20 Desember 2019. Masih blusukan situs di seputaran kota Semarang. Setelah menelusuri jejak peradaban Jaladwara di Tegalsari Sendang, Candisari Semarang. Kami, (saya dan Eka WP) lanjut menelusuri Informasi kedua dari mas Lutfhan.
Menuju Sendanguwo, Sebuah nama toponimi daerah yang sedikit banyak membuktikan kunonya peradaban yang pernah bersemayam.
Karena Mas Eka WP masa kecilnya hidup di dekat Sendang Guwo maka keyakinan saya blusukan kali ini pasti mudah... Hehehehe
Dari Tegalsari Sendang Candisari, kami lewat perempatan Javamall lurus. Kemudian menuju Kedungmundu. Melewati jembatan diatas jalan tol, sambil Mas Eka bernostagia, juga mengalir cerita seru saat kecil nakal plus dulu dalam ingatannya banyak sendang, juga pohon yang besar. Tambah semangat lah saya.
Melewati Kantor kelurahan Sendangguwo, konon kata mas Eka dulu daerah sekitar Sendangguwo alas angker.
Berbekal petunjuk situs di makam punden, kami bertanya pada warga, kemudian mengalirlah kami sampai di depan sebuah gumuk yang terdapat beberapa pohon besar.
Punden Mbah Guwo |
Berbekal petunjuk situs di makam punden, kami bertanya pada warga, kemudian mengalirlah kami sampai di depan sebuah gumuk yang terdapat beberapa pohon besar.
Watu Lumpang Punden Mbah Guwo |
Lumpang Mbah Guwo lumayan masih di uri-uri, Sebuah usaha nyata yang harus di dukung ditengah perkembangan kota Semarang yang begitu cepat menggeser peninggalan kuno (sudah jamak).
Padahal pada masanya, Watu (sang hyang kalumpang) Lumpang ini memiliki tempat spesial di sendi-sendi kehidupan masyarakat. Bernilai sakral sebagai media/sarana sesembahan (tempat meramu sesajen/ ritual penyiapan persembahan).
Kadang Watu Lumpang memiliki inkripsi atau tanda sendiri seperti relief atau angka tahun yang menandakan peninggalan masa kerajaan yang berkuasa saat itu.
Sendang Guwo Semarang |
Kadang Watu Lumpang memiliki inkripsi atau tanda sendiri seperti relief atau angka tahun yang menandakan peninggalan masa kerajaan yang berkuasa saat itu.
|
Dari cerita tutur tinular yang saya dengar, Mbah Guwo sendiri adalah seorang tokoh yang mbabat alas dan nama beliau diabadikan menjadi nama daerah. Sementara 'Sendang' dari keberadaan petirtaan kuno yang ada di bawah gumuk. Dulu banyak mata air di sekitar punden Mbah Guwo. Dulu sekali.
"Suasana sangat sejuk, walaupun disekitar sudah bikin gerah"
Selain Punden Mbah Guwo, menurut warga juga masih ada kaitan yaitu punden makam Mbah Rebon. Yang berjarak kurang dari 500m.
Kami juga mampir di punden Mbah Rebon. Karena waktu sudah hampir jumatan, kami memutuskan untuk perjalanan pulang sambil mencari Yoni, walaupun infonya belum terlalu detail. Mas Lutfhan? Pie kabare?ππ .
makam Mbah Rebon |
Kami juga mampir di punden Mbah Rebon. Karena waktu sudah hampir jumatan, kami memutuskan untuk perjalanan pulang sambil mencari Yoni, walaupun infonya belum terlalu detail. Mas Lutfhan? Pie kabare?ππ .
Tanpa kami duga pandangan mata tertumbuk tulisan papan di depan makam "Situs sejarah makam Padukuhan" Sendangguwo. Seketika langsung saya genggam erat dan injak kuat rem motor. Kaget, ekspresi Mas Eka WP. Tapi seketika tahu kenapaπ.
Kami langsung menyebar menelusur dimana situs berada. Kebetulan ada penggali makam yang sedang menggali kubur. Kebetulan.
Dari beliau kami mengetahui di makam ini banyak ditemukan batu bata berukuran besar = Banon. Beliau juga bercerita, beliau banyak ketemu tatanan batu saat menggali makam. "Seperti lantai sebuah bangunan".
penggali kubur makam padukuhan |
Beberapa rekan percaya, jika semakin banyak generasi muda yang ikut nguri-nguri budaya niscaya akan bermunculan bukti peradaban. Saya ulang! Nguri-nguri nguri lo ya! bukan tujuan lain yang aneh2!!
Beberapa Batu bata yang terdokumentasi (banyak berceceran di setiap makam)π’
Banon Makam Padukuhan sendangguwo |
Sampai ketemu di penelusuran berikutnya.
Maturnuwun mas Lutfhan infonyaπ
Duet nakal blusukan Jumat berkah
Eka WP dan Saya di Watu Lumpang Sendangguwo
Link you tube segera setelah edit selesai.π
Salam pecinta situs watu candi
#hobikublusukan