Kamis, 13 Agustus 2015

Candi Gunung Suring dsn. Lendoh Kelurahan leban Boja

Candi Gunung Suring Lendoh Kel. Leban Boja
     Kamis, 13 Agustus 2015.
     'Mblusuk mampir pulang kerja', Ajakan Lek wahid tak mampu saya tolak, walaupun akhirnya harus sambil momong....  dan untuk yang kedua kalinya mbolang bersama anak lanang Jagad Pramudhita
    Tujuannya adalah reruntuhan candi di Daerah Boja. Atas informasi dari Mas Benny dan Mas Imam
Menuju Banjarejo
     Sesuai kesepakatan, kami berkumpul di jalan depan makam Siwogo Gunungpati jam setengah 4. Kemudian kami melewati jalur Gunungpati-Boja. 
menuju Banjarejo Boja Kendal
Perempatan Banjarejo
    Kira-kira 1km (sebelum pemancingan Sekopek) ambil kiri. Cari petunjuk di pertigaan menuju Banjarejo melewati Vila Siberi.
   Kemudian melewati perperempatan dengan jalan tanjakan cukup curam, ambil lurus terus.
pertigaan lendoh
    Kira-kira 500m kemudian, melewati persawahan dan jembatan, di jalan sedikit nanjak. Disebelah kiri akan ketemu dengan petunjuk menuju dusun lendoh.
   ikuti jalan tersebut. (semua foto petunjuk kontributor mas Beny)
     Jalur yang lumayan ekstrim menuju lokasi. Hati-hati namun pemandangan alam yang cukup indah mengiringi kami. 
Menuju Candi Gunung Suring Lendoh Boja Kendal
Dari Candi gunung Suring Lendoh Boja
     Hamparan hijau lembah, persawahan dan gunung yang menakjubkan. 
  Setelah Parkir motor di jalan yang masih bisa kami tempuh... Kira-kira menuju lokasi kami harus jalan kali sekitar 500m, menyusuri pematang sawah. Jika dengan trail mungkin masih bisa mendekat.
Candi Gunung Suring Lendoh Boja
    Dibawah rimbunan pohon bambu, reruntuhan Candi Gunung Suring berada. Secara administratif Lokasi Candi Gunung Suring ini ada di Dusun lendoh, Kelurahan leban Kecamatan Boja Kabupaten Kendal. Berada di lahan pribadi warga desa. 

Candi di Banjarejo Boja Kendal
     Dari Cerita mas Beny, sesuai yang didapat dari sesepuh di desa nya (Mas benny rumahnya kebetulan di Dusun lendoh Pula), "Konon, akan dibuat masjid pada jaman wali. Namun karena keburu pagi hari dan belum jadi, kemudian di rubuhkan sekalian". Sebuah cerita biasa yang sering kami dengar. 
Candi di Banjarejo Boja Kendal
       Tak perlu kami menyanggah karena pasti kebenaran yang mutlak suatu saat akan terurai. Masih mas beny bercerita, "Warga menyebut candi Gunung Suring ini dengan watu Pande", entah apa artinya. Bagi kami nama pande bisa berarti macam-macam, bisa pandai bisa pula batu para pembuat senjata dari besi/ para tukang.
     "Warga menganggap tempat ini keramat, sehingga jarang sekali yang kesini. Selain tentu tempatnya yang relatif jauh dari kampung juga jalannya nanjak", tambah mas Beny.
      Reruntuhan Candi Gunung Suring dusun Lendoh ini belum terjamah perhatian sama sekali, itu terlihat dari ceceran dan tumpukan batu hanya ditata sedemikian adanya.




     Beberapa gambar 'watu candi' yang tersisa :











   Seperti kebanyakan Candi hindu yang lain, Candi ini dilengkapi Yoni. 



Yoni Candi Gunung Suring
    Yoni sebagai pusat ritual berpasangan dengan Lingga yang ditempatkan diatas Yoni ini.  Namun keberadaan lingga entah dimana, belum kami temui.
    



Yoni Candi Gunung Suring ini sangat unik di relief ceratnya.
Cerat yoni Gunung Suring
  
 Cerat Yoni Candi Gunung Suring Lendoh Leban :








    

     Beberapa gambar 'watu candi' yang tercecer :




     























    Semoga secepatnya pihak terkait segera merespon...... agar ta hilang candi ini

Saya, lek Wahid, Mas Beny dan Mas Imam :
Dewa siwa di Candi Bubrah Lendoh Banjarejo Boja
Sampai ketemu di kisah Mbolang Situs selanjutnya...
Bakso Pak Janto

   Sebelum pulang kulineran dulu, 






Save This...., NOT ONLY a STONE!!!
Saya dan Jagad Pramudhita di Candi Bubrah Lendoh banjarejo Boja
Salam Pecinta Situs
Mari Kunjungi dan Lestarikan....
Gabung yuk...di Grup FB Pecinta Situs DEWA SIWA

Rabu, 12 Agustus 2015

Situs Pidodo Karangtengah Demak

Situs Pidodo Karangtengah Demak
Minggu 9 Juli 2015

       Setelah dari Situs Candisari Mranggen, Pandawa Lima "Pemblusuk situs" : Saya, Mas Trist, Mas Romi, Mas Indra dan mas Suryo melanjutkan ke tujuan yang kedua. Desa Pidodo Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak.
 Dengan bantuan googlemaps, kami meluncur. Sambil berharap jaringan tetap ada. Sebetulnya jarak memang tak terlalu jauh, hanya 11km saja. Namun Cuaca yang sangat panas membuat perjalanan terasa sangat jauh dan berat. Saya sampai habis 3 botol air mineral dalam perjalanan menuju Pidodo. Petunjuk yang sempat saya abadikan.
    Menuju Pidodo, penanda arah yang paling mudah adalah... Bila sudah dekat dengan Sungai Tuntang dan Buyaran (Pasar) berarti sudah sangat dengan Desa Pidodo, tak sampai 2km saja.
Kantor Desa Pidodo : tempat kami berhenti dan bertanya
      Saat kami sudah sampai Desa Pidodo... Terasa langsung semangat lagi. Sudah tak terasa panas menyengat ubun-ubun. Hanya satu  saja : tak sabar segera ingin tahu situs Pidodo. 
    Namun, 3 warga kami tanya angkat bahu, Ibu-ibu di warung (pura2 beli rokok) ku tanya geleng-geleng kepala. Malah Mas Romi tanya Pak RT juga terkejut, malah balik bertanya, "Apa ada mas di Pidodo?", "Lho kok?".... Kami belum menyerah... kemudian Mas romi mencari sendiri Rumah Bapak Carik .... Saat dia kembali, "Pak, Carik terkejut, emang ada mas? mungkin di kuburan Mbah Kopek, di belakang SDN Pidodo... Di Makam itu memang ada patung", ulang mas Romi seperti jawaban dari Bapak Carik.  Ta berbasa-basi lagi kami segera angkat kaki menuju makam Mbah Kopek, Sesuai petunjuk Bapak Carik.  
    Segera kami putar balik arah meluncur ke lokasi. Awalnya saya sempat memandang lama Makam di Belakang SD itu, ketika kami tiba di Pidodo, dan ternyata seharusnya saya juga percaya kepada hasrat saya tadi untuk menengok di makam itu terlebih dulu.
   Kemudian kami parkir di depan musholla sebelah makam.
      Setelah minta ijin/ menyapa warga yang berada di belakang musholla, sambil bertanya dimana patung mbah kopek? "Ooo di bawah pohon asem, dipinggir makam itu mas". , jawab seorang Bapak. Kami secepatnya menuju lokasi.
   Dan Sampailah kami :


Arca Durga Situs Pidodo Demak
     Di situs Piododo ini ada Arca Durga, Yoni, umpak dan batuan candi lepas. Masyarakat sekitar lebih mengenal dengan 'Mbah kopek". Oleh Masyarakat dikeramatkan, dibangunkan pula alas untuk arca ini sekaligus penanda bahwa sering pula digunakan untuk ritual.

     Keberadaan arca di tengah areal makam, sedikit warning bagi kami agar menjaga sikap dan tingkah laku saat disini. 

      Menurut kepercayaan umat Hindu, Durga (Dewanagari: दुर्गा) adalah shakti Siwa. Dewi Durga (atau Betari Durga) adalah ibu dari Dewa Ganesa, Dewa Kumara (Kartikeya) dan Ashokasundari. Ia kadangkala disebut Uma atau Parwati. Dewi Durga biasanya digambarkan sebagai seorang wanita cantik berkulit kuning yang mengendarai seekor harimau. Ia memiliki banyak tangan dan memegang banyak tangan dengan posisi mudra, gerak tangan yang sakral yang biasanya dilakukan oleh para pendeta Hindu.
Arca Durga Situs Pidodo
     Di Pidodo ini ada Arca Durga yang sedang menginjak lembu dan tangan yang memegang Asura Mahisa. (Akan saya kutipkan cerita untuk menjelaskan arca durga tersebut)  Kemudian Yoni, umpak dan batuan candi lain yang rusak
 Di Nusantara, Dewi ini cukup dikenal pula. Candi Prambanan, yang konon juga dipersembahkan kepada Dewi ini. Kisah tentang Bunda Alam Semesta :
     Dalam cerita rakyat, kita mengenal legenda Roro Jonggrang di Candi Prambanan. Kita tidak tahu banyak, sejak kapan kisah Roro Jonggrang melegenda, dan apakah patung yang disebut Roro Jonggrang di Candi Prambanan tersebut betul mewakili legenda tersebut? Roro Jonggrang adalah seorang putri raja yang tidak senang orang tuanya ditaklukkan dan dia diminta menjadi istri sang raja penakluk. Dia berupaya menolak dengan berbagai upaya, dan karena sang raja penakluk marah maka dia dikutuk menjadi patung. 
    Di Candi Prambanan terdapat relief kisah mulia Ramayana dan di dunia ini hanya di Candi Prambananlah kisah Ramayana dipahat pada dinding candi sebagai relief. Dalam kisah Ramayana, disebutkan bahwa Sri Rama yang sering disebut titisan Sri Vishnu pun pada saat perang melawan Rahwana berdoa kepada Bunda Alam Semesta yang berwujud sebagai Durga. 
    Patung Roro Jonggrang tersebut sesungguhnya adalah patung Durga Mahishasuramardini, Durga yang mengalahkan asura Mahisha. Patung yang menggambarkan Dewi bertangan delapan dan menginjak kerbau (mahisha) tersebut tidak ada kaitannya dengan Roro Jonggrang tetapi jelas menggambarkan patung Durga Mahishasuramardini. Kata Prambanan sendiri berasal dari Param Brahman, Kebenaran Mutlak Tertinggi
      Dikisahkan suatu waktu, Resi Markandeya menceritakan kisah Bunda Alam Semesta kepada Resi Baguri. Resi Markandeya bercerita bahwa adalah Raja Suradha yang diusir dari kerajaan oleh rakyatnya sendiri bertemu di sebuah hutan dengan pengusaha Samadhi yang diusir oleh istri dan anak-anaknya. Mereka berdua merasa bahwa kejadian yang menimpa mereka berada di luar kewajaran. Kemudian mereka berdua menemui Resi Sumedha yang mengatakan bahwa mereka mengalami ilusi yang disebabkan Mahadewi bernama Vishnumaya. Mereka berdua ingin mengetahui kisah Mahadewi Vishnumaya atau ibunda para dewa, dan diceritakanlah kisah Dewi Mahatmya yang terdiri dari 3 cerita. Durga Mahishamardini adalah kisah Mahalaksmi, nama lain dari Bunda Alam Semesta yang membunuh asura di kala seluruh dewa tidak sanggup mengalahkan sang asura. 
     Asura Mahisha adalah seorang raja yang kuat dalam bertapa, dia memiliki power of the will (niat yang kuat), power of action (kerja keras), power of knowlege (ilmu yang dalam), tetapi tidak mempunyai power of knowingness / power of wisdom (kesadaran). Brahma menemuinya dan menanyakan apa obsesi sang asura. Mahishasura memohon Brahma agar dia dapat hidup abadi dan Brahma menyampaikan bahwa itu berada di luar kewenangannya. Kemudian Mahishasura meminta bahwa dia tidak bisa dikalahkan oleh seluruh manusia dan dewa, dan dia hanya dapat dikalahkan oleh seorang perempuan. 
      Brahma mengabulkan permohonannya, dan Mahishasura bergembira karena Trimurti yaitu Brahma, Shiva dan Vishnu pun termasuk dewa sehingga dia tidak dapat dikalahkan oleh mereka. Kalau mereka tidak mengalahkannya, apalagi makhluk ciptaan mereka yang berjenis perempuan, maka menurut pikirannya dia tidak akan dapat dikalahkan. 
      Mahishasura kemudian dengan para panglima dan pasukannya mengalahkan para dewa dan menguasai tiga dunia. Di bawah penguasaan Mahishasura yang lalim kondisi masyarakat tiga dunia semakin menderita. Di kala Trimurti kewalahan menghadapi permasalahan, maka Bunda Alam Semesta akan datang membantu. Dalam lain kisah tentang Bhandasura, para dewa yang tidak dapat menyelesaikan masalah mendapat bantuan dari Bunda Alam Semesta yang mewujud sebagai Dewi Lalita Parameswari.
      Para dewa menghadap Vishnu, Shiva dan Brahma menyampaikan kesewenang-wenangan Mahishasura dan keangkuhan bicaranya bahwa tidak ada satu pun dewa termasuk Trimurti yang dapat menaklukkannya. Vishnu, Shiva dan Brahma dan seluruh dewa sedang memuncak kemarahannya akibat tindakan Mahishasura. Dan, kekuatan kemarahan terhadap kejahatan tersebut memunculkan sinar yang sangat cemerlang yang membentuk wujud seorang perempuan. Dewi yang muncul ini kemudian diperkuat dengan berbagai senjata oleh semua dewa. 
       Bunda Alam Semesta yang mewujud sebagai akibat kemarahan para dewa ini merupakan kekuatan yang akan mengalahkan Mahishasura. Sang dewi berkata, “Aku adalah pengantin abadi dari ParamaPurusha. Kekuatanku menciptakan alam semesta. Dia adalah “belahan jiwaku”…… Aku hanya aspek lain dari prinsip abadi. Sama seperti sepotong besi yang ditarik oleh sebuah magnet, Dia menjiwai aku. Jika Mahishasura ingin hidup, dia harus berdamai dengan dewa dan kembali ke bumi atau ke dunia lain. Apabila dia tidak ingin hidup dia harus menghadapiku dalam pertempuran!” 
     Mahishasura tidak mau tunduk kepada sang dewi dan bersama pasukannya menyerang Sang dewi. Sang dewi segera menciptakan pasukan yang sebanding. Mahisha menarik busur dan meluncurkan banyak anak panah, dan pertempuran dimulai. Setiap anak panah Mahisha dijatuhkan sang dewi dengan anak panahnya. Dalam waktu singkat pasukan Mahishasura telah dapat dikalahkan pasukan sang dewi. Sang dewi kemudian melemparkan Pasa (tali pengikat) untuk mengikat Mahisha akan tetapi Mahisha mengambil wujud sebagai singa dan mencoba menerkan sang dewi. Sang dewi menebasnya dengan pedangnya dan matilah sang singa. 
     Kemudian Mahisha mengambil wujud sebagai gajah dan melemparkan batu-batu besar ke arah sang dewi dan singa yang dinaikinya. Batu-batu tersebut dihancurkan oleh sang dewi dan kemudian sang dewi kembali membunuhnya dengan pedang. Selanjutnya Mahisha mengambil wujud sebagai seekor kerbau dan menanduk sang dewi. Sang dewi memukulnya dengan menggunakan trisula sampai sang asura pingsan. Pingsan sebentar sang asura siuman kembali dan menerjang sang dewi dengan mengeluarkan raungan yang memekakkan telinga. Sang dewi segera menginjaknya sehingga kerbau tersebut tidak dapat bergerak dan kemudian mengakiri hidup sang asura dengan sebuah cakra. 
      Mahisha adalah lambang dari obsesi (kama, nafsu) dan kemarahan (krodha) seorang penguasa yang membuatnya menjadi serakah (lobha). Ketiga sifat itu seharusnya dilepaskan karena ketiganya menutupi cermin kesadaran sehingga cerminnya tidak nampak lagi. Kama, krodha dan lobha lebih tangguh daripada musuh yang terlihat mata. Kadang-kadang kemarahan mengambil wujud sebagai orang yang tersenyum yang sangat membahayakan karena kita dapat dibuat lengah dan tidak waspada bahwa dia menyelipkan pisau di bawah ketiaknya. Mahishasura selalu berubah wujud, seperti pikiran yang berubah wujud dan berkembang biak sangat cepat. 
      Jika kita memukulnya sebagai kerbau dia akan mewujud sebagai gajah. Bila kita membunuh sebagai gajah dia akan mengambil bentuk yang lain, sehingga manusia sulit mengalahkannya. Energi kita akan habis untuk melawannya. Keinginan satu dipotong akan berubah wujud menjadi keinginan lainnya. Kecuali kita dapat memotong sampai ke akar-akarnya, ke sumbernya, atau menaklukkan esensinya. Keinginan adalah bukan wujud luar dari tindakan tetapi adalah kecenderungan yang dalam. Bahkan seseorang yang nampaknya tidak bertindak apa-apa bisa saja menyimpan keinginan yang dalam. 
      Kekotoran dari kama, krodha dan lobha ini dapat dihapus dengan karma yoga, melayani tanpa kepentingan pribadi. Sedangkan keinginan dari kama, krodha dan lobha dapat dihapus oleh upasana, kedekatan dengan Yang Maha Kuasa. Setelah karma yoga dan upasana kita harus masuk selalu berupaya untuk selalu berada dalam kesadaran. Ajnana atau ketidaktahuan lebih halus bentuknya daripada kekotoran dan keinginan. Ketidaktahuan akan Kebenaran, Avidya atau Ajnana membuat kita menginginkan sesuatu. 
     Mengapa angin bertiup kuat? Sebab, matahari tertutup oleh awan, yang menimbulkan kegelapan dan kemudian badai topan mulai bertiup berupaya menumbangkan pohon diri. Kala Atman ditutupi oleh awan ketidaktahuan, angin keinginan mulai berhembus dan mendatangkan badai kemarahan dan kekerasan. Kisah Devi Mahatmya mengajarkan transformasi dari sifat alam tamas, rajas dan satvik. Tamas mewakili kemalasan, rajas mewakili kemarahan. Satvik pun merupakan kaca transparan yang menghalangi antara kita dengan Kebenaran. Kita dapat melihat kebenaran tetapi tidak dapat mencapainya. (sumber cerita : triwidodo.wordpress.com)
Dewi Durga Situs Pidodo
         Dewi Durga dikenal juga menguasai ilmu pangiwa. Dewi Durga Bertangan delapan di masing masing bersenjatakan Cakram; petir; teratai; ular; pedang; gada; terompet kerang; trisula
     Seperti yang terlihat, Arca Dewi Durga telah rusak. Tanpa Kepala dan pecah/ terputus bagian bawah (tepat di kaki). Hingga nampak terpisah lembu yang diinjak sang dewi.
    Sementara itu, tangan kiri dewi Durga yang memegang Asura Mahisa masih nampak terlihat, walapun tentu saja aus di di semua sisi.
Asura Mahisa : situs Pidodo Demak
   
    Perwujudan Asura Mahisa yang telah di takhlukkan oleh sang dewi durga :













      








Lembu Perwujudan asura mahisa : Situs Pidodo Demak
     










      Lembu yang diinjak Dewi Durwa, Perwujudan Asura Mahisa :







     Yoni Situs Pidodo Karangtengah kabupaten Demak :
Yoni Situs Pidodo Demak
     Selain Arca Dewi Durga, di Situs Desa Pidodo Karangtengah Kabupaten Demak ini terdapat pula Yoni.
Yoni situs Pidodo Demak
     Yoni telah mengalami kerusakan hebat, Terdapat bekat 'plathok-plathokan' benda tajam, sisa usaha penghancuran.

Umpak Situs Pidodo Demak
     Juga peninggalan umpak yang telah mengalami perubahan bentuk.
    Umpak digunakan sebagai penyangga tiang sebuah Bangunan. Keberadaan Umpak ini memperkuat dugaan kami bahwa di pidodo ini dulunya ada sebuah Bangunan suci yang digunakan oleh umat untuk beribadat umat agama Hindu pada jaman dulu. 
Umpak Situs Pidodo Karangtengah Demak

    Dan tentu saja watu candi yang beukuran kecil, di tata di sekitar Arca Dewi Durga
Watu candi Situs Pidodo Karangtengah Demak

     Suhu Panas yang kami rasakan saat menuju lokasi, terasa berbeda saat kami berada di area situs Pidodo. 
     Terasa sejuk, semilir dan membuat kami betah berlama-lama. Jajaran pohon besar, asem, trembesi dan aura tenang di Situs ini membuat kami sejenak beristirahat.
    




      Mblusuk bersama Pandawa Lima 'Tukang  Mblusuk'. 
Situs Pidodo Karangtengah Demak 
      Saat kami di situs ini banyak anak kecil yang penasaran dengan kami. Kata mereka saat kami tanya, "Apa yang dilakukan kakak2 itu ya, kan itu patung angker?"... Setelah melihat kami melambaikan tangan dan mengajak foto bersama, kemudian kami sedikit memberikan penjelasan, akhirnya penasaran mereka terobati. "Oh ini peninggalan sejarah ya kak?", mereka manggut-manggut, nampaknya mereka baru mengetahui.
   Ternyata sejarah memang diputus.... entahlah...apa tujuannya.
      Namun satu keuntungan untuk arca Dewi durga ini. Orang akan takut berbuat macam-macam.

Salam Pecinta Situs
Situs Pidodo Karangtengah Demak 
     

     Sebelum kami berlanjut ke Situs Pilangrejo Kec. Wonosalam Kabupaten Demak, kami 'ngisi perut" terlebih dulu : Mie Ayam Buyaran.









     Sampai ketemu di kisah Mbolang Situs selanjutnya...
Mari Kunjungi dan Lestarikan....
Gabung yuk...di Grup FB Pecinta Situs DEWA SIWA

Senin, 10 Agustus 2015

Situs Candisari Mranggen Demak

Situs Candisari Mranggen Demak
Minggu, 9 Juli 2015
      Berjudul "Blusukan Morotuwo", mbolang ke situs di area Demak ini saya lakukan bersepakat dengan Max Trist, yang ternyata  punya mertua di Mranggen juga (Taman sari) sementara saya daerah Kembangarum. Setelah mencari hari yang tepat, nego dengan istri masing-masing (mesti kaget, ga biasane kok ngajak pulang--- ternyata modus... hahahahaha).
    Ku-coba ngabari rekan Romi Romeo, yang asli Mranggen juga (Batursari), jadilah kami janjian di SPBU Mrangen. Lewat naskah ini pula, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. paling telat ya. "Mbocengke berbadan2 ga wani ngebut". Ternyata mas Suryo dan Mas Indra ikut juga. Wah jadilah kami berlima, Serasa Pandawa lima..... (foto by mas trist)
MTsN Mranggen Demak
    Tujuan Mbolang kali ini ada 3 lokasi, Yang pertama Candisari Mranggen, Kemudian Pidodo Karangtengah dan Pilangrejo Wonosalam. Tak menunggu lama, kami langsung menuju lokasi. 
'Ponpes Al Ma'ruf Candisari mranggen
       Melewati Taman Sari, Singgah sebentar di Rumah Mertua Kang Trist. Lewat Taman Sari kemudian ambil jalan menuju Candisari.  Penelusuran yang pertama ini cukup mudah. Karena Mas Trist sudah pernah ke lokasi. 
     Petunjuk yang paling mudah, cari saja MTsN Mranggen Demak, kemudian di samping MTsN ini ada Area Kampus Pondok Pesantren Al Makruf .




     Situs berada di halaman Rumah Beliau Kyai Masrur Kholil. Beginilah nampak Situs Candisari Mranggen :  
Situs Candisari Mranggen                 

Begitulah, kondisi saat saya datang kesini..... 

     "Watu candi ini, hasil pindahan dari sawah yang ta jauh dari rumah beliau", jelas Mas Trist saat memberikan penjelasan kepada kami karena Tuan Rumah, Beliau Kyai Masrur sedang pergi. "Bahhkan menurut Pak Kyai, pemindahan itu dilakukan setelah jam 12 yang sebelumnya slametan terlebih dulu", tambah Mas Trist seperti yang dijelaskan oleh Bapak Kyai Masrur.

      Saat kami ke sini, ya wujudnya seperti ini :
Situs Candisari Mranggen

    Kemudian, setelah minta ijin dulu dengan bu Nyai (yang ijin mas trist tentunya).  Kami menyingkirkan terlebih dulu 'kalabendu' itu.... jadilah nampak sisa keindahan itu :
Situs Candisari Mranggen Demak


     Ketidakjelasan bentuk, membuat kami sangat penasaran penampang tengah. Berlubang seperti umpak/ yoni atau berbentuk apa. Akhirnya berempat mencoba mengangkat, sementara saya tugasnya hanya jepret saja. paling ringan tentu saja... hahahahaha. 
Situs Candisari Mranggen Demak
     Dan memang terlihat berat dari ekspresi ke empat rekan saya.... hehehehe

      Saat pertama kami kesini, mas Tris berhasil memperoleh informasi tentang watu candi ini, "Kui watune ceritane jaman wali songo, salah sawijine wali ditugasi gowo watu kui di nggo masjid Agung Demak.. tapi ora entuk ngerti uwong sak durunge jago kluruk...lha berhubung tekan kono ono pitek kluruk ..akhire di tinggal.." jelas Mbah Kyai Masrur Kholis seperti yang dituturkan Mas Trist kepada kami..

     
Kemuncak Situs Candisari Mranggen
Masyarakat Candisari menyebutnya watu papak. Sementara kami menyimpulkan watu candi bagian atas adalah kemuncak walau masih penuh keraguan. Jika Kemuncak Candi sebesar ini (kadang pagar bangunan candi/kuil suci) maka tentunya begitu banyak reruntuhan candi yang lain. Jika bukan apakah ini...? Karena mengalami K(P)erusakan yang hebat (monggo mo baca pake huruf k/p)... bentuk aslinya terkaburkan. Cerita dan fungsi juga sudah berbeda pula.
Situs Candisari Mranggen

     Sementara yang bagian bawah masih terjadi perdebatan, namun saya pribadi lebih menduga ada beberapa kemungkinan,       
     Antara Umpak dan lapik arca. Saya hampir yakin penempatannya pun hanya melihat asal cocok/ pas saja. Bahkan mungkin penemuan dengan lokasi yang berbeda antar batu kemuncak dan watu lapik/umpak tersebut.
Situs Candisari Mranggen
   Seperti yang saya singgung sebelumnya, jika itu umpak candi maka diperlukan bahan pembuat candi yaitu batu yang berjumlah banyak. Sementara daerah demak ini didominasi dengan batu cadas, Batu kapur dan batu karang. (Yang dulu Demak ini sebagian besar adalah bekas lautan). 
Vandalisme di situs Candisari
     
     Saat ambil gambar close up ada tulisan yang asal-asalan dan malah memperburuk kerusakan watu candi ini. Tulisan " Batu Peninggalan"
    
    Selain batu peninggalan tersebut, didekatnya ada batu candi pecahan yang berukuran kecil :
Watu Candi di Situs Candisari Mranggen Demak
    Setelah mendokumentasikan, sampil beramah tamah dengan santri, niat kami sambil nunggu Beliau Bapak Kyai, eh malah anak-anak santri memberikan info yang menarik. Ada lagi sumur yang cukup tua. "Kata Beliau Kyai masrur, Sumur itu zaman wali", santri tersebut bercerita. "Tak jauh kok dari sini, mari kami antar, kami jalan kami kakak2 langsung menuju lanan di samping MTsN aja.", ajaknya. Ta Sanggup menolak. Akhirnya kami ikuti saja.
Sumur bersejarah : Situs Candisari Mranggen demak
     Ajaib bagi kami, para santri tersebut berjalan kaki, dan kami naik motor.... namun jalan mereka begitu cepat sekali ya....???.
Sumur bersejarah tersebut
     Tak pernah mengering dan selalu jernih. Ukuran batu bata lumayan besar dan tidak umum untuk jaman modern ini. Sebagai sumber air utama pula, untuk semua kegiatan Pondok.
    Perjalanan kami lanjutkan, mencoba menelusuri kembali lokasi awal. Namun hasilnya nihil, walaupun Makam kami telusuri, puluhan warga kami tanyai warga hanya menggelengkan kepala. 
     Kesimpulan saya....
Wajarlah, Situs Agama Hindu ini dulunya berada dekat dengan Kesultanan Islam Demak, ada proses 'aneksasi' mungkin saja. Tapi itulah kehidupan. Yang Lama akan digantikan yang baru, Tak ada yang abadi!

     Kemudian Perjalanan kami Lanjutkan Menuju Situs Pidodo Karangtengah Demak.

Mbolang "Mblusuk Morotuwo"
Di Situs Candisari Bersama Santri Ponpes Al Ma'ruf Candisari Mranggen Demak
Salam Pecinta Situs


Sampai ketemu di kisah Mbolang Situs selanjutnya...
Mari Kunjungi dan Lestarikan....
















Gabung yuk...
di Grup FB Pecinta Situs DEWA SIWA