Jumat, 29 Juni 2018

Situs di Bakorwil Kedu di Magelang

Yoni di Situs Bakorwil Kedu di Magelang       

      Jumat, 29 Juni 2018. Jalan kaki dari Yoni Situs Halaman Gedung Museum BPK RI Magelang, sekitar 10 m di seberang jalan, tepat didepan Gedung BPK ada bangunan berpagar tinggi, dengan berbagai arca. Sayangnya ada tulisan galak. Dilarang masuk!. BUKAN UNTUK UMUM!! Yang nantinya saya baru tahu di gedung ini pula ada kamar Diponegoro. 
      Gedung ini pula di sisi depannya, dahulu Pangeran Diponegoro ditangkap dengan licik. Seketika darah menggelegak ingin membela, berimajinasi bagaimana suasana dimasa itu.

       “Bukan hanya satu Yoni, tapi ada 2 dan 4 arca nandi”, jelas Bapak Budi Susilo. Kami mendatangi yang terjauh dahulu. Melewati lapangan dimana banyak rusa yang berkeliaran bebas, ditambah beberapa pohon besar disekitar area ini sangat menyejukkan hati. Namun saya sedikit mlipir takut diseruduk rusa.. hehehe… 

Situs di Bakorwil Kedu di Magelang
        Dibekas gedung perkuliahan cabang UGM periode tahun 70an. Yoni terlihat megah berlatar gerbang yang sudah purna sebagai lokasi pendidikan tersebut. Dikejauhan gunung Sindoro-Sumbing terlihat menawan.
      Ukuran Yoni terlihat cukup besar, masih dengan Lingga yang juga berukuran besar. Namun jujur saja hati saya merasa janggal, ukuran Lingga kok tak proporsional. Apakah bukan Lingga pasangan Yoni ini? Entahlah coba nanti….
       Dibagian cerat, detail cerat sederhana namun pola-nya sangat presisi. Unik dan berbeda dari yang selama ini saya ‘temui’ saat blusukan. 
     Penyangga ceratnya ada relief Ular naga dan Kura-kura dengan kepala yang telah hilang. 
      Di lokasi ini, sudah sangat jarang untuk kegiatan. Ada beberapa tanda sisa peralatan outbond seperti flying fox, tangga tali, jembatan tali dsb. Namun sudah terlihat lama tak terpakai.
       Kemudian rumput yang ‘hanya’ dibersihkan diwaktu tertentu menambah kusam aura disini. “Tukul pernah syuting disini, acara misteri itu lho”, ujar Bapak Budi Susilo, yang kemudian membuat saya segera beranjak.


     Dan beralibi masih banyak situs yang perlu dieksplor. Hehehe.
      Kami kemudian kembali kearah halaman Gedung (dimana Pangeran Diponegoro dicurangi).
Situs di Bakorwil Kedu di Magelang
     Sekilas berukuran mirip, sama besar. Di tengah lapangan yang terlihat hijau bersih dan tegak lurus dengan Sunung Sindoro Sumbing. “Area ini sering dipakai untuk Pesta kebun/ resepsi pernikahan”, jelas Bapak Budi Susilo.
      Walaupun diterpa terik sinar Matahari dan diguyur air hujan bergantian, namun secara keseluruhan kondisi Lingga Yoni ini cukup menggembirakan. Tentu saja, pagar besi yang mengelilinginya jadi faktor utama, tentang keamanan. 
      Yang menarik adalah makhluk mitologi yang ada di bagian bawah cerat, *berfungsi menyangga cerat). Ada Kura-kura dan Ular naga, dimana dibagian tubuh ular tersebut ada reliefnya. Untuk motif relief, mohon maaf saya belum mengetahuinya 
       Sementara tepat dihadapan Yoni ini, ada 2 Arca Nandi (Lembu). Posisi ada dikanan kiri tangga masuk Gedung.
     Dibagian Kanan,

      Dibagian Kiri



       Bila mencermati ada sedikit perbedaan bentuk masing-masing arca Nandi.
      Terus terang saya dan Pak Budi Susilo sempat berdiskusi tentang kenapa bentuknya lain?, jawaban sementara kami mungkin saja :
      Pembuatnya lain, pemesannya lain, anggaranya lain…itu saja… Untuk fungsi utama Arca Nandi tetap sama, keberadaanya kerap membuktikan ada Lingga Yoni atau Arca Dewa Siwa- Batara Guru (nama jawa).
     Memang Arca Nandi ini wahana dewa tertinggi di konsep Tri Murti.
Kamar Peistirahan Pangeran Diponegoro
      Dan fokus saya langsung terbetot kearah Kamar dibelakang Arca Nandi di sisi Kanan. Dimana kamar ini sangat spesial.
      Pangeran Diponegoro pernah beristirahat. Setelah beberapa waktu saya tercenung di depan kamar (berimajinasi, ingin rasanya berjuang bersama beliau)….
     Sampai titik darah penghabisan, atau berusaha membebaskan beliau.
      Bahkan ke mesin waktu, mundur ke tahun itu memperingatkan beliau ---- gara-gara kebanyakan nonton film fiksi---
       Kami kemudian melanjutkan arah jalan kaki menuju parkir.
     Tanpa saya ketahui, saya didepan dipanggil, “Belok sini dulu, yakin tak mampir?” Bapak Budi Susilo setengah berteriak memanggil saya.
    Dan dua Arca Nandi di depan rumah, sukses menyambut keterkejutan saya.
   Berukuran lebih kecil, dan nampak seperti kembar.

Sisi Kanan ,

Sisi Kiri,

      Saya kemudian langsung teringat beberapa arca yang menjadi hiasan di dalam area gedung sebelah…. (sayang sekali hanya hiasan, bukan untuk edukasi atau dilestarikan!)
Bukan untuk umum
      Melihat empat Arca Nandi di satu lokasi…. Sensasi blusukan yang aneh….. karena seribu pertanyaan bermunculan, darimana, dulu bagaimana, kok bisa, kenapa ukuran berbeda ditempat yang berdekatan….. tak mampu berpikir. Dan memang bisa kita ketahui dari sini, posisi favorit lembu ya posisi duduk 'Njerum'…. heheheh,     
     Gambar ini mirip posisi favorit Rusa jantan :
    
     Video Amatir menunggu ya…. (edit dan Upload)…


     “Kita lewat dulu kota ya… (Bapak Budi Susilo, menyebut tempat yang kan kami lalui tapi saya lupa, masih efek bingung banyaknya tinggalan disini) mampir ke Yoni DPU sebelum ke tujuan utama, yaitu Yoni Mlandi Mertoyudan. Setelah itu ke rumah dan TBM saya”, jelas Bapak Budi S.
Bapak Budi Susilo di Situs di Bakorwil Kedu di Magelang

      Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
      Lanjut ke penelusuran keempat : Yoni Situs DPU Kota Magelang

#hobiku blusukan 

Dolan ke Prasasti Mantyasih, Magelang

Prasasti Mantyasih, Magelang
      Jumat, 29 Juni 2018. Sebelum dan sesudahnya saya ingin mengucapkan banyak terimakasih, Matursembahnuwun Pak Budi Susilo. Terlihat dari jejak digital di messenger saya, ternyata sudah tahun 2017 yang lalu saya berkenalan dengan Pak Budi. Namun baru hari ini bisa bersilaturahmi. Setelah beliau memposting hasil blusukan ke yoni situs Mlandi, Mertoyudan. Sebenarnya tujuan utama saya kali ini bukan blusukan tapi ingin silaturahmi, menambah seduluran. Untuk blusukan itu hanya bonus, dan satu destinasipun pun sudah cukup beruntung. Beberapa hari sebelumnya setelah berkomunikasi, saya segera menyiapkan diri. Akhirnya hari ini Jumat pukul 9 lebih sedikit saya berangkat sendirian. Ya sendiri tanpa partner lagi, tapi apa boleh buat.. blusukan harus tetap berjalan, walaupun tentu saja tak enak sama sekali. 

      Jam 11 saya sampai di tempat kerja beliau di SLB Magelang, lokasinya tepat didepan SMPN 9 Magelang. Shalat Jumat, terlebih dulu kami ngobrol ngalor ngidul berbagai hal. Namun yang paling utama tentu saja tentang suka - duka blusukan. Dan sursprisenya lagi beliau ternyata adalah seorang pegiat literasi pula. Dimana juga ada garis merahnya dengan pekerjaan sehari-hari saya. Maka saya putuskan untuk pulangnya mampir, ingin belajar dengan beliau.”Nanti sambil menuju rumah, kita mampir beberapa situs”, ajak Bapak Budi Susilo. 
      Singkat cerita, kemudian saya mengikuti Bapak Budi Susilo sebagai guide kemanapun beliau melaju. Jujur saja saya tak tahu berapa destinasi kali ini (Saya tak memaksa harus banyak : sekali lagi tujuan utama adalah silaturahmi). 
      Dari SLB, kemudian kami meluncur, ternyata memasuki daerah yang yang bernama Meteseh. Dan tanpa saya sadari selama ini….. Prasasti Mantyasih ada di sini. “Meteseh, secara harfiah berasal dari kata Mantyasih. Prasasti ini juga menjadi dasar penetapan hari jadi kota Magelang”, jelas Bapak budi mengawali percakapan kami saat tiba dilokasi. 
     Prasasti Mantyasih (atau replikanya saja--- saya kurang tahu—yang asli dimana?), sudah diperhatikan oleh pemerintah, dengan dibangun-nya kompleks situs menjadi sebuah pusat kegiatan seni-budaya. 
cerita di Prasasti Mantyasih
      Dalam papan narasi Prasasti Mantyasih yang ada di sisi kanan Prasasti, menempel di tembok, “Prasasti Mantyasih ditulis pada zaman hindu pada masa pemerintah Rakai Watukura Dyah Balitung (899-910M), Ditulis desa Mantyasih dan desa glangglang, dimana saat ini menjadi Desa Meteseh dan Magelang. Disebut pula angka tahun 829 caka bulan Caitra tanggal 11 Paro – Gelap Paringkelan Tungle. Pasaran Umanis (legi) Hari Senais Scara (Sabtu) dengan kata lain, hari Sabtu Legi tanggal 11 April 907. Dalam Prasasti ini ditulis pula Desa Mantyasih yang ditetapkan oleh Sri Maharaja Rake Watukura Dyah Balitung sebagai desa Perdikan atau daerah bebas Pajak yang dipimpin oleh pejabat patih. Selain itu disebut pula Gunung Susundara dan Wukir Sumbing (dikemudian hari dikenal dengan Sindoro – Sumbing) 
Prasasti Mantyasih
    Disumber yang lain yang saya baca (Tapi mohon maaf karena hobi saya mengumpulkan artikel sejarah, tapi khusus yang ini terlupa mencantumkan sumber, semoga yang membuat bisa konfirmasi agar saya gak berdosa…heheheh) Prasasti Mantyasih, juga disebut Prasasti Balitung atau Prasasti Tembaga Kedu,[1] adalah prasasti berangka tahun 907 M[2] yang berasal dari Wangsa Sanjaya, kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini ditemukan di kampung Mateseh, Magelang Utara, Jawa Tengah dan memuat daftar silsilah raja-raja Mataram sebelum Raja Balitung. Prasasti ini dibuat sebagai upaya melegitimasi Balitung sebagai pewaris tahta yang sah, sehingga menyebutkan raja-raja sebelumnya yang berdaulat penuh atas wilayah kerajaan Mataram Kuno. Dalam prasasti juga disebutkan bahwa desa Mantyasih yang ditetapkan Balitung sebagai desa perdikan (daerah bebas pajak). Di kampung Meteseh saat ini masih terdapat sebuah lumpang batu, yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan sima atau desa perdikan. Selain itu disebutkan pula tentang keberadaan Gunung Susundara dan Wukir Sumbing (sekarang Gunung Sindoro dan Sumbing). Kata "Mantyasih" sendiri dapat diartikan "beriman dalam cinta kasih". 
      Tulisan Prasasti Mantyasih di replika yang ditaruh dikanan-kiri Batu Prasasti, 
     Watu Lumpang yang digunakan sebagai pusat kegiatan penetapan tanak perdikan Mantyasih, 





Watu Lumpang Meteseh, 

Video Amatir menunggu ya…. (edit dan Upload)…   
Budi Susilo di Prasasti Mantyasih 
     Setelah cukup kami kemudian melanjutkan penelusuran seru hari ini, (seru karena ternyata diluar ekspetasi.. bonus berlimpah destinasi. Bersama Bapak Budi Susilo. 
Sasadara MK di Prasasti Mantyasih 


























       Salam Pecinta Situs dan Watu Candi 
      Lanjut ke penelusuran kedua : Situs di Halaman Gedung Museum BPK RI Magelang. 

#hobiku blusukan

Yoni Situs Plandi, Mertoyudan Magelang

Yoni Situs Plandi, Mertoyudan Magelang
              Jumat, 29 Juni 2018. Setelah dari Yoni Depan Kantor DPU Kota Magelang. 
Postingan Bapak Budi Susilo
      Destinasi setelah ini adalah situs yang menjadi alasan kuat saya silaturahmi dengan blusukers sekaligus pejuang literasi yang hebat (dolan blusukan tapi dapat ilmu yang sesuai pekerjaan....), maturnuwun Bapak Budi Susilo. founder TBM Omah Buku Mertoyudan, sekaligus blusuker alias pecinta situs dan watu candi.
Yoni Situs Plandi, Mertoyudan Magelang
       Karena jalan menuju lokasi lumayan berliku, mohon maaf saya tak sertakan petunjuk arah secara jelas.           Namun seingat saya, jalan menuju Candi Borobudur. Di salah satu gang, disisi kanan masuk, Sahabat hubungi saja beliau ya..... hehehehe...

      Yoni Situs  Plandi ini berada di pinggir persawahan, saat saya menuju kesini saya kira berada disebuah makam... entah kenapa saya melihatnya seperti itu...gumuk kecil dimana yoni ini berada memiliki wibawa tertentu. 
Yoni Situs Plandi, Mertoyudan Magelang
    Kondisinya sudah rusak, separuh Yoni, miring hilang, terpenggal. Saya tak dapat cerita bagaimana proses ditemukan oleh warga. Apakah sudah rusak atau malah sempat utuh. "Dari dulu ya seperti ini", cerita seorang bapak yang mendekat tertarik aktivitas kami.
Cerat Yoni Situs Plandi, Mertoyudan Magelang
       "Beberapa bulan lalu, saat saya kesini, cerat ini belum ada pula", tunjuk Bapak Budi Susilo.
     Kondisi nya memang sudah putus. Nampaknya barusaja disatukan, karena Yoni ini, menurut Pak Budi Susilo saat beliau sebelum lebaran ke sini (2-3 bulan lalu) belum ada ceratnya. 
    Nampaknya hasil temuan dari bekas galian di persis depan Yoni ini.
penyengga cerat
    Yang paling menarik tentusaja makhluk mitologi yang berada tepat dibawah cerat Yoni. 
       Yang berfungsi sebagai penyangga cerat. Makhluk bersayap, berkaki manusia berkepala burung..... Untuk fungsi dan sejarahnya cari sendiri ya..... (asyik lo jika sudah tahu...hehehehe)
      Dibawahnya ada juga hewan Kura-kura yang melambangkan dunia bawah. 
   Detailnya relief, menandakan pentingnya Yoni ini pada masa silam. Bisa jadi menjadi penting kedudukan sebagai pusat ibadah (misal) pejabat kerajaan atau daerah kadipaten atau malah kerajaan kecil. 
Cerat Yoni
      Yang pasti ada sebuah peradaban yang lumayan ramai yang mengelilingi Yoni ini.
   Diberbagai sumber di internet yang saya baca, fungsi cerat secara umum sebagai tempat mengalirnya air pawitra (air suci) yang dipakai saat ritual tertentu. 
      Ada yang menyebut air suci, kadang mentega dan susu yang dituang diatas Lingga (posisi Lingga diatas Yoni). 


    Cerita mitosm legenda yang berkembang di masyarakat, saya masih nunggu Bapak Budi Susilo untuk menceritakan kembali kepada saya.... Saya yakin pasti menarik, karena masing masing menjadi sebuah kearifan lokal...
       Lubang dimana Yoni seharusnya berada, 
Lubang Linga
        Setelah merasa cukup, kemudian saya berlanjut, bermaksud ngangsu kawruh tentang dunia Literasi di TBM Oemah Buku yang beliau kelola.... 
    Yang saya sesali, saya belum bisa membuat video amatir..., nampaknya baru shock karena ditinggal partner....--- tapi memang blusukan harus terus berjalan. Semoga berjalannya waktu saya mendapatkan alat yang mempermudah saya...--- go pro!
Bapak Budi Susilo dan sasadaramk di Situs Plandi, Mertoyudan
     Salam Pecinta Situs dan Watu candi

#hobiku blusukan

Mampir di Yoni Situs Tiban, Desa Bumirejo Mungkid, Magelang

Yoni Situs Tiban, Desa Bumirejo Mungkid, Magelang
         Jumat, 29 Juni 2018. Kali ini destinasi yang memang terakhir, dan kebetulan satu jalur menuju rumah Bapak Budi Susilo, Jujur saja ada perasaan sungkan karena beliau sudah capek, muter-muter mengantar saya ke 5 lokasi. Tapi saya nurut lha dipaksa kok.... hehehehe...
     Dari Yoni yang berada didepan Kantor DPU Kota Magelang kemudian saya masih mengikuti laju motor Bapak Budi Susilo. Hanya sekitar 5 menit kemudian, melalui jalan perkampungan sampailah kami. 
     Kondisi Yoni sudah tanpa Lingga. Terbelah sempurna, entah karena apa. 
Yoni Situs Tiban, Desa Bumirejo Mungkid, Magelang
Lubang Lingga, di Penampang Atas yoni, 
Yoni Situs Tiban
       Yoni berada di halaman rumah Bapak Rochim, yang kebetulan ditunjuk sebagai Jupel oleh BCB Jateng.
     Sayangnya, saat saya kesini udara sungguh tak bersahabat, karena rupanya ada kandang sapi tak jauh dari Yoni ini. Empunya rumahpun tak nampak alias kosong. 
Cerat Yoni Tiban
    Padahal saya ingin sekali bertanya cerita, ikhwal Yoni ini. Apalagi secara resmi beliau jupel pula. Apa boleh buat belum berjodoh.
      Yoni nampak sederhana (bila membandingkan dengan beberapa Yoni sebelumnya yang telah saya telusuri di edisi dolan Magelang kali ini), tanpa ada penyangga cerat. 
      Di salah satu tubuh yoni ada jejak vandalism, sayang sekali tangan tak beranggungjawab ini telah mengotori karya agung pendahulu ini. 
    Entah dipikiranya apa? Walaupun yang tertulis memang angka jaman kompeni masih berkuasa. 











Vandalisme yang dialami Yoni Tiban, 

    Setelah merasa cukup, saya kemudian memohon untuk dapat mampir di TBM Omah Buku yang beliau kelola. 
      Sebelumnya mampir di rumah beliau, yang ternyata mendapatkan ‘warisan’, struktur batu candi saat membeli rumah. 
rejeni nomplok Pak budi Susilo
       Juga ada batu bulat unik, dekat rumah beliau yang konon katanya adalah alat untuk menggiling biji-bijian. Alat yang begitu penting pada masa itu dan masih ada sampai hari ini. 
alat pertanian
    Walaupun tak ada yang peduli. 
    Setelah itu kami berada di TBM Omah Buku (ternyata dekat di jalan raya Semarang-Jogja!) inilah. Saya belajar banyak dari mental pejuang yang dimiliki bapak Budi Susilo…. Salut pak!!



      Bapak Budi Susilo di TBM Omah Buku, 
Budi Susilo Founding of TBM Omah Buku : 
           Salam Pecinta Situs dan Watu Candi 
Mampir di Yoni Situs Tiban, Desa Bumirejo Mungkid, Magelang
       Nb: Dolan Magelang edisi kali ini dalam satu rangkaian penelurusan : silahkan klik link berikut ini…. 

6. Yoni situs Tiban Bumirejo 

#hobiku blusukan

Jumat, 22 Juni 2018

Watu Lumpang Situs Karangjoho Desa Samban, Bawen

Watu Lumpang Situs Karangjoho Desa Samban Bawen
       Jumat, 22 Juni 2018. Seperti yang sudah - sudah ditahun yang lalu. Setiap lebaran pasti selalu ada saja cerita penelusuran situs. Namun sayang, kali ini tak ada kesempatan yang kudapat, walau sebenarnya memungkinkan. 
       Beberapakali usaha sudah kulakukan, menghubungi rekan saat mudik ke daerah Demak, kemudian silaturahmi ke beberapa tetua komunitas : Nasib saya kurang mujur, saat silaturahmi tak ada yang dirumah --- salam Pak Mustain M. dan Pak Nanang K. -- tapi untung saja beliau tak ada, kalau dirumah pasti akan kupaksa untuk guide blusukan syawalan... heheh--- namun tentu saja cerita di naskah ini menjadi berbeda.
       Kemudian baru hari ini, titik darah penghabisan saya kembali bangkit, setelah seorang sahabat senior di facebook yang memberi semangat "Ditunggu lho kisah mbolangnya", Matursembahnuwun Bapak Agus Darjanto, tanpa njenengan sangka, sebenarnya telah menyulut api semangat blusukan... hehehe.. salam paseduluran nggeh.
  Menghubungi rekan yang masih 'berkenan' untuk ku ajak blusukan... eh gak ada yang bisa. Untung saja cahaya harapan datang dari rekan .... "Ada destinasi yang cukup dekat dan bisa penelusuran single!", urainya. (maturnuwun Mas Eka Budi). Saat mempersiapkan mental, eh setelah Jumatan, saat prepare diampiri Mas Eka WP yang ternyata juga geleng kepala. Tapi motivasinya lumayan jadi tambahan amunisi, "Gampang kok pinggir jalan, petunjuknya, cari masjid, maju terus, Lapangan Voli kemudian makam ada dibelakangnya". 
        Jadilah meluncur sendirian menuju lokasi, Bukan berarti kembali blusukan solo (alias single) cukup menyenangkan, namun "Blusukan harus tetap berlangsung", menjadikan laju ku yakinkan. 
Semar Sang Pamomong : Karangjoho Samban, bawen
   Berangkat dari Ungaran jam 1 siang, meluncur arah Solo, sampai di dekat Rumah Sakit Ken Saras ambil kanan, menyeberang ke arah desa Samban. Ikuti Jalan menuju Dusun Karangjoho (akan ada papan petunjuk arah). Sampai kemudian sahabat akan ketemu dengan patung Semar sang Pamomong yang menunjuk ke arah Gunung kendalisodo. Namun maaf saya tak akan menceritakan detail legenda, mitos seputar area ini.
        Dari Sumber yang saya baca di Blog Mas Eka Budi ---: Karang Joho sendiri berasal dari nama tokoh yang mbabat alas (mendirikan dusun ini), yaitu Kyai Karang dan Nyai Semi. Konon dulu ada pohon Joho disini sehingga lambat laun daerah ini dikenal dengan nama Karang joho. (Makam beliau ada di komplek makam yang kita datangi ini)
Watu Lumpang Situs Karangjoho Desa Samban, Bawen
       Tepat berada dibelakang lapangan Bolavoli, Watu Lumpang berada di pojokan makam di lereng jurang. Nampaknya bagian sisi bawah jurang terdapat sendang/sungai. (Saat saya disini banyak anak-anak riang bermain air)
      Saya hanya menduga ini adalah watu Lumpang, untuk memudahkan saja menyebutnya. Walau memang untuk fungsi belum secara jelas saya ketahui. 
       Beberapa sumber yang saya baca watu lumpang digunakan sebagai salah satu media (sarana) penetapan tanah sima, ada lagi sebagai sarana untuk persembahan kepada Dewi Sri. 
       Untuk fungsi sederhana sebagai alat penumbuk bahan makanan saya kesampingkan karena saya meyakini watu lumpang ini dulunya sangat sakral.
     Kondisi Watu lumpang sudah tak utuh lagi, dimana grompal di semua sisi, bahkan disalah satu sisi sudah memakan hampir 25%. 
        Saya menduga dulunya Watu Lumpang ini berbentuk hampir bulat utuh. 
      Lubang Watu Lumpang, 
Watu Lumpang Situs Karangjoho Desa Samban, Bawen
Cukup besar, dengan simestris... presisi khas buatan ahli di masa lalu.

      Video Amatir (nunggu proses edit dana upload ya...tapi maaf karena partner sudah pensiun jadi benar2 amatir--belum punya sarana yang lengkap)

Sampai ketemu di Penelusuran Berikutnya
Watu Lumpang Situs Karangjoho Desa Samban, Bawen

Salam Pecinta Situs dan Watu Candi