Kamis, 01 Februari 2018

Situs Makam Kyai bagus Gunung, Baran Ambarawa

Situs Makam Kyai bagus Gunung, 
Tanpa Banyak waktu, karena gerimis sudah mulai turun dari langit, kami (Saya dan Lek Suryo) mengekor dibelakang Mas Eka menuju Situs yang pertama dan Masih di area Kota Ambarawa. Di Sekitar area ini ada 7 Watu Lumpang Lain yang berdekatan, juga potongan arca bagian pinggang sampai paha, juga sebuah gumuk bernama Selembu yang saat ini berubah menjadi kolam renang dan Nama selembu ini hanyalah tinggal nama, walau identik dengan keberadaan Arca Nandi = Sapi = Lembu. Kami pernah mendengar dulunya memang di Selembu ini dulu ada arca Nandi.
Beberapa Kali berbelok di jalan kampung, menyusuri jalan sempit kemudian sampailah kami. 
Makam Kyai Bagus Gunung
Di “Makam Kyai Bagus Gunung” warga menyebutnya demikian.
Kami langsung segera mempersiapkan diri (Saya dan Lek Suryo) mendokumentasikan struktur batu candi yang tertata rapi di komplek makam yang membentuk nisan.

2 Kemuncak,














Batu Kotak Polos dan tentu saja ciri khas struktur sebuah bangunan suci masa lalu, 












Batu berpola.












Batu dengan kuncian.















Info keberadaan struktur Batu Candi ini, secara tak sengaja saya tahu dari Pak RW yang tertarik saat saya menelusuri jejak makam kuno yang berada di makam umum tak jauh dari lokasi ini”, cerita Mas Eka.
“Bapak RW bercerita mengenai keberadaan batu yang ada tulisan huruf jawa kuno (belum yakin jenis huruf) yang saat kebetulan ada warga yang jago bahasa Jawa ternyata tak bisa membaca”, tambah Mas Eka WP.
Kyai Bagus Gunung, dipercaya warga sebagai pemuka, tokoh pada jaman dulu yang mbabat alas area ini. Makam sangat dikeramatkan warga. Terlihat dari peraturan yang tertulis ketika masuk ke area makam, Sandal sepatu wajib dilepas.
Setelah merasa cukup, kami kemudian mengakhiri penelusuran jejak purbakala di Makam Kyai Bagus Gunung, semoga kami bisa turut menjadi saksi bagaimana wujud Batu berinskripsi tersebut. Karena tidak mustahil menjadi catatan penting penanda peradaban lereng gunung Ungaran yang masih terselimut misteri.
Saat akan mengendarai motor, seorang ibu-ibu mendekat dan nampaknya penasaran dengan aksi kami mendokumentasikan Makam Kyai bagus Gunung ini. Spontan kami bertanya, “Adakah yang lain?”. Dulu di bawah makam ini, di sisi lereng sebelah utara ada watu lumpang tepat di sebelah mata air. Yang sekarang di buat bak tendon air tertutup. Tapi karena tak ada yang mengerti digepuklah lumpang itu”, panjang lebar beliau bercerita. Gelo adalah kata pertama yang menggambarkan suasana hati kami.  Padahal menurut beliau Watu Lumpang itu berukuran lumayan besar dan masih bulat sempurna. Gundah mengiringi kami berlalu dan melanjutkan blusukan ke destinasi yang kedua.
Sekali lagi kami mengekor dibelakang Mas Eka WP, sebelum beranjak Jauh. Tepat dihalaman Masjid, tiba-tiba Mas Eka memberi tanda  untuk mampir. Tanpa kata, telunjuknya mengarah ke sisi kiri masjid. 
Saya dan Lek Sur serentak terpana. 
Baran Gunung Ambarawa
Berdiri Tegak seperti (dugaan saja) Lingga Semu di pojokan undakan Masjid. “Konon menurut Bapak RW, sebelum dikeramik. Undakan itu adalah struktur batu Candi yang berukuran besar”, tambah Mas Eka semakin membuat kami menyesal. Di depan Masjid ada Bale Panjang yang konon juga kuno. 
Bentuknya seperti Gazebo namun persegi panjang dengan tiang utama dari kayu Jati dan papan alaspun kayu jati yang berusia sangat tua.
 Beruntungnya warga masyarakat di sini, yang memiliki sejarah sangat berwarna. Semoga tetap lestari…



Bale Panjang, masjid Baran Gunung (foto by Eka WP)




Berselfie ria meneruskan ritual penelusuran KEMISAN, 
 
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
Nb :
Tulisan ini adalah yang kedua kalinya saya menulis, setelah sebelumnya naskah yang saya tulis hilang tanpa bekas, butuh tekad penuh untuk menyekesaikan cerita kali ini. Walaupun singkat tapi bagi saya penting untuk dituntaskan….

#hobikublusukan

Situs Watu Lumpang Baran Gunung Ambarawa

Situs Watu Lumpang Baran Gunung Ambarawa
      Kamis, 1 Februari 2018. Cerita lanjutan dari Situs Makam Kyai Bagus Gunung. Keluar dari Kompleks Makam, kami mengekor guide kali ini Eka WP. Tak sampai 5 menit dari destinasi sebelumnya sampailah kami. Ada yang berubah tak biasa, yang biasanya Mas Eka jarang blusukan sambil Ngopi, eh ini tiba dilokasi langsung pesan kopi. Sementara Lek Suryo mewanti-wanti untuk tak usah dipesankan. Kalau saya tentu saja kopi oke, biar pikiran lebih fresh. Tentu saja aneh, karena ternyata durasinya lebih dahsyat efeknya, Mas Dhany di Raja “Tulisan Welcome di depan pintu” saja kalah. Jam 3 harus sampai Ungaran… haghaghaghag… Saya dan Mas Eka tak bisa membayangkan jika sudah seperti kami menghadapi 10x miscall di layar Hp… bagaimana ngerinya reasi Lek Sur….wakakakak. 
      Mencoba pengertian, kami langsung menuju lokasi. Sambil menunggu pesanan kopi datang. “Perdu setinggi orang dewasa menyambut saat pertama kesini”, cerita Mas Eka, sambil berjalan menunjukkan arah.
Situs Watu Lumpang Baran Gunung Ambarawa
      Lokasi Watu Lumpang. Dari jalan kampung sebenarnya jarak cukup dekat hanya sekitar 20m, namun dikelilingi perdu yang tinggi seperti yang diceritakan Mas Eka Wp. “Jadi beruntungnya saat ini bagi kalian sudah tercipta jalan yang nyaman”, tambah dia sampil ngekek. Saat itu tepat rasanya ingin njorogke Mas Eka WP biar keblasuk ke perdu, salahe ga ikhlas…wkwkwkwk… mode on jahat, jika gak ingat sudah diantar. 
       Kondisi Watu Lumpang sudah tak utuh lagi, 
      Rompal yang terlihat nampaknya saya duga pernah ada usaha untuk merusak. Karena Lumut dan Jamur hampir nihil. Apalagi konon beberapa tahun yang lalu area ini pernah ada mesin Beghu = Cakruk yang didatangkan untuk meratakan lahan yang rencana ingin dibangun perumahan, untung saja dibatalkan. Bayangkan jika perrumahan benar-benar terealisasi. Nasib Lumpang ini barangkali sama dengan lumpang di destinasi kami sebelum ini. 
Situs Watu Lumpang Baran Gunung Ambarawa
      Ukuran Lumpang cukup besar, Namun banyak warga yang kami tanya tentang Watu Lumpang ini malah bercerita melebar bahkan sampai klenik di sekitar area ini (yang sama sekali bukan passion saya pribadi), ya akhirnya saya menikmati gorengan Tahu isi saja daripada mendengarkan mitos’ berbau mistis, maaf tak saya ingat detail ceritanya, karena saking enaknya tahu isi panas plus Lombok sambil menyeduh kopi hitam. 
Situs Watu Lumpang Baran Gunung Ambarawa
      Di lokasi ini lengkap selain kopi ada gorengan panas yang membuat blusukan kali ini tak kaliren. Lek Sur tanpa aba-aba langsung pulang dengan pamit, dan kami iringi dengan ngekek bersama. Selamat ya mendapatkan “The Duration is You”, Pemenang Duration of the year, blusukan gak tenang karena Durasi ya Lek Suryo.
 Bagaimana tidak, Lek Suryo makan tahu isi yang masih panas saja cuma 2 kali telan langsung habis, padahal saya dan Mas Eka butuh waktu beberapa saat karena gorengan tersebut panas, lha ini, Lek Suryo sudah langsung telan tanpa minum juga. Dahsyat!! Sudah gitu langsung tancap gas...
Lubang Lumpang bulat Sempurna
      Setelah Kopi dan 6 gorengan tandas dan sukses menghangatkan tubuh, kamipun mengakhiri cerita kali ini. Walaupun awalnya kami ingin melanjutkan penelusuran ke beberapa makam di dekat Ambarawa, namun apa daya waktu tak memungkinkan saya pribadi untuk melanjutkan. Semoga segera.
Situs Watu Lumpang Baran Gunung Ambarawa
     Video Amatir : Lumpang Baran Gunung
      Berselfie ria meneruskan ritual penelusuran KEMISAN, 
Eka WP, Suryo dan saya di Situs Watu Lumpang Baran Gunung Ambarawa

Salam Pecinta Situs dan Watu Candi

sasadara MK di Situs Watu Lumpang Baran Gunung Ambarawa
#hobikublusukan

Senin, 29 Januari 2018

Situs Watu Lumpang Klero

Situs Watu Lumpang Klero
Selasa, 30 Januari 2018. Cerita saya kali ini memang sebenarnya sudah sejak lama saya inginkan. (ijinkan dulu saya sedikit panjang lebar), Saya kerja di perpustakaan daerah dimana dikerjaan memberikan peluang saya untuk berkeliling ke desa-desa di wilayah Kabupaten Semarang. Dulu sebenarnya intens sekali ke desa saat saya masih dibagian pengembangan perpustakaan desa. Sayangnya saat itu passion saya, menyayangi situs watu candi belum muncul dan melekat di hati – pikiran seperti saat ini. Namun sejak pindah bagian layanan dan lebih banyak duduk dibelakang meja, keinginan ke desa sambil mencari sisik melik keberadaan situs hanya bisa saya simpan dalam hati dan angan.
Angin berubah semilir ketika perpustakaan dimana tempat saya bekerja mendapatkan bantuan armada baru. Saya ditawari untuk jadi driver, tanpa pikir panjang saya terima. Seribu rencana seperti sudah siap meledak. Salah satu hasilnya ya cerita kali ini.
Informasi situs, sebenarnya baru saja saya dapatkan saat blusukan bersama “The Partner of Kemisan” (Ritual Blusukan tiap hari Kamis…, nampaknya sekarang punya kesibukan, saya jadi gak enak, apa Kabar Lek Suryo?), beberapa minggu yang lalu. Bahkan sempat mampir dan mencari ke lokasi ini namun gagal. Selain hujan, saat itu ada mood kami yang rusak karena attitude kenalan di medsos yang mengecewakan : ngerjani. Walhasil saat itu saya dan Lek Suryo gagal. Tulisan ini sekaligus saya minta maaf, karena mendahului menelusuri. (swear... jika kemisan berlanjut tak terke/ jika minta arah ku tunjukkan dengan denah detail namun maaf janji itu hanya khusus untuk Lek Suryo… maaf).
Melihat jadwal perpustakaan keliling yang tercantum desa KLERO, langsung saya tetapkan destinasi. Saat itu saya jadi inget kawan yang kerjanya ‘toh nyowo’, tapi hasile mesakne, saya coba ajak biar hidupnya sedikit berwarna, Selain melihat bagaimana anak-anak kecil senang melihat buku tentu saja plus blusukan, oknum yang saya maksud Mas Eka WP rekan sejawat.
Singkat cerita, setelah tugas selesai, kami lanjut blusukan di lokasi yang masih satu area, tak ada 5 menit sampailah kami. Ngopi sebentar (Saya menang taruhan Ngopi gratis) di warung dekat lokasi kami parkir, Setelah bertanya kepada ibu penjual kopi,  mengeksplor-lah kami dengan beberapa petunjuk.  “Oh watu Lumpang itu dibawah pohon, dulu tak kelihatan tapi tak tahu kapan watu lumpang itu ada. Saya kurang tahu ceritanya. Tunggu saja sebentar lagi juru kunci makam akan datang mas”, jelas Beliau.
Sambil menunggu juru kunci kami kemudian mencari sendiri dimana keberadaan watu lumpang tersebut, dengan bantuan petunjuk beliau. Jika tak cukup cermat, memang terlewat karena tepat berada dibawah batang pohon Kamboja yang miring. (Lek Suryo : “Waktu kui mesti karena hampir setengah 3 ya? Jadi ga fokus? Hehehe. Padahal ini area pencarianmu, pasti terlewati.”)
Situs Watu Lumpang Klero
Kondisi Watu Lumpang, cukup ‘mengenaskan’. Bagaimana tidak? Berada cukup dekat dengan situs yang terkenal, eh ini terkesan dipinggirkan. (Semoga ini prasangka saya saja).
Situs Watu Lumpang Klero
Lumut dibiarkan menggrogotinya,
Situs Watu Lumpang Klero
Lumpang sudah tak utuh lagi, rompal dimana-mana.
Situs Watu Lumpang Klero
Walaupun sederha, bukankah ini adalah juga bukti sejarah? Ach… saya hanya mampu menyesalinya saja. Karena ya saya hanya bisa nulis cerita seperti ini, tak punya kemampuan lebih yang lain. Semoga cerita jelek ini bisa menjadi salah satu yang bisa menyadarkan warga pentingnya merawat hasil olah karya para leluhur.
Watu Lumpang sendiri, diduga mempunyai fungsi beragam, sesuai bentuk hiasan, besarnya serta lokasi. Ada yang digunakan untuk slametan saat upacara penetapan tanah perdikan, ada yang untuk numbuk sesajen, ada pula untuk numbuk biji-bijian bahan makanan. Bahkan ada lagi yang percaya air di watu lumpang berkhasiat. Di suatu lokasi, dimana juga ada watu lumpang, airnya dipercaya sebagai obat awet muda, kemudian di tempat lain berkhasiat sebagai obat sakit gigi. Karena terlalu percaya, kemudian kecewa karena ternyata sakit gigi tak sembuh malah tambah sakit, watu lumpang tersebut di pecah jadi berkeping-keping. Sayang sekali.
Sepengginang waktu, juru kunci tak datang jua, padahal saya ingin sekali menanyakan tentang ikhwal Watu Lumpang dan Makam yang nampaknya dikeramatkan yang menggunakan struktur batu candi untuk nisan.
Makam Klero
Ada pola di batu candi yang dijadikan nisan,
Awan mulai gelap, apa boleh buat bukan takut basah karena hujan, tapi karena kami harus balik kerjaan, sehingga kami tetap berharap dilain waktu bisa ketemu juru kunci tempat ini. Sapai ketemu di penelusuran yang lain…..
Video Amatir : (sabar ya, nunggu proses edit dan upload di channel you tube)
Eka WP di Lumpang Klero
Bersama Rekan dengan satu visi : kerjo terus kapan dolane, kerjo terus duite ngepres dadi stress, mending blusukan.
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi

ssdrmk di Situs Watu Lumpang Klero
#hobikublusukan

Kamis, 18 Januari 2018

Situs 3 Lumpang Kaliulo : Lanjutan Lumpang Lesung.

Lumpang Kaliulo    Pringapus
       Kamis, 19 Januari 2018. Blusukan satu paket dengan Yoni Situs Makam Kemasan Pringapus dan lanjutan dari Lumpang Lesung Kaliulo Pringapus (ini edisi 2). Kenapa saya sebut ini edisi 2. Ya cerita lengkapnya begini. Simak saja.. hehehe.
     Di Edisi 1, tak perlu saya ulang lagi tulisan bagaimana perjuangan saya mendapatkan informasi petunjuk arah, sahabat mungkin coba baca lagi saja ya….. biar tahu latar belakang cerita saya ini sedikit beda kesan yang sahabat dapat dibandingkan naskah hasil blusukan situs dengan yang sudah-sudah. 
    Saat mengantar rekan (karena tak ingin niru rekan pemblusuk yang ‘info’ itu didekemi sendiri), saya menunjukkan arah secara lengkap tanpa banyak alasan di Blusukan Kemisan, pada hari Kamis minggu sebelumnya, atau tanggal 12 Desember 2018, saat saya dan Lek Suryo menunjukkan Situs Lumpang Lesung Kaliulo ini bersama Mas Eka WP dan Mas Beny. Saya dengan sukarela nungguin motor di pinggir jalan, sok pura-pura jadi pahlawan padahal pingin istirahat saja. Ditambah rasa tak enak ketika Mas Beny yang baru kali ini ikut blusukan Kemisan gara-gara ijin kerja setelah urus asuransi motor ipar yang hilang (yang kebetulan aktif pula di komunitas : gantine tambah mas Imam…) jadi, saya tak tega tinggalkan begitu saja karena pernah pula mengalami.
       Karena parkir di pinggir jalan, dan dengan 3 motor itulah ada warga yang sedang “tunggu manuk” = mengusir burung yang memakan padi saat hampir panen mendekat dan bertanya keperluan kami. Secara singkat saya kemudian jelaskan bahwa kami dari komunitas pecinta situs dan watu candi ingin menelusur jejak peninggalan leluhur di area kebun karet ini : Lumpang dan lesung. “Oh Watu Tampah itu”, beliau menangapi. Warga sekitar menyebut Lesung dengan Watu Tampah karena memang mirip bentuknya secara fisik. “Sebenarnya selain Watu Tampah dan Lumpang didekatnya, ada 3 lagi yang tak jauh”, jelas beliau, sambil berlalu kearah yang sama dengan rekan saya yang sedang blusukan. 
      Kebimbangan menyeruak dalam hati saya, tapi akhirnya saya tetap nunggu motor walaupun rada gelisah, karena rekan-rekan tak kunjung kembali, rasanya semakin lama saja jam berdetik. Saya bahkan sempat mondar-mandir. Sempat terbersit doa agar bapak pemberi informasi tadi tak mengantar rekan saya “pikiran jahat”…- Namun, kenyataannya menyakitkan bagi saya….. Bapak tadi memang berniat menjadi guide bagi mereka! 
      Dari jauh ketiga rekan saya berubah nampak jadi penjahat dengan senyum dan tatapan berbonus tawa aneh, layaknya raut muka Joker antagonis film Batman. Saat tiba di depan saya, mereka tertawa ngakak persis seperti Kunti****k, pedihnya lagi bapak yang tadi ikut mesem, tak berdosa.
       Awalnya, saya sempat kekeuh ingin mencari sendiri, namun ternyata alampun tak merestui. Hujan mulai berdatangan dan ternyata salah satu dari rekan tersebut durasinya mepet sekali, janjian dengan kolega. Akhirnya pupus sudah, menjadi hero to zero. Untuk mengobati kekecewaan sekaligus ucapan welcome kemisan kepada Mas Beny akhirnya kami mampir di Mie Ayam porsi gunung merapi…. (istilah saya) di Wringin Putih Bergas….
      Saat di mie ayam inilah, seperti psychopat saja, seperti Kanker membunuh dalam diam, Mas Eka WP dengan ilmu pengasihannya menyimpan video ejekan di hp saya…. – dasar orang IT, bisa saja manfaatkan saya share it dokumentasi dengan rekan lain, dia bisa ikut kirim. Tak rela saya menampilkan di naskah ini--- kecuali ada request 25 komentar di blog…heheheheh, baru saya tampilkan dengan terpaksa.
    Setelah sekian lama memendam dendam, karena tanpa sengaja saya nonton video itu, akhirnya hari ini tersampaikan sudah pembalasan saya…hehehehhe.
      Kamis, 18 Januari 2017 setelah ngumpul dulu di Mas Dhany, kami berenam langsung otewe menuju lokasi. Tapi mohon maaf saya tak akan terlalu detail menyampaikan lokasi pas nya, karena alasan yang agak konyol…. Hehehhe : “Bukan karena rawan, namun saya juga ingin balik posisi, ketika ada orang bertanya lokasi dijawab pamer situs lain… hagaghag… puas rasanya”. Mas Eka WP…sssttttsssttt!
      Dari Situs Watu Lumpang Lesung #1 sebenarnya tak terlalu jauh. Ke tiga lumpang ini bahkan masih di satu area, haghaghag… itu karma untukmu kawan….. 

Watu Lumpang ke #2
Lumpang #2 Kaliulo Pringapus
      Ukuran Lumpang yang kedua lebih besar, dengan kondisi yang tak utuh lagi, 99%. 
       Beberapa bagian rompal. Namun masih mulus tanpa lumut. “Kemarin tertutup perdu dan rumput”, jelas Suryo Wibowo, guide, kameramen sekaligus salah satu pelaku penelikung …hehehehhe. 
     Di penampang atas Watu Lumpang, masih aman dari lumut atau jamur, sehingga Nampak cerah.
    Foto bersama dulu, 
Lumpang 2 Kaliulo Pringapus
     Saya di Watu Lumpang #2
     
Watu Lumpang ke #3 

lumpang 3 Kaliulo Pringapus
      Tak Jauh dari watu lumpang sebelumnya, kondisi berbeda, watu lumpang yang ini dengan ukuran lebih kecil dan 90% ada lumut plus jamur. 
      Yang Nampak indah tentu saja aura wau lumpang ini. Nampak alami dan terjaga bentuk bulat sempurna.
       Foto bersama lagi, 

      Saya, SSDRMK di Watu lumpang 3

watu Lumpang 3 Kaliulo Pringapus
Watu Lumpang ke #4
Lumpang 4 Kaliulo Pringapus
       Menuju Watu lumpang yang keempat, karena agak berjarak kami kemudian menggunakan motor. Saya membonceng Mas Dhany yang biasa trabas.. Swear! saya ketakutan…. Mio jalan di tanah lumpur…. Bayangkan kengeriannya. 
Lumpang 4 Kaliulo Pringapus
      Untungnya siksaan adrenalin itu tak perlu waktu lama. Watu lumpang yang keempat masih di area yang sama yaitu kebun karet PTPN Ngobo : Kaliulo Pringapus. Juga di pinggir jalan yang sama dengan Lumpang sebelumnya. 
      Kondisi Lumpang paling ‘mengenaskan’ di antara lumpang di area yang sama. Lumut, jamur ditambah rompal menjadikan lumping ini tak lagi Nampak bulat sempurna.
      Tepat sesaat setelah mengambil foto bersama (minus saya), hujan gerimis mulai berdatangan. 
Foto bersama, di akhir blusukan kemisan ini, 

       Akhirnya kami memutuskan untuk kembali. Seharusnya, Semangat Hujan nambah Edan, yang jadi salah satu jargon di komunitas tak menjadikan kami mengakhiri blusukan kali ini, tapi bila layar HP ada 10x miscall niscaya akan mengalahkan segalanya… padahal tampang preman.
Lumpang 4 Kaliulo Pringapus
       Cukup sekian, mohon maaf bila saat nulis ini dengan senyum jahat yang saya tujukan kepada seseorang, sejujurnya hanya ingin menyadarkan bahwa untuk apa info itu didekemi dewe? Haghagahgahag…
Lumpang Kaliolo Pringapus









        Video Amatir : (Proses Upload di Channel Youtube)

       









Jangan Lupa Mampir di Mie Ayam Dahsyat dekat dengan Situs ini.... Satu Porsi 8K saja....
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi 


#Hobikublusukan