Kamis, 21 Desember 2017. Heran juga, banyak rekan yang tetap pura-pura tak tahu saat ditanyakan
petunjuk arah. Yang jadi pertanyaan mengapa? Apakah semua pecinta situs seperti
itu? Unik dalam arti membuat kesal… Entahlah….. Yang pasti bagi saya pribadi…walau
tak dihiraukan banyak jalan menuju tujuan, seribu cara menggali informasi bisa
didapatkan. Salah satunya kejadian ya blusukan kemisan ini. Sebuah informasi
sesama pecinta situs yang sangat mahal harganya.
Saya mengambil resiko ketika nulis kisah ini, tapi apa boleh buat. Ini kisah saya…. Tak
mampu saya tutupi, juga sebagai penanda kisah saya pribadi puluhan tahun yang
akan datang.
Kenapa istilahnya Kemisan?, awalnya memang karena kebiasaan
kami blusukan setiap hari Kamis. Karena waktu luang (bisa) ya hanya Hari Kamis,
ditambah anak yang libur menjadi Durasi tak terlalu mengikat saya. “Apa Kabar juragan Keset Karangjati?”….
Sampai jam 12 siang kami masih belum punya destinasi,
sementara penatnya pekerjaan membutuhkan penawar = blusukan. Kami, (saya dan Lek
Suryo) mencoba membuka bank data hasil blusukan rekan yang kami kumpulkan
sendiri (Karena pertanyaan petunjuk arah mulai sudah sia-sia tak akan ada
jawaban).
Yang kami pilih, yang berjarak relatif dekat yaitu di area
Sidomukti Bandungan. (Beberapa situs di area sekitar ; Candi Sidomukti,
Petirtaan Prigen, Nandi Mlilir, Lumpang Pakopen dan Masih banyak lagi
tentunya).
Tepatnya di Dusun Geblok, Desa Sidomukti. Anehnya, bila bukan
saya petunjuk itu dengan mudahnya diberikan, “Diatas Kampung Bunga Clapar”, bunyi petunjuk itu. Rencana nya
pingin juga mengabadikan eksistensi diri saat di Clapar ini, (namun ternyata
saat pulang gerimis sudah menerpa kami, juga sudah sore = plus lapar). Kami
itung sampai 3 kali bertanya tentang destinasi kami, yang terakhir, “Oia ada watu gajah di bawah masjid”,
ungkap Ibu petani yang sedang memanen sayur Sawi.
Kami segera meluncur, Watu gajah Tepat di depan bangunan ini (Seberang jalan dusun),
Kami langsung membuat video amatir :
Kondisi Watu Gajah (warga menyebutnya demikian) sudah lapuk,
sehingga tak terlalu jelas bentuknya. Orang biasa takkan menyangka bahwa ini
adalah anak dari Dewa Siwa,
yaitu Dewa Ganesha yang
juga dewa kebijaksanaan, ilmu pengetahuan adalah anak Dewa Siwa dan Dewi
Parwati. Dimana awalnya Ganesha berwujud normal berkepala manusia. Namun karena
kesalahannya dan membuat murka Dewa Siwa maka dihukum penggal.
Dewi Parwati tak
terima, kemudian memohon untuk menghidupkan kembali.
Karena Kepala sudah
terpenggal, saat dihidupkan kembali Ganesha
diperintahkan untuk mencari makhluk di dunia. Yang ketemu pertama dan rela diminta
kepala adalah Seekor Gajah.
Singkat cerita Ganesha kemudian dikenal menjadi
Dewa berkepala Gajah.
(maaf cerita ulang yang mungkin kurang bagus).
Beberapa dokumentasi lain :
Setelah merasa dokumentasi yang saya ambil cukup,
kemudian kami pulang.
Rintik air gerimis mengawal kami bertiga pulang. Yang aneh
tepat di depan Mas Iwan Putra (temen komunitas) hujan sangat deras dan mbak
laiva tak bawa jas hujan.
biar kuat ngopi dulu
Yach… sekalian kucingan
pikir saya. Kebetulan yang jualan adalah adik dari mas Iwan Putra ini (yang
masih bertalian darah dengan juragan karangjati yang phobia keset…wkwkkwkw.
Guyon mas Dhany). Namun ternyata tak sedang dilokasi….
Kamis, 7 Desember 2017. Ritual blusukan kemisan berlanjut.
Bukan sebuah obsesi, namun hanya sekedar menyempatkan diri berbagi, bukan ingin
dikenal tapi lebih baik situs yang kami telusuri diketahui banyak orang, sekali
lagi terserah anggapan orang, karena ini sekedar hobi. Ya... hobi yang mungkin
aneh bagi banyak orang banyak.
Musim hujan yang sedang puncaknya tak menyurutkan kami untuk
berkoordinasi, tetap semangat. Dimana pernah hitz di komunitas kami, "Udan
tambah edan, banjir ora mlipir, tetep blusukan" spirit itulah yang
masih lekat di hati.
Kamis ini sebenarnya prioritas kami penelusuran luar kota di
area Kedu, namun kami juga membuat rencana cadangan bila situasi dan kondisi
tak memungkinkan, yaitu beberapa postingan rekan sesama penikmat sensasi blusukan.
Kami pilih destinasi yang lumayan dekat. Rabu malam saya mencoba menghubungi
lewat WA dan Messanger. Isi dari pesan saya hanya minta petunjuk arah (ancer-ancer).
1 orang yang saya Messanger (sampai keesokan harinya = hari Kamis tidak
merespon walaupun tanda sudah dibaca).
Situs Lesung Lumpang Kaliulo Pringapus
Berselisih detik setelah itu, kemudian 2 Orang saya WA. Orang
ke kedua dengan pesan yang sama hanya minta petunjuk bukan minta diantar malah
melemparkan saran untuk minta petunjuk orang yang ketiga dan malah pamer situs
lain.
Setelah itu saya WA orang ketiga, yang kuhubungi lagi-lagi
tak ada respon (ternyata dilain hari setelah kisah ini saya tulis, ketemu orang
ketiga dan klarifikasi, dia hanya diberi arah saja dan belum pernah diajak
serta).
Ya sudahlah, lagu Bondan prakoso langsung terngiang….. Tak
pernah mundur. Kami malah tertantang atas attitude
rekan tersebut (dari sisi saya, masih kuanggap rekan) ini... Kok ya mahal
sekali… sepertinya mau di pek dewe….
hahahah.
Selain Situasi yang tidak memungkinkan untuk blusukan Luar
kota, tantangan itu juga yang , membuat kami mengalihkan destinasi. Meluncur
menuju Pringapus. Hilang satu tambah satu…. Bagaimana tidak, saat akan
berangkat, saya malah dapat tawaran untuk ditunjukkan area Kaliulo Pringapus
oleh rekan kerja, Yang juga berdomisili di Pringapus, bertepatan dengan jam
pulang kerjanya.
Sesampainya di Lemah Abang hujan tumpah dari langit, sangat
deras sekali. Tapi tak menyurutkan langkah
untuk terus melaju. Pertigaan Klepu kami ambil kiri melewati mBodean
(situs mBodean), tepat sesampainya di Perempatan Kamasan, hujan tiba-tiba
berhenti, sepertinya alam memudahkan kami.
Mengikuti dibelakang rekan, yang berkenan menunjukkan daerah
yang dimaksud. Kami belok kiri, sesampainya di hutan karet, PTPN Ngobo area
Kaliulo, kemudian kami bertanya kepada sorang ibu penderes karet. “Oh ya ada, Lumpang dan Lesung. Nanti lurus
saja ikuti jalan ini, ketemu pertigaan ambil kiri. Ada jembatan masuk kiri
lagi. Dipinggir jalan yang biasanya banyak trail lewat”, jelas beliau.
Tak menunggu lama, kami segera bergegas menuju arah yang
dimaksud, masalah kemudian didepan kami. Ternyata ada 2 jembatan dan dua-duanya
sebelum jembatan ada jalan arah kekiri dan terdapat jejak ban motor trail. Saya
kemudian pilih jembatan pertama. Tancap gas berjalan kaki. Saat mencari dimana
gerangan situs itulah gerimis mulai turun.
Kepalang basah saya tetap menyisir dikanan-kiri jalan di area perkebunan
karet. 500m pertama semangat tetap tinggi, walau tak ada orang sama sekali.
500m kedua hati saya mulai agak ragu. Tapi tetap saya berjalan agar bila
kembali benar-benar mendapat kepastian. 500m ketiga keraguan mulain menyeruak
dan sampailah di 500m keempat saya putuskan untuk balik kanan.
Walau tersenyum getir, namun beginilah suka duka blusukan.
Dan benar saja dari kejauhan Lek Suryo cengar-cengir…. “Tak kiro ilang, sampai enthek 3 rokok”, ejeknya….. “Situs ada di jembatan yang kedua”,
tambahnya. Karena hujan, mohor diparkir
di pinggir jalan beraspal. Kami kemudian jalan kaki.
Video Amatir :
Berada di dekat jalur pengangkut hasil karet dan banyak jejak
Trail, sayangnya melewatkan begitu saja.
Lesung Pringapus
Kondisinya secara keseluruhan baik bila di lihat dari sisi ketahanan
ratusan tahun batu ini walau sama sekali tak ada yang uri – uri.
Kondisi Watu Lesung, lapuk dan retak di beberapa nagian.
Ditambah lumut jan jamur menggerogoti batu peninggalan ini.
Fungsi Watu Lesung masa lalu, banyak yang menduga dan
mengira-ira; sebagai alat untk menyucikan ; pusaka, atau wadah air suci dan
guyonan tapi mungkin serius sebagai bejana batu tempat mandi bayi.
Terus terang saya pribadi sangat penasaran fungsi asli Batu ini... semoga kapan-kapan bisa saya temukan (barangkali di kirimi), literatur mengenai fungsi dan kegunaan watu lesung.
Beberapa dokumentasi kondisi terkini (7 des 2017) Watu Lesung ini (semoga tetap mulia dan lestari) :
Kondisi lumpang sedikit berbeda, masih mulus.
Lumpang Kaliulo Pringapus
Menumbuk sajen, biji-bijian atau bahan makanan mungkin
menjadi fungsi sakral Watu Lumpang ini.
Watu Lumpang yang spesial (ada inkripsi,
relief) bahkan digunakan untuk upacara penetapan tanah sima.
Sayangnya saya pribadi sejak awal blusukan penelusuran situs ini belum pernah melihat lumpang spesial yang digunakan untuk upacara penetapan tanah perdikan (sima).
Dibeberapa lokasi, air di watu lumpang dipercaya memiliki khasiat. Ada yang bisa membuat awet muda, juga obat sakit gigi. Bahkan karena kepercayaan penyembuh sakit gigi, syahdan.... di satu lokasi di lereng gunung ungaran ada Watu Lumpang yang dihancurkan karena emosi warga ketika sakit gigi, berkumur dengan air di lumpang tapi malah tambah sakit.
Lubang lumpang bundar sempurna. Lumpang masih 'cantik', dan perbawa nya masih terasa.
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi.
Mohon maaf di kisah kali ini tersirat energi negatif, saya
mencoba mengungkapkan semua yang saya rasakan ketika blusukan….
Sekalian sebagai penanda dan pengingat kepada saya untuk selalu berpikiran positif
Semoga pertama
dan yang terakhir dan menjadi pembelajaran bagi saya.
Mengakhiri blusukan kemisan ini, selain lelah secara fisik dan hati. Hujan dan jalan kaki lumayan jauh cukup membuat gemetar karena sangat lapar.
Akhirnya mampir di Mie Ayam di perempatan Kamasan Pringapus
Minggu, 3 Desember 2017. Blusukan Lintas Batas
yang beberapa kali kami lakukan, membuat kangen. Sudah lama sekali rasanya tak
blusukan luar kota karena seorang kawan pergi ke luar pulau dimana didi kempot
menciptakan lagu "Perawan Kalimantan", atau memang Raden Naya
Gonggong memang dalam rangka itu... Ditambah kesibukan masing masing dari kami,
terakhir berempat crew lintas batas
blusukan ke Candi Angin-Brubah Jepara.
SDN Gabus 02
Sehari sebelumnya, saya ditawari Lek
Suryo untuk turut serta menapaki jejak peninggalan purba daerah pesisir kuno
yang saat ini mulai bermunculan, banyak ditemukan oleh warga Banjarejo, Gabus
Kabupaten Grobogan. Sesuai
kesepakatan, kumpul dulu dirumah saya, kemudian berangkat berempat lewat jalur
Ungaran-Kawengen-Mranggen kemudian menuju Purwodadi. Jalur Gubug-kemudian
Godong, Kota Purwodadi bagi saya mengingatkan perjalalanan 7 tahun lalu saat
menuju Trowulan Mojokerto.
RM Kharisma Sar
Saat itulah pertama kali passion saya terhadap candi-situs mulai terpatri. Perjalanan pus
sama dengan istri. Saat hampir sampai di
Wirosari, 7 tahun lalu kami sarapan di RM. Kharisma Sari (yang terletak di dekat
Wirosari ini, foto 2010 dan 2017.
Di
perempatan Wirosari kami berhenti dan mencoba update petunjuk jalan dengan GMaps, juga mencoba WA Bapak Kades
Banjarejo dengan maksud minta petunjuk (Maturnuwun Pak tri Subekso cp pak
Kadesnya), Mengikuti GMaps, menuju Banjarejo Gabus, dari Wirosari kami lurus
(Bila kanan lewat Bledug Kuwu), kira-kira 30 menit kemudian melewati beberapa
kelokan gang serta jembatan gantung yang hanya bisa dilalui 1 motor saja, (yang
nantinya kami akhirnya tahu bahwa perempatan Wirosari ambil kanan lebih dekat
menuju Gabus, serta jalan lebih mulus).
Rumah
Fosil berada di Rumak Bapak Kades, Pak Taufik, tepat didepan SDN Banjarejo 02 Gabus.
Banon di Rumah Fosil Banjarejo
Rumah
etnik khas jawa, Joglo milik pribadi yang dijadikan Rumah fosil, Detail
penjelasan cukup memudahkan kami untuk mengetahui apa saja yang ada di dalam
Rumah Fosil Banjarejo ini. Saat kami datang, kebetulan Bapak Kades sedang interview dengan majalah lokal.
Sehingga
kami cukup terbantu dengan detail penjelasan yang terpasang.
Alu, Pipisan dan Lumpang mini :
Rumah Fosil Banjarejo
Rumah Fosil Banjarejo
Arca Ganesha, Banon, dan tribal batu (Konon adalah lempengan alat musik), relief dari tanah liat
Rumah Fosil Banjarejo
Arca Ganesha Rumah Fosil Banjarejo
Pandangan
kami saat sampai adalah tumpukan batu bata besar (banon) yang berupa pecahan
yang berada di buk teras rumah fosil. Tak sabar kami melihat apa yang ada di rumah
Fosil ini, Masuk kedalam, disambut etalase yang berisi perkakas dari batu,
pipisan, mini alu dan mini lumpang.
Di
etalase sebelahnya ada arca Ganesha mini dan beberapa pecahan terakota-bata
yang ada relief, keramik dan foto dokumentasi perhiasan emas jaman dulu
(masyarakat sini berburu emas di seputaran dusun medang).
Fosil yang terpajang di etalase Rumah fosil :
Rumah Fosil Banjarejo
Masih fosil hewan laut purba ;
Banteng Purba:
Tak
Jauh ada Kepala Banteng Purba, bergeser di sisi sebelah kanan ada tanduk kerbau
purba yang berukuran sangat besar dan panjang.
Lanjut
ke tulang dan Ganding Gajah Purba.
Gading Gajah Purba
Rumah Arca Banjarejo, Gabus Purwodadi
“Terus terang pak, kami sangat tertarik
berkunjung ke Banjarejo ini ya karena pernah membaca di media massa tentang
penemuan truktur yang konon dipercaya warga adalah pondasi istana Prabu Ajisaka“, ucap kami saat minta ijin
kepada Bapak Taufik, Kades.
Sambil
beristirahat, kami membuka bekal dan minum yang kami bawa dari rumah. “Temuan Watu lesung dan struktur istana di
Dusun medang. Juga masih ada petilasan dampar Prabu Ajisaka”, jelas Mas
Fuad “Cukup dekat dari sini, karena
menjadi salah satu dusun di banjarejo”, tambah beliau yang merupakan adik
dari Pak Kades.
Benda Pusaka yang ditemukan :
Rumah Arca Banjarejo, Gabus Purwodadi
Guci Kuno
Melihat
desa Banjarejo yang dikomandoi Pak Kades seharusnya menjadi inspirasi bagi desa
lain bahkan membuka mata pemerintah daerah yang wilayah-nya bertebaran situs
purbakala. “Bagaimana memperlakukan benda bersejarah”.
Setelah
badan terasa segar kembali, dan kami sudah merasa cukup kami kemudian minta ijin melanjutkan menuju Dusun Medang.
Rumah Arca Banjarejo, Gabus Purwodadi
Foto
dengan Pak Kades plus guide Lokal : Mbak Mutmainah, teman dari Mbak Laiva,
Minggu, 3 Desember 2017. Rangkaian blusukan lintas batas setelah mampir di Rumah Fosil Banjarejo, Gabus Kab. Grobogan kami kemudian melanjutkan perjalanan, sesuai petunjuk Pak Taufik dan Mas Fuad, serta ditambah guide local special (Matursembahnuwun mba Mutmainah ; temen Kuliah Mbak Laiva) jadilah lancar manunggal tanpa kendala sedikitpun dan tak perlu lagi membuka GMaps.
Menuju Dusun medang kamulan
Tujuan kami ini masih merupakan dusun yang berada di wilayah Desa Banjarejo. Sehingga tak terlalu lama. Sempat sebelumnya. Kami diantara dua pilihan prioritas pertama antara pasujudan (dampar) Ajisaka atau Watu Lesung terlebih dahulu. Akhirnya, kami menuju Watu Lesung terlebih dahulu.
Watu Lesung ini ditemukan oleh para ‘pemburu harta karun”, saat mencari emas di areal persawahan warga pada 23 Agustus 2013.
Oleh warga kemudian diamankan dan di pindah ke lokasi yang sekarang, didepan rumah warga.
Rumah dimana watu lesung berada
Warga menyebutnya dengan Watu Lesung, Namun dengan keberadaan 3 lubang saya malah menduga ini adalah Watu Lumpang sangat spesial.
Jejak Medang kamulan di Banjarejo, Gabus Kabupaten Grobogan
Spesial lubang 3 Yang unik selanjutnya, dan membuat saya merasa beruntung bisa melihat Watu Lesung ini adalah motif teratai di sekeliling batu yang memang sekilas (jika memaksa) mirip lesung.
Saya sengaja mengikuti saja, apa yang sudah terpatri di masyarakat, menyebut batu sakral jejak masa lalu ini dengan "Watu Lesung", agar tak membingungkan. Walau secara pribadi saya malah menduga ini watu lumpang spesial.
"Sampai hari ini, masih banyak orang yang laku ritual di situ, dulu", ungkap Ibu Endang SR., pemilik rumah dimana Watu lesung ini berada dihalaman rumahnya.
Video Amatir:
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
Setelah cukup di Watu Lesung Medang, kami kemudian menuju "Pasujudan Prabu Ajisaka", yang tak jauh dari lokasi ini. Sekitar 5 menit, menyusuri jalan dusun cor2an kembali ke pertigaan dimana kami sempat bimbang, kali ini pertigaan tersebut kami lurus, jika kiri kembali ke Rumah Fosil.
Dari Kejauhan, beberapa pohon besar yang tinggi menjulang terlihat dan menjadi tujuan kami. Tepat dibelakang madrasah lokasi Dampar Ajisaka berada. (saya Foto landskape komplit tapi entah mengapa hilang---- saya lagi nego rekan untuk minta fotonya.... : Nyuwun Nggeh Kang Achid Zamroji)
Kesan pertama tiba dilokasi ini, suasananya sangat menyejukkan, tenang. batu Dampar Ajisaka sudah dibuatkan pengayom dalam bentuk rumah tertutup.
Sambil menunggu juru kunci, kami membuka bekal dulu, makan bersama dengan suasana seperti ini terasa nikmat sekali.
Ditengah sawah, dibawah pohon rindang ditambah sangat kelaparan... sungguh nikmat!
Beberapa saat kemudian, bukan pak Basrofi yang datang namun seorang warga yang membawa kunci (saya lupa tanya namanya. Kemudian mempersilahkan kami untuk masuk rumah Batu Pasujudan Ajisaka yang dikeramatkan warga ini.
Petilasan Ajisaka, Dusun Medang Banjarejo
Didalam ruangan, ada dua batu datar yang dipercaya warga masyarakat sebagai dampar ajisaka, sebagian lagi tempat semedi Prabu Ajisaka
Kesan sakral, sangat berwibawa sangat terasa sejak dibukakan pintu saat kami masuk. Butuh keberanian lebih untuk saya berfoto di lokasi ini.
Di Batu Pasujudan Ajisaka Medang, Banjarejo
Setelah merasa cukup, kami menyudahi blusukan luar kota ini, tapi saat akan perjalanan pulang saat berpamitan dengan Mbak Mutmainah : “Eman – eman kalau tak mampir di Bledug Kuwu”, kata Mbak Mutmainah menyarankan. Jadilah kami….
saya dan istri
Keunikan, Bledug Kuwu adalah lumpur yang berasa asin air laut, padahal Daerah ini ada di tengah pulau jawa. Yang menguatkan dugaan bahwa dulu selat muria sampai juga di wilayah ini = Bledug Kuwu dulunya lautan.