Selasa, 01 Juni 2010

Serat Nagri Ngurawan : Pantai Banyuwangi


Pantai Banyuwangi
(03)

Dipakaikan Asmarajati pada para isteri itu, supaya mereka puas birahinya secara luar biasa. Tentara Urawan yang akan menyerang Bali, tertahan di Banyuwangi. Karena belum ada kapal sebuahpun. Jaya Kusuma memerintahkan kepada para sentana dalemnya, untuk membuat rakit, yang segera juga dapat diselesaikan. Rakit itu terbuat dari bambu dan batang pohon pinang. Beberapa orang beserta senjata dimuat dalam rakit itu, senjata-senjata ditutup dengan kajang hingga tidak kelihatan. Orang Bali harus mengira, bahwa orang yang menaiki rakit itu adalah pedagang, yang kapalnya karam. Lagipula dikira-kirakan, bahwa mereka akan mencapai pelabuhan Bali waktu matahari terbit. Jadi seberangilah selat Banyuwangi dengan tiga buah rakit. Sebelum matahari terbenam mereka sudah tiba di pelabuhan Pabeyan. Mereka mengatakan bahwa kapalnya karam dan mereka pun diizinkan oleh orang Bali mendarat. Tapi baru saja mereka menginjak tanah, merekapun membuka kedoknya sebagai musuh, yang menuntut kapal-kapal yang ada. Menyusul pertempuran yang seru, dimana orang Bali mengalami kekalahan. Pelabuhan Pabeyan diduduki oleh orang Jawa dan beberapa kapal dibawa ke Banyuwangi.
Kapal-kapal diserahkan kepada Jaya-kusuma. Ala-alat dan orang-orang dimuat ke dalam kapal. Sureng-rana akan ditinggalkan di Banyuwangi, tapi ia memaksa ikut. Setelah tinggal semalaman lagi, esok paginya mereka berangkat ke Bali.
Jaya Kusuma naik ke sebuah Parjala yang bernama Tibang getih. Gorap. Jaladara pun ada. Perjalanan selamat. Laut dilukiskan baik sekali. Pagi hari mereka tiba di Pabejan, dimana segala sesuatu sudah dipersiapkan untuk Jaya Kusuma.
Gubernur Pabejan dalam keadaan luka berlari menemui patih Agung untuk memberitahukan bahwa, pelabuhan sudah jatuh kedalam tangan musuh. Setelah pemberitahuan itu, iapun menghembuskan nafas yang penghabisan.
Raja Bali duduk dalam istana, dikelilingi oleh para pembesarnya. Patih Jaja-asmarapun hadir. Sekonyong-konyong datang Agung memberitahukan, bahwa musuh sudah mendarat dan menduduki Pabejan. Raja memerintahkan mengadakan perlawanan. Jaja-asmara keluar. Di pagelaran diumumkan untuk menyerang musuh.
Sementara itu Jaya Kusuma sudah memindahkan tentaranya jauh ke pedalaman. Akhirnya ia tiba di Sapi-gumanang. Di mana ia menyusun pertahanan. Mereka menunggu datangnya musuh, yang tidak muncul juga. Dimaksudkan usul untuk memancing musuh keluar, tapi tidak satupun yang sesuai dengan pikiran Jaya Kusuma. Akhirnya Sureng-rana mengusulkan memajukan ultimatum.jaya Kusuma setuju dan memuji buah pikirannya itu. Disusun sepucuk surat dan dikirim kek keraton dengan utusan berkuda.
Penjaga-penjaga gerbang keraton Bali omong-omong tentang kemakmuran yang besar di Bali saat ini. Tapi menurut ramalan Bali akan segera binasa. Yang seorang tidak percaya sama sekali ramalan itu, sedangkan yang lain mempertahankan kebenarannya.
Para utusan tiba di gerbang dan berhenti. Mereka berbicara dengan penjaga-penjaga tentang maksud kedatangannya. Para penjaga meminta surat yang mereka bawa, untuk disampaikan kepada raja. Tapi para utusan tidak mau memberikannya, mereka hendak menyerahkan sendiri kepada raja. Terjadilah pertengkaran kemudian mereka berkelahi.
Perkelahian diteruskan, orang Bali kalah. Disampaikan kejadian itu kepada Patih Agung, yang pada gilirannya memberitahukan kejadian itu kepada raja.
Laporan diteruskan. Kanjeng Sinuhun Raja menanyakan beberapa mengenai pribadi jaya Kusuma. Kanjeng sinuhunbermaksud menampilkan Jaja-asmara sebagai raja dan menyuruhnya menerima para utusan dengan memakai seluruh pakaian kebesaran kerajaan. Kanjeng sinuhun sendiri hendak tinggal dalam keraton saja. Cau iri hati karena tidak diminta nasehatnya. Kanjeng sinuhun menghiburnya dania berlucu-lucu.
Esok paginya patih Jaja-asmara keluar di penghadapan, berpakaian sebagai raja. Agung dan Taju memukul canang di Pagelaran. Rakyat berkumpul di alun-alun, dilukiskan pakaian raja dan lingkungan sekitarnya.

Serat Selanjutnya : Di Bbawah Waringin Kurung

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno

Ringkasan Modul 2 : DASARDASAR DOKUMENTASI


Ringkasan Modul 2
JENIS DOKUMEN DAN PELESTARIANNYA
Purwono (2009) Buku Materi Pokok: Dasar-dasar Dokumentasi.
Jakarta: Universitas Terbuka. Modul 2.

Dokumen merupakan hasil rekaman yang berisi informasi. Dalam pengertian sehari-hari dokumen diartikan sebagai secarik kertas yang berisi tulisan atau grafis lainnya. Di PusDokInfo, dokumen diartikan sebagai media yang memuat atau berisi informasi dalam berbagai format. (Buku, manuskrip, videotapes, dan file-file dianggap dokumen).

I. Dokumen Nontekstual, Tekstual, Grey Literatyre, dan Pengawasan Bibliografi
A. Jenis Dokumen
Manusia menggunakan berbagai media untuk merekam hasil karya mereka yang sesuai dengan pengetahuan dan teknologi pada jamannya, misalnya: tanah liat, papyrus, kulit kayu, daun tul atau lontar, kayu, gading, tulang, batu, logam, kulit binatang, pergamen (parchment = kertas perkamen), vellum (naskah yang ditulis pada kulit binatang), leather (kulit binatang, kertas, papan, film, pita magnetik, disket, video disk. Dari aspek keterbacaan: dokumen nontekstual atau korporil (disimpan di musem-museum), dan dokumen literer (disimpan di PusDokInfo).
1. Dokumen Menurut Ketajaman Analisis
·    Dokumen Primer, dokumen yang disiapkan oleh pengarangnya, berisi mengenai penelitian yang dilakukan endiri (misalnya: artikel majalah ilmiah/jurnal, laporan penelitian, paten, disertasi, makalah lokakarya, dan kartu informasi.
·    Dokumen Sekunder, dokumen yang berisi informasi mengenai dokumen primer (dokumen yang mengacu ke dokumen primer, karena isinya merupakan deskripsi dan informasi tentang dokumen primer (misalnya: bibliografi, katalog, majalah indeks, majalah abstrak dan daftar isi).
·    Dokumen Tesier, dokumen yang berisi informasi mengenai dokumen sekunder (dokumen yang mengumpulkan, menyarikan dan memindahkan informasi yang semula ada pada dokumen sekunder dan terkadang dokumen primer yang kemudian diolah sesuai dengan kepentingan pemakai atau pembaca (misalnya: buku ajar, direktori serta panduan literature bibliografi dari bibliografi).
2. Dokumen Grey Literature
Grey Literature = literatur kelabu = unconventional literature = non conventional literature = literatur nonkomersial, jenis dokumen yang sukar atau tidak mungkin ditemukan di pasaran bahkan perpustakaan (atau perpustakaan tidak semua memiliki), misalnya: prosiding seminar, laporan penelitian, disertasi, naskah-naskah kerjasama, kertas kerja pertemuan ilmiah/seminar, terbitan peerintah. Hal ini dikarenakan jumlah cetakan/terbitannya sangat terbatas. Untuk bisa mendapatkan grey literature, perpustakaan harus memiliki hubungan yang baik dengan suatu lembaga/instansi.
Dewasa ini telah diupayakan adanya pengawasan bibliografi terhadap Grey Literature oleh PDII-LIPI, yaitu dengan menerbitkan bibliografi laporan penelitian dan disertasi (Indeks Penelitian dan Survei, 1950-1977).

B. Bibliografi sebagai Pengawasan Terbitan (Dokumen)
A.M. Lewis Robinson (1971): bibliografi disusun untuk membantu pemakai dalam menemukan adanya suatu terbitan atau mengetahui batasan-batasan dalam pengenalan buku atau dokumen lain yang diperlukannya. Juga, untuk melengkapi data statistik mengenai kegiatan penerbitan dari kelompok negara atau suatu negara, sedangkan untuk spesifikasi bibliografi memberikan informasi kegiatan intelektual dalam suatu cabang ilmu pengetahuan.
Clapp (1955):
Bibliografi merupakan alat komunikasi informasi yang cepat dan tepat, yang merupakan gabungan dari catatan terbitan yang pernah dihasilkan oleh masyarakat dalam berbagai jenis terbitan.
Donald Davinson (1975), bibliografic control:
Pengembangan dan perawatan suatau sistem pencatatan yang memadai/cukup tentang semua yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan, tercetak atau terekan yang menambah jumlah pengetahuan dan informasi bagi masyarakat.
Induk dari catatan tertulis dan yang terbit disajikan untuk tujuan bibliografi
Organisasi bibliografi adalah suatu penyusunan yang efektif yang dihasilkan dari penyusunan daftar yang sistematis dari cantatan komunikasi masyarakat yang disebut bibliografi.

C. Pengawasan Terbitan Secara Nasional
Dari kegiatan Pengawasan Terbitan Secara Nasional muncul istilah National Bibliographic Control, dengan kelengkapan:
-        Buku dan phamplet yang terbit untuk dijual maupun tidak dijual
-        Indeks artikel
-        Peta dan atlas
-        Karya musik
-        Audio visual
-        Disertasi dan karya akademik yang tidak diterbitkan
-        Terbitan pemerintah daerah
-        Direktori
Dari masing-masing National Bibliographic Control muncul Universal Bibliographic Control (UBC), yang merupakan realisasi kerjasama dalam jaringan informasi yang telah dilaksanakan oleh pustakawan di dunia yang bisa berfungsi sebagai media pameran buku internasional dan pengawasan terbitan dunia (Dothy Anderson, 1975).

II. Pelestarian Dokumen
Dokumen, baik secara fisik maupun informasi yang terkandung di dalamnya, perlu dilestarikan bersama sebagai suatu rekaman budaya atau sejarah kehidupan bangsa yang menjadi kebanggaan dan acuan dalam pengembangan bdaya bangsa di masa mendatang. Pemeliharaan dokumen tidak ditujukan pada dokumen yang sudah tua dan rusak saja, tetapi juga pada bahan pustaka yang baru.
A. Definisi Pelestarian Dokumen
Konservasi (conservation) dan preservasi (preservation)  memiliki nilai yang sama untuk istilah  pemeliharaan dokumen.
John M. Enchols dan Hassan Shadily. Kamus Inggris-Indonesia:
Konservasi berarti: perlindungan, pengawetan.
Preservasi berarti: pemeliharaan, penjagaan, dan pengawetan.
J.M. Dureau dan D.W.G. Clements. The Principles of the Preservation and Conservation of Library Materials:
o   Preservasi: mencakup unsur-unsur pengelolaan keuangan, cara penyimpanan, tenaga, teknik, dan metode untuk melestarikan informasi dan bentuk fisik dokumen.
o   Konservasi: adalah teknik yang dipakai untuk melindungi bahan pustaka dan arsip dari kerusakan dan kehancuran.
o   Konservasi dalam perpustakaan adalah perencanaan program secara sistematis yang dapat dikembangkan untuk menangani koleksi perpustakaan agar tetap dalam keadaan baik dan siap pakai.
o   Konservasi dalam museum semua kegiatan dalam usaha melindungi benda-benda budaya untuk keperntingan masa depan.
Prinsip-prinsip konservasi sesuai dengan Code of Ethics and Guideline for conservation Pratice (1986):
-        Preservation of deterioration: tindakan untuk melindungi benda budaya termasuk bahan pustaka dengan mengendalikan kondisi lingkungan, melindungi dari faktor perusak lainnya, termasuk salah penanganan.
-        Preservation: penanganan yang berhubungan langsung dengan benda. Kerusakan oleh udara lembab, faktor kimiawi, serangga, mikroorganisme harus dihentikan termasuk untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
-        Consulidation: memperkuat benda yang sudah rapuh dengan jalan memberi perekat atau bahan penguat.
-        Restoration: memperbaiki koleksi yang telah rusak dengan jalan menambal, menyambung, memperbaiki jilidan yang rusak dan mengganti bagian yang hilang bentuknya mendekati keadaan semula.
-        Reproduction: membuat ganda dari benda asli, termasuk membuat mikrofilm, mikrofis, foto repro, fotokopi.
Wendy Smith dari National Library of Australia:
·    Preservation: semua kegiatan yang bertujuan memperpanjang umur bahan pustaka dan informasi yang ada di dalamnya.
·    Conservation: kegiatan yang meliputi perawatan, pengawetan dan perbaikan bahan pustaka oleh konservator yang profesional
·    Resoration: kegiatan konservasi yang memperbaiki bahan pustaka yang rusak agar kondisinya seperti asli.
The American Heritage Dictionary:
·    Conservation: kegiatan menjaga supaya tidak hilang, rusak atau disia-siakan.
·    Preservation: kegiatan melindungi kerusakan, resiko dan bahaya lainya, menjaga agar tetap utuh dan menyiapkan sesuatu untuk melindungi dari kehancuran.

B. Tujuan Pelestarian Dokumen
Tujuan pelestarian dirumuskan:
1. Menyelamatkan nilai informasi dokumen
2. Menyelamatkan fisik dokumen
3. Mengatasi kendala keterbatasan ruangan
4. Mempercepat perolehan informasi, dokumen yang didigitalisasi sangat mudah untuk diakses.

Fungsi pelestarian (Martoatmodjo, 1993):
1. Fungsi melindungi: bahan pustaka dilindungi dari serangan serangga, manusia, jamur, panas matahari, air.
2. Fungsi pengawetan: dokumen menjaid awet dan lebih lama dipakai.
3. Fungsi Kesehatan: dokumen menjadi bersih sehinga pustakawan dan pemakai menjadi/tetap sehat.
4. Fungsi pendidikan: perpustakaan dan pustakawan belajar bagaimana cara memakai dan merawat bahan pustaka dan ruang perpustakaan.
5. Funsi kesabaran: perawatan bahan pustaka perlu kesabaran.
6. Fungsi sosial: perawatan bahan pustaka perlu dikerjakan bersama-sama.
7. Fungsi ekonomi: bahan pustaka menjadi awet dan keuangan dapat dihemat.
8. Fungsi keindahan: penataan dokumen menjadi rapi dan keindahan perpustakaan akan lebih kelihatan.
Unsur-unsur penting dalam pelestarian bahan pustaka: manajemen, tenaga, laboratorium/ruangan, dana.

C. Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Dokumen
Secara umum, kerusakan bahan pustaka dikarenakan faktor biologi (binatang pengerat, serangga, jamur), faktor fisika dan kimia, dan faktor alam (sinar matahari, banjir, gempa bumi, api dan manusia. Tiga kelompok faktor penyebab kerusakan bahan pustaka:
1.   Karakteristik bahan: bahan mempunyai sifat kimia dan fisika yang tidak stabil.
2.   Faktor Lingkungan: bahan pustaka mempunyai daya tahan berbeda terhadap pengaruh lingkungan.
3.   Faktor manusia: merupakan faktor dari luar dalam penanganan dan penggunaan.

D. Mencegah Kerusakan Dokumen
Pencegahan:
1. Karena faktor lingkungan
§  Menjaga suhu udara 20-24o C
§  Perlu perlindungan terhadap sinar matahari langsung, atau dijauhkan dari candela
§  Memasang AC untuk mengurangi/menghindari pencemaran udara
§  Memeriksa bahan pustaka secara periodik untuk mencegah kerusakan dari tumbuhan dan serangga
§  Rak sebaiknya terbuat dari bahan anti karat dan anti serangga
§  Bahan pustaka yang kena air perlu segera dikeringkan (hindari penjemuran dengan sinar matahari)
2. Karena faktor manusia: perlu penyadaran dan penyuluhan tentang penanganan dan penggunaan bahan pustaka, baik pustakawan dan pengguna.

E. Fumigasi, Deasidifikasi, dan Laminasi
1.   Agar  bahan pustaka bebas dari penyakit, kuman, serangga, jamur dan lainnya, maka bahan pustaka perlu diasap dengan bahan kimia (fumigasi).
2.    Perlu dilakukan penghilangan keasaman yang disebabkan oleh tinta
3.    Perlu pelapisan atau laminasi


F. Perbaikan Dokumen dan Restorasi
Kerusakan kecil ataupun besar perlu perbaikan dengan: menambal, mengganti sampul menjilid kembali, pengencangkan penjilidan.

G. Penjilidan
Agar bahan pustaka tidak lepas dari strukturnya, maka perlu dijilid, yagn memerlukan kehati-hatian dan ketelitian.

H. Pelestarian Nilai Informasi
Untuk pelestarian nilai informasi bahan pustaka perlu dilakukan denga alih bentuk dokumen (ke bentuk mikro atau microfilm). Selain itu dengan teknologi video, sehingga lebih mudah untuk penyimpanan, pengolahan dan penemuan kembali misalnya tersipmapn dalam CD-ROM yang mempunyai kelebihan:
1. merupakan penyimpanan informasi berkapasitas tinggi.
2. memudahkan dan mempercepat penelusuran
3. tahan terhadap gangguan elektromagnetik
4. memudahkan pembuatan katalog
5. mempercepat penerbitan

I. Rencana Pembentukan Bagian Pelestarian Untuk PusDokInfo
Bagian pelestarian bahan pustaka tidak kalah pentingnya dnegan bagian-bagain lain di perpustakaan. Dengan bagian ini, sewaktu-waktu terjadi kerusakan akan cepat diperbaiki sehingga dokumen cepat siap di rak.

J. Peran Konservator Dalam pelestarian Dokumen
Konservator memiliki tanggungjawab dalam memperbaiki fisik dokumen, membantu mengembangkan kebijaksanaan pelsetarian, dan pengawetan dokumen, serta menentukan standar dan spesifikasi setiap perbaikan dari segi profesi dan etika. Tugas konservator:
1.      memperbaiki dokumen
2.      mengadakan tes bahan kimia
3.      mengadakan konsultasi kepada yang lebih berpengalaman
4.      mengadakan konsultasi dan penelitian dengan ahli subyek
5.      merencanakan dan mengorganisir perbaikan
6.      mengawasi peralatan dan perlengkapan perbaikan dokumen
7.      memberi saran perbakan dan perawatan
8.      bekerjasama dengan konservator lain

K. Perencanaan Kesiapan Menghadapi Bencana
Perencanaan diperlukan untuk:
1.      memperkecil resiko kerusakan
2.      mengurangi rasa panik staf
3.      menyediakan strok bahan dan peralatan yang akan digunakan dalam keadaan darurat
4.      menyusun daftar nama orang dan lembaga yang harus dihubungi jika dalam keadaan darurat

Perencanaan kesiapan menghadapi bencana harus dituangkan dalam dokumen, yang berisi:
1.      pedoman ringkas tentang prosedur pencegahan, renspon, reaksi dan pemulihan
2.      daftar personil yang bisa dihubungi
3.      daftar konsultan dan pemberi jasa
4.      daftar peralatan dan penyuplai
5.      prosedur perolehan bantuan tenaga, dana, tempat dan peralatan
6.      denah perpustakaan
7.      asuransi dan penjamin

Kamis, 20 Mei 2010

Serat Nagri Ngurawan : Panji di Pabejan


Panji di Pabejan
(04)

Panji teringat pula apa yang dikatakan oleh para dewa kepadanya, yaitu ahwa ia akan menemukan kembali isterinya Sekar-taji dan kawan-kawannya setelah pertempuran di Bali. Sedang ia termenung, isterinya, Sureng-ranamelihat bibirnya bergerak-gerak, atas pertanyaan isterinya apa yang dilakukannya, Panji menjawab bahwa ia mendoa supaya menang perang. Sureng-rana tidak percaya.
Astra-wijaya yang bersama isterinya menyusul Panji, sudah tiba pula di Bali. Ia tidak menemukan panji di Pabejan, karena itu meneruskan perjalanan ke pedalaman. Setelah bertemu dengan Panji, ia menangis dengan sedihnya. Diceritakannya kepada Panji pengalamannya di Bauwarna. Pun ramalan Wasi Curiganata disampaikannya kepada Panji.
Atas permintaan Astra-wijaya supaya boleh tinggal bersama Panji. Panji menjawab bahwa Astra-wijaya harus memakai nama Undakan.
Pun Astramiruda kini sampai kepada Panji, dengan sepucuk surat dari Raja Urawan, yang mengatakan seluruh isi taman sudah dibinasakan oleh Astrawijaya. Jayakusuma pun marah kepada Wijaya. Sureng-rana berkata, bahwa untuk perbuatan semacam it, orang pria tidak boleh dipersalahkan, yang bersalah semata-mata perempuan.
Miruda kini didamaikan oleh Panji dengan Astrawijay, keduanya harus bersumpah didepan Panji. Permainan musik gamelan diteruskan. Setelah dua lagu Astra-wijaya harus bermain. Dimainkannya lagu yang bernama Mongkong, ialah lagu yang diciptakan raja Daha marah kepada Candra Kirana. Keinginan Panji hendak melihat kembali isterinya, menjadi keras oleh lagu itu. Diperdengarkan beberapa lagu lain lagi, setiap Panji kali Panji teringat kepada isterinya yang hilang.
Sementara itu tentara Bali sudah berkumpul di alun-alun di bawah pimpinan Jaya-asmara. Segera mereka berangkat. Suatu iring-iringan panjang para Bupati Bang Wetan beserta anak buah menyongsong musuh. Cau memakai pakaian bagus dan pakaian compang-camping sekaligus. Anak buah Jayakusuma pun sudah bersiap-siap untuk berperang. Pertemuan kedua  balatentara dan pertempuran.
Peperangan diteruskan, Sureng-rana hendak berkelahi dengan Jaya-asmara. Suaminya mencegahnya. Ia hendak berhadapan sendiri dengan Jaya-asmara. Dalam perkelahian satu-lawan satu Panji menggoncang-goncang Jaya-asmara, dan Jaya-asmara lucut kedoknya, kembalilah ia menjadi Onengan. Ia dipeluk oleh kakaknya. Seorang Pahlawan dipacung kepalanya. Diserukan bahwa kepala itu kepala Jaya-asmara, yang diberinama Ekawarni oleh Panji untuk meneruskan penyamaran. Panji mengundurkan diri ke tempat perhentiannya. Para sentana dalem dikumpulkan untuk menyaksikan bahwa Onengan sudah kembali.
Ekawarni bertemu dengan saudara-saudaranya. Jaya-kusuma menanyakan pengalamannya. Ekawarni menceritakan apa yang sudah terjadi dengan dirinya, juga perihal ular yang menyerang raja Bali. Selanjutnya Jaya-kusuma menanyakan, apakah raja Bali itu seorang sungguh-sungguh orang Bali, dan seterusnya, dan seterusnaya, untuk membuktikan bahwa raja Bali itu bukan seorang lelaki sungguh-sungguh.
Saat ini dieritakan tentang raja Bali. Ia bermain Catur dengan para isterinya. Taruhannya demikian ; jika Raja kalah, ia membayar dengan uang, jika ia menang para isterinya dapat ciuman.
Permainan diteruskan. Sekonyong-konyong Patih Cau masuk. Ia membawa kabar bahwa orang mancanegara sudah dibinasakan oleh musuh, pun Jaya-kusuma sudah tewas. Kanjeng Sinuhun Raja bersedih hati dan memutuskan ia sendiri akan maju perang. Sekalipun isterinya dibawa serta, supaya musuh mendapat harta rampasan banyak, kalau ia sendiri kalah perang.
Isteri-isteri yang harus turut serta, sudah membuat bermacam-macam kue dan makanan di rumah. Tentara berangkat maju. Uritan iring-iringan.
Urutan kereta, yang dikenarai oleh istri-istri Raja. Kanjeng Sinuhun naik Gajah dibelakang sekali. Dilukiskan keadaan tentara Panji duduk dibelakang isterinya, Puteri Cemara. Ekawarni diminta bermain seruling. Permainannya baik. Panji bertanya siapa yang mengajarinya. Jawabnya, “Raja Bali”.Panji, “Tentu saja ia  pandai sekali bermain”.
Asmarajayabuat pertamakali melihat Ekawarni bermain seruling.  Ia jatuh cinta kepadanya dan ingin menjadi suaminya. Untuk itu ia hendak minta bantuan saudaranya, Candra Kirana, apabila ia sudah ditemukan kembali.
Raja Bali pun muncul di medan perang. Cau menjaga para isteri Raja, yang turut dibawa sambil teringat kepada Ekawarni. Bersama Astramiruda ia banyak membunuh musuh. Banyak pahlawan Bali yang tewas. Sureng-rana pun menyerang.
Pertempuran diteruskan. Sureng-rana menawan semua isteri raja Bali, raja Bali berkelahi satu lawan satu dengan Jaya Kusuma. Setelah beberapa lama Cau meminta supaya yang menang siapa yang kalah. Jaya Kusuma jatuh pingsan, karena kesan yang diperolehnya dari raja Bali. Sureng-rana datang kepada Jayakusuma, yang diangkat orang.

Serat Selanjutnya : Sureng-rana


Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno

Jumat, 07 Mei 2010

Serat Nagri Ngurawan : Di Bawah Waringin Kurung


Di Bawah Waringin Kurung
(04)

Kedatangan para utusan di bawah Waringin Kurung. Mereka masih berbicara tentang tugas perutusannya. Sifat utama seorang perutusan terdiri dari tiga perkara.
Dua orang diutus oleh kanjeng Sinuhun Raja untuk meminta surat yang mereka bawa. Utusan Jaya Kusuma tidak mau menyerahkannya kecuali kepada Kanjeng Sinuhun sendiri. maka disuruhlah Agung meminta surat itu. Apabila para utusan melihat Agung, mereka mengenal sebagai Prasanta, atau apakah ia hanya seorang yang kebetulan sama rupanya? Pun Agung mengenali utusan itu dari orang Jenggala Manik. Para utusan itu akhirnya dipersilahkan masuk tanpa pengiring. Mereka menyerahkan surat. Raja pengganti memberikannya kepada seorang emban untuk diserahkan kepada Kanjeng Sinuhun Raja yang sebenarnya.
Emban Sebetan mempersembahkan surat kepada raja yang sebenarnya. Surat itu dibuka oleh Kanjeng Sinuhun. Isinya berupa ultimatum. Kanjeng Sinuhun Raja menanyakan beberapa hal mengenai para utusan itu, Sebetan memberikan penjelasan tentang mereka. Oleh penjelasan itu Kanjeng Sinuhun Raja Teringat pada tiga Pangeran Jenggala Manik. “Jadi demikian pikirnya, Panji datang kemari dengan tiga orang Sentana dalemnya.”
Selanjutnya dengan sedih ia teringat kepada suaminya, Panji. Bahwa ia memelihara sekian banyak istri, pun adalah demi suaminya, sekiranya suaminya itu masih hidup. Puteri Pragunan dan yang lain-lain melihat, bahwa Kanjeng Sinuhun Raja, setelah membaca surat tadi, seolah-olah terpikir sesuatu. Untuk menyembunyikan kesedihannya, ia menyayangkan keberanian orang Urawan, yang berani-beranian hendak menyerang Bali. Tapi para puteri mengetahui rahasia itu. Bagian Raja menyuruh panggil patih Jaya-asmara oleh seorang emban, bersama Agung dan Cau. Tiba di keraton ketiga patih itu diperintahkan menyusun balasan surat. Kemudian surat balasan itu diberikan kepada para utusan, yang selain itu menerima hadiah-hadiah yang lain. Para utusan dikirim kembali.
Agung dan Cau pulang ke keraton. Kanjeng Sinuhun raja memaparkan rencana perangnya. Para Patih keluar memberikan petunjuk-petunjuk kepada Bupati Mancanegara. Jaya-asmara kembali ke temoat kediamannya. Ia mempunyai dua orang istri, yang seorang putrid dari Mataun, yang seorang lagi dari Manila. Tapi mereka belum pernah bercampur dengan sang patih. Karena itu mereka bersedih hati.
Jaya-kusuma sedagn asyik menembang di Pesanggrahan dengan istrinya, sambil menunggu kembalinya para utusan. Para Bupati Kertasana dan lain-lain sudah hadir semua. Tidak lama kemudian datang para utusan, yang mengatakan bahwa surat sudah diterima. Balasannya diserahkan kepada Panji dan dibacakan oleh Sureng-rana. Isinya mengatakan bahwa raja Bali bersedia memulai pertempuran pada hari Senin depan. Jaya Kusuma menanyakan beberapa hal tentang raja Bali dan para pembesarnya. Oleh penjelasan yang diberikan ia teringat adiknya perempuan Onengan.


Serat Selanjutnya : Panji di Pabejan


Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno

Minggu, 25 April 2010

Kerajaan Kendan


Kerajaan Kendan

Kendan Gunung - salah satu daerah terjal di kendan
Di Jawa Barat, Kerajaan Kendan telah eksis sejak tahun 536 sampai dengan 612 M. Kendan berubah nama menjadi Galuh (permata) ketika masa Wretikandayun, penerus Kendan menyatakan diri melepaskan diri dari Tarumanagara (Sundapura). Karena Terusbawa merubah Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda (pura). Sejak tahun 670 M ditatar sunda dianggap ada dua kerajaan kembar, yakni Sunda Pakuan dan Sunda Galuh.
Naman Kendan seolah tenggelam dalam kebesaran nama Galuh, sangat jarang diketahui masyarakat tentang wilayah dan kesejarahannya, kecuali beberapa masyarakat yang berminat mendalami sejarah Sunda. Bagi sejarawan sunda eksistensi Kendan tidak dapat dilepaskan dari Galuh. Kendan danggap cikal bakal Galuh. Bahkan sejarawan Sumedang di Musium Prabu Geusan Oeloen membedakan Galuh Kendan dengan Galuh Kawali.
Situs Peninggalan Kerajaan Kendan di Kp. Kendan Nagreg
Letak Kendan
Kendan didalam catatan sejarah Jawa Barat diperkirakan terletak disuatu daerah diwilayah Kabupaten Bandung, ditepi sebuah bukit (Kendan), + 500 meter sebelah timur stasiun kereta api Nagreg. Terdapat daerah hunian yang bernama Kampung Kendan, Desa Citaman, Kecamatan Nagreg. Namun berdasarkan on the spot, letak Kendan berada di sebelah barat stasiun nagreg dan termasuk Desa Nagreg.
Bukit Kendan yang dimaksud sangat jauh untuk disebutkan memiliki jejak Sejarah, mengingat perbukitan Kendan saat ini sudah hampir habis akibat tanahnya dieksploitasi untuk bahan pembuatan bata merah.
Danau Purba di Kendan
Disekitar Nagreg dan Citaman ditemukan pula suatu tempat yang disebut masyarakat sekitarnya “tempat pamujaan”, Sayang istilah tempat pamujaan dalam paradigma masyarakat sunda dewasa ini dikonotasikan negatif, karena sering digunakan “pamujaan”, suatu cara meminta harta kekayaan kepada mahluk gaib, dan dianggap menyekutukan Tuhan. Sama dengan istilah pesugihan.
Nama Kendan lebih dikenal dalam dunia arkeologi, identik sebagai pusat industri perkakakas neolitik pada jaman purbakala. Batu Kendan sudah lama disebut-sebut dalam dunia kepurbakalaan. Disinyalir daerah Kendan sudah ramai dihuni penduduk sejak sebelum tarikh masehi.
Pasir batu bukit Kendan sampai saat ini masih di eksploitasi penduduk setempat, karena mengandung bahan perekat yang sangat cocok untuk pembuatan gerabah. Haji Atang pemilik bukit itu sekarang, memanfaatkan bukit kendan untuk dijadikan bahan campuran bata merah. Konon kabar menurut cerita Pak Anang, keponakan Haji Atang, pada waktu jaman belanda kakeknya mengeksploitasi tanah Kendan untuk dikirim ke Belanda dari stasiun Nagreg melalui Pelabuhan Surabaya, bahkan pembangunan gedung sate dan gedung lainnya di kota Bandung disinyalir menggunakan bahan dari bukit Kendan. Mungkin keberadaan setasiun Nagreg pada awalnya tidak dapat dilepaskan dari Daerah Kendan. Stasiun ini merupakan saksi bisu dari diangkutnya material Kendan kedaerah lain.
Didaerah Kendan pernah ditemukan ditemukan sebuah patung kecil. Para akhli sejarah menyebutnya patung Dewi Durgi. (saat ini disimpan di museum Jakarta). Sedangkan di dalam prasasti Jayabupati disebutkan, bahwa : kekuatan Durgi dianggap kekuatan Gaib. Dalam cerita Lutung Kasarung, Nini Dugi dianggap berasal dari Kanekes.
Keberadaan patung Durga ditempat pamujaan menimbulkan spekulasi dari beberapa akhli sejarah. Pleyte (1909) mensinyalir daerah tersebut termasuk daerah “Kabuyutan”. Sama dengan daerah Mandala, atau Kabuyutan yang ada diwilayah Cukang Genteng, dekat Ciwidey Kabupaten Bandung.
Kerajaan Kendan selain dikenal melalui gerabah purbakalanya juga disebut-sebut di dalam Naskah Carita Parahyangan dan Naskah Wangsakerta. Kedua sumber dianggap duplikasi dari Pararatwan Parahyangan. Sayangnya Pararatwan Parahyangan saat ini tidak diketahui rimbanya. Namun karena dijadikan sebagai naskah rujukan maka Pararatwan Parahyangan dipastikan keberadaannya lebih tua dari Naskah Carita Parahyangan dan Naskah Wangsakerta.
Kisah Kerajaan Kendan
Bersumber pada naskah Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II sarga 4 (naskah wangsakerta), yang selesai ditulis tahun 1602 saka (1680 Masehi) di keraton kasepuhan Cirebon. Resiguru Manikmaya, Raja pertama Kendan Sang Resiguru Manikmaya dating dari Jawa Timur. Ia berasal dari keluarga Calankayana, India Selatan. Sebelumnya, ia telah mengembara, mengunjungi beberapa negara, seperti: Gaudi (Benggala), Mahasin (Singapura), Sumatra, Nusa Sapi (Ghohnusa) atau Pulau Bali, Syangka, Yawana, Cina, dan lain-lain. Resiguru Manikmaya menikah dengan Tirtakancana, putri Maharaja Suryawarman, penguasa ke-7 Tarumanagara (535-561 M). Oleh karena itu, ia dihadiahi daerah Kendan (suatu wilayah perbukitan Nagreg di Kabupaten Bandung), lengkap dengan rakyat dan tentaranya. 
Resiguru Manikmaya, dinobatkan menjadi seorang Rajaresi di daerah Kendan. Sang Maharaja Suryawarman, menganugerahkan perlengkapan kerajaan berupa mahkota Raja dan mahkota Permaisuri. Semua raja daerah Tarumanagara, oleh Sang Maharaja Suryawarman, diberi tahu dengan surat. Isinya, keberadaan Rajaresi Manikmaya di Kendan, harus diterima dengan baik. Sebab, ia menantu Sang Maharaja, dan mesti dijadikan sahabat. Terlebih, Sang Resiguru Kendan itu, seorang Brahmana ulung, yang telah banyak berjasa terhadap agama. Siapa pun yang berani menolak Rajaresiguru Kendan, akan dijatuhi hukuman mati dan kerajaannya akan dihapuskan.
Penerus tahta Kerajaan Kendan, dari perkawinannya dengan Tirtakancana, Sang Resiguru Manikmaya Raja Kendan, memperoleh keturunan beberapa orang putra dan putri. Salah seorang di antaranya bernama Rajaputera Suraliman. Dalam usia 20 tahun, Sang Suraliman dikenal tampan dan mahir ilmu perang. Sehingga, ia diangkat menjadi Senapati Kendan, kemudian diangkat pula menjadi Panglima Balatentara (Baladika) Tarumanagara.
Resiguru Manikmaya memerintah di Kerajaan Kendan selama 32 tahun (536-568 Masehi). Setelah resiguru wafat, Sang Baladika Suraliman menjadi raja menggantikan ayahnya di Kendan. Penobatan Rajaputra Suraliman, berlangsung pada tanggal 12 bagian gelap bulan Asuji tahun 490 Saka (tanggal 5 Oktober 568 M). Sang Suraliman terkenal selalu unggul dalam perang. Dalam perkawinannya dengan putri Bakulapura (Kutai, Kalimantan), yaitu keturunan Kudungga yang bernama Dewi Mutyasari, Sang Suraliman mempunyai seorang putra dan seorang putri. Anak sulungnya yang laki-laki diberi nama Sang Kandiawan. Adiknya diberi nama Sang Kandiawati.
Sang Kandiawan, disebut juga Rajaresi Dewaraja atau Sang Layuwatang. Sedangkan Sang Kandiawati, bersuamikan seorang saudagar dari Pulau Sumatra, tinggal bersama suaminya. Sang Suraliman, menjadi raja Kendan selama 29 tahun (tahun 568-597 M). Kemudian ia digantikan oleh Sang Kandiawan yang ketika itu telah menjadi raja daerah di Medang Jati atau Medang Gana. Oleh karena itu, Sang Kandiawan diberi gelar Rahiyangta ri Medang Jati. 
Material Keraton Kerajaan Kendan
Setelah Sang Kandiawan menggantikan ayahnya menjadi penguasa Kendan, ia tidak berkedudukan di Kendan, melainkan di Medang Jati (Kemungkinan di Cangkuang, Garut). Penyebabnya adalah karena Sang Kandiawan pemeluk agama Hindu Wisnu. Sedangkan wilayah Kendan, pemeluk agama Hindu Siwa. Boleh jadi, temuan fondasi candi di Bojong Menje oleh Balai Arkeologi Bandung, terkait dengan keagamaan masa silam Kendan. 
Sebagai penguasa Kendan ketiga, Sang Kandiawan bergelar Rajaresi Dewaraja. Ia punya lima putra, masing-masing bernama Mangukuhan, Karungkalah, Katungmaralah, Sandanggreba, dan Wretikandayun. Kelima putranya, masing-masing menjadi raja daerah di Kulikuli, Surawulan, Peles Awi, Rawung Langit, dan Menir. Kemungkinan, lokasi kerajaan bawahan Kendan tersebut berada di sekitar Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut. Pendahulu Kerajaan Galuh.
Sang Kandiawan menjadi raja hanya 15 tahun (597-612 M). Tahun 612 Masehi, ia mengundurkan diri dari tahta kerajaan, lalu menjadi pertapa di Layuwatang Kuningan. Sebagai penggantinya, ia menunjuk putra bungsunya, Sang Wretikandayun, yang waktu itu sudah menjadi rajaresi di daerah Menir.
Sang Wretikandayun dinobatkan sebagai penguasa Kerajaan Kendan pada tanggal 23 Maret 612 Masehi, dalam usia 21 tahun. Malam itu, bulan sedang purnama. Esok harinya, matahari terbit, tepat di titik timur garis ekuator. Sang Wretikandayun tidak berkedudukan di Kendan ataupun di Medang Jati, tidak juga di Menir. Ia mendirikan pusat pemerintahan baru, kemudian diberi nama Galuh (permata). Lahan pusat pemerintahan yang dipilihnya diapit oleh dua batang sungai yang bertemu, yaitu Citanduy dan Cimuntur. Lokasinya yang sekarang, di desa Karang Kamulyan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis.
Sebagai Rajaresi, Sang Wretikandayun memilih istri, seorang putri pendeta bernama Manawati, putri Resi Makandria. Manawati dinobatkan sebagai permaisuri dengan nama Candraresmi. Dari perkawinan ini, Sang Wretikandayun memperoleh tiga orang putra, yaitu Sempakwaja (lahir tahun 620 M), Jantaka, (lahir tahun 622 M), dan Amara (lahir tahun 624 M). 
Ketika Sang Wretikandayun dinobatkan sebagai Raja Kendan di Galuh, penguasa di Tarumanagara saat itu, adalah Sri Maharaja Kretawarman (561-628 M). Sebagai Raja di Galuh, status Sang Wretikendayun adalah sebagai raja bawahan Tarumanagara. Berturut-turut, Sang Wretikandayun menjadi raja daerah, di bawah kekuasaan Sudawarman (628-639 M), Dewamurti (639-640 M), Nagajayawarman (640-666 M), dan Linggawarman (666-669 M). 
Ketika Linggawarman digantikan oleh Sang Tarusbawa, umur Sang Wretikandayun sudah mencapai 78 tahun. Ia mengetahui persis tentang Tarumanagara yang sudah pudar pamornya. Apalagi Sang Tarusbawa yang lahir di Sunda Sembawa dan mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Ini merupakan peluang bagi Sang Wretikandayun untuk membebaskan diri (mahardika) dari kekuasaan Sang Tarusbawa. 
Sang Wretikendayun segera mengirimkan duta ke Pakuan (Bogor) sebagai ibu kota Kerajaan Sunda (lanjutan Tarumanagara) yang baru, menyampaikan surat kepada Sang Maharaja Tarusbawa. Isi surat tersebut menyatakan bahwa Galuh memisahkan diri dari Kerajaan Sunda, menjadi kerajaan yang mahardika.
Sang Maharaja Tarusbawa adalah raja yang cinta damai dan adil bijaksana. Ia berpikir, lebih baik membina separuh wilayah bekas Tarumanagara daripada menguasai keseluruhan, tetapi dalam keadaan lemah. Tahun 670 Masehi, merupakan tanda berakhirnya Tarumanagara. Kemudian muncul dua kerajaan penerusnya, Kerajaan Sunda di belahan barat dan Kerajaan Galuh di belahan timur, dengan batas wilayah kerajaan Sungai Citarum. Pada tahun 1482, kedua kerajaan ini dipersatukan oleh Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi), menjadi Kerajaan Sunda Pajajaran.
Disadur dari tulisan PROF. DRS. YOSEPH ISKANDAR