Kamis, 10 September 2015

Petirtaan Derekan

Petirtaan Derekan
     Kamis, 10 September 2015
Penunjuk arah : Menuju Petirtaan Derekan
    Petirtaan Derekan ini berada di seberang sungai, dekat dengan Candi Ngempon. Sebenarnya saat saya mbolang ke Candi Ngempon juga sempat hendak mampir, namun entah kenapa urung saya lakukan.
     Jalurnya sama dengan Candi Ngempon, atau bisa pula melalui jalur  dari Pasar Merakmati (Lemahireng) Bawen, keuntungan lewat jalur Merakmati parkir motor bisa sampai di Petirtaan. Sementara bila lewat jalur Candi Ngempon. parkir motor berada di area parkir yang lumayan jauh. 
     Mbolang kali ini edisi menemani mas Romi Romeo, berpetualang 'njlajah milangkori'. Personil yang respons ajakan beliau awalnya Mas Suryo Idein dan Mas Hendrie. Tak berpikir dua kali saya langsung berangkat. Dengan lebih dulu mampir ke Candi Ngempon. Dan karena mampir ini, saya melihat ada watu Lumpang di Candi ngempon. (naskah khusus watu lumpang cadi ngempon akan saya ulas sendiri). Dan ada lagi crew DEWA SIWA yang nyusul : mas Dhany, Beliau tiba tepat saat kami siap untuk kungkum di Petirtaan. Mencoba bagaimana rasanya jadi bangsawan jaman dulu.....
Petirtaan derekan : Gambar diambil dari Jembatan penghubung Candi Ngempon
       Petirtaan adalah tempat pemandian suci yang sering di gunakan oleh kalangan istana kerajaan. Dibeberapa tempat, saat ini petirtaan masih digunakan untuk menyucikan diri sebelum beribadah di Candi. 
Petirtaan Derekan
     Seperti Petirtaan Derekan ini, konon dulu digunakan untuk bersuci sebelum ke Candi ngempon.
   Dari blog  hanishinda : Petirtaan yaitu suatu bangunan yang memiliki kolam, memiliki sistem pengairan didalamnya. Pengertian 'patirtan' atau petirtaan yang sering digunakan adalah tempat pemandian. Tentu saja peninggalan seperti ini dahulu difungsikan sebagai tempat mandi dan aktifitas sehari-hari seperti mandi dan cuci atau tempat pemandian para putri raja dan kerabatnya. namun kemudian untuk peninggalan-peninggalan masa klasik (kerajaan-kerajaan Hindu Budha) kata 'candi' lebih sering digunakan, demikian pula bentuk candi berupa keraton dan gapura. Keraton merupakan tempat tinggal dan pusat pemerintahan raja yang memerintah, dan gapura difungsikan sebagai tempat pintu masuk ke wialyah keraton atau tempat penting lainnya. 
    Petirtaan Derekan ditemukan oleh warga sekitar tahun 2009, seperti berita yang saya ambil dari Kompas, 3 Juli 2009 : 
Petirtaan Derekan : sumber foto  serbaserbikehidupan.blogspot.co.id
     Semarang, Kompas - Proses ekskavasi temuan struktur petirtaan atau pemandian yang diduga berasal dari abad ke-8 di Desa Derekan, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, mulai dilaksanakan Jumat (3/7). Sehari sebelumnya warga setempat berhasil menemukan saluran pembuangan air yang menuju sungai, sekitar 15 meter dari titik penemuan pertama.
   Seperti diberitakan Kompas (1/7), warga menemukan struktur petirtaan saat akan membuat jalan menurun ke pemandian air panas. Temuan ini berada di tepi sungai, sekitar 200 meter dari Candi Ngempon atau Candi Muncul—diperkirakan dibangun sekitar abad ke-8 pada pemerintahan Wangsa Sanjaya.
   Ekskavasi dilaksanakan enam petugas Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah. Penggalian sempat tersendat karena petugas harus membongkar fondasi lahan parkir pemandian air panas di atas struktur petirtaan.
    Hingga Jumat sore petugas baru mampu menggali sebagian kecil dari struktur itu. Mereka berhasil menemukan dasar petirtaan dengan kedalaman 1,5 meter dari pagar petirtaan, yang tebalnya sekitar 30 sentimeter. Air sempat mengalir keluar dari dasar petirtaan sehingga petugas menghentikan pengerukan tanah dan melanjutkan penggalian ke arah selatan.
     Petugas juga menemukan tangga masuk petirtaan yang di tepinya terdapat arca dua gajah kembar. Lebar dari sudut sisi utara ke arca sekitar 2 meter sehingga paling tidak diduga lebarnya mencapai 5 meter. Selain itu, sehari sebelumnya warga juga menemukan saluran kuno pembuangan air yang menuju sungai. Saluran pembuangan itu terbuat dari batu andesit berbentuk ”U” dengan bagian atas ditutup batu pipih.
Gambar Arca Petirtaan Derekan  sumber foto : http://kerisbudaya.blogspot.co.id

     ”Kami mencoba menggali ke arah selatan sungai karena di sisi barat ada warung. Kami belum berani membongkar karena belum ada musyawarah dengan pemiliknya. Sementara ini struktur ini terlihat cukup sempurna, hanya ada sedikit pergeseran batu,” kata petugas penggambaran Subkelompok Pemugaran BP3 Jawa Tengah, Andriyanto.
   Menurut Koordinator Lapangan Pemugaran Candi Ngempon Wagiyo, penggalian struktur diharapkan rampung Minggu karena tim arkeolog BP3 Jawa Tengah akan meneliti petirtaan ini Senin. Menurut dia, petirtaan itu diduga merupakan bagian dari Candi Ngempon. Petirtaan umumnya digunakan untuk menyucikan diri sebelum menjalani ritual pemujaan di candi.
     ”Kalau dilihat sekilas, petirtaan ini tergolong besar karena biasanya hanya 2-3 meter lebarnya dan berbentuk segi empat, tetapi ini belum terlihat seluruhnya,” ujar Wagiyo. (GAL)
Sumber: Kompas, Sabtu, 4 Juli 2009

Tangga Petirtaan Derekan
     Ditangga masuk menuju petirtaan inilah dulu ditemukan arca gajah kembar, yang menurut sumber informasi saya, sekarang arca tersebut sudah di pindah ke museum Ronggowarsito Semarang. 
  (Arca ada di gambar sebelumnya)
Relung tempat Arca Petirtaan derekan
     Sementara, Arca Dewa Siwa yang ditemukan, diduga ditempatkan di bagiam kiri petirtaan : 






      
umpak tiang
       



        Di sekeliling Petirtaan ada umpak, yang nampaknya dulu ada tiang penyangga untuk atap peneduh Petirtaan ini.
Pinggiran Petirtaan : ada umpak di setiap sisinya
    








Relief wayang ; Petirtaan Derekan
      Sebelum mbolang ke sini, ada upload an dari Mas Wrong Way dengan watu berelief wayang, daripada penasaran saya menelusuri.      
     Petunjuknya ada di bawah pohon kelapa di belakang warung di Petirtaan Derekan. dan inilah penampakannya.
    Namun saya pribadi tak bisa memastikan ini baru ataukah sejaman dengan usia Petirtaan Derekan ini. Hanya memang pola ukiran dan artistiknya memang berbeda.
      Mbolang bersama DEWA SIWA
    Dari atas yang tak berani nyebur : Mas Romi, Mas Hendri dan mas Suryo. Yang Berendam : mas Dhany dan Saya.
Dewa Siwa : Petirtaan Derekan
"Mencoba merasakan Bagaimana rasanya Bangsawan jaman Dulu"
Salam Pecinta Situs

@ssdrmk





     Sampai ketemu di kisah Mbolang Situs selanjutnya...

     
   




     Mari Kunjungi dan Lestarikan.... Salam Pecinta Situs
Gabung yukk dengan Komunitas Pecinta Situs DEWA SIWA

Selasa, 08 September 2015

Watu Lumpang Situs Mbodean Pringapus

Watu Lumpang Bodean Pringapus
     Selasa 8 September 2015.
    Berawal dari postingan hasil penelusuran mas Dhany Putra, saat trabas nya. Jadilah saya nagih beliau untuk 'guide' spesial. Janjian seperti yang sudah-sudah, Jam 3 setelah pulang kerja di toko beliau. Rute yang kami ambil : Pertigaan Karangjati, Traffict Light  dari Arah Solo Ambil Kanan. Kira-kira 3km kemudian sampai di pertigaan Klepu. Ambil jalan yang sebelah kiri.
alaska pringapus
Terus kira-kira 1km melewati Alaska (Alas Karet). 

     Pas di jalan menurun ada perempatan gang kecil. Ambil arah kanan.
SMP Al Hidayah Pringapus
    Kemudian melewati SMP Islam Al Hidayah

     Kira-kira 50m kemudian, disebelah kanan, tepatnya di kebun milik warga, Bapak Hami  watu lumpang itu berada.   
Watu Lumpang Mbodean : berada di Kebun Bapak Hami
Dewa Siwa : di Watu :umpang Bodean Pringapus

     Watu lumpang pada jaman dahulu sebagai bagian kehidupan masyarakat yang agraris/ pertanian. 
Salah satu fungsi digunakan dalam ritual setelah panen padi, yang berfilosofi syukur atas karunia melimpah dari Dewi Sri
Watu Lumpang Mbodean Pringapus
   "Selain syukur atas karunia Yang kuasa, bergandengan dengan tampah, orang jawa ketika memilih beras yang akan dimasak 'ditapeni' .... selalu yang ditumbuk adalah yang terbaik. Dan apa yang dipersembahkan adalah yang terbaik, sehingga panen kedepan akan jauh lebih melimpah..."
Watu Lumpang Mbodean Pringapus
    Selain itu, juga digunakan sebagai salah satu sarana untuk penyiapan sesaji (ditumbuk) dan kemudian dipersembahkan kepada para dewa. 
     Watu lumpang berdiameter 80cm. dengan lubang lumpang diameter 30cm.
       Setelah kami rasa cukup, kami akhiri blusukan hari ini. Namun saat beranjak pulang, baru 20 meter, Mas Dhany tiba-tiba berhenti. 
     Dan dengan tersenyum nampaknya sengaja menunjukkan kepada saya. Ada Watu candi kotak berpola yang ditata berjejer dipinggir jalan.
      Ada 3 buah batu candi yang tergolek begitu saja. Ketika ada seorang ibu-ibu kami tanyai. Hanya geleng kepala kemudian pergi. Karena penasaran, kami berhenti dan coba menyusuri sekitar area tersebut. Karena keterbatasan waktu dan narasumber, akhirnya kami sepakat lain hari dan lain waktu akan kembali lagi. Pertanyaan yang saya bawa pulang... "Selain watu candi berbentuk kotak ini, apalagi?".
   Juga, Janji Mas Dhany untuk mengorek informasi, "Pak Lik ku rumahnya dekat sini, segera secepatnya setelah dapat 'sisik melik' watu candi ini akan ku kabari. Curiga dengan watu candi ini, pasti temannya banyak", yakin beliau.
     Penasaran apa yang mas Dhany dapat? tunggu saja naskah blog berikutnya....
     Mbolang bersama Mas Dhany Putra
Dewa Siwa : di Watu :umpang Bodean Pringapus

     Save This Not Only a stone
Watu Lumpang Bodean Pringaous

     Sampai ketemu di kisah Mbolang Situs selanjutnya...

Mari Kunjungi dan Lestarikan....
Gabung yuk...di Grup FB Pecinta Situs DEWA SIWA

      Tambahan ( 11 Januari 2017) Video Amatir Blusukan :


Jumat, 04 September 2015

Watu Lumpang Beji Ungaran

Watu Lumpang Beji Ungaran
Jumat, 4 September 2015
    Setelah mas Eko Tjah Lewono Beji, uplod hasil blusukan alasnya.... tak perlu waktu lama untuk saya coba gali informasi.
pertigaan menuju beji
      Barangkali bisa saya ampiri perjalanan pulang dari kerja.
   Singkat cerita, setelah saya lempar ajakan di grup DEWA SIWA, dan mas Dhanny ternyata yang respon.       
Gunung Mergi
     Jadilah sore itu sekitar jam 3 kami janjian di traffict light Karangjati. Kemudian meluncur menuju lemah abang.
Watu lumpang di belakang rumah ini
     Setelah SPBU sebelum Karoseri Laksana ambil kiri. Sekitar daerah Prampelan, Tepatnya di Jalan Lingkar Ungaran, ikuti jalur itu, Melewati Terowongan dan juga indahnya pemandangan gunung Mergi yang tak utuh lagi.
       Setelah kira-kira 3km sebelum jalan cor berakhir, di sebelah kanan ada rumah warga.
     Watu Lumpang tepatnya berada 30m dibelakang rumah Bapak Mugi. Dipinggir Sawah Sekebrok, Desa Beji.
Watu Lumpang Beji

     Watu lumpang, pada jaman dahulu sebagai bagian kehidupan masyarakat yang agraris/ pertanian. Salah satu fungsi digunakan dalam ritual setelah panen padi, yang berfilosofi syukur atas karunia melimpah dari Dewi Sri
watu lumpang
     "Selain syukur atas karunia Yang kuasa, bergandengan dengan tampah, orang jawa ketika memilih beras yang akan dimasak 'ditapeni' .... selalu yang ditumbuk adalah yang terbaik. Dan apa yang dipersembahkan adalah yang terbaik, sehingga panen kedepan akan jauh lebih melimpah..."
     Selain itu, juga digunakan sebagai salah satu sarana untuk penyiapan sesaji (ditumbuk) dan kemudian dipersembahkan kepada para dewa. 
Watu Lumpang Beji Ungaran
     Seorang warga yang kebetulan kami temui bercerita, "Dulu watu lumpang itu sempat di bawa pulang warga, namun malam harinya, 'sing mbaurekso' memaksa untuk mengembalikan ke tempat aslinya".

     Masih cerita dari beliau, "Dulu di atas gunung ada Gua kuno dan altar singgasana. Terakhir sekitar tahun 2000an ada beberapa biksu yang ritual disana", sambil menunjuk arah gunung yang sudah rusak. Karena dibuat Jalur jalan lingkar serta batu yang ditambang, di ambil secara membabi-buta, Akhirnya gua dan altar serta singgasana itu sekarang musnah.
Sendang gunung Mergi
      Dari pengamatan kasat mata kami, landskape sangat mendukung keberadaan watu peninggalan. Seperti Gunung Mergi yang ternyata dulunya ada Goa dan gua dan altar serta singgasana. Kemudian kami bertanya tentang adakah sendang / mata air di area ini. Juga Makam yang biasanya masih terlihat jejak peninggalan tersebut. Finally ternyata mata air dengan debit yang cukup besar ada pula.... namun seperti yang sudah-sudah... pohon besar itu mulai mati. Generasi ini hanya tahu mengambil 'serakah' tanpa sadar harus pula merawatnya. Dirusaknya gunung Mergi niscaya beberapa waktu nanti akan raib mata air ini.
Watu kodok beji ungaran
    Saat di sendang inilah, kami dapat informasi keberadaan watu kodok di makam tak jauh dari sendang ini. Cukup mudah, karena berada di makam. Beginilah penampakan watu kodok itu.
     Beberapa warga kebetulan yang berada di area makam, kami tanyai tak ada yang paham ihwal watu kodok ini. Mereka hanya bilang peninggalan leluhur, dan hanya itu saja. Kearifan lokal yang putus begitu saja.
      Blusukan bersama Mas Dhanny, dan mas Eko
DEWA SIWA : Watu Lumpang Beji Ungaran

Save This, Not Only a Stone
@ssdrmk
      Sampai ketemu di kisah Mbolang Situs selanjutnya...
Mari Kunjungi dan Lestarikan....


Gabung yuk...di Grup FB Pecinta Situs DEWA SIWA

Rabu, 02 September 2015

Situs Watu Tapak Bedono Jambu

Watu Tapak Jambu Kab. Semarang
2 September 2015
      Blusukan Lanjutan dari situs Watu Lendoh Bedono Jambu. Informasi dari Mba Derry, tentang keberadaan batu yang kemungkinan prasasti di Daerah Jambu menmbuat saya tak rela melewatkan. 
watu tapak : penanda toko batako snd
     Petunjuknya cukup mudah karena berada di dekat jalur Jalan Raya Semarang - Jogja, tepatnya di seberang toko ini, juga tepat di antara jalan raya dan Rel kereta api. 
      Perhatikan arah panah di gambar berikut :
Watu Tapak : diantara jalan aspal dan Rel Kereta Api





Dusun Tapak Desa Kelurahan
    Keberadaan watu tapak ini konon memberikan penanda nama Dusun Tapak yang masuk wilayah Desa Kelurahan Kecamatan Jambu kabupaten Semarang.
   Menurut cerita yang saya dapat, Di watu ini dulu nampak jelas beberapa jejak kaki binatang.
     Dengan berjalannya waktu, perkembangan jaman. Cerita yang tutur tinular akhirnya cerita saat ini "Watu tapak, gambar kaki hewan bisa berubah-ubah. Watu tapak dikeramatkan oleh warga. Selain masih sebagai ritual, juga salah satu lokasi merti bumi." Jelas mba Derry
Watu tapak
   Di bagian inilah, (gambar watu tapak dibawah) konon watu ini dulu terlihat dengan jelas jejak beberapa kaki hewan.
    Beberapa warga mempercayai keberadaan watu ini ikut mempengaruhi keselamatan perjalanan di sekitar area. Karena jalan raya di samping watu tapak memang rawan kecelakaan. "Kadang ada warga yang memberi sesajen", tambah mba derry. Memang saat saya kesini ada beberapa bekas pembakaran menyan dan dupa juga kembang setaman.

    Walau tidak nampak jelas, bagaimana dan peninggalan apa. Entah Mitos ataupun malah mistis Namun saya tetep bisa lega, ngobati bagaimana rupa watu Tapak itu. Kearifan lokal seperti ini adalah kekayaan budaya kita sendiri. Kenapa tidak kita jaga????
      
Mbolang mampir bersama Wrong Way
DEWA SIWA : di watu Tapak Jambu
     Sampai ketemu di kisah Mbolang Situs selanjutnya... Mari Kunjungi dan Lestarikan.... 


Gabung yuk...di Grup FB Pecinta Situs DEWA SIWA

Watu Lumpang Lendoh Bedono Jambu

Watu Lumpang Lendoh Bedono Jambu
Rabu, 2 September 2015
  Berawal info dari Mas Achmad 'Najib' Hidayatullah beberapa bulan yang lalu ketika ketemu di perpustakaan Ambarawa. Setelah beberapa kali tertunda karena kecocokan waktu yang tak ketemu. Akhirnya takdir mempertemukan kami.... Mas Najib berkunjung ke perpustakaan, juga mas Wrong way pinjam buku. Akhirnya dengan sedikit paksaan akhirnya meluncurlah kami bertiga. 
soto kudus bedono : gang sebelahnya menuju watu lumpang
     Dari Perpustakaan Ambawara, meluncur menuju Jambu/ arah Jogja. 100m setelah pondok milik syekh Puji, atau setelah SPBU tak tajuh dari tikungan. 
Gang masuk 
      Jalan masuk menuju Watu lumpang ada di sebelah kanan, pas nya di sebelah persis warung soto kudus itu. 
sanitasi warga : petunjuk mudah keberadaan watu lumpang lendoh
     Kira kira 100m, ketemu dengan sanitasi umum warga.






      



     Tepat di seberangnya, Watu lumpang berada di samping rumah Bapak Mardi RT 04 RW II











     Dan inilah penampakannya, Watu Lumpang yang tinggal setengahnya saja itu...




















     Secara Administratif, Watu Lumpang berada di Dusun Lendoh Desa Bedono Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang.     
watu lumpang Lendoh bedono
    Masyarakat sudah 'lost history' tentang watu lumpang ini, beberapa warga yang sempat kami korek informasi mengenai watu lumpang ini hanya menjawab, "Itu batu sudah lama sekali dan kondisinya memang sudah tinggal separuh".
     Watu lumpang erat kaitannya dengan ritual tertentu masyarakat jaman dulu yang agraris. 
    Digunakan untuk menumbuk campuran sesajen yang akan digunakan untuk ritual sedekah bumi, atau ritual lain seperti penyembahan kepada para dewa masa itu. (Hindu klasik), Seperti upacara kepada Dewi Sri.
       2m dari Watu lumpang, ada batu bongkahan yang identik pecahannya. walaupun bentuknya sudah tak sama, namun masih jelas terlihat potongan lubang yang persis. 
      Anasir lain yang biasanya menjadi ciri khas tinggalan neneg moyang, selain berada di 'gumuk', tanah yang subur juga dekat dengan mata air. Dan memang benar. kira kira 50 meter di arah timur, di tengah kebun milik warga ada sendang yang masih tersisa air jernih.
    Warga mengenal dengan Sendang Kaligandu
Kaligandu Lendoh Bedono
      "Saat kecil saya, airnya masih bening dan segar. Banyak warga yang memanfaatkan untuk mandi maupun nyuci, namun saat ini sudah hampir dilupakan", cerita mas najib. Hanya beberapa pompa penyedot milik warga dan milik syekh Puji yang terlihat terus mengambil sumber air sendang ini. Biasanya, karena tergerus perubahan zaman. Alam yang ta dipedulikan; seperti penebangan pohon yang membabi buta, terutama pohon besar penyedot dan penahan air seperti Bringin, Bendo atau pohon lain. Juga pengambilan air dengan penyedot otomatis (artesis)  menjadikan Sendang turun temurun ini musnah. Tak Lama Lagi.

     Mbolang bersama Wrong Way@ssdrmk dan Mas najib
Watu Lumpang Lendoh Bedono

   Penelusuran kemudian kami lanjutkan ke Makam bedono dan Ndog Gunung yang berada tak jauh dari lokasi. Namun, Saat di makam Lendoh yang kami temui adalah nisan 'unik' namun terasa energi yang besar bagi kami. (kami tak berani ambil gambar). Nisan peninggalan masa Kolonial. Tertulis di nisan tahun 1914-1915 dengan tulisan berbahasa kompeni.
     Karena hal inilah saya dan Wrong way memutuskan untuk menyudahi Mbolang hari ini. Dan Penelusuran ke Ndog Gunung lain hari lain waktu...semoga... karena ada info lain lagi tak jauh dari sini, ada reruntuhan candi di rumah seorang warga.

Save This, Not Only a Stone


    Sampai ketemu di kisah Mbolang Situs selanjutnya... Mari Kunjungi dan Lestarikan.... 
Gabung yuk...di Grup FB Pecinta Situs DEWA SIWA