Tampilkan postingan dengan label karanganyar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label karanganyar. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 September 2020

Candi Kethek, Karanganyar

Candi Kethek
     Tahun 2011, saat kesini.. ternyata saya tak mencari informasi lebih detail. Selain Candi Cetho - Candi Sukuh - Situs Planggatan ternyata ada Candi Kethek yang terletak di dekat Candi Cetho. Setelah sampai dirumah kemudian barulah tahu ada Candi Kethek, jadi jangan tanya bagaimana menyesakkan hati. 
      Setelah 9 tahun kemudian barulah saya bisa berkunjung ke Candi Kethek ini. Dari pengalaman pribadi saya, kekuatan pikiran memang ternyata bisa berhasil pula, walau entah ini kebetulan atau terbukti. Setiap dengar rencana piknik bareng kerjaan saya selalu membayangkan piknik bareng ke Candi Cetho. Dan akhirnya harapan terkabul.
       Pas pula dengan hari dimana, adat kebiasaan "Ngemisan" biasa saya lakukan beberapa waktu lalu. Kamis,10 September 2020, bersama rombongan tempat kerja bidang Perpustakaan akhirnya tanpa perjuangan sebagaimana saya biasa lakukan sendiri, tinggal duduk sampai fasilitas makan minum lengkap. hehehe. Saya tentu ijin juga agar tak ditinggal rombongan, karena tentu saya ngeblass sendiri ke candi Kethek.

    Untuk blusukan versi Vlog di channel Youtube : 
     Menuju Candi Kethek cukup mudah, tapi karena saya ikut rombongan yang include tiket masuk candi Cetho, jadi saya melalui candi Cetho. Bila ingin langsung, sebelum gerbang masuk di sebelah kiri, ikuti saja jalur menuju pendakian gunung Lawu (ada papan petunjuk) 
      Masuk area yang sama dengan Puri saraswati dan Sendang Cetho, menuju candi Kethek sejalur dengan pendakian Gunug Lawu dengan membayar HTM 7K. Sebenarnya penasaran dengan Puri Saraswati dan Sendang. Tapi prioritas pertama tentu harus Candi Kethek. (Jalur menuju Candi Kethek via Candi Cetho komplit di video saya)
      Melewati jalur bebatuan, dengan udara yang segar terasa menyejukkan rongga paru-paru, walau sedikit ngos-ngossan. namun tentu sangat excited. kira-kira 300m setelah jalan kaki sampailah :
Candi Kethek
    Lokasi Candi Kethek berada di  lahan milik Perhutani. sebelah barat laut lereng Gunung Lawu,  secara administratif masuk wilayah Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. 
Candi Kethek
      Kethek dalam bahasa Jawa berarti kera, nama yang diberikan oleh penduduk setempat kepada candi ini karena dahulu ada banyak ditemukan kera di daerah ini. Namun saat saya disini tak ada satupun yang terdengar maupun terlihat batang hidungnya si kethek itu. hehehee.
Tambahkan teks
     Dari papan informasi yang di sandarkan (mungkin sudah akan diganti), Candi kethek ini diduga peninggalan, sejaman dengan candi Cetho dan Sukuh yaitu berasal dari abad ke 15 yang merupakan masa akhir Majapahit.
     Candi Kethek, diduga adalah Candi Hindu dengan ditemukan arca kura-kura. (Namun saya saat kesini mencari tak ketemu, di papan informasi memuat keterangan arca kura-kura di salah satu foto dibawah ini :)
    Beberapa close up Candi Kethek :
candi kethek

Candi Kethek
     Tangga Masuk ke bagian Candi paling atas :     
     Bagian paling atas Candi Kethek, Ada semacam tempat ritual/ tempat ibadah :
Candi Kethek
Candi Kethek
         Candi Kethek, saat saya kesini suasana sangat syahdu.  tenang, bikin hati terasa bahagia. Pemandangan dari atas :
Candi Kethek
Candi Kethek

       Sampai ketemu di penelusuran berikutnya

Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
#hobikublusukan

Kamis, 19 Desember 2019

Pesona Yoni Waduk Lalung, Karanganyar

 Yoni Waduk Lalung, Karanganyar

Akhirnya!!!!
Kamis, 19 Desember 2019. Kemisan lagi, juga salah satu keinginan lama yang bisa terpenuhi. Ada tugas dari pekerjaan pula. Serba beruntung πŸ˜€
Ceritanya, sekitar satu tahun lalu, ada postingan dari Akun IG @bpcbjateng tentang situs di dekat waduk Lalung Karanganyar. Saat itu langsung terbesit rencana, setelah sekian lama hanya berupa rencana yang tak kunjung terlaksana. Walaupun sebenarnya sudah ada sedulur dari Perpustakaan Karanganyar @Supriyanto yang saat itu coba saya jawil, bersedia jadi pemandu, “Waduk Lalung tahu, namun situs kurang paham”, janji Mas Supri.
Dan kabar baik itu tiba-tiba muncul dihadapan, ketika ada undangan seminar di Loji Hotel Solo, rencana saya tetap berangkat walaupun tak ada surat jalan, tekad sya ijin tak masuk kerja. Diluar dugaan kegiatan seminar itu malah dibiayai bbm-nya😊😊, malah ditambah (teman seperjalanan satu kantor: pelan saya memberi kode “Tak terburu-buru kan?", dan mereka nampaknya tahu 'mesti blusukan'). Foto dulu di Loji Hotel Solo :
Loji Hotel Solo
Singkat cerita. Dari Loji Hotel Solo tempat seminar berlangsung, dengan dipandu Mas Supriyanto kami menuju waduk lalung. Enaknya ada pemandu lokal perjalanan jadi yakin.... karena pasti bisa langsung ke lokasi tanpa takut kuota.πŸ˜„
Waduk Lalung : Foto diambil rekan saat saya menelusuri jejak Yoni Lalung
Kurang lebih 40 menit, sampailah kami di Waduk Lalung,  Berbekal foto dari Instagram, saya mencoba mencari petunjuk. Yang pertama keberadaan penjual es degan. Di tikungan dekat pertigaan, saya langsung berhenti karena begitu yakinnya dengan keberadaan penjual es degan. (Kesalahan terbesar saya—tak cermat). 
foto screenshot panduan saya :
       Latar Belakang Penjual Degan inilah yang saya 'keliru duga' :
(Maturnuwun IG Bpcbjateng)
Setelah melepas penat sambil memesan es degan (biar ke tiga rekan saya termasuk Mas Supri tak bosan) saya mencoba bertanya kepada bakoel degan. Namun beliau tak paham, kemudian saya nekat ke tengah sawah ketika melihat pencari rumput. Pikir saya pastinya paham dengan keberadaan Yoni yang saya tunjukkan lewat gambar di HP. Namun malah menyarankan saya untuk memutari Waduk, karena ‘mungkin’ watu yang saya cari ada di sisi waduk yang lain.
Diduga Watu Lumpang Lalung
Dengan langkah lunglai, saya kembali ke warunges degan itu, satu butir tandas tapi rasanya tak memuaskan dahaga. Saya memutuskan mencoba menelusuri informasi kemungkinan di sisi lain. Kembali saya bertanya kepada warga. Masih berbekal gambar HP saya bertanya kepada warga  (rumahnya dekat kantor pengelola Waduk lalung). “Watu lumpang ya?, sekitar  300m dari sini setelah melewati sungai”, jelas beliau. 
Tanpa pikir panjang kemudian saya semangat 45 dengan jalan kaki. Sebelum melenggang sendiri dengan mantap saya bilang 'sudah ketemu' ke rekan lain. Kira-kira 300m memang ada watu lumpang, namun bukan ini yang saya cari, saya lanjutkan jalan sekitar 500m barangkali yang saya maksud sekitar sini. 
Diduga Watu Lumpang Lalung
Sampai kemudian ketemu dengan pak tani yang sedang mencangkul. “Sepertinya disisi lain Waduk ini mas, di pinggir jalan”, kata beliau memberi petunjuk. Saya kemudian balik ke parkiran, dengan perasaan masgyul. 
“Salah satu rekan tetap memberi semangat untuk saya mencoba dulu menyusuri sungai karena latar belakang foto mirip. Sayangnya ternyata jalur yang saya lalui penuh tanaman putri malu, jadilah perih sekali kaki saya, Berat perjuangan kali iniπŸ˜•. Kepalang tanggung! harus ketemu.
Masih tak menyerah untuk mencari dimana keberadaan Yoni Waduk Lalung, saya kemudian bertanya ke 2 orang pemuda yang berada di Kantor Pengelola Waduk Lalung. “Oh, batu ini ada di tengah sawah dekat warung makan D’Lalung, di dekat warung degan dan Warung mie ayam mas”, kata pemuda itu. 
Seperti layaknya matahari terbit, semangat kembali hidup. Setelah berterimakasih saya segera kesana, melewati lapangan kemudian Warung yang dimaksud nampak dikejauhan.... dan Benar saja, Saya kembali tak cermat!. 
Terlalu pede malah jadinya seperti ini. Tak ingin terlalu lama berlalut dalam penyesalan. Saya segera mengeksplor.
Yoni Lalung, dekat ayam geprek d'lalung
Rasanya memang berlipat, kepuasan penelusuran situs  berlipat ganda ketika banyak halangan.
Yoni masih nampak utuh di penampang atas. Namun Lingga sebagai pasangan Yoni sudah tak ada.
Penampang atas Yoni Waduk Lalung, Karanganyar
Yang unik adalah bagian badan Yoni masih polos dan saya menduga malah Yoni ini masih belum jadi. Hmmm atau malah memang bentuknya sederhana seperti ini ya?
Nampak Depan Yoni Waduk Lalung, Karanganyar
Close Up,
Yoni waduk lalung
Badan Yoni Waduk Lalung, Karanganyar : sederhana/ unfinished?
Di postingan IG Bpcbjateng nampak sebelumnya Yoni ini posisinya ngglimpang/ miring. Sehingga nampak warna badan Yoni sedikit berbeda.
 Yoni Lalung berada di sisi selatan Waduk Lalung, Tegalsari, Lalung, Kec. Karanganyar, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Indonesia, Yoni ini semoga tetap lestari.
Yoni Waduk Lalung, Karanganyar
Maturnuwun Ketiga rekan yang turut dalam penelusuran kali ini. Mas Supriyanto (Perpusda Kaaranganyar dan Mbak Wiwit & Mba Erna) Ojo Kapok yaπŸ˜€ Spesial kepada Mas PriπŸ™ Mohon maaf ya merepotkan.
Mas Pri Maturnuwun

Link Channel Youtube : Segera setelah jadi ya😁hehehe
Sampai ketemu di penelusuran berikutnya.
Ssdrmk di Yoni Waduk Lalung, Karanganyar
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
#hobikublusukan

Selasa, 02 Agustus 2011

Candi Ceto

Layaknya Bali Kecil….
candi Ceto
     Tidak begitu jauh dari Candi Sukuh, terdapat pula candi yang tidak kalah menawan. Candi Ceto namanya. Jalurnya setelah saya keluar Dari Candi Sukuh, ambil kanan, kira kira 5km. tepat di sekitar terminal wisata Ngargoyoso saya berhenti sejenak untuk istirahat, sambil mengisi perut yang lapar. Lumayan murah, tidak banyak menguras logistic saya, dengan menu ayam bakar + Es Jeruk hanya Rp. 13.000,- cukup enak juga, sayang tidak ada nama rumah makan tersebut, tetapi saya menyarankan para backpacker/touringer/traveler/penjelajah atau siapapun karena selain enak mbak penjualnya ramah, hmmmm cantik lagi….kalau tidak percaya buktikan saja, Heheheheh…sstttt! Gak berani moto, takut salah…. Wkwkwkwk. Ku beri Penandanya saja, Dari Rumah makan itu, sudah terlihat penunjuk arah ke Candi Ceto.  
 
      Sudah jelas kan, Kemudian setelah selesai membayar, ku lanjut untuk segera ke Candi Cetho, tapi sebelumnya ku sempatkan bertanya dulu sama penjualnya kira-kira berapa km lagi…… jawabnya sambil senyum lho…heheheh. ada pertigaan (pos ojek simpanglima) sahabat ambil kanan, kalau kekiri arah ke Mojogedang. Di sepanjang jalan ini di kanan-kiri kita di temani pemandangan menghijau kebun teh. Mengingatkan saya saat perjalanan ke Candi Dieng (teh Tambi), kemudian berganti ladang khas tnaman pegunungan.. dengan pemandangan yang menakjubkan. JAGAD PRAMUDHITA! 
 
     Dari kebun teh ini, ini sudah ada petunjuk, yang memudahkan kita, jadi tidak perlu kawatir, walau seperti saya ini yang selalu ‘sendiri’ mencari ketenangan di candi…. Saya jamin sahabat tidak akan tersesat.
     Sama seperti Candi Sukuh, setelah membayar Tiket masuk Rp. 3000,- (tapi kok saya ga diberi karcis? Padahal mow saya buat kenang2 an?) + parkir Rp. 2.000,-(dibayar belakangan). Saya mulai memakai EOSD1000 menelanjangi Cetho…. Hehehehe (kata-kata saya terpengaruh Sukuh nic…sedikit personifikasi-mohon dimaklumi.)
     Terletak di lereng sebelah barat Gunung Lawu dengan ketinggian 1.400m dpl. Kompleks Candi Cetha (Ceto) ini berada di Dukuh Ceto, Desa Gumeng Kecamatan Jemawi Kabupaten Karanganyar. Adapun letak candi pada koordinat 111009’ BT dan 070’3548”LS. Keberadaan Candi Ceto pertamakali di laporkan oleh Van der Vlis pada tahun 1842. Karena Candi Ceto ini banyak memiliki keunikan dan sangat kuno, sehingga banyak ahli purbakala yang tertarik meneliti, seperti W.F. Stutterheim, K.C. Crucq, N.J. Krom, A.J. Bernet Kempes, Riboet Darmosoetopo dkk,dll. Pada tahun 1928 dinas purbakala telah mengadakan penelitian melalui ekskavasi untuk mencari bahan-bahan rekontruksi yang lebih lengkap.
     Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Vand Der Vlis maupun A.J. Bernet Kemper, Kompleks Candi ini memiliki 14 Teras, akan tetapi kenyataanya saat ini hanya tinggal 13 teras berundak. Susunannya dari barat ke timur, makin kebelakang semakin tinggi. Di tempat tertinggi itu pulalah tempat yang paling suci.masing-masing halaman teras dihubungkan oleh sebah pintu dan jalan setapak yang seolah-olah membagi halaman teras menjadi dua. 
      Arsitektur Candi Ceto mempunyai persamaan dengan Candi Sukuh, yaitu dibangun berteras sehingga mengingatkan kita pada artefak jaman prasejarah yaitu Punden Berundak. Bentuk dan susunan candi semacam ini sangatlah khas dan spesifik, tidak ditemukan pada komplek candi lain khususnya di Jawa Tengah kecuali Candi Sukuh. 

      Di Candi Ceto ini banyak ditemukan arca-arca masa prasejarah misalnya arca digambarkan dalam bentuk yang sederhana. Kedua tangan diletakkan pada perut/ dada. Sikap semacam ini menurut para ahli mengingatkan pada patung-patung sederhana di daerah Bada, Sulawesi Tengah. 
sudhamala
       Adapula relief Γ‡uddhamala seperti di Candi Sukuh, 
dan relief-relief binatang seperti kadal, gajah, kura-kura, belut dan ketam.



belut

kodok
ikan
kura-kura
ketam
kadal

surya majapahit
      Mengenai masa pendirian Candi Ceto, dapat dihubungkan dengan keberadaan prasasti yang berangka tahun 1373 Saka atau 1451 M. Berdasarkan prasasti tersebut, serta penggambaran figure binatang maupun relief dan arca yang ada, Candi Ceto diperkirakan berasal dari abad 15 M dimana masa tersebut adalah masa majapahit akhir. Saya juga mengamini sumber informasi tersebut, karena ada relief yang sama persis dengan lambang Kerajaan Majapahit. Surya Majapahit. 
       Bangunan utama candi berada di halaman teras paling atas/ belakang. Bentuk yang Nampak sekarang merupakan hasil pemugaran pada akhir tahun 1970, yang konon banyak kontroversi dalam pemugaran itu, karena kurang memperhatikan konsep arkeologi, termasuk penambahan pendapa dari kayu. 
      Sesaat setelah saya membeli tiket masuk, hawa Bali terasa, mulai dari dialog masyarakat yang terdengar, pakaian adat, semerbak kemenyan dan dupa mampir di hidung saya ditambah bangunan yang mirip pura…. Dugaan saya tidak salah, ternyata masyarakat daerah Ceto konon dari cerita pendahulu (saya bertanya pada tukang parkir) masih satu lerabat/ satu leluhur dengan masyarakat Bali yaitu pelarian pendukung majapahit. Mendengar itu saya langsung bersemangat ’45 untuk segera masuk ke kawasan Candi ini.
        Kalau saya menerka-nerka, Atau mungkinkah Raja Majapahit Brawijaya V moksa disini ya setelah kalah berperang dengan anaknya Raden Patah?...hmmmm…. soalnya dibuku terakhir yang saya baca…. Raja Brawijaya V mengasingkan dan menyepi menggapai kesempurnaan di G. Lawu….
        Saat saya di Candi ini, memang banyak orang Bali yang mengunjungi sanak kerabat sambil berziarah dan beribadah di Candi Ceto. Barusan saja juga diselenggarakan upacara melasti di Candi ini (mohon maaf bila salah)
     Keramahan masyarakat Cetho langsung terasa, tak kenal dengan sayapun mereka menyapa dengan senyuman, langsung nyaman hati saya di sini.
Seperti anak ini, tidak takut untuk mengerjain saya…

     Yang membuat saya terenyuh tapi bangga… anak itu berbuat sesuatu yang diluar dugaan saya, dia membersihkan sampah pengunjung, anak ini bukan pemulung ataupun petugas kebersihan tapi anak ini merawat Candi Ceto agar cucu nya kelak masih menikmati dengan nyaman di Ceto ini. Saat saya Tanya, kenapa ngambilin sampah, apa ada yang nyuruh?... jawabnya…tidak, dia sedih saat kawasan ini kotor….. hmmm… anak kecil aja sadar, Kitaa!!!!?? Tolong jawab dengan tindakan.
       
      Pada Gapura pertama, siap-siap saja melahap undakan, ada 35 undakan. Kemudian kita akan disambut sepasang arca.      Tidak lupa pula saya mengabadikan diri saya melalui gambar disamping itu…. Ini bukti nyata saya sudah pernah kesini, dan sangat menikmati Candi Ceto ini. 
 
         
 

          Disetiap undakan teras, di pintu masuk gapura ada arca

     Ada juga relief yang tersusun ditanah berbentuk kura bersayap. 

       Saat menuju Bangunan candi utama Ceto ini, saya agak sedikit ragu, karena banyak orang yang akan beribadah di situ….
      Karena mungkin tahu saya maju-mundur, bimbang takut mengganggu, seseorang dari rombongan itu mempersilahkan saya sambil tersenyum, mari mas tidak-apa…. Dan hampir semua orang disitu tersenyum sama saya, sebuah kejutan bagi saya, di Indonesia yang sudah jarang orang ‘Tepo Sliro, namun di komunitas ini gampang ditemui”… saya senang sekaligus menerawang, seandainya budaya Indonesia masih seperti ini, niscaya kedamaian lah yang dirasa oleh masyarakat kita.
       Belum habis ketekejutan saya, saya kembali dibuat terperangah, di Bangunan utama Candi Ceto/ yang paling atas sendiri ada beberapa pendapa dan rumah kotak kayu yang unik, setelah saya Tanya-tanya pada orang-orang yang bersembahyang tadi, itu bentuk rumah pada zaman majapahit dulu….. aha aha….. benarkah?, betapa girang saya mengetahui hal tersebut. Berangan-angan ingin punya rumah seperti ini…. 
Karena saya PECINTA MAJAPAHIT! 100%…. Tapi rumah-rumah ini digembok, jadi tidak bisa mengetahui bentuk dalamnya, Atap rumah pada jaman dulu diberi tanda sesuai dengan status/jabatan sipemilik.
       Selain rumah juga ada beberapa pendopo, Di pendopo tersebut juga ditempatkan arca-arca yang masih digunakan untuk bersembahyang bagi umat hindu terutama warga Ceto. 
 

arca lingga
      

         Bagian utama candi Ceto, 
Candi Ceto
samping kanan

belakang
samping kiri









Di sisi sebelah kiri Bangunan Utama Candi Ceto ada yang mulai rusak, 
Cetok mulai rusak
     Kalau tidak segera mendapatkan perhatian segera pasti tambah parah….., oh ya di situ disediakan buku tamu dan kotak Dana Punia, kalau punya rezeki berlebih ngisi juga ya… siapa lagi yang harus memperhatikan warisan leluhur ini jika bukan kita sendiri?

Sampai jumpa lagi di perjalanan memburu kemegahan candi berikutnya…..

Perjalanan kembali lagi ke rumah, home sweet home….