Rabu, 18 Maret 2015

Lingga Situs Bukit Cinta Rawapening

Lingga Situs Bukit Cinta
  Rabu 19 Maret 2015
       Disela kerjaan saya nyuri waktu mbolang ke Bukit Cinta di Banyubiru. Sebenarnya beberapakali wisata ke Bukit cinta ini, namun saya belum sadar jika di Bukit cinta ada Lingga. Berkat postingan gambar di FB rekan wahid, saya 'harus mbolang'!.
   Rute dari Ambarawa, Lewat Jalan Banyubiru arah Salatiga, kira-kira 5 km sudah sampai : 
   






 Karena didalam kawasan wisata, masuk ada tiketnya, @Rp. 6000 dan Rp. 1000 untuk Parkir R2.  

Secara Administrasi Berada di Dsa kebondowo Kec, Banyubiru


    Situs Lingga Bukit Cinta ada di pendopo : Petilasan Ki Godho Pameling
Lingga Situs Bukit Cinta

    Lingga adalah sebuah arca atau patung, yang merupakan sebuah objek pemujaan atau sembahyang umat Hindu. Kata lingga ini biasanya singkatan daripada Siwalingga dan merupakan sebuah objek tegak, tinggi yang melambangkan falus atau kemaluan Batara Siwa. Objek ini merupakan lambang kesuburan. (sumber : wikipedia).
      Lingga berdiri diatas umpak.... hal ini yang baru saya temui... biasanya ditempatkan diatas yoni. (entah mungkin karena kedangkalan pengetahuan) menurut sumber bacaan saya :  
      Sejak abad ke 8 yaitu Prasasti Canggal telah menyebutkan bahwa seorang raja mendirikan lingga dan Yoni untuk mengukuhkan kedudukannya. Diberi nama yang menggambarkan perpaduan antara raja yang mendirikan dengan sang dewa yang menjadi pemujanya (Siwa). Lingga yang didirikan juga untuk memperingati suatu peristiwa penting, seperti menang dalam perang.  
     Dari data-data prasasti yang ditemukan, untuk sementara dapatlah dianggap bahwa di sebuah desa setidak-tidaknya terdapat sebuah bangunan suci. Tetapi mungkin juga ada desa yang tidak mempunyai bangunan suci. Di dalam sebuah bangunan suci terdapat arca dewa yang merupakan arca perwujudan atau wakilnya yang disebut lingga. Arca atau lingga itu berdiri di atas landasan yang disebut pranala atau yoni. (sumber bacaan : egga-pramuditya)
Lapik Arca Situs Bukit Cinta
      Bolehlah saya menyebut, Lingga Situs Bukit Cinta ini ditempatkan diatas umpak???
   Selain Lingga ada 2 buah batu Lapik arca, dulunya diatas batu itu parsinya ada arca dewa..... dan 1 lagi batuan yang (karena rusak/rompal) tak saya pahami itu apa....
     Situs Lingga Bukit Cinta masih sering digunakan untuk semedi, dengan banyaknya sisa sesaji serta abu pembakaran menyan, dupa di sekitarnya.
Lingga Situs Bukit Cinta
          Ada hal yang unik, keberadaan bendera Merah Putih... saya meduga kuat, bila situs ini lekat kaitannya dengan Candi Dukuh yang tak jauh dari lokasi ini. (Kebetulan saya sudah kesana tahun 2011 lalu). Candi dukuh yang konon peninggalan Majapahit : Raja Brawijaya V, Kerajaan Majapahit seperti yang diketahui mempunyai bendera kebesaran / PANJI 'gulo kelopo', gulo / gula = merah, kelopo/kelapa = putih. 

Lingga dari dekat : 
Lingga Bukit Cinta


Ukuran :
Umpak
  • Panjang : 20 cm 
  • Lebar : 20 cm 
  • Tinggi : 35 cm 
Lingga
  • Panjang : 73 cm 
  • Lebar : 73 cm 
  • Tinggi : 35 cm

perahu wisata di Rawa Pening
        Karena berada satu wilayah dengan wisata, Saat kesini bisa berwisata sejarah, sambil menikmati sejuknya Bukit Cinta, serta indahnya pemandangan Rawa Pening. Bagi yang suka memancing, atau sekedar berkeliling naik tersedia pula perahu. Di tengah Rawa pening ada pula warung apung yang menyediakan ikan bakar segar.

     Beberapa hasil spot (maaf masih belajar)  di Bukit Cinta Rawa Pening : 

Rawa Pening
Rawa Pening


















      Rawa Pening, terkenal dengan legenda Naga Baru Klinting :
      Dahulu, di lembah antara Gunung Merbabu dan telomoyo terdapat sebuah desa bernama Ngasem. Di Desa itu tinggal sepasang suami-istri bernama Ki hajar dan Nyai Selakanta. Beliau dikenal pemurah baik hati dan suka menolong, sehingga warga masyarakat sangat menghormatinya. Namun mereka belum juga dikaruniai seorang anak, walau sudah berkeluarga sejak lama. Meskipun demikian, mereka bisa hidup rukun.
      Di Suatu siang, Nyai Selakanta termenung seorang diri di teras rumahnya. Melihat hal itu, Ki Hajar mendekati dan bertanya, "Istriku, kenapa kamu melamun dan terlihat bersedih?" tanya ki Hajar.
Nyai Selakanta tak menanggapi, masih terdiam melamun. Kaget saat suaminya memegang pundaknya, "Eh, kanda, " ucapnya terkejut.
"Istriku, apa yang sedang kamu pikirkan, sampai terlihat muram begitu?" tanya ki Hajar.
 "Tidak ada yang kupikir kanda. Dinda hanya kesepian, apalagi saat kanda pergi. Seandainya di rumah ini selalu terdengar tangis dan rengekan bayi, tentu hidup kita tidak akan sesepi ini," jelas Nyai Selakanta. "Sejujurnya Dinda ingin sekali mempunyai anak, ingin merawat juga membesarkan dengan penuh kasih sayang, Kanda...", tambah Nyai Selakanta.
     Mendengar ungkapan hati sang istri, Ki Hajar terdiam, dengan menghela nafas panjang beliau berkata, "Sudahlah Dinada, Barangkali belum waktunya Hyang Widi memberikan kita keturunan. Yang penting kita harus selalu berdoa dan berusaha", kata Ki Hajar berusaha menenangkan sang istri.
"Baik Kanda, Semoga harapan kita dikabulkan", jawab Nyai Selakanta sambil meneteskan air mata.
Melihat sang istri sedih, tak tahan pula Ki Hajar menahan air mata. Kemudian kihajar berkata, "Baiklah Dinda, jika Dinda sangat ingin mempunyai anak, Kanda ingin bertapa untuk memohon kepada Hyang Widi", kata Ki Hajar.
      Singkat cerita, Nyai selakanta melepas kepergian suaminya untuk bertapa, meskipun berat berpisah. Tinggalah kini Nyai Selakanta seorang diri dirumah, hati pun semakin sepi. Sudah berbulan-bulan Ki Hajar pergi bertapa, namun Nyai Selakanta ta kunjung mendapat kabar, hingga suatu hari Nyai Selakanta merasakan keanehan dalam dirinya. Nyai Selakanta merasa mual, dan kemudian muntah-muntah layaknya wanita yang sedang hamil. Ternyata apa yang diduga benar, Semakin hari, perut Nyai Selakanta tambah besar. Sapai tiba waktunya Nyai Selakanta Melahirkan.
    Namun alangkat kaget dan sedihnya, saat Nyai Selakanta mengetahui bayi yang dilahirkan bukan seorang bayi manusia, namun berwujud ular naga. Nyai Selakanta memberi nama anak itu Baru Klinthing, yang diambil dari tombak pustaka milik sang suami, Ki Hajar. Kata 'baru' berasal dari kata bra yang artinya keturunan seorang Brahmana Seorang resi) yang memopunyai kedudukan lebih tinggi dari pendeta. Sementara Klinthing berarti bunyi dari lonceng.
     Bayi berwujud naga itu memang ajaib, walau berbentuk ular naga namun bisa berbicara dan menangis seperti layaknya bayi manusia yang lain. Nyai Selakanta tak dapat menahan rasa herannya bercampur rasa haru melihat keanehan itu. Namun di hati kecilnya, terbersit pula rasa kecewa, malu jika warga mengetahui bahwa yang ia lahirkan seekor ular naga. Untuk merahasiakan hal itu, Nyai Selakanta memounyai rencana untuk mengasingkan Baru Klinthing di bukit Tugur, sampai ia besar nanti. Yang kemudian nanti setelah besar Baru Klinthing akan mengadakan perjalanan ke Gunung Telomoyo yang jaraknya cukup jauh.            Dan Rahasia baru Klintingpun tak pernah diketahui oleh warga sekitar.
      Singkat cerita, ketika Baru Klinting remaja, suatu hari bertanya kepada Ibunya, "Ibu, apakah aku ini mempunyai seorang ayah?" tanya Baru Klinthing dengan polosnya. Kaget dengan pertanyaan anaknya, namun Nyai Selakanta juga menyadari sudah saatnya Baru Klinthing harus mengetahui siapa ayahnya.
"Iya anakku, Kamu mempunyai ayah. Ayahmu bernama Ki Hajar. Saat ini sedang bertapa di gunung Telomoyo. Pergilah temui dia dan katakan padanya engkau ini putra beliau", jelas Nyai Selakanta.
Dengan ragu Baru Klinting menjawab, "Apakah ayah mamu mempercayai perkataanku, dengan tubul ular saya ini Ibu?", tanya Baru Klinthing.
"Jangan Kawatir Anakku, Bawalah Pusaka Tombak Baru Klinthing ini sebagai bukti, engkau memang anaknya", jelas Nyai Selakanta.
Setelah mendapat restu dari Ibunya, Baru Klinthing berangkat menuju Lereng Gunung Tinjomoyo sambil membawa pusaka. Setelah sampai di lereng Gunung, kemudian baru Klinthing mencari Gua. Di dalam gua itu terdapat seorang laki-laki yang sedang duduk bersemedi. Kedatangan Baru Klinthing rupanya membangunkan Ki Hajar dari pertapaannya.
"Siapa itu?!!", tanya Ki Hajar.
"Maafkan saya Bapak. Jika kedatangan saya ini mengagetkan serta mengganggu ketenangan Bapak", jelas Baru Klinthing.
     Terkejut Ki Hajar melihat seekor naga namun bisa berbicara layaknya manusia.
"Siapa kamu dan kenapa kamu mampu berbicara bahasa manusia?", tanya Ki Hajar penuh keheranan.
"Saya Baru Klinthing", jawabnya. "Berkenan saya bertanya, benarkan ini pertapaan dari Ki Hajar?", tanya Baru Klinthing.
"Iya benar. Saya sendiri Ki Hajar. Bagaimana kau tahu namaku?, siapa sebenarnya kamu?", tanya Ki Hajar.
      Mendengar jawaban Ki Hajar, Baru Klinthing langsung Sembah sujud kepada Ayahnya. Kemudia ia menjelaskan ihwal dirinya. Namun awalnya Ki Hajar tidak mempercai Baru Klinthing anaknya, apalagi mempunyai wujud seekor naga. Ketika akhirnya Baru Klinthing menunjukkan pusaka yang diberikan kepadanya untuk ditunjukkan, Ki Hajar pun mulai percaya namun belum sepenuh hati.
"Biaklah, aku percaya jika tombak pusaka itu memang milikku. Tapi bukti itu belum cukup bagiku. Jika kamu benar anakku, coba kamu lingkari Gunung Telomoyo ini", perintah Ki Hajar.
         Untuk meyakinkan ayahnya, Baru Klinting segera melaksanakan permintaan Ki Hajar.  Berbekal kesaktian yang dipunyai. Baru Klinthing berhasil melingkari Gunung Telomoyo. Akhirnya Ki Hajar Mengakui bahwa Seekor Naga yang bernama Baru Klinthing itu memang benar anaknya. Setelah itu Ki Hajar memerintahkan anaknya untuk bertapa terlebih dahulu di Bukit Tugur.
"Sekarang, Bertapalah di Bukit Tugur Anakku, suatu saat kelak tubuhmu akan berubah menjadi manusia", kata Ki Hajar."Baik Ayah....", jawab Baru Klinthing

Sementara itu, di saat yang sama di daerah lain

      Tersebutlah desa bernama Pathok. Desa ini tanahnya subur, sehingga penghidupan warga masyarakatnya yang petani cukup makmur. Namun ada yang perilaku kurang terpuji dari hampir semua warga desa. yaitu mereka angkuh.
    Suatu ketika, Penduduk Desa Pathok berencana mengadakan kegiatan merti desa, pesta sedekah bumi setelah panen. yang melambangkan rasa syukur terhadap penciptanya. Berbagai acara digelar untuk memeriahkan acara tersebut, seperti pertunjukan seni dan tari bahkan wayang. Untuk melengkapi hidangan bagi para tamu yang akan diundang, para warga beramai-ramai berburu di Bukit Tugur
     Namun, sudah hampir seharian mereka berburu. Belum ada satupun binatang yang mereka jumpai. Kala matahari sedang terik, saat terasa penat, para warga memutuskn untuk istirahat terlebih dulu di tanah yang agak lapang. 
     Sambil bercakap-cakap, para penduduk mencari tempat untuk  beristirahat barang sejenak. Ada salah satu warga yang menggunakan golok membabat tumbuhan liar untuk tempat dia istirahat. Ketika tak sengaja membacok sesuatu yang nampak mirip akar pohon besar, keluarlah darah segar.
     Gemparlah .... kemudian setelah dicermati ternyata yang di bacok warga tadi adalah tubuh dari seekor ular yang sangat besar. Tak menunggu lama warga akhirnya memotong-motong ular tersebut, sampai bersisa hanya bagian kepalanya saja. (kemudian kepala naga ini ditinggal begitu saja). 
   Daging ular naga Baru Klinting mereka bawa pulang kemudian diolah dengan berbagai jenis menu. Saking banyaknya bahkan setiap penduduk desa memasak sendiri-sendiri beraneka menu dari daging ular naga tersebut.
     Saat Pesta Sedekah Bumi berlangsung, datanglah ke Desa Pathok. Seorang anak kecil yang tubuhnya penuh luka karena penyakit, bahkan berbau amis darah. Anak kecil itu penjelmaan dari Baru Klinting, Kepala Naga yang telah ditinggalkan itu yang berubah menjadi sesosok anak ini.
    Karena sangat lapar, Baru Klinthing pun ikut bergabung dengan pesta Sedekah Bumi penduduk Desa Pathok. namun saat ia berkeliling meminta makan, tak satupun warga mau memberinta makan barang sesua nasi. mereka justru memaki-maki dan mengusir nya.
"Hai anak pengemis. Terkutuk. Cepat Pergi dari sini!!", usir para warga. "Tubuhmu bau amis sekali", tambah warga yang lain.
     Pun demikian, Baru Klinthing yang berwujud seorang anak itu masih mencoba meminta sesuap nasi kepada beberapa rumah yang ditemuinya. Dengan perut kosong dan sangat lemah, akhirnya Baru Klinting ketemu dengan rumah paling pojok desa. 
Setelah uluk salam, si empunya rumah keluar. dan yang keluar seorang nenek yang tinggal sebatang kara. Mbok Rondho biasa dipanggil.
"Nenek, bolehkah saya minta sesuap nasi untuk saya makan. saya lapar nek. Saya sudah berkeliling di rumah warga tidak ada yang berkenan memberi makan kepada saya. Karena badan saya ini bau", pinta Baru Klinting
"Bukankan ada pesta nak, disana banyak makanan, apakah kamu sudah kesana?", tanya nenek itu.
"Saya sudah kesana nek, tapi warga semua mengusirku, mencaci maki", jawab Baru Klinthing sedih.
"Ya Sudahlah nak... Mari Masuk...., ini ada sedikit makanan." Kata Nenek itu.
    Saat Baru Klinting sedang makan, nenek itu juga bercerita, "Warga memang angkuh nak, mereka juga melarangku datang ke pesta. Alasannya nenek merepotkan dan kumuh.", jelas Nenek itu.
    Saat mendengar cerita nenek itu, Baru klinthing merasa geram. " Terlintas rencana di pikirannya.
"Nek, Kalau nanti ada air meluap... nenek naik lesung itu ya." kata Baru Klinting. 
Walau bingung dan tak dapat menangkap apa maksud baru Klinting, Nenek itu mengiyakan....

     Tak Berapa lama kemudian... Baru Klinting kembali ke keramaian pesta. Penduduk yang melihatnya kembali pun banyak yang menggerutu....

Tiba-tiba Baru Klinting mengeluarkan sebatang lidi, kemudian dengan lantang mengucapkan tantangan. 
"Wahai kalian semua, siapa saja yang bisa mencabut lidi ini.... jika bisa saya akan pergi dan tak kan pernah kembali lagi", seru Baru Klinting
   Merasa itu hanya masalah sepele, warga banyak yang terbaha-bahak, mereka menyuruk anak-anak kecil mencabut lidi itu...

Namun...
 Ternyata tak satupun orang bisa mencabut lidi itu....



to be continue...
   
  
Save this Not Only a Stone
Di Lingga Situs Bukit cinta rawa pening

Salam Pecinta Situs

Tidak ada komentar:

Posting Komentar