astra Miruda, kepala mantra anom. Dia berlaku sebagai don juan, wanita-wanita Singasari menjadi korban kenakalannya. Ia senang sekali menyabung ayam dan permainan taruhan yang lain. Para penjudi dimintanya datang kerumahnya untuk bermain. Kekayaan dan perhiasan yang dibawa istrinya dari Patani, segera tandas. Malahan hamba sahajapria dan perempuan digadaikan kepada orang Cina. Kewajibannya diabaikan. Isterinya sedih karena perbuatannya ini, ditambah lagi karena suaminya bersuka-sukaan dengan Puteri Urawan. Ia menyesalkannya. Ia menangis dengan sedih di tempat tidurnya, bantal dan guling dilemparkannya. Seorang emban mencoba, tapi sang puteri berkata : tutp mulutmu, kalau tidak kulempar kepalamu dengan penumbuk sirih ini. Emban ketakutan oleh ancaman itu dan pergi kepada Astra-miruda yang sedangmemegang burung, emban itu menceritakan halnya. Astra-miruda mendapatkan isterinta dan menghibur hatinya. Tapi ia tetap marah kepadanya dan bertanya kemana suaminya itu pergi malam anu dan malam anu. Suaminya menjawab, “Aku pergi ke Pangeran Sinjanglaga”. Dimajukannya kagi beberapa pertanyaa, mengapa Miruda tidak pulang kerumah. Miruda terus memberikan jawaban mengelak. Sang puteri mengemukakan satu pertanyaan lagi: Mengapa kau pulang tidak berbaju hari Jumat?” suaminya menjawab: “Aku berjudi di kampung cina dan kehabisan segala”.
Sekonyong-konyong datang seorang perempuan dari keraton, diutus oleh Puteri Urawan, untuk mengembalikan pakaian Astra-miruda yang ketinggalan karena terburu-buru, bersama sepucuk surat dalam bungkusan kertas dengan kembang. Dalam surat itu sang Puteri mengatakan, bahwa Miruda tidak memegang janji.
Isterinya mengingatkan Miruda, bahwa perbuatan itu bersahaja, tapi Miruda menenangkan hati istrinya.


Serat selanjutnya : Jaya Kusuma
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi “Nguri-Uri Budaya

Jumat, 22 Oktober 2010

Serat Niti Praja : Serat Nitipraja


Serat Nitipraja
(01)

Bagaikan tenggelam dilautan api, perasaan hatiku saat ini, ketika menuliskan serta ini, aku diberi nama Serat Niti Praja, maksudnya ingin menir para Pujangga, membuka pemikiran, setelah tiada nanti, memaksakan diri dengan bahasa indah, mengikuti orang-orang cerdik pandai, agar bisa digunakan teladan dan pedoman.
Diksiahkan dalam tembang ini, hidup ini seperti menempuh jurang yang dalam dan dataran luas, sungguh susah, demikian keras tantangannya. Karena itu, ingatlah segala kejadian wahai Pamong Praja, bulatkanlah tekad bersama rakyat dan para cendekiawan, bermusyawarahlah dengan baik, bersatulah dalam tujuan.
Sudah berubah zaman ini, hilang semua tatanan, orang yang tidak tahu akan nista jasadnya. Bagi yang tahu bagi kebajikan, jasadnya seperti intan, bersinas diatas batu. Karena itu latihlah sehari-hari, jangan pernah menyerah menghadapi bahaya, kuatkanlah jiwa ragamu.
Jika kamu menjadi Bupati, dekat dengan Raja, seperti Surya terangnya, tapi ingatlah selalu, tajamkanlah hatimu, jadilah seperti samudera, yang memuat apa saja dan menjadi muara, rakyatmu dan saudaramu, ketahuilah seperti daun hendak bertunas lagi, dimusim yang keempat.
Pujian, makian dan celaan dari orang lain, tahankan seperti dedaunan menahan air hujan. Sebaliknya buatlah agar mereka bergembira, beri sandang dan pangan, buatlah wanita merasa terhormat, sabdakan hal itu kepengikutmu, berlatih berbelas kasih dan suka berdema supaya manusia taat.
Dalam persidangan di hadapan Raja, jika dihadap dibalai Penangkilan lengkap seluruh menteri, jangan terburu engkau bersabda. Jika kamu tidak tegap duduknya, jalannya tidak mantab, maka akan kurang wibawa di depan punggawa, tatalah pandangan. Pandanglah dengan tegas tapi manis, bersabdalah dengan alunan jiwamu.
Pandanglah semua hadiirin, sebelum berkatapikirkan baik-baik, dari awal hingga akhir, duduklah dengan mantab, telitilah semua perkataan mereka, agar mendapat laporan yangbenar, karena jika tidak satu ketika akan meruntukan wibawamu.


Serat (Serat Nitipraja ) selanjutnya : Laporan Para Menteri

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar bisa terbaca anak-cucu…. Dari buku Kitab Jawa Kuno

Kamis, 14 Oktober 2010

Serat Panji Asmara Bangun : Buah perjuangan



Buah perjuangan
 (04)

Ketika Raja Kadiri  duduk di Sitinggil. Panji datang mempersembahkan kepala raja seberang yang dipenggal. Kepala raja itu kemudian dipertontonkan di atas tiang. Banyak harta rampasan yang dibagi-bagikan kepada orang banyak.
Dalam pada itu tibalah para pangeran dari Jenggala Manik. Disebutkan nama-nama mereka. Mereka itu membawa bermacam-macam kendaraan yang akan dipergunakan Panji dan anak buahnya, karena raja Jenggala Manik ingin melihat Panji kembali. Tapi para Pangeran harus istirahat sebentar.
Sang puteri dalam keraton bertanya kpada  dayang-dayangnya, bagaimana akhir pertempuran. Dijawab : Panji menang. Sang puteri dating kepada Panji. Panji berkasih-kasihan. Sadulumur hendak berkasih-kasihan pula seperti Panji, dipanggilnya seorang emban dan hendak diperkosanya.
Esok paginya Panji hendak bersiap-siap pulang ke Jenggala Manik. Bersama isterinya ia pamitan kepada raja. Serombongan besar rakyat jelata bergerak menuju jurusan Jenggala Manik, dimana raja sudah duduk menunggu diluar, dikelilingi oleh para pembesar. Setelah mendengan berita bahwa Panji dalam perjalanan, sang raja berangkat menyongsongnya. Setelah bertemu, mereka kembali ke paseban dan masuk ke dalam keraton. Seri ratu menyambut puterinya dengan isterinya. Kili-suci pun hadir.
Pada suatu hari, tatkala raja sedang duduk diluar, diperintahkannya Panji pergi ke kakeknya, raja Keling. Untuk itu banyak kapal disediakan. Setelah selesai semua, sang raja mengantarkan puteranya bersama anak buahnya ke pelabuhan, Panji naik kapal beserta isterinya. Setelah sampai di laut luas kapal terserang badai.
Para penumpang kacau balau. Kapal-kapal cerai-berai, bahkan terpisah. Candrakirana terdampar di Bali, sedangkan Panji hanyuk ke tanah Dayak. Di Jenggala Manik tersiar kabar, bahwa Panji beserta anak buahnya tenggelam ke dalam laut. Orang berduka cita di Jenggala Manik.
Narada datang kepada Panji dan menghiburnya. Orang suci itu menyuruh Panji memakai nama lain, yaitu Jayakusuma dan mengabdikan diri pada raja Urawan, ia harus mengatakan ia orang Dayak, Narada menghilang.
Panji member nama Jayaleksana kepada Punta, Jaya Sentika kepada Kertala dan Juda-pati kepada Pamade. Kebetulanketiga saudaranya itu tidak terpisah dari Panji. Atas usul Jayasantika mereka mula-mula akan menakhlukkan kerajaan Cemara. Rencana itu mereka laksanakan. Raja Cemara sedang duduk di Paseban, dikelilingi oleh para pembesar. Sekonyong-konyong dating orang mengamuk. Setelah bertengkar mulut, mulailah perkelahian.
Raja Cemara menyerah kepada Panji. Seorang saudaranya perempuan diserahkannya kepada Panji. Putri itu bernama Sureng-rana. Malam hari Panji berkasih-kasihan dengan isterinya yang baru.


Serat selanjutnya : Bejo-Sengara
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi “Nguri-Uri Budaya”

Rabu, 13 Oktober 2010

Serat Nagri Ngurawan : Raden Wijaya

 Raden Wijaya
(02)

Astra Wijaya berjalan di suatu tempat yang bagus pemandangannya, digambarkan tanam-tanaman yang tumbuh disitu. Sambil duduk-duduk, Wijaya teringat pada Puteri Urawan dan kepada isterinya sediri. Mereka meneruskan perjalanan dan sampai di tanah yang datar.
Orang Urawan menyerang Wijaya. Tapi Wijaya dilindungi oleh tenaga-tenaga alam. Tiba-tiba mengamuk badai dan turun hujan. Guntur dan kilat sambung-menyambung. Binatang liar menerkam orang-orang dari Urawan. Semua itu adalah pertolongan dari Wasi curiga. Orang Urawan kocar-kacir. Ketika sampai di sungai Wijaya bertemu dengan isterinya. Setelah bercumbu-cumbuan mereka meneruskan perjalanan mencari Jaya Kusuma.
Saat ini diceritakan tentang raja Bali. Ia amat berkuasa, raja-raja seluruh Bang Wetan membayar upeti kepadanya dan menyerahkan anak gadisnya.
Pada suatu hari ia keluar di penghadapan, dikelilingi oleh orang-orang besarnya: Jaja-asmara, Taju dan Agung. Dilukiskan patih Taju, sifatnya yang serakah dan kekikirannya. Mereka berbicara tentang mimpi-mimpi kanjeng sinuhun raja. Takwil yang diberikan oleh patih Jajasemita tidak memuaskan kanjeng sinuhun.
Kepada Cau dan Agung lalu ditanyakan apa makna mimpi itu. Penjelasan yang diberikan oleh Agung akhirnya memuaskan bagi kanjeng sinuhun. Agung mendapat pujian, Cau iri hati. Untuk menyatakan perasaannya, ia mulai nembang nama burung, dipersambung-sambungkannya menjadi lagu. Saat ini Agung harus berbicara pula tentang sifat utama seorang raja. Agung melakukan yang demikian.
Gubernur pelabuhan datang menghadap tanpa dipanggil dan memberitahukan kepada raja desas-desus, bahawa sebuah tentara besar Urawan sedang dalam perjalanan menuju Bali. Panglimanya Jaja-kusuma, sudah tiba di selat Banyuwangi, tapi belum mempunyai kapal untuk menyeberang. Mungkin mereka akan merampas perahu-perahu.
Kanjeng sinuhun raja menyuruh disiapkan segala sesuatu dan mengundurkan diri ke dalam keraton. Orang pada bubar.
Dalam perjalanannya pulang ke keraton , Kanjeng Sihnuhun Raja lama berhenti di pintu gerbang untuk me;ihat-lihat perhiasannya. Keraton dilukiskan. Kemudian Kanjeng Snuhun menyuruh panggil para isterinya. Isteri-isteri raja berkumpul. Disebutkan nama-nama dan asal-usul mereka, seorang demi seorang. Setelah bberkumpul para isteri itu Tanya-bertanya, siapa yang sudah berkumpul dengan kanjeng sinuhun raja, tidak seorangpun. Para emban kemudian mempertanyakan tentang kenikmatan berkumpul.
Seorang emban yang diutus  oleh Kanjeng Sinuhun raja untuk memanggil para puteri muncul dan semua harus datang menghadapraja. Kanjeng Sinuhun bermain musik gamelan dengan para isterinya.
Musik gamelan ditabuh terus. Kemudian Kanjeng sinuhun bersetubuh seorang demi seorang. Tapi kemudian mendapat juga, yaitu bersama sekaligus.


serat Selanjutnya : Pantai Banyuwangi

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno

Selasa, 12 Oktober 2010

Serat Nagri Ngurawan : Hubungan Jawa dan Bali


Hubungan Jawa dan Bali
(01)

Pagi hari Raja Urawan keluar ke penghadapan. Para pembesarnya hadir semua. Miruda duduk didepan sekali. Tapi Astra Wijaya duduk di pojok, wajahnya suram. Jaya Kusuma duduk disamping Miruda. Raja berkata kepada Jaya Kusuma bahwa ia juga merestuinya. Tatkala ditanyakan, Surengrana menjawab, bahwa ia ikut dengan suaminya. Kemudian Jaya Kusuma berangkat ke Bali, barang, makanan, hadiah dari sang puteri pun ikut dibawa
Sang raja berkata dengan kiasan kepada patih, bahwa ia harus membinasakan Banteng yang merusak keraton, digambarkan rombongan Jaya Kusuma, yang duduk dalam sebuah kereta disamping istrinya.
Perintah kepada Astra Wijaya untuk pergi ke Bali dibatalkan. Ia diharuskan mengiringi tumenggung hingga ke sungai Batil. Hal ini dikatakannya kepada istrinya, yang memberinya peringatan supaya jangan pergi, sebab malam sebelumnya ia bermimpi buruk. Astra Wijaya tidak menurut perkataan istrinya. Istrinya bersedih hati dan hendak menceritakan, tapi ditinggalkan Astra Wijaya berangkat.
Setelah tiba disungai Batil, para pengiring pamitan dengan tumenggung. Jaya Kusuma pun pamitan dengan Astra Wijaya. Ia memperingatkan kepada Astra Wijaya supaya patuh kepada raja. Astra Wijaya menangis sambil sujud pada kaki Jaya Kusuma. Jaya Kusuma meneruskan perjalanan.
Astra Wijaya diawasi, orang menunggu menyerang, sampai ia menyeberangi sungai. Astra Wijaya membawa 40 orang anak buah, semua berani-berani dan setia kepadanya. Serangan dari pihak kaum Urawan dimulai, menyusul pertempuran hebat, orang-orang Urawan Kalah. Yang masih hidup lari-lari ke kota untuk menyampaikan kabar kekalahan merka kepada raja. Sang raja marah. Astra Miruda diperintahkan berangkat. Setelah tiba di pertahanan Astra Wijaya, ia memulai serangan. Astra Wijaya luka pada pahanya dan melarikan diri kedalam hutan. Miruda dan anak buahnya kembali ke kota.
Raja Urawan keluar di penghadapan. Sag patih dan Miruda menghadap menyampaikan laporan, bahwa Astra Wijaya kena luka dan melarikan diri ke dalam hutan. Sag raja memerintahkan segala hak milik Astra Wijaya kepada Miruda, disamping itu pula Miruda dijadikan Tumenggung.
Isteri Astra Wijaya melarikan diri hanya dengan seorang dayang-dayang dari kediamannya. Dengan penuh kegirangan Puteri Urawan mendengar, bahwa Miruda mendapat kemenangan yang besar. Astra Wijaya dengan ditolong oleh dua orang pembantu, yang masih setia mendampinginya, meneruskan perjalanan dalam hutan dan sampai di suatu pertapaan di gunung Wilis. Pertapa di situ bernama Wasi Curiganata, mereka mencari perlindungan kepadanya. Setelah beberapa minggu lamanya. Luka Astra Wijaya sembuh.wijaya serasa-rasa mengenali dalam diri Wasi saudaranya (sebenarnya keponakannya) yang bernama Raden Wanasari. Taapi pertapa itu tetap dalam penyamarannya. Atas Nasehat, Astra Wijaya harus menggabungkan diri dengan Jaya Kusuma, yang sedang dalam perjalanan ke Bali. Wasi mengajarinya tugas seorang abdi. Pada suatu hari Astra Wijaya minta ijin untuk pergi. Bertiga mereka meninggalkan pertapaan.

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno

Minggu, 10 Oktober 2010

Serat Nagri Ngurawan : Sureng-rana

Sureng-rana
(06)

Orang berusaha supaya Jayakusuma siuman kembali. Astrawijaya dan Miruda masih terus mengamuk. Diberi tanda untuk menghentikan pertempuran dari perkemahan Jayakusuma.
Astrawijaya dan Miruda mengundurkan diri dan mendapati Jayakusuma sedang dirawat. Puteri-puteri hasil dari rampasan segera jatuh cinta kepada Jayakusumawaktu mereka melihatnya. Sureng-rana menyerahkan mereka kepada Jayakusuma yang menanyakan siapakah perempuan-perempuan itu. Sureng-rana menjawab,”Isteri-isteri Raja Bali” jayakusuma bertanya selanjutnya : Siapa dari mereka yang pernah “melayani” Kanjeng sihuhun? Didapatnya pula jawaban , “Belum seorangpun, karena Kanjeng Sinuhun tidak mau dirapati oleh perempuan itu.”
Perempuan- perempuan itu dibuatkan tempat tinggalnya. Jayakusuma beristirahat di tempat Sureng-rana.
Raja Bali mengundurkan diri ke dalam Keraton, bersedih karena senjata musuh tidak dapat dikalahkan. Hal ini dikatakannya kepada Cau dan Agung. Selanjutnya Kanjeng Sinuhun Raja ining supaya Jayakusumandatang lebih dekat ke keraton, supaya dapat berkelahi dengannya di alun-alun. Cau dan Agung akan mengusahakan hal itu.
Saat ini Kanjeng SInuhun Raja hendak sembahyang. Tiba di sanggar (tempat sembahyang) ia bermeditasi.
Jayakusuma minta izin kepada Sureng-ranauntuk pergi sebentar. Tapi Sutreng-rana hendak turut serta. Jayakusuma lalu menidurkannya dengan sebuah lagu. Wanita-wanita yang lain mendengarnya dan cemburu kepada Surengrana, yang sementara itu tertidur.
Saat ini Jayakusuma pergi memata-matai Raja Bali. Ia tiba di sanggar dan memperhatikan Kanjeng Sinuhun Raja dengan teliti. Ia terpesna oleh keelokannya dan berkata dalam dirinya, “Sekiranya ia seorang perempuan.” Kemudian ditegurnya Kanjeng Sinuhun Raja, yang masih bermeditasi itu, katanya : Hentikanlah meditasi tuan dan katakanlah kepadaku apa mau tuan. Kecantikan? Tuan cantik. Kekuasaan? Tuan pun seorang raja yang berkuasa. Kekayaan? Tuan Kaya.” Kanjeng Sinuhun Raja terkejut dan bertanya, “Siapakah tuan, aku ingin melihat tuan.”
Jayakusuma, “Aku adalah dewa cinta.”
Raja, “Musuhku terlalu kuat, tolonglah aku.”
Jayakusuma, “Tuan harus menyerah saja kepadanya.”
Raja, “Aku malu berbuat demikian.”
Jayakusuma,”Tidak ada yang dapat mengalahkannya.”
Raja, “Siapakah Jayakusuma itu?”
Jayakusuma,”Dia adalah putra raja Dayak, ketika tiba di pulau Jawa, ia  mengabdikan diri kepada Raja Urawan.”
Raja, “Saat ini aku bertanya kepada tuan : Apakah kekasihku Pangeran Jenggala Manik, yangmendapat bahaya di tengah laut masih hidup?” dan seterusnya, dan seterusnya.
Kanjeng Sinuhun Raja menceritakan pengalamannya dan ramalan orang, bahwa ia akan bertemu kembali dengan kekasihnya setelah pertempuran di Bali. Dewa pura-pura itu meminta Kalpika kepada Raja. Dimintanya supaya Kanjeng Sinuhun memandangnya baik-baik dan Kanjeng Sinuhun pun –Candra Kirana- mengenal dewa itu sebagai suaminya.
Apabila Jayakusuma mendesak supaya ia menyerahkan diri, Kanjeng Sinuhun marah, dihunusnya, kerisnya dan ditikamnya. Jayakusuma berkali-kali, tapi ternyata Jayakusuma tidak termakan oleh senjata. Narada datang memisah dan mengakhiri perkelahian itu. Diperintahkannya supaya Kanjeng Sinuhun berpakaian lagi sebagai wanita. Panji dibawa ke keraton dan setelah keluar, ia berjalan bersama isterinya disampingnya. Narada pergi. Panji pulang ke keraton dengan isterinya. Mereka berkasih-kasihan dalam pertempuran kembali itu.
Mereka terus bercumbu-cumbuan.
Dengan cara ini, Candra Kirana ditemukan kembali. Saat ini Panjimenulis surat di daun Pandan dan meletakannya di tempat tidur Raja Bali. Setelah itu ia pergi dengan membawa isterinya, yang sedang tidur lelap, kembali ke perkemahannya. Diletakkannya isterinya ditempat tidur sendiri. setelah tiba diluar, diceritakannya kejadian-kejadian apa yang sudah terjadi. Mereka gembira sekali. Sekaten ditabuh, meriam ditembakkan. Sureng-rana terkejut, dikiranya pertempuran mulai lagi dania pun mengambil panah dan busur. Tapi Jayakusuma menceritakan kepadanya tentang kemenangannya. Sureng-rana marah kepada Jayakusuma,karena tidak meminta pertimbanngannya sebelum pertempuran terakhir. Sureng-rana kini pergi ke perempuan-perempuan lain untuk memberitahukan bahwa Bali sudah takluk. Pun dikatakannya, bahwa Kanjeng Sinuhun Raja adalah seorang perempuan, yaitu Candra Kirana, sekalian wanita itu keheran-heranan. Puteri Purwangga bersungut-sungut, “Kau rasakan saat ini, saat ini kau mendapat saingan yang besar.” Ini ditujukannya ke alamat Sureng-rana.
Dalam pada itu, Ekawarni datang kepada para Puteri, mengatakan bahwa mereka semuanya dipanggil oleh Jayakusuma. Sureng-rana marah : Dalam hal seperti itu semestinya soalnya harus diperiksa dulu baik-baik. “Sambil menangis Ekawarni kembali kepada Candra Kirana yang sedang duduk-duduk dengan Candra Kirana. Candra Kirana menghubur hatinya.
Sureng-rana dan perempuan-perempuan lain datang pada Sekar-Taji, yang tidak mau menyapa lebih dulu, karena keturunannya yang lebih tinggi, Sureng-rana menyampaikan salamnya. Para Puteri mengagumi kecantikan Candra Kirana. Inilah puncak kekuasaan dan kenikmatan Panji.
Kini diceritakan tentang keraton Bali. Orang mencari Kanjeng Sinuhun Raja, tapi tidak bertemu, yang ditemukan mereka ialah surat Jayakusuma, bahwa Kanjeng Sinuhun Raja sudah kutawan mala mini.” Orang Marah mendengar bunti surat itu.
Permudsuhan mulai lagi. Perang Jayakusuma berhadapan dengan Agung dan Cau dalam pertempuran.
Dalam perkelahian Panji mengenali Cau dan Agung sebagai Prasanta dan Sadulumur. Mereka girang semua. Tiga orang dikirim untuk mengambil harta rampasan. Panji mengundurkan diri bersama Candra Kirana.
Pertemuan diceritakan tentang sentanadalem-sentana dalem yang pergi mengambil harta rampasan. Mereka sudah kembali dengan banyak, yangharus dibagi-bagikab. Perempuan-perempuan yang hadir tidak sanggup melakukan pembagian itu. Hanya puteri Purwangga, Yudasmara, bersedia melakukan pekerjaan itu. Puteri Cangcangan memperingatinya, jangan sampai Sureng-rana marah, kalau pembagianitu tidak sesuai dengan kemauannya. Yudasmara menjawab, bahwa ia tidak takut kepada Sureng-rana. Dia mempunyai guna-guna, sumber belum. Jadi dialah yang melakukan pembagian itu. Bagian Sureng-rana disampaikankepadaya oleh Prasanta dan Sadulumur. Sureng-rana marah sekali, karena Puteri Purwangga berani-beraninya melakukan pembagian itu. Sureng-rana menyuruh kembalikan bagiannya, ia tidak mau menerima dan sebentar lagi akan datang sendiri untuk menumpahkan amarahnya kepada Puteri Purwangga. Sadulumur dan Prasanta membawa kembali bagian Surengrana.
Pada suatu temat Puteri Daha sedang dikelilingi oleh dayang-dayangnya. Prasanta dan Sadulumur datang dengan membawa bagiannya. Kepada Prasanta puteri Daha bertanya, “siapa yang melakukan pembagian?” Prasanta menjawab : puteri Purwangga, Candra Kiranapun tidakmau menerima bagiannya dan menyuruh antarkannya kembali. Hanya jika pembagiannya itu diurus oleh Surengrana, ia akan mau menerimanya.
Panji duduk bersama para sentana dalem.prasanta dan Sadulumur datang mengembalikan bagian Sekartaji dan Surengrana. Berkata Cangcangan, “Nah betul tidakkataku.” Entar sundal itu akan datang rebut-ribut lagi.”
Sesungguhnyalah setelah itu Surengrana datang dengan marahnya. Dilemparkannya sepotong barang didepan Panji sambil bertanya, “Mana perempuan sundal Purwangga itu?” akankuhantam dia dengan selopku!” Puteri Purwangga sendiri diancamnya, “Bicaralah kalau kau berani.” Panji dan dan sekalian yang hadir ternganga. Candra Kirana pergi. Seorang emban Surengrana dan seorang emban Purwangga, menyingsingkan kainnya dan saling menantang dalam bahasa melayu (cara lumaywa), “Mari beri sama satu, elu emban guwa emban. Mana rupanya si Anjing , embannya Putri Purwangga, mari sama goco(a)n, tidak takut sama elu, sama anak ki lurah Cakrajaya ang.” Tapi mereka dipisahkan oleh emban Putri Cangcangan, yang berkata, “Jangan gusar encik encong, tidak baik orang gusar, sama-sama saudara, saya ini sudah teluk, sama emban mipro besar.”
Panji minta maaf atas kejadian ini oada candra Kirana, yang memandang embannya. Embanya itu mengerti dan berkata kepada Panji, “Buat Putri kami itu  tidak apa-apa, tuan hibur sajalah tuan Surengrana, kalau dia sudah terhibur putrid kampi pun tidak akan marah lagi.” Lalu Panji pergi menemui Surengrana.
Setelah bertemu,Panji mendapatinya masih terus merengut. Panji memeluknya tapi ia meronta. Panji minta maaf kepadanya. Ia menghiburnya dan memberikan bagiannya. Selanjutnya ia berkata kepada orang yangmembawa bagian itu, bahwa bagian Surengrana tidak boleh disentuh kecuali olehnya sendiri. panji pergi dan menemui Candra Kirana untuk mengatakan Surengrana sudah terhibur hatinya. Saat ini bagian Candra Kirana dijemut pula.
Surengrana duduk seorang diri dirumah. Berturut-turut datang kepadanya para sentana dalem untuk mempersempahkan hadiah-hadiah sahaya perempuan, yaitu pemberian mereka sendiri. surengrana mengucapkan terimakasih dan memberi mereka masing-masing sebuah dodot. Selanjutnya para sentana dalem itu dijamunya dengan makanan yang lezat-lezat.




Serat Selanjutnya : Ekawarni

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno