Senin, 06 Juni 2011

Candi Sewu

Ekspedisi rorojongrang


Ujaran “Malu Bertanya, sesat dijalan”, agaknya sedikit salah bila menceritakan apa yang terjadi. Sudah bertanya, sudah membawa catatan tapi kok ya kurang jelas… TERNYATA CANDI SEWU ITU SATU KOMPLEKS ALIAS DALAM SATU PAGAR DENGAN CANDI PRAMBANAN ini baru saya tahu setelah ¾ kali saya bolak-balik, untuk masuk ke candi Sewu harus melalui Pintu Utama Candi Prambanan.
Candi Sewu adalah candi Buddha yang dibangun pada abad ke-8 yang berjarak hanya delapan ratus meter di sebelah utara candi Prambanan. Candi Sewu merupakan komplek candi Buddha terbesar kedua setelah candi Borobudur di Jawa Tengah. Candi Sewu berusia lebih tua daripada candi Prambanan. Meskipun aslinya terdapat 249 candi, oleh masyarakat setempat candi ini dinamakan Candi "Sewu" yang berarti "seribu" dalam bahasa Jawa. Penamaan ini berdasarkan kisah legenda Loro Jonggrang.
Berdasarkan prasasti yang berangka tahun 792 dan ditemukan pada tahun 1960, nama asli bangunan ini adalah “Manjus’ri grha” (Rumah Manjusri). Manjusri adalah salah satu Boddhisatwa dalam ajaran buddha. Candi Sewu diperkirakan dibangun pada abad ke-8 masehi pada akhir masa pemerintahan Rakai Panangkaran. Rakai Panangkaran (746 – 784) adalah raja yang termahsyur dari kerajaan Mataram Kuno. Kompleks candi ini mungkin dipugar, diperluas, dan rampung pada masa pemerintahan Rakai Pikatan, seorang pangeran dari dinasti Sanjaya yang menikahi Pramodhawardhani dari dinasti Sailendra. 
Setelah dinasti Sanjaya berkuasa rakyatnya tetap menganut agama sebelumnya. Adanya candi Sewu yang bercorak buddha berdampingan dengan candi Prambanan yang bercorak hindu menunjukkan bahwa sejak zaman dahulu di Jawa umat Hindu dan Buddha hidup secara harmonis dan adanya toleransi beragama. 
Karena keagungan dan luasnya kompleks candi ini, candi Sewu diduga merupakan Candi Buddha Kerajaan, sekaligus pusat kegiatan agama buddha yang penting di masa lalu. Candi ini terletak di lembah Prambanan yang membentang dari lereng selatan gunung Merapi di utara hingga pegunungan Sewu di selatan, di sekitar perbatasan Yogyakarta dengan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Di lembah ini tersebar candi-candi dan situs purbakala yang berjarak hanya beberapa ratus meter satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini merupakan kawasan penting artinya dalam sektor keagamaan, politik, dan kehidupan urban masyarakat Jawa kuna.
Candi ini rusak parah akibat gempa pada bulan Mei 2006 di Yogyakarta. Kerusakan struktur bangunan sangat nyata dan candi utama menderita kerusakan paling parah. Pecahan bebatuan berserakan di atas tanah, retakan dan rekahan antar sambungan batu terlihat. Untuk mencegah keruntuhan bangunan, kerangka besi dipasang di keempat sudut bangunan untuk menunjang dan menahan tubuh candi utama. Meskipun situs dibuka kembali untuk pengunjung beberapa pekan kemudian setelah gempa pada tahun 2006, seluruh bagian candi utama tetap ditutup dan tidak boleh dimasuki demi alasan keamanan.
Aslinya terdapat 249 bangunan candi di kompleks ini yang disusun membentuk mandala, perwujudan alam semesta dalam kosmologi Buddha Mahayana. Selain satu candi utama yang terbesar, pada bentangan poros tengah, utara-selatan dan timur-barat, pada jarak 200 meter satu sama lain, antara baris ke-2 dan ke-3 candi Perwara (pengawal) kecil terdapat 8 Candi Penjuru atau disebut juga Candi Perwara Utama, candi-candi ini ukurannya kedua terbesar setelah candi utama. Aslinya di setiap penjuru mata angin terdapat masing-masing sepasang candi penjuru yang saling berhadapan, tetapi kini hanya candi penjuru kembar timur dan satu candi penjuru utara yang masih utuh.Kompleks candi Sewu adalah kumpulan candi buddha terbesar di kawasan sekitar Prambanan, dengan bentang ukuran lahan 185 meter utara-selatan dan 165 meter timur-barat. Pintu masuk kompleks dapat ditemukan di keempat penjuru mata angin, tetapi mencermati susunan bangunannya, diketahui pintu utama terletak di sisi timur. Tiap pintu masuk dikawal oleh sepasang arca Dwarapala. Arca raksasa penjaga berukuran tinggi sekitar 2 meter ini dalam kondisi yang cukup baik, dan replikanya dapat ditemukan di Keraton Yogyakarta.
Candi perwara (pengawal) yang berukuran lebih kecil aslinya terdiri atas 240 buah dengan disain yang hampir serupa dan tersusun atas empat barisan yang konsentris. Dilihat dari bagian terdalam (tengah), baris pertama terdiri atas 28 candi, dan baris kedua terdiri atas 44 candi yang tersusun dengan interval jarak tertentu. Dua barisan terluar, baris ketiga terdiri dari 80 candi, sedangkan baris keempat yang terluar terdiri atas 88 candi-candi kecil yang disusun berdekatan. Beberapa candi perwara ini telah dipugar dan berdiri, sedangkan sebagian besar lainnya masih berupa batu-batu berserakan.
Dari keempat baris candi perwara ini, baris keempat (terluar) memiliki rancang bentuk yang serupa dengan baris pertama (terdalam), yaitu pada bagian penampang gawang pintunya, sedangkan baris kedua dan ketiga memiliki rancang bentuk yang lebih tinggi dengan gawang pintu yang berbeda. Banyak patung dan ornamen yang telah hilang dan susunannya telah berubah. Arca-arca buddha yang dulu mengisi candi-candi ini mengkin serupa dengan arca buddha di Borobudur.
Kompleks Candi Sewu dilihat
dari udara membentuk pola Mandala
Candi-candi yang lebih kecil ini mengelilingi candi utama yang paling besar tapi beberapa bagiannya sudah tidak utuh lagi. Di balik barisan ke-4 candi kecil terdapat pelataran beralas batu dan ditengahnya berdiri candi utama.
Candi utama memiliki denah poligon bersudut 20 yang menyerupai salib atau silang yang berdiameter 29 meter dan tinggi bangunan mencapai 30 meter. Pada tiap penjuru mata angin terdapat struktur bangunan yang menjorok ke luar, masing-masing dengan tangga dan ruangan tersendiri dan dimahkotai susunan stupa. Seluruh bangunan terbuat dari batu andesit. Ruangan di empat penjuru mata angin ini saling terhubungkan oleh galeri sudut berpagar langkan. Berdasarkan temuan pada saat pemugaran, diperkirakan rancangan awal bangunan hanya berupa candi utama berkamar tunggal. 
Candi ini kemudian diperluas dengan menambahkan struktur tambahan di sekelilingnya. Pintu dibuat untuk menghubungkan bangunan tambahan dengan candi utama dan menciptakan bangunan candi utama dengan lima ruang. Ruangan utama di tengah lebih besar dengan atap yang lebih tinggi, dan dapat dimasuki melalui ruang timur. Kini tidak terdapat patung di kelima ruangan ini. Akan tetapi berdasarkan adanya landasan atau singgasana batu berukir teratai di ruangan utama, diduga dahulu dalam ruangan ini terdapat arca buddha dari bahan perunggu yang tingginya mencapai 4 meter. Akan tetapi kini arca itu telah hilang, mungkin telah dijarah untuk mengambil logamnya sejak berabad-abad lalu.
Pada saat berkeliling di kompleks candi Sewu ini, kondisi sudah mulai lelah padahal masih ada beberapa candi yang belum saya datangi, terutama candi ratu Boko. Sayangnya kaki sudah tidak bersahabat. Karena keasikan menikmati 4 termasuk Candi Prambanan, hasrat hati ingin terus tapi apa daya fisik benar-benar capai. Perjalanan pulang ke Semarang juga masih harus membutuhkan fisik yang cukup. Apa boleh buat ekspedisi Rorojonggrang harus saya akhiri di Candi sewu ini, untuk candi Ratu Boko, Ratu Banyunibo, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Sojiwan suatu saat saya akan datang lagi….

Minggu, 05 Juni 2011

Candi Plaosan

Ekspedisi RoroJongrang

Candi Plaosan
 Setelah candi Sari, tujuan selanjutnya adalah Candi Plaosan, yang letaknya sejajar dengan 4 candi lainnya yaitu candi Prambanan, Candi Bubrah, Candi Lumbung dan Candi Sewu. Dengan peta di tangan hasil modifikasi sendiri (sumbernya tentu saja ngopy dari mbah google) langsung meluncur menuju Candi Plaosan. Melewati Kompleks Candi Prambanan, (termasuk Candi Sewu,Bubrah dan lumbung). Kurang dari 10 menit, perjalanan melewati prambanan sampailah di Candi Plaosan. Untuk area parkir berada di depan candi yang merupakan lahan milik warga. Rehat sebentar sambil melepas dahaga, saya menyempatkan diri untuk bertanya tentang informasi-informasi mengenai candi Plaosan ini.
Ternyata, Candi Plaosan terbagi menjadi Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul. Untuk Candi Plaosan luas kompleks dan lebih banyak jumlah reruntuhan bangunan candinya. Jarak antara kedua candi kurang dari 200 meter. Candi Plaosan Lor ada di tepi jalan utama, sedangkan Candi Plaosan Kidul berada di jalan masuk tepat didepan Candi Plaosan Lor.
Stupa di Candi Plaosan
Setelah minta ijin dan membayar biaya masuk (penjaga membebaskan  memberi uang masuk berapa, kata penjaga tadi seikhlasnya), k arena lumayan ramah beda dengan candi Kedulan yang saya kunjungi sebelumnya biar membedakan saya bayar Rp.4.000,- (hehehehe). Baru sebentar jeprat-jepret arca dan bangunan candi, udara terasa panas sekali. Karena lupa membawa topi, “tak ada rotan akarpun jadi” akhirnya saya pakai kaos sebagai penutup kepala darurat.
Candi Plaosan adalah Sebuah candi yang dibangun oleh Rakai Pikatan untuk permaisurinya, Pramudyawardani. Terletak di Dusun Bugisan Kecamatan Prambanan, arsitektur candi ini merupakan perpaduan Hindu dan Budha.

Candi Plaosan = Candi Kembar


Kompleks Plaosan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul. Kedua candi itu memiliki teras berbentuk segi empat yang dikelilingi oleh dinding, tempat semedi berbentuk gardu di bagian barat serta stupa di sisi lainnya. Karena kesamaan itu, maka kenampakan Candi Plaosan Lor dan Kidul hampir serupa jika dilihat dari jauh sehingga sampai sekarang Candi Plaosan juga sering disebut candi kembar.
Bangunan Candi Plaosan Lor memiliki halaman tengah yang dikelilingi oleh dinding dengan pintu masuk di sebelah barat. Pada bagian tengah halaman itu terdapat pendopo berukuran 21,62 m x 19 m. Pada bagian timur pendopo terdapat 3 buah altar, yaitu altar utara, timur dan selatan. Gambaran Amitbha, Ratnasambhava, Vairochana, dan Aksobya terdapat di altar timur. Stupa Samantabadhara dan figur Ksitigarbha ada di altar utara, sementara gambaran Manjusri terdapat di altar barat.
Arca di dalam candi tanpa kepala (kenapa?)

Candi Plaosan Kidul juga memiliki pendopo di bagian tengah yang dikelilingi 8 candi kecil yang terbagi menjadi 2 tingkat dan tiap-tiap tingkat terdiri dari 4 candi. Ada pula gambaran Tathagata Amitbha, Vajrapani dengan atribut vajra pada utpala serta Prajnaparamita yang dianggap sebagai "ibu dari semua Budha". Beberapa gambar lain masih bisa dijumpai namun tidak pada tempat yang asli. Figur Manujri yang menurut seorang ilmuwan Belanda bernama Krom cukup signifikan juga bisa dijumpai.
Bagian Bas relief candi ini memiliki gambaran unik pria dan wanita. Terdapat seorang pria yang digambarkan tengah duduk bersila dengan tangan menyembah serta figur pria dengan tangan vara mudra dan vas di kaki yang dikelilingi enam pria yang lebih kecil. Seorang wanita ada yang digambarkan sedang berdiri dengan tangan vara mudra, sementara di sekelilingnya terdapat buku, pallet dan vas. Krom berpendapat bahwa figur pria wanita itu adalah gambaran patron supporter dari dua wihara.
Seluruh kompleks Candi Plaosan memiliki 116 stupa perwara dan 50 candi perwara. Stupa perwara bisa dilihat di semua sisi candi utama, demikian pula candi perwara yang ukurannya lebih kecil. Bila berjalan ke bagian utara, anda bisa melihat bangunan terbuka yang disebut Mandapa. Dua buah prasati juga bisa ditemui, yaitu prasasti yang di atas keping emas di sebelah utara candi utama dan prasasti yang ditulis di atas batu di Candi Perwara baris pertama.
Salah satu kekhasan Candi Plaosan adalah permukaan teras yang halus. Krom berpendapat teras candi ini berbeda dengan teras candi lain yang dibangun di masa yang sama. Menurutnya, hal itu terkait dengan fungsi candi kala itu yang diduga untuk menyimpan teks-teks kanonik milik para pendeta Budha. Dugaan lain yang berasal dari para ilmuwan Belanda, jika jumlah pendeta di wilayah itu sedikit maka mungkin teras itu digunakan sebagai sebuah wihara (tempat ibadah umat Budha).
Jika melihat sekeliling candi, anda akan tahu bahwa Candi Plaosan sebenarnya merupakan kompleks candi yang luas. Hal itu dapat dilihat dari adanya pagar keliling sepanjang 460 m dari utara ke selatan serta 290 m dari barat ke timur, juga interior pagar yang terdiri atas parit sepanjang 440 m dari utara ke selatan dan 270 m dari barat ke timur. Parit yang menyusun bagian interior pagar itu bisa dilihat dengan berjalan ke arah timur melewati sisi tengah bangunan bersejarah ini.
Kedamaian di Plaosan

Setelah puas mengeksplor candi Plaosan, agar tidak lagi tersesat atau muter2 tak tentu arah mencari keberadaan candi. Saya mencoba menggali informasi sebanyak-banyaknya dimana candi Sewu, karena tujuan saya selanjutnya candi sewu.

Candi Bubrah

Ekspedisi Rorojonggrang


Setelah Candi sebelumnya yaitu Candi Prambanan dan candi Lumbung, dengan jalan kaki saya lanjutkan ke candi yang konon sesuai namanya Candi Bubrah (bahasa jawa yang berarti Rusak), berjarak ±500m dari Candi lumbung.  Jadi candi ini berada diantara Candi Lumbung dan Candi Sewu. Candi Bubrah adalah candi Buddha yang berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi Prambanan, yaitu di antara candi utama Roro Jonggrang dan candi Sewu. Dinamakan Bubrah karena memang keadaannya rusak (bubrah dalam bahasa Jawa) sejak pertama kali ditemukan. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno, satu periode dengan candi Sewu.








Candi ini mempunyai ukuran 12 m x 12 m terbuat dari jenis batu andesit, dengan sisa reruntuhan setinggi 2 meter saja. Saat pertama kali ditemukan masih terdapat beberapa patung Buddha, walaupun tidak utuh lagi. 
Sama seperti Candi Lumbung, Candi Bubrah diperkirakan dibangun pada abad ke-9 pada masa Kerajaan Mataram Kuno. Candi yang memiliki latar belakang agama Budha ini memiliki dimensi 12 m x 12 m, terbuat dari batu andesit, dan sisa reruntuhan candi hanya setinggi sekitar 2 meter saja. Disana saya menemukan beberapa arca Budha yang sudah tidak ada kepalanya. 

Banyaknya material rekontruksi menjadikan saya sungkan untuk masuk areal candi Bubrah. Saya puaskan memandang dari pagar nya saja, soalnya ada rasa takut merusak / mengganggu para pekerja yang sedang merekontruksi Candi Bubrah ini, Karena Bagaimanapun menyusun kembali reruntuhan menjadi candi tidaklah mudah, ibarat "PUZZLE"  raksasa yang dibutuhkan konsentrasi yang tinggi untuk dapat menyelesaikan.
Semoga Candi Bubrah tidak lama lagi siap untuk dikunjungi, agar generasi muda kita tahu keluhuran bangsa kita. amin!

Rabu, 01 Juni 2011

Candi Lumbung

ekspedisi rorojongrang

Berjarak sekitar 500m dari candi Prambanan, dengan berjalan kaki, lapangan rumput dan deretan pepohonan yang asri juga melewati taman bermain anak dan kompleks museum prambanan. rasa nyaman, sekaligus kedamaian tercipta disini. sungguh cocok untuk rekreasi keluarga, selain rekreasi sejarah juga menyegarkan pikiran. Apabila kurang menyenangi jalan kaki, di kompleks candi ini disediakan tour dengan kereta mini, tapi tentunya tidak cukup puas menikmati candi ini satu persatu. Saat saya ekspedisi ini Candi lumbung masih di rekontruksi kembali, alias direnovasi.

Candi Buddha yang berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi Prambanan ini diperkirakan dibangun pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini dinamakan Candi Lumbung mungkin karena bentuknya yang menyerupai lumbung padi dan diperkirakan dibangun pada tahun 850 Masehi.Total terdiri atas 16 candi-candi kecil.Sebagian candi, termasuk candi utama yang ditengah dalam kondisi rusak, dan sedang diupayakan perbaikan, meskipun sempat diguncang gempa 2006 kemarin, namun kerusakan yang diakibatkan tidak separah kompleks Candi Prambanan. 
Candi Lumbung
Terus terang, saya hanya sekilas saja, alias cuma memutari candi ini, tidak masuk kedalam candi. Dikarenakan candi masih dalam tahap renovasi. Saat saya ke candi ini masih banyak pekerja yang menusun "puzzle' candi, jadi saya tidak mau mengganggu. semoga suatu saat nanti jika saya kembali ke sini can di ini sudah berdiri berjejeran dengan megah....




Candi Sari

ekspedisi rorojonggrang
Candi Sari
 Setelah, mengalami kejadian yang kurang menyenangkan di Candi Kedulan, tujuan selanjutnya adalah candi Sari.  Letak candi ini hanya 500 meter dari Jalan Raya, tepatnya di Jl. Solo - Jogjakarta Km. 14, untuk penanda jalan masuk adalah kantor Telkom, setelah ketemu langsung lurus saja, kelihatan dari jalan candi Sari.
Seperti yang sudah-sudah membayar terlebih dahulu Rp. 2000,- kemudian mulailah meng"EKSPLOR" keindahan candi Sari.
Peta Petunjuk Ekspedisi rorojongrang
CANDI SARI berarti candi yang indah, terletak di Desa Bendan, Kelurahan Tirtamartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman DIY. Candi Sari ditemukan dalam keadaan rusak berat, kemudian pada tahun 1929 dipugar oleh Dinas Purbakala, selama setahun. Tahun pendirian candi ini belum dapat diketahui dengan jelas, hanya diperkirakan tahun berdirinya sama dengan pendirian candi Kalasan, yakni abad 8 M pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran, bersamaan dengan masa pembangunan Candi Kalasan. Kedua candi tersebut memang memiliki banyak kemiripan, baik dari segi arsitektur maupun reliefnya. Keterkaitan kedua candi ini diterangkan dalam Prasasti Kalasan (700 Saka / 778 M). 
Dalam Prasasti Kalasan diterangkan bahwa para penasehat keagamaan Wangsa Syailendra telah menyarankan agar Maharaja Tejapurnama Panangkarana, yang diperkirakan adalah Rakai Panangkaran, mendirikan bangunan suci untuk memuja Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta Buddha. Untuk pemujaan Dewi Tara dibangunlah Candi Kalasan, sedangkan untuk asrama pendeta Buddha dibangunlah Candi Sari. Fungsinya sebagai asrama atau tempat tinggal terlihat dari bentuk keseluruhan dan bagian-bagian bangunan dan dari bagian dalamnya. Bahwa candi ini merupakan bangunan agama Buddha terlihat dari stupa yang terdapat di puncaknya
Candi Sari terdiri dari kaki, tubuh dan atap, Candi Sari berbentuk persegi panjang, dengan ukuran 17,30 x 10 m, walaupun konon denah dasar aslinya lebih panjang dan lebih lebar, karena kaki yang asli menjorok keluar sekitar 1,60 m. Tinggi keseluruhan candi dari permukaan tanah sampai puncak stupa adalah 17 - 18 meter. Gerbang candi, yang lebarnya kira-kira sepertiga lebar dinding depan dan tingginya separuh dari tinggi dinding candi, sudah tak ada lagi. Yang tersisa hanya bekas tempat bertemunya dinding pintu gerbang dengan dinding depan.
Tubuh candi terdiri atas tiga ruangan atau bilik yang berjajar yang masing-masing dihubungkan dengan lubang pintu diantara tembok pemisah. Pada bagian tubuh candi bagian luar terpahat arca arca yang diletakkan menjadi dua baris diantara jendela. Arca ini merupakan Dewa Bodisatwa dan Tara berjumlah 36 buah, yakni 8 di sisi timur, 8 di sisi utara, 8 di sisi selatan dan 12 di sisi barat. Pada umumnya arca ini memegang teratai merah atau biru, serta semua arca ini digambarkan dalam sikap lemah gemulai, yaitu dengan sikap Tribangga, begitu pula dengan roman mukanya digambarkan jauh lebih tenang dan halus serta tidak terlalu mewah hiasannya seakan akan disesuaikan dengan tempat suci agama Budha. Selain itu di sebelah kiri kanan jendela ada pahatan Kinara Kinari atau mahluk kayanganyang berwujud setengah manusia setengah burung. Candi Sari ini di bagian luar dilapisi dengan Bajralepa dimaksudkan untuk memperhalus dinding dan pengawet batu supaya tidak lekas aus.
Melihat bentuk bangunan candi yang terdiri atas beberapa bilik candi yang lantainya dari kayu, jendela bergeruji dari kayu, pintu yang terdiri dari kayu, maka dahulu candi Sari dipergunakan sebagai tempat tinggal atau Vihara yakni sebagai tempat meditasi dan asrama bagi pendeta menganjar para siswanya, dimana didalamnya terdapat sebuah kuil.
Menurut Kempers, Candi Sari ini aslinya memang merupakan bangunan bertingkat dua atau bahkan tiga. Lantai atas dulunya digunakan untuk menyimpan barang-barang untuk kepentingan keagamaan, sedangkan lantai bawah dipergunakan untuk kegiatan keagamaan, seperti belajar-mengajar, berdiskusi, dsb. Tembok candi ini juga dilapisi dengan vajralepa (brajalepa), lapisan pelindung yang juga didapati di dinding-dinding Candi Kalasan. Dari luar telah terlihat bahwa tubuh candi terbagi menjadi dua tingkat, yaitu dengan adanya dinding yang menonjol melintang seperti "sabuk" mengelilingi bagian tengah tubuh candi. Pembagian tersebut diperjelas dengan adanya tiang-tiang rata di sepanjang dinding tingkat bawah dan relung-relung bertiang di sepanjang dinding tingkat atas.
Relung-relung di sepanjang dinding luar candi, baik di tingkat bawah maupun atas, saat ini dalam keadaan kosong. Diperkirakan, relung-relung tersebut tadinya dihiasi dengan arca-arca Buddha.
Dinding luar tubuh dipenuhi pahatan arca dan hiasan lain yang sangat indah. Ambang pintu dan jendela masing-masing diapit oleh sepasang arca lelaki dan wanita dalam posisi berdiri memegang teratai. Jumlah arca secara keseluruhan adalah 36 buah, terdiri dari 8 arca di dinding depan (timur), 8 arca di dinding utara, 8 di dinding selatan, dan 12 di dinding barat (belakang). Ukuran arca-arca itu sama dengan ukuran tubuh manusia pada umumnya.
Pada bagian lain dinding dipenuhi dengan pahatan berbagai bentuk, seperti Kinara Kinari (manusia burung), suluran, dan kumuda (daun dan bunga yang menjulur keluar dari sebuah jambangan bulat). Di atas ambang jendela dan relung-relung dihiasi dengan Kalamakara tanpa rahang bawah dalam bentuk yang sangat dekoratif dan jauh dari kesan seram. Sebagaimana dengan yang terdapat pada dinding Candi Kalasan, dinding Candi Sari juga dilapisi oleh lapisan Vajralepa, yang berfungsi memberikan warna cerah dan mengawetkan batu.
Tangga naik ke permukaan kaki candi telah hancur. Di sisi tangga terdapat sebuah umpak batu. Tidak jelas apakah umpak batu itu memang berada di tempatnya semula, namun tampaknya bagian bawah umpak tadinya terbenam dalam tanah.
Pintu masuk berada di tengah sisi yang panjang di sebelah Timur. Aslinya, ambang pintu di dinding candi tersebut terletak dalam bilik penampil yang menjorok keluar. Saat ini bilik penampil tersebut sudah tidak bersisa, sehingga pintu masuk ke ruang dalam candi dapat langsung terlihat. Hiasan di bingkai dan Kalamakara di atas ambang pintu sangat sederhana, karena hiasan yang indah terletak di dinding luar bilik pintu.
Di dalam candi terdapat tiga ruangan berjajar yang masing-masing berukuran 3,48 m x 5,80 m. Kamar tengah dan kedua kamar lainnya dihubungkan oleh pintu dan jendela. Bilik-bilik ini aslinya dibangun sebagai bilik bertingkat. Tinggi dindingnya dibagi dua dengan lantai kayu yang disangga oleh empat belas balok kayu yang melintang, sehingga dalam candi ini seluruhnya terdapat 6 ruangan. Dinding bagian dalam kamar polos tanpa hiasan. Pada dinding belakang masing-masing kamar terdapat semacam rak yang letaknya agak tinggi yang dahulu dipergunakan sebagai tempat upacara agama dan menempatkan arca. Di lantai bawah terdapat beberapa tatakan arca dan relung bekas tempat meletakkan arca. Tak satupun dari arca-arca tersebut yang masih tersisa saat ini. Pada dinding kamar utara dan kamar selatan terdapat relung untuk menempatkan penerangan
Lantai dan bagian bangunan yang terbuat dari kayu sekarang sudah tidak ada, tetapi pada dinding masih terlihat lubang-lubang bekas tempat menancapkan balok penyangga. Di dinding bilik yang paling selatan didapati batu-batu yang dipahat menyerong, yang berfungsi sebagai penyangga ujung tangga yang terbuat dari kayu
Atap candi berbentuk persegi datar dengan hiasan 3 buah relung di masing-masing sisi. Bingkai relung juga dihiasi dengan pahatan sulur-suluran dan di atas ambang relung juga dihiasi dengan Kalamakara. Puncak candi berupa deretan stupa, yang terdiri atas sebuah stupa di setiap sudut dan sebuah di pertengahan sisi atap.

Candi sari.... The beautiful one