Minggu, 07 Mei 2017

Situs Gedong, Tlogopakis Kec. Petungkriyono Kab. Pekalongan.

Situs Gedong, Tlogopakis Kec. Petungkriyono Kab. Pekalongan.
     Minggu, 7 Mei 2017. Setelah penelusuran Yoni-Lingga di Situs Tlogopakis Petungkriyono Kab. Pekalongan, dimana tujuan kami selanjutnya adalah situs di pinggir jalan, dimana papan nama serta informasi situs terlihat jelas. "70m saja kok dari jalan", Bapak Ribut menginformasikan kepada kami.
Papan Informasi Situs Gedong
       Setelah berpamitan dan menghaturkan beribu terimakasih atas pengalaman yang tiada terhingga ini, kami menuju Situs Gedong. 
papan menuju Situs Gedong


       Kurang dari 5 menit saja, sampailah kami. 










Jalur jalan setapak menuju Situs Gedong
     Dan sesampainya disitus ini, tanpa mengurangi rasa hormat kami dengan ke-sakralan situs, karena badan sudah ndredek kelaparan. Akhirnya kami buka bekal. 
      Dan ternyata Lek Suryo dan Mas Imam alpha (sengaja) tak bawa bekal dari rumah. Padahal kemarin sudah sepakat, rule kita kali ini adalah “Blusukan kita ini bukan foya-foya, tapi menelusuri ulang jejak peninggalan leluhur”
   
Makan Bersama menjadi penguat nilai paseduluran : di Situs Gedong Tlogopakis Petungkriyono. (foto by lukman)
     Tapi malah ada hikmahnya, kami jadi tahu arti berbagi, makan seadanya bersama, berbagi tepak, bahkan tutup tepakpun dipakai untuk alas makan.



Situs Gedong, Tlogopakis Kec. Petungkriyono Kab. Pekalongan.
 Dan kami sepakat, dengan seperti ini berasa mengalahkan masakan resto., makan di tengah alam.


Secara administratif, situs Gedong berada di dusun Kembangan Desa Tlogopakis Kec. Petungkriyono Kabupaten Pekalongan. Batu lumpang diduga peninggalan kuno masa hindu klasik ini berjumlah dua buah dengan berbeda ukuran dan keadaan. 
Situs Gedong Petungkriyono
Lumpang besar masih utuh dengan lumut dihampir semua bagian, Tinggi 25cm dan diameter 30cm. 
Sementara lumpang yang kedua, tinggi 15cm diameter 10cm dengan kondisi yang pecah dibagian atasnya (bagian bibir lumpang). 
Petunjuk arah situs gedong
Semua jalan dan lantai situs terbuat dari batuan lempeng
Setelah selesai makan siang, kami melanjutkan penelusuran mengikuti papan informasi yang kami temui di pinggir jalan sebelumnya. 
Apresiasi yang tinggi kepada pembuat papan petunjuk ini.
Batu dimana Arca Ganesha berada
Selanjutnya adalah batu besar bekas Arca Ganesha diletakkan. Batu Alas (konon Dewa Ganesha ini) berukuran Tinggi 90cm Namun saat ini telah dicuri orang yang tak bertanggungjawab = mafia. Masyarakat sangat mensakralkan situs ini, yang bermanfaat pula demi kelestarian area situs termasuk pohon-pohon disekitarnya yang nampaknya berumur cukup tua.
Situs batu : penataan terpusat (Sistem religi jaman praseajrah)
Kurang dari 20m, adalagi peninggalan pemujaan jaman prasejarah berbentuk batu dengan penataan berpola memusat. Berada di pegunungan dengan ketinggian 1135,3 mdpl menjadikan udara sangat lembab, ditambah pohon yang berukuran besar yang menjulang tinggi sehingga lumut tumbuh subur disini, hampir 100% batu-batu ditumbuhi lumut.
Masih di kawasan situs ini, saat kami datang nampaknya sebuah gazebo/ rumat berteduh telah ambruk di jalan menuju ke Meja Batu. 
Sungai Larangan Situs Gedong Petungkriyono
Kemudian menyeberangi sungai Larangan (nama sungai tersebut memang "Larangan", entah kenapa... apakah ada hubungan dengan situs.. mungkin saja terlarang bagi sembarang orang atau terlarang melakukan suatu perbuatan tertentu., dengan air yang jernih dan segar.
Meja Batu Petilasan Kanjeng Sinuwun Bagus : Situs gedong
Kira-kira 100m kemudian di lereng sisi lain Meja Batu atau masyarakat lebih mengenal dengan Petilasan Kanjeng Sinuwun Bagus berada. 
Yang Unik di situs ini, dari posisi 2 lumpang di area depan situs sampai dengan meja batu ini jalan setapak banyak yang masih terbuat dari lempeng batu datar.
            Setelah kami rasa cukup serta waktu sudah cukup sore, kemudian kami memutuskan untuk mengakhiri Ekspedisi Lintas batas ini. 
     Sesuai kesepakatan kami, final destinasi  adalah Curug Sibedug. Sebenarnya pingin sekali beberapa situs namun bagi saya tak bisa. 
     Untungnya rekan yang lain memahami. Keluar dari Desa Tlogopakis Kec. Petungkriyono cuaca sangat mendukung, berbading terbalik ketika kami berangkat. Kali ini cuaca cerah. 
petungkriyono
     Sehingga kami disuguhkan jalur yang sangat indah. Pemandangan alam yang menakjubkan. 
    Saking menakjubkannya di salah satu jalur setelah tanjakan kami berhenti dan kompak mengabadikan momen keindahan ilahi ini.




Pemandangan Alam Petungkriyono : Menakjubkan

      Setelah pemandangan alam yang tiada terkira tersebut, kami menuju Curug Sibedug. 
      Sebenarnya kami rada gelo juga ketika disini tapi tak menuntaskan semua curug yang fenomenal seperti curug Bajing di Petungkriyono dan 20 curug yang lain. 
di curug Sibedug
    Bagi saya pribadi sangat ingin kembali kesini bersama keluarga tentunya, kasihan ditinggal. sementara kami berdua senang2 menikmati pemandangan alam. Semoga bisa kesini lagi....
Bersama istri di Curug Sibedug Petungkriyono
Kumpul bersama. Salam Paseduluran!
ki-ka : saya, Suryo, Lukman, Imam dan Max Trist di Situs Gedong
Mari Kunjungi dan lestarikan...
Situs Gedong Tlogopakis Kec. Petungkriyono Kab. Pekalongan.
Salam Peradaban

Kamis, 04 Mei 2017

Lesung, Situs Gandulan Kaloran Temanggung

Lesung, Situs Gandulan Kaloran Temanggung
Kamis, 4 Mei 2017. Lanjutan dari Penelusuran ulang di Sumur Blandung, Kami lanjutkan dengan destinasi yang kedua. Informasi yang sudah lama kami dapat dari rekan, tentang keberadaan yoni cukup besar di Kaloran pula.
Kendala teknis, karena ritual blusukan kemisan mendadak, kami tak sempat mempersiapkan petunjuk (yang telah kami) screenshoot. Hanya mereka-reka, merekontruksi ulang ingatan kami. “Setelah Umpak IstanaWurung situs Kaloran maju 1km, sebelah kanan”. Keterbatasan clue tersebut menjadikan kami ragu-ragu.
Jurus terakhir kami keluarkan, tentu dengan telp 2 rekan satu atap yang bertanggujawab memberikan informasi tersebut … Mas Beny-Lek Wahid. “Ancer-Ancere gang percetakan ambil kanan, ketemu dengan lapangan ambil kiri “, sahut mereka melengking lewat speakerphonik Hp No*ia nya Lek Suryo yang memang turah pulsa.
Segera kami mencari petunjuk-petunjuk itu, Terimakasih kepada mereka yang ternyata kami diberikan denah asli coretan tangan mereka. 
Gubug dimana Watu Lesung berada : Sd Gandulan 01 terlihat
Tapi saat Tanya hasil coretan siapa tak ada yang mengaku. Nampaknya saat pelajaran Geografi mereka tak pernah masuk terutama saat pelajaran tentang peta. Skalameter nya mleset… wkwkwkwkwk. 
Saat kami ketemu dengan Lapangan Gandulan, karena kami ragu kami kemudian Tanya warga yang kebetulan pulang dari berladang.
Pak, Nyuwun sewu teng mriki ingkang wonten watu kotak, lumpang nopo saneshe pundi nggeh? Ingkang tinggalan kadosh candi”, tanya kami dalam bahasa jawa. Setelah berpikir sejenak. Bapak tersebut nampaknya berusaha mengingat sesuatu dan, “Ya di sana mas, di depan SD itu. Tepatnya di tengah persawahan tepat  di bawah pohon nangka di dekat gubug ada watu lumpang besar”, tunjuk beliau.
Watu Lesung : Seperti Bath Up - Bak Mandi Modern
Surprise…. Karena kami yakin ini bukan batu purbakala yang dimaksud informan kami (Lek Wahid-Mas Beny). Dan ternyata benar…. Segera saya minta lek Sur untuk pamer ke mereka… namun ternyata yang dipameri ra seheboh itu… wkwkwkwkwk. “Ooo iki sing ta goleki ga ketemu iku”, hanya seperti itu… niat pamer tak sepenuhnya berhasil.
Watu Lesung Gandulan Kaloran
Watu Purbakala Jalam Kerajaan itu sungguh super sekali. Berukuran besar. Selain watu mirip ‘lesung’ ini juga banyak batu persegi dan banon, batu bata merah berukuran besar. Mas Imam malah mempercayai, “Membasuh muka dengan air di watu lesung ini akan awet muda….”, ujarnya. “Kenapa ga sekalian berendam aja mas, kami tungguin sampai selesai dech”, canda kami.
Mas Imam Membasuh Muka biar tak menua
Fungsi dari watu mirip lesung, yang malah kemudian saya pikir sebagai batu tempat berendam masa lalu. Tentu saja yang punya adalah bangsawan atau malah raja. Rekan lain pernah mengutarakan kemungkinan bahwa ini sebagai tempat untuk memandikan anak raja. Mungkin saja teori-teori itu. 
Saya pribadi malah nunggu koreksi dari pembaca tentang fungsi watu semacam ini, menjadi yang spesial karena ukurannya.
Watu Candi, berbentuk persegi yang tersebar, bahkan ada yang dijadikan penyangga tumpukan kayu bakar!





Dari Kiri ke Kanan : Lek Suryo, Saya dan Mas Imam

Situs Gandulan, Kaloran Temanggung

Salam Peradaban.

Lesung, Situs Gandulan Kaloran Temanggung

Makam Ndowo Dusun Cekelan Kaloran Temanggung

       Kamis, 4 Mei 2017. "Sekalian jalan pulang usul saya...." Teringat informasi dari Mba Derry Adtya keberadaan sebuah Makam kuno (Makam Dowo) di belakang Situs Umpak Kaloran - Istana Wurung saat penelusuran medio 2014 .
     Setelah telp dan meminta ancar-ancar Mba Derry, "50 meter lewati pematang sawah. Makam pasangan ada di Dusun Krajan kira-kira 3km dari istana Wurung itu", jelas Mbak Derry dari Seberang gunung. 
  Jadilah, dari Yoni Ngesrep Desa Kedungumpul, walaupun perasaan rada tak tenang karena durasi berkedip kuning, namun tetap terkalahkan dengan rasa ingin segera menyambangi Situs Makam Ndowo. 
   Berhenti di warung sebelah Situs Istana Wurung. 
Makam Dowo Kaloran
      Sambil Ngopi kami mencoba menggali informasi dan petunjuk arah. Kebetulan ketika sampai di warung hujan seperti tumpah dari langit. 
     "Wah sekarang rumputnya 1m mungkin mas, setelah juru kunci nya meninggal tak ada yang menggantikan apalagi dulu sering Bapak tentara membersihkan namun sudah sejak lama Makam Dowo terabaikan", urai Ibu penjual di warung kopi. 
Makam Dowo Kaloran
   Kepalang tanggung kemudian berbekal,payung - Jas hujan dan tekad membara untuk segera menelusuri jejak peradaban, di Situs Makam Sentono Dowo (warga menyebutnya demikian).
   Mitos yang berkembang :  konon pernah ada 2 makam punggawa dari Majapahit ketika melanglang buana di daerah Kedu ini tertarik untuk menetap dan dimakamkan di sini. 
Makam Dowo yang saat ini kami telusuri adalah Makam "Kakung', sementara Makam sang istri berada di dusun Kranggan yang berjarak 3km dari Makam Dowo. 
Makam Dowo Kaloran TMG
(Penelusuran Makam pasangan Makam Dowo semoga saja suatu saat nanti terlaksana.
    Saat sampai setengah perjalanan, Hujan turun lebih deras, sehingga kami memutuskan untuk berteduh di barak tempat pembuatan batu bata. Banyaknya barak pembuatan batu bata... konon banyak ditemukan Banon, Batu Bata kuno yang berukuran besar. bahkan Ada relief nya - antefik yang ternyata banyak dibawa pulang oknum. 
Makam Dowo Kaloran TMG
    Jika itu mitos... Bagaimanakah sejarah sebenarnya harus diceritakan? Saya yang bukan background sejarah/arkeolog atau tidak punya kemampuan lain (dunia lain) sehingga tak bisa mengetahui dari sisi lain. Namun jika diurutkan secara logika.... Kawasan kedu saat jaman Majapahit apakah sampai sini budayanya? 
     Apakah tidak seharusnya berkaitan dengan Mataram kuno ketika beribukota di daerah Kedu?
      Mba derry punya beberapa alternatif antara patok batas wilayah dan atau bakalan batu prasasti. 
    Saya idem dengan batu ini adalah Bakalan Prasasti, untuk jawaban liar saya sic begini : Jadi berkembang (yang saya sebut mitos) seperti yang dikenal warga sebagai makam sentono dowo ini, Prosesnya waktu yang lama... beribu-ribu tahun rentang waktu dari jaman dahulu.... fungsi yang sudah berubah, ketika makhluk astral lain akhirnya mendiami area ini.     
Watu candi di Makam Dowo
    Kemudian berpuluh generasi berikutnya malah percaya kepada makhluk astral yang bercerita tentang ikhwal sejarah tempat ini.. intinya Sejarah itu adalah abu-abu, kecuali ikut mengalaminya.
     Walau kami bertiga namun ternyata kompak... inggrang-inggring semua takut ular. Karena rumput setinggi pinggang kami benar benar menutupi Makam Dowo. Selain tentu saja suasana yang lumayan gawat menjadikan kami tak terlalu berani berlama-lama. Apalagi tak ditemani juru kunci atau warga. Untung saja Mba Derry Punya dokumentasi ketika masih terawat (foto atas perkenan beliau):






    Sementara Makam Dowo (Istri), yang berada di Kranggan...



    Dengan segala kerendahan hati dan dangkalnya pengetahuan saya... menerima informasi (sejarah) lain tentang makam Dowo ini

     Selfie dengan ketakutan..... Takut ular....
Makam Dowo Kaloran
Salam Peradaban

Makam dan Lumpang Situs Sumur Blandung : Part 2

Makam dan Lumpang Situs Sumur Blandung : Part 2

Kamis, 4 Mei 2017. Beberapa bulan yang lalu, sesaat setelah posting naskah blog serta posting foto hasil blusukan ke situs sumur Blandung di Kaloran Temanggung di akun facebook, ada beberapa rekan yang berkomentar “Gak Mampir sekalian di Makam Kuno, disitu ada Lumpang, Kala, kemuncaknya?, Hanya 10 langkah lho!!!”…. secara pribadi saya gelo tenan. Saat saya jawil rekan blusukan waktu itu, Lek Sur… idem pula… dan ternyata lebih gelo dari pada saya.
Makam Situs Sumur Blandung
Alhasil, hari ini saya diajak lagi (beruntungnya saya---), ritual kemisan berlanjut. Start dari perpustakaan Ambarawa, kemudian kami lewat Sumowono, yang ternyata rekan lain sudah menunggu… Mas Imam… jadilah kami bertiga. Rencananya selain menelusuri ulang area Situs Sumur Blandung, juga blusukan di beberapa situs lain.
Beberapa saat kemudian sampailah kami. Saya tak sabar segera menelusuri jejak keberadaan peninggalan purbakala masa kerajaan, dan ternyata lek Suryo ingin mengulang mendokumentasikan sumur Blandung ini bersama Mas Imam (yang beru pertama ini), karena saat saya dan lek Suryo kesini waktu itu hujan sangat deras dari kami tiba sampai kami pulang. Jadilah… saya duluan mengeskplor.
Struktur Batu Candi di Situs Sumur Mblandung
Dari Sumur Blandung, sangat dekat hanya terpisahkan oleh rumpun bambu yang cukup lebat, wajar jika kami tak melihat saat pertama kemarin, tentu saja kurang jeli ditambah factor hujan dan belum lengkapnya informasi yang kami dapat. Saking lebatnya Bambu, jalan beton / cor-coran menuju makam tertutup lumut. Jadi berhati-hatilah.
Area makam kuno ini sudah dibangun pagar sekelilingnya dari bata, yang ditumbuhi lumut pula. Namun disisi kiri ada batu bata yang tanggal. Ada 3 makam di dalam bangunan ini, dengan salah satu makam yang nampak menonjol dengan tatanan nisan dari batuan candi. Sedangkan Watu Lumpang ada di bagian depan pagar makam.
Watu Lumpang Situs Blandung kaloran Temanggung
Watu Lumpang berdimensi cukup, tak terlalu besar dengan kondisi penampang atas watu lumpang sudah tak rata lagi, aus  yang bisa saja berbagai penyebabnya (mungkin).
Watu Lumpang

Sejarah makam, kurang kami tahu… siapa yang dimakamkan disini. Pastinya warga di sini men-sakralkan dengan membangun pagar pelindung yang mengelilingi. Namun dari tananan dari watu candi kami menduga bukan orang dari kalangan kebanyakan.

Yang jadi pusat perhatian saya tentu saja keberadaan relief Mahakala, yang umumnya diletakkan dibagian atas pintu sebuah bangunan suci (saat ini orang mengenal dengan nama Candi---), kemudian kemuncak (yang jadi patokan makam), terletak di bagian atas bangunan suci. 
Belum lagi struktur batu yang berbentuk (persegi-berpola) yang kuat diduga menjadi bagian struktur bangunan suci tersebut.


Ketika warga menyebut ini adalah makam kuno, saya menduga ada sebuah bangunan suci dengan masa lebih kuno lagi yang pernah tegar berdiri di area ini. Kebenaran akan menemukan jawaban sendiri….



Sayangnya, keberadaan rimbunan bambu, kemudian luangan (bahasa jawa-kubangan) ditengah-tengahnya… dijadikan tempat pembuangan sampah. Banyak sampah berceceran di sekitar makam, sayang sekali. Terkesan kumuh dan Jorok, apalagi di area ini kelembaban cukup tinggi.
Blusukan situs Tujuan pertama bersama Lek Suryo dan Mas Imam 
ki-ka : Saya, Suryo Wibowo,dan Imam
Salam Peradaban.

Makam Situs Sumur Blandung