Tampilkan postingan dengan label Serat Nagri NGurawan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Serat Nagri NGurawan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 13 Oktober 2010

Serat Nagri Ngurawan : Raden Wijaya

 Raden Wijaya
(02)

Astra Wijaya berjalan di suatu tempat yang bagus pemandangannya, digambarkan tanam-tanaman yang tumbuh disitu. Sambil duduk-duduk, Wijaya teringat pada Puteri Urawan dan kepada isterinya sediri. Mereka meneruskan perjalanan dan sampai di tanah yang datar.
Orang Urawan menyerang Wijaya. Tapi Wijaya dilindungi oleh tenaga-tenaga alam. Tiba-tiba mengamuk badai dan turun hujan. Guntur dan kilat sambung-menyambung. Binatang liar menerkam orang-orang dari Urawan. Semua itu adalah pertolongan dari Wasi curiga. Orang Urawan kocar-kacir. Ketika sampai di sungai Wijaya bertemu dengan isterinya. Setelah bercumbu-cumbuan mereka meneruskan perjalanan mencari Jaya Kusuma.
Saat ini diceritakan tentang raja Bali. Ia amat berkuasa, raja-raja seluruh Bang Wetan membayar upeti kepadanya dan menyerahkan anak gadisnya.
Pada suatu hari ia keluar di penghadapan, dikelilingi oleh orang-orang besarnya: Jaja-asmara, Taju dan Agung. Dilukiskan patih Taju, sifatnya yang serakah dan kekikirannya. Mereka berbicara tentang mimpi-mimpi kanjeng sinuhun raja. Takwil yang diberikan oleh patih Jajasemita tidak memuaskan kanjeng sinuhun.
Kepada Cau dan Agung lalu ditanyakan apa makna mimpi itu. Penjelasan yang diberikan oleh Agung akhirnya memuaskan bagi kanjeng sinuhun. Agung mendapat pujian, Cau iri hati. Untuk menyatakan perasaannya, ia mulai nembang nama burung, dipersambung-sambungkannya menjadi lagu. Saat ini Agung harus berbicara pula tentang sifat utama seorang raja. Agung melakukan yang demikian.
Gubernur pelabuhan datang menghadap tanpa dipanggil dan memberitahukan kepada raja desas-desus, bahawa sebuah tentara besar Urawan sedang dalam perjalanan menuju Bali. Panglimanya Jaja-kusuma, sudah tiba di selat Banyuwangi, tapi belum mempunyai kapal untuk menyeberang. Mungkin mereka akan merampas perahu-perahu.
Kanjeng sinuhun raja menyuruh disiapkan segala sesuatu dan mengundurkan diri ke dalam keraton. Orang pada bubar.
Dalam perjalanannya pulang ke keraton , Kanjeng Sihnuhun Raja lama berhenti di pintu gerbang untuk me;ihat-lihat perhiasannya. Keraton dilukiskan. Kemudian Kanjeng Snuhun menyuruh panggil para isterinya. Isteri-isteri raja berkumpul. Disebutkan nama-nama dan asal-usul mereka, seorang demi seorang. Setelah bberkumpul para isteri itu Tanya-bertanya, siapa yang sudah berkumpul dengan kanjeng sinuhun raja, tidak seorangpun. Para emban kemudian mempertanyakan tentang kenikmatan berkumpul.
Seorang emban yang diutus  oleh Kanjeng Sinuhun raja untuk memanggil para puteri muncul dan semua harus datang menghadapraja. Kanjeng Sinuhun bermain musik gamelan dengan para isterinya.
Musik gamelan ditabuh terus. Kemudian Kanjeng sinuhun bersetubuh seorang demi seorang. Tapi kemudian mendapat juga, yaitu bersama sekaligus.


serat Selanjutnya : Pantai Banyuwangi

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno

Selasa, 12 Oktober 2010

Serat Nagri Ngurawan : Hubungan Jawa dan Bali


Hubungan Jawa dan Bali
(01)

Pagi hari Raja Urawan keluar ke penghadapan. Para pembesarnya hadir semua. Miruda duduk didepan sekali. Tapi Astra Wijaya duduk di pojok, wajahnya suram. Jaya Kusuma duduk disamping Miruda. Raja berkata kepada Jaya Kusuma bahwa ia juga merestuinya. Tatkala ditanyakan, Surengrana menjawab, bahwa ia ikut dengan suaminya. Kemudian Jaya Kusuma berangkat ke Bali, barang, makanan, hadiah dari sang puteri pun ikut dibawa
Sang raja berkata dengan kiasan kepada patih, bahwa ia harus membinasakan Banteng yang merusak keraton, digambarkan rombongan Jaya Kusuma, yang duduk dalam sebuah kereta disamping istrinya.
Perintah kepada Astra Wijaya untuk pergi ke Bali dibatalkan. Ia diharuskan mengiringi tumenggung hingga ke sungai Batil. Hal ini dikatakannya kepada istrinya, yang memberinya peringatan supaya jangan pergi, sebab malam sebelumnya ia bermimpi buruk. Astra Wijaya tidak menurut perkataan istrinya. Istrinya bersedih hati dan hendak menceritakan, tapi ditinggalkan Astra Wijaya berangkat.
Setelah tiba disungai Batil, para pengiring pamitan dengan tumenggung. Jaya Kusuma pun pamitan dengan Astra Wijaya. Ia memperingatkan kepada Astra Wijaya supaya patuh kepada raja. Astra Wijaya menangis sambil sujud pada kaki Jaya Kusuma. Jaya Kusuma meneruskan perjalanan.
Astra Wijaya diawasi, orang menunggu menyerang, sampai ia menyeberangi sungai. Astra Wijaya membawa 40 orang anak buah, semua berani-berani dan setia kepadanya. Serangan dari pihak kaum Urawan dimulai, menyusul pertempuran hebat, orang-orang Urawan Kalah. Yang masih hidup lari-lari ke kota untuk menyampaikan kabar kekalahan merka kepada raja. Sang raja marah. Astra Miruda diperintahkan berangkat. Setelah tiba di pertahanan Astra Wijaya, ia memulai serangan. Astra Wijaya luka pada pahanya dan melarikan diri kedalam hutan. Miruda dan anak buahnya kembali ke kota.
Raja Urawan keluar di penghadapan. Sag patih dan Miruda menghadap menyampaikan laporan, bahwa Astra Wijaya kena luka dan melarikan diri ke dalam hutan. Sag raja memerintahkan segala hak milik Astra Wijaya kepada Miruda, disamping itu pula Miruda dijadikan Tumenggung.
Isteri Astra Wijaya melarikan diri hanya dengan seorang dayang-dayang dari kediamannya. Dengan penuh kegirangan Puteri Urawan mendengar, bahwa Miruda mendapat kemenangan yang besar. Astra Wijaya dengan ditolong oleh dua orang pembantu, yang masih setia mendampinginya, meneruskan perjalanan dalam hutan dan sampai di suatu pertapaan di gunung Wilis. Pertapa di situ bernama Wasi Curiganata, mereka mencari perlindungan kepadanya. Setelah beberapa minggu lamanya. Luka Astra Wijaya sembuh.wijaya serasa-rasa mengenali dalam diri Wasi saudaranya (sebenarnya keponakannya) yang bernama Raden Wanasari. Taapi pertapa itu tetap dalam penyamarannya. Atas Nasehat, Astra Wijaya harus menggabungkan diri dengan Jaya Kusuma, yang sedang dalam perjalanan ke Bali. Wasi mengajarinya tugas seorang abdi. Pada suatu hari Astra Wijaya minta ijin untuk pergi. Bertiga mereka meninggalkan pertapaan.

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno

Minggu, 10 Oktober 2010

Serat Nagri Ngurawan : Sureng-rana

Sureng-rana
(06)

Orang berusaha supaya Jayakusuma siuman kembali. Astrawijaya dan Miruda masih terus mengamuk. Diberi tanda untuk menghentikan pertempuran dari perkemahan Jayakusuma.
Astrawijaya dan Miruda mengundurkan diri dan mendapati Jayakusuma sedang dirawat. Puteri-puteri hasil dari rampasan segera jatuh cinta kepada Jayakusumawaktu mereka melihatnya. Sureng-rana menyerahkan mereka kepada Jayakusuma yang menanyakan siapakah perempuan-perempuan itu. Sureng-rana menjawab,”Isteri-isteri Raja Bali” jayakusuma bertanya selanjutnya : Siapa dari mereka yang pernah “melayani” Kanjeng sihuhun? Didapatnya pula jawaban , “Belum seorangpun, karena Kanjeng Sinuhun tidak mau dirapati oleh perempuan itu.”
Perempuan- perempuan itu dibuatkan tempat tinggalnya. Jayakusuma beristirahat di tempat Sureng-rana.
Raja Bali mengundurkan diri ke dalam Keraton, bersedih karena senjata musuh tidak dapat dikalahkan. Hal ini dikatakannya kepada Cau dan Agung. Selanjutnya Kanjeng Sinuhun Raja ining supaya Jayakusumandatang lebih dekat ke keraton, supaya dapat berkelahi dengannya di alun-alun. Cau dan Agung akan mengusahakan hal itu.
Saat ini Kanjeng SInuhun Raja hendak sembahyang. Tiba di sanggar (tempat sembahyang) ia bermeditasi.
Jayakusuma minta izin kepada Sureng-ranauntuk pergi sebentar. Tapi Sutreng-rana hendak turut serta. Jayakusuma lalu menidurkannya dengan sebuah lagu. Wanita-wanita yang lain mendengarnya dan cemburu kepada Surengrana, yang sementara itu tertidur.
Saat ini Jayakusuma pergi memata-matai Raja Bali. Ia tiba di sanggar dan memperhatikan Kanjeng Sinuhun Raja dengan teliti. Ia terpesna oleh keelokannya dan berkata dalam dirinya, “Sekiranya ia seorang perempuan.” Kemudian ditegurnya Kanjeng Sinuhun Raja, yang masih bermeditasi itu, katanya : Hentikanlah meditasi tuan dan katakanlah kepadaku apa mau tuan. Kecantikan? Tuan cantik. Kekuasaan? Tuan pun seorang raja yang berkuasa. Kekayaan? Tuan Kaya.” Kanjeng Sinuhun Raja terkejut dan bertanya, “Siapakah tuan, aku ingin melihat tuan.”
Jayakusuma, “Aku adalah dewa cinta.”
Raja, “Musuhku terlalu kuat, tolonglah aku.”
Jayakusuma, “Tuan harus menyerah saja kepadanya.”
Raja, “Aku malu berbuat demikian.”
Jayakusuma,”Tidak ada yang dapat mengalahkannya.”
Raja, “Siapakah Jayakusuma itu?”
Jayakusuma,”Dia adalah putra raja Dayak, ketika tiba di pulau Jawa, ia  mengabdikan diri kepada Raja Urawan.”
Raja, “Saat ini aku bertanya kepada tuan : Apakah kekasihku Pangeran Jenggala Manik, yangmendapat bahaya di tengah laut masih hidup?” dan seterusnya, dan seterusnya.
Kanjeng Sinuhun Raja menceritakan pengalamannya dan ramalan orang, bahwa ia akan bertemu kembali dengan kekasihnya setelah pertempuran di Bali. Dewa pura-pura itu meminta Kalpika kepada Raja. Dimintanya supaya Kanjeng Sinuhun memandangnya baik-baik dan Kanjeng Sinuhun pun –Candra Kirana- mengenal dewa itu sebagai suaminya.
Apabila Jayakusuma mendesak supaya ia menyerahkan diri, Kanjeng Sinuhun marah, dihunusnya, kerisnya dan ditikamnya. Jayakusuma berkali-kali, tapi ternyata Jayakusuma tidak termakan oleh senjata. Narada datang memisah dan mengakhiri perkelahian itu. Diperintahkannya supaya Kanjeng Sinuhun berpakaian lagi sebagai wanita. Panji dibawa ke keraton dan setelah keluar, ia berjalan bersama isterinya disampingnya. Narada pergi. Panji pulang ke keraton dengan isterinya. Mereka berkasih-kasihan dalam pertempuran kembali itu.
Mereka terus bercumbu-cumbuan.
Dengan cara ini, Candra Kirana ditemukan kembali. Saat ini Panjimenulis surat di daun Pandan dan meletakannya di tempat tidur Raja Bali. Setelah itu ia pergi dengan membawa isterinya, yang sedang tidur lelap, kembali ke perkemahannya. Diletakkannya isterinya ditempat tidur sendiri. setelah tiba diluar, diceritakannya kejadian-kejadian apa yang sudah terjadi. Mereka gembira sekali. Sekaten ditabuh, meriam ditembakkan. Sureng-rana terkejut, dikiranya pertempuran mulai lagi dania pun mengambil panah dan busur. Tapi Jayakusuma menceritakan kepadanya tentang kemenangannya. Sureng-rana marah kepada Jayakusuma,karena tidak meminta pertimbanngannya sebelum pertempuran terakhir. Sureng-rana kini pergi ke perempuan-perempuan lain untuk memberitahukan bahwa Bali sudah takluk. Pun dikatakannya, bahwa Kanjeng Sinuhun Raja adalah seorang perempuan, yaitu Candra Kirana, sekalian wanita itu keheran-heranan. Puteri Purwangga bersungut-sungut, “Kau rasakan saat ini, saat ini kau mendapat saingan yang besar.” Ini ditujukannya ke alamat Sureng-rana.
Dalam pada itu, Ekawarni datang kepada para Puteri, mengatakan bahwa mereka semuanya dipanggil oleh Jayakusuma. Sureng-rana marah : Dalam hal seperti itu semestinya soalnya harus diperiksa dulu baik-baik. “Sambil menangis Ekawarni kembali kepada Candra Kirana yang sedang duduk-duduk dengan Candra Kirana. Candra Kirana menghubur hatinya.
Sureng-rana dan perempuan-perempuan lain datang pada Sekar-Taji, yang tidak mau menyapa lebih dulu, karena keturunannya yang lebih tinggi, Sureng-rana menyampaikan salamnya. Para Puteri mengagumi kecantikan Candra Kirana. Inilah puncak kekuasaan dan kenikmatan Panji.
Kini diceritakan tentang keraton Bali. Orang mencari Kanjeng Sinuhun Raja, tapi tidak bertemu, yang ditemukan mereka ialah surat Jayakusuma, bahwa Kanjeng Sinuhun Raja sudah kutawan mala mini.” Orang Marah mendengar bunti surat itu.
Permudsuhan mulai lagi. Perang Jayakusuma berhadapan dengan Agung dan Cau dalam pertempuran.
Dalam perkelahian Panji mengenali Cau dan Agung sebagai Prasanta dan Sadulumur. Mereka girang semua. Tiga orang dikirim untuk mengambil harta rampasan. Panji mengundurkan diri bersama Candra Kirana.
Pertemuan diceritakan tentang sentanadalem-sentana dalem yang pergi mengambil harta rampasan. Mereka sudah kembali dengan banyak, yangharus dibagi-bagikab. Perempuan-perempuan yang hadir tidak sanggup melakukan pembagian itu. Hanya puteri Purwangga, Yudasmara, bersedia melakukan pekerjaan itu. Puteri Cangcangan memperingatinya, jangan sampai Sureng-rana marah, kalau pembagianitu tidak sesuai dengan kemauannya. Yudasmara menjawab, bahwa ia tidak takut kepada Sureng-rana. Dia mempunyai guna-guna, sumber belum. Jadi dialah yang melakukan pembagian itu. Bagian Sureng-rana disampaikankepadaya oleh Prasanta dan Sadulumur. Sureng-rana marah sekali, karena Puteri Purwangga berani-beraninya melakukan pembagian itu. Sureng-rana menyuruh kembalikan bagiannya, ia tidak mau menerima dan sebentar lagi akan datang sendiri untuk menumpahkan amarahnya kepada Puteri Purwangga. Sadulumur dan Prasanta membawa kembali bagian Surengrana.
Pada suatu temat Puteri Daha sedang dikelilingi oleh dayang-dayangnya. Prasanta dan Sadulumur datang dengan membawa bagiannya. Kepada Prasanta puteri Daha bertanya, “siapa yang melakukan pembagian?” Prasanta menjawab : puteri Purwangga, Candra Kiranapun tidakmau menerima bagiannya dan menyuruh antarkannya kembali. Hanya jika pembagiannya itu diurus oleh Surengrana, ia akan mau menerimanya.
Panji duduk bersama para sentana dalem.prasanta dan Sadulumur datang mengembalikan bagian Sekartaji dan Surengrana. Berkata Cangcangan, “Nah betul tidakkataku.” Entar sundal itu akan datang rebut-ribut lagi.”
Sesungguhnyalah setelah itu Surengrana datang dengan marahnya. Dilemparkannya sepotong barang didepan Panji sambil bertanya, “Mana perempuan sundal Purwangga itu?” akankuhantam dia dengan selopku!” Puteri Purwangga sendiri diancamnya, “Bicaralah kalau kau berani.” Panji dan dan sekalian yang hadir ternganga. Candra Kirana pergi. Seorang emban Surengrana dan seorang emban Purwangga, menyingsingkan kainnya dan saling menantang dalam bahasa melayu (cara lumaywa), “Mari beri sama satu, elu emban guwa emban. Mana rupanya si Anjing , embannya Putri Purwangga, mari sama goco(a)n, tidak takut sama elu, sama anak ki lurah Cakrajaya ang.” Tapi mereka dipisahkan oleh emban Putri Cangcangan, yang berkata, “Jangan gusar encik encong, tidak baik orang gusar, sama-sama saudara, saya ini sudah teluk, sama emban mipro besar.”
Panji minta maaf atas kejadian ini oada candra Kirana, yang memandang embannya. Embanya itu mengerti dan berkata kepada Panji, “Buat Putri kami itu  tidak apa-apa, tuan hibur sajalah tuan Surengrana, kalau dia sudah terhibur putrid kampi pun tidak akan marah lagi.” Lalu Panji pergi menemui Surengrana.
Setelah bertemu,Panji mendapatinya masih terus merengut. Panji memeluknya tapi ia meronta. Panji minta maaf kepadanya. Ia menghiburnya dan memberikan bagiannya. Selanjutnya ia berkata kepada orang yangmembawa bagian itu, bahwa bagian Surengrana tidak boleh disentuh kecuali olehnya sendiri. panji pergi dan menemui Candra Kirana untuk mengatakan Surengrana sudah terhibur hatinya. Saat ini bagian Candra Kirana dijemut pula.
Surengrana duduk seorang diri dirumah. Berturut-turut datang kepadanya para sentana dalem untuk mempersempahkan hadiah-hadiah sahaya perempuan, yaitu pemberian mereka sendiri. surengrana mengucapkan terimakasih dan memberi mereka masing-masing sebuah dodot. Selanjutnya para sentana dalem itu dijamunya dengan makanan yang lezat-lezat.




Serat Selanjutnya : Ekawarni

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno





Selasa, 01 Juni 2010

Serat Nagri Ngurawan : Pantai Banyuwangi


Pantai Banyuwangi
(03)

Dipakaikan Asmarajati pada para isteri itu, supaya mereka puas birahinya secara luar biasa. Tentara Urawan yang akan menyerang Bali, tertahan di Banyuwangi. Karena belum ada kapal sebuahpun. Jaya Kusuma memerintahkan kepada para sentana dalemnya, untuk membuat rakit, yang segera juga dapat diselesaikan. Rakit itu terbuat dari bambu dan batang pohon pinang. Beberapa orang beserta senjata dimuat dalam rakit itu, senjata-senjata ditutup dengan kajang hingga tidak kelihatan. Orang Bali harus mengira, bahwa orang yang menaiki rakit itu adalah pedagang, yang kapalnya karam. Lagipula dikira-kirakan, bahwa mereka akan mencapai pelabuhan Bali waktu matahari terbit. Jadi seberangilah selat Banyuwangi dengan tiga buah rakit. Sebelum matahari terbenam mereka sudah tiba di pelabuhan Pabeyan. Mereka mengatakan bahwa kapalnya karam dan mereka pun diizinkan oleh orang Bali mendarat. Tapi baru saja mereka menginjak tanah, merekapun membuka kedoknya sebagai musuh, yang menuntut kapal-kapal yang ada. Menyusul pertempuran yang seru, dimana orang Bali mengalami kekalahan. Pelabuhan Pabeyan diduduki oleh orang Jawa dan beberapa kapal dibawa ke Banyuwangi.
Kapal-kapal diserahkan kepada Jaya-kusuma. Ala-alat dan orang-orang dimuat ke dalam kapal. Sureng-rana akan ditinggalkan di Banyuwangi, tapi ia memaksa ikut. Setelah tinggal semalaman lagi, esok paginya mereka berangkat ke Bali.
Jaya Kusuma naik ke sebuah Parjala yang bernama Tibang getih. Gorap. Jaladara pun ada. Perjalanan selamat. Laut dilukiskan baik sekali. Pagi hari mereka tiba di Pabejan, dimana segala sesuatu sudah dipersiapkan untuk Jaya Kusuma.
Gubernur Pabejan dalam keadaan luka berlari menemui patih Agung untuk memberitahukan bahwa, pelabuhan sudah jatuh kedalam tangan musuh. Setelah pemberitahuan itu, iapun menghembuskan nafas yang penghabisan.
Raja Bali duduk dalam istana, dikelilingi oleh para pembesarnya. Patih Jaja-asmarapun hadir. Sekonyong-konyong datang Agung memberitahukan, bahwa musuh sudah mendarat dan menduduki Pabejan. Raja memerintahkan mengadakan perlawanan. Jaja-asmara keluar. Di pagelaran diumumkan untuk menyerang musuh.
Sementara itu Jaya Kusuma sudah memindahkan tentaranya jauh ke pedalaman. Akhirnya ia tiba di Sapi-gumanang. Di mana ia menyusun pertahanan. Mereka menunggu datangnya musuh, yang tidak muncul juga. Dimaksudkan usul untuk memancing musuh keluar, tapi tidak satupun yang sesuai dengan pikiran Jaya Kusuma. Akhirnya Sureng-rana mengusulkan memajukan ultimatum.jaya Kusuma setuju dan memuji buah pikirannya itu. Disusun sepucuk surat dan dikirim kek keraton dengan utusan berkuda.
Penjaga-penjaga gerbang keraton Bali omong-omong tentang kemakmuran yang besar di Bali saat ini. Tapi menurut ramalan Bali akan segera binasa. Yang seorang tidak percaya sama sekali ramalan itu, sedangkan yang lain mempertahankan kebenarannya.
Para utusan tiba di gerbang dan berhenti. Mereka berbicara dengan penjaga-penjaga tentang maksud kedatangannya. Para penjaga meminta surat yang mereka bawa, untuk disampaikan kepada raja. Tapi para utusan tidak mau memberikannya, mereka hendak menyerahkan sendiri kepada raja. Terjadilah pertengkaran kemudian mereka berkelahi.
Perkelahian diteruskan, orang Bali kalah. Disampaikan kejadian itu kepada Patih Agung, yang pada gilirannya memberitahukan kejadian itu kepada raja.
Laporan diteruskan. Kanjeng Sinuhun Raja menanyakan beberapa mengenai pribadi jaya Kusuma. Kanjeng sinuhunbermaksud menampilkan Jaja-asmara sebagai raja dan menyuruhnya menerima para utusan dengan memakai seluruh pakaian kebesaran kerajaan. Kanjeng sinuhun sendiri hendak tinggal dalam keraton saja. Cau iri hati karena tidak diminta nasehatnya. Kanjeng sinuhun menghiburnya dania berlucu-lucu.
Esok paginya patih Jaja-asmara keluar di penghadapan, berpakaian sebagai raja. Agung dan Taju memukul canang di Pagelaran. Rakyat berkumpul di alun-alun, dilukiskan pakaian raja dan lingkungan sekitarnya.

Serat Selanjutnya : Di Bbawah Waringin Kurung

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno

Kamis, 20 Mei 2010

Serat Nagri Ngurawan : Panji di Pabejan


Panji di Pabejan
(04)

Panji teringat pula apa yang dikatakan oleh para dewa kepadanya, yaitu ahwa ia akan menemukan kembali isterinya Sekar-taji dan kawan-kawannya setelah pertempuran di Bali. Sedang ia termenung, isterinya, Sureng-ranamelihat bibirnya bergerak-gerak, atas pertanyaan isterinya apa yang dilakukannya, Panji menjawab bahwa ia mendoa supaya menang perang. Sureng-rana tidak percaya.
Astra-wijaya yang bersama isterinya menyusul Panji, sudah tiba pula di Bali. Ia tidak menemukan panji di Pabejan, karena itu meneruskan perjalanan ke pedalaman. Setelah bertemu dengan Panji, ia menangis dengan sedihnya. Diceritakannya kepada Panji pengalamannya di Bauwarna. Pun ramalan Wasi Curiganata disampaikannya kepada Panji.
Atas permintaan Astra-wijaya supaya boleh tinggal bersama Panji. Panji menjawab bahwa Astra-wijaya harus memakai nama Undakan.
Pun Astramiruda kini sampai kepada Panji, dengan sepucuk surat dari Raja Urawan, yang mengatakan seluruh isi taman sudah dibinasakan oleh Astrawijaya. Jayakusuma pun marah kepada Wijaya. Sureng-rana berkata, bahwa untuk perbuatan semacam it, orang pria tidak boleh dipersalahkan, yang bersalah semata-mata perempuan.
Miruda kini didamaikan oleh Panji dengan Astrawijay, keduanya harus bersumpah didepan Panji. Permainan musik gamelan diteruskan. Setelah dua lagu Astra-wijaya harus bermain. Dimainkannya lagu yang bernama Mongkong, ialah lagu yang diciptakan raja Daha marah kepada Candra Kirana. Keinginan Panji hendak melihat kembali isterinya, menjadi keras oleh lagu itu. Diperdengarkan beberapa lagu lain lagi, setiap Panji kali Panji teringat kepada isterinya yang hilang.
Sementara itu tentara Bali sudah berkumpul di alun-alun di bawah pimpinan Jaya-asmara. Segera mereka berangkat. Suatu iring-iringan panjang para Bupati Bang Wetan beserta anak buah menyongsong musuh. Cau memakai pakaian bagus dan pakaian compang-camping sekaligus. Anak buah Jayakusuma pun sudah bersiap-siap untuk berperang. Pertemuan kedua  balatentara dan pertempuran.
Peperangan diteruskan, Sureng-rana hendak berkelahi dengan Jaya-asmara. Suaminya mencegahnya. Ia hendak berhadapan sendiri dengan Jaya-asmara. Dalam perkelahian satu-lawan satu Panji menggoncang-goncang Jaya-asmara, dan Jaya-asmara lucut kedoknya, kembalilah ia menjadi Onengan. Ia dipeluk oleh kakaknya. Seorang Pahlawan dipacung kepalanya. Diserukan bahwa kepala itu kepala Jaya-asmara, yang diberinama Ekawarni oleh Panji untuk meneruskan penyamaran. Panji mengundurkan diri ke tempat perhentiannya. Para sentana dalem dikumpulkan untuk menyaksikan bahwa Onengan sudah kembali.
Ekawarni bertemu dengan saudara-saudaranya. Jaya-kusuma menanyakan pengalamannya. Ekawarni menceritakan apa yang sudah terjadi dengan dirinya, juga perihal ular yang menyerang raja Bali. Selanjutnya Jaya-kusuma menanyakan, apakah raja Bali itu seorang sungguh-sungguh orang Bali, dan seterusnya, dan seterusnaya, untuk membuktikan bahwa raja Bali itu bukan seorang lelaki sungguh-sungguh.
Saat ini dieritakan tentang raja Bali. Ia bermain Catur dengan para isterinya. Taruhannya demikian ; jika Raja kalah, ia membayar dengan uang, jika ia menang para isterinya dapat ciuman.
Permainan diteruskan. Sekonyong-konyong Patih Cau masuk. Ia membawa kabar bahwa orang mancanegara sudah dibinasakan oleh musuh, pun Jaya-kusuma sudah tewas. Kanjeng Sinuhun Raja bersedih hati dan memutuskan ia sendiri akan maju perang. Sekalipun isterinya dibawa serta, supaya musuh mendapat harta rampasan banyak, kalau ia sendiri kalah perang.
Isteri-isteri yang harus turut serta, sudah membuat bermacam-macam kue dan makanan di rumah. Tentara berangkat maju. Uritan iring-iringan.
Urutan kereta, yang dikenarai oleh istri-istri Raja. Kanjeng Sinuhun naik Gajah dibelakang sekali. Dilukiskan keadaan tentara Panji duduk dibelakang isterinya, Puteri Cemara. Ekawarni diminta bermain seruling. Permainannya baik. Panji bertanya siapa yang mengajarinya. Jawabnya, “Raja Bali”.Panji, “Tentu saja ia  pandai sekali bermain”.
Asmarajayabuat pertamakali melihat Ekawarni bermain seruling.  Ia jatuh cinta kepadanya dan ingin menjadi suaminya. Untuk itu ia hendak minta bantuan saudaranya, Candra Kirana, apabila ia sudah ditemukan kembali.
Raja Bali pun muncul di medan perang. Cau menjaga para isteri Raja, yang turut dibawa sambil teringat kepada Ekawarni. Bersama Astramiruda ia banyak membunuh musuh. Banyak pahlawan Bali yang tewas. Sureng-rana pun menyerang.
Pertempuran diteruskan. Sureng-rana menawan semua isteri raja Bali, raja Bali berkelahi satu lawan satu dengan Jaya Kusuma. Setelah beberapa lama Cau meminta supaya yang menang siapa yang kalah. Jaya Kusuma jatuh pingsan, karena kesan yang diperolehnya dari raja Bali. Sureng-rana datang kepada Jayakusuma, yang diangkat orang.

Serat Selanjutnya : Sureng-rana


Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno

Jumat, 07 Mei 2010

Serat Nagri Ngurawan : Di Bawah Waringin Kurung


Di Bawah Waringin Kurung
(04)

Kedatangan para utusan di bawah Waringin Kurung. Mereka masih berbicara tentang tugas perutusannya. Sifat utama seorang perutusan terdiri dari tiga perkara.
Dua orang diutus oleh kanjeng Sinuhun Raja untuk meminta surat yang mereka bawa. Utusan Jaya Kusuma tidak mau menyerahkannya kecuali kepada Kanjeng Sinuhun sendiri. maka disuruhlah Agung meminta surat itu. Apabila para utusan melihat Agung, mereka mengenal sebagai Prasanta, atau apakah ia hanya seorang yang kebetulan sama rupanya? Pun Agung mengenali utusan itu dari orang Jenggala Manik. Para utusan itu akhirnya dipersilahkan masuk tanpa pengiring. Mereka menyerahkan surat. Raja pengganti memberikannya kepada seorang emban untuk diserahkan kepada Kanjeng Sinuhun Raja yang sebenarnya.
Emban Sebetan mempersembahkan surat kepada raja yang sebenarnya. Surat itu dibuka oleh Kanjeng Sinuhun. Isinya berupa ultimatum. Kanjeng Sinuhun Raja menanyakan beberapa hal mengenai para utusan itu, Sebetan memberikan penjelasan tentang mereka. Oleh penjelasan itu Kanjeng Sinuhun Raja Teringat pada tiga Pangeran Jenggala Manik. “Jadi demikian pikirnya, Panji datang kemari dengan tiga orang Sentana dalemnya.”
Selanjutnya dengan sedih ia teringat kepada suaminya, Panji. Bahwa ia memelihara sekian banyak istri, pun adalah demi suaminya, sekiranya suaminya itu masih hidup. Puteri Pragunan dan yang lain-lain melihat, bahwa Kanjeng Sinuhun Raja, setelah membaca surat tadi, seolah-olah terpikir sesuatu. Untuk menyembunyikan kesedihannya, ia menyayangkan keberanian orang Urawan, yang berani-beranian hendak menyerang Bali. Tapi para puteri mengetahui rahasia itu. Bagian Raja menyuruh panggil patih Jaya-asmara oleh seorang emban, bersama Agung dan Cau. Tiba di keraton ketiga patih itu diperintahkan menyusun balasan surat. Kemudian surat balasan itu diberikan kepada para utusan, yang selain itu menerima hadiah-hadiah yang lain. Para utusan dikirim kembali.
Agung dan Cau pulang ke keraton. Kanjeng Sinuhun raja memaparkan rencana perangnya. Para Patih keluar memberikan petunjuk-petunjuk kepada Bupati Mancanegara. Jaya-asmara kembali ke temoat kediamannya. Ia mempunyai dua orang istri, yang seorang putrid dari Mataun, yang seorang lagi dari Manila. Tapi mereka belum pernah bercampur dengan sang patih. Karena itu mereka bersedih hati.
Jaya-kusuma sedagn asyik menembang di Pesanggrahan dengan istrinya, sambil menunggu kembalinya para utusan. Para Bupati Kertasana dan lain-lain sudah hadir semua. Tidak lama kemudian datang para utusan, yang mengatakan bahwa surat sudah diterima. Balasannya diserahkan kepada Panji dan dibacakan oleh Sureng-rana. Isinya mengatakan bahwa raja Bali bersedia memulai pertempuran pada hari Senin depan. Jaya Kusuma menanyakan beberapa hal tentang raja Bali dan para pembesarnya. Oleh penjelasan yang diberikan ia teringat adiknya perempuan Onengan.


Serat Selanjutnya : Panji di Pabejan


Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno