Jumat, 17 Maret 2017

Jejak Peradaban : Watu Lumpang Ngrawan Lor Bawen #Part 2.

Watu Lumpang Ngrawan Lor #2

Jumat,  17 maret 2017, cerita lanjutan penelusuran setelah Watu Lumpang di rumah warga, kakek Taslan. Link cerita sebelumnya : Jejak Peradaban: Watu Lumpang Ngrawan Lor Bawen #Part 1. Dari masjid Al Istijab Perum Mustika Jati Bawen, Kami keluar menuju gang arah ke kanan (2 kali ambil kanan). Menyusuri jalan kampung sampai, di sepanjang jalan ini ada salah satu rumah yang konon dulu saat ramai ‘toto gelap’ pernah ada Yoni di samping rumahnya. Namun karena banyak aktivitas tengah malam, pemilik rumah kemudian merasa terganggu dan akhirnya di di hancurkan menjadi kerikil. Apaboleh buat, nasih sudah menjadi bubur, tak mungkin bubur menjadi nasi lagi kan? Kemudian tepat dibelakang Pos Kamling ada juga hasil mengumpulkan (saya menduga seperti ditulisan saya beberapa tahun lalu) struktur bangunan suci yang konon dulu berasal dari area ditengah Perum Mustika Jati : link tulisan : Situs Ngrawan Lor + Poskamling.
Saya dan Eka Budiyono sudah pernah mampir di situs tersebut (dengan waktu dan rekan berbeda), jadi kami biarkan Mbah Eka WP untuk menengok sendiri, sedangkan kami tetap melanjutkan penelusuran ulang (Watu Lumpang Makam Lingkungan Ngrawan Lor). 
Berada di pinggir area makam sebelah kiri gerbang masuk, tepat dibawah pohon durian Lumpang ini berada.

Kondisi lumpang sudah tak utuh lagi, tak lagi bulat, namun oval. Sayangnya bukan asli original oval namun terlihat ada usaha perusakan… entah dimasa apa.
Keberadaan beberapa sebaran situs di sekitar area Ngrawan Lor menjadikan kami menduga peradaban masa lalu pernah bertahta di sini. Teringat pula cerita dari rekan dulu ada watu gentong kuno berjumlah 4 buah yang dicuri orang di Ngrawan Lor ini (dari cerita warga). Beberapa kepingan sejarah yang tersisa itu bisa menjadi bukti awal keberadaan bangunan ritual suci yang memakai tirta-amerta, air suci dalam prosesi ritualnya.
Apalagi menurut cerita yang kami dapat sebelumnya dari Mbah Taslan (Part 1) bahwa dulu sekali “Pada suatu masa itu” sebelum nama Ngrawan dikenal. Daerah ini pernah ada satu lokasi yang bernama jembangan. Sebuah ceruk sumber air yang deras dan tak henti-hentinya menyemburkan air. 
Watu Lumpang Ngrawan Lor Bawen #Part 2.
 Lambat laun jembangan yang awalnya hanya ceruk air yang dikelilingai pemukiman (bisa jadi bagian vassal kerajaan kecil) dimana setiap pemukiman (=peradaban) pasti ada bukti eksistensi hubungan manusia dan penciptanya, kemudian berganti masa lama-kelaman pemukiman berkembang dan segera setelah berganti generasi kemudian orang menjadi lebih suka menyebut dengan Ngrawan (berasal dari kata rowo=rawa. Sumber : obrolan dengan mbah Taslan, 17/3-2017).
Tak jauh dari watu lumpang ini, sekitar 50m arah ke timur banyak batu (struktur) candi berbentuk Kotak yang sebagian masih berada dilokasi awal, yang sebagian lagi tersebag dibeberapa titik. Yang paling ketara adalah berfungsi menjadi ‘patokan’  makam yang nampaknya keramat. Auranya berbeda dari makam yang lain. Pikiran kami berimajinasi liar, membayangkan batu candi kotak ini bagian struktur sebuah bangunan suci yang dulu konon berdiri disini. Dan jejaknya masih terlihat. Mungkin saja banyak masih terpendam didalam , jika iya. Semoga tetap aman dan biarlan begitu adanya.
Foto bersama oleh Eka Budiyono.... Si Mantan Andheng-Andheng ijo lumuten :


Saat kami kesini, ada kakek yang tertarik dengan aktifitas kami, Mbah Kaslan (aneh, unik namanya mirip dengan Lumpang Ngrawan Lor Bawen : Part 1: Mbah Taslan). Singkat cerita beliau sangat penasaran dengan laku kami, dimana tak biasanya ke makam, anak (masih) muda mencabuti rumput disekitar Lumpang, kemudian ziarah pula ke makam kuno. 
Tak ada yang berani maupun peduli katanya dalam bahasa jawa”. Kami sebisanya menjelaskan kami ini siapa. Intinya Pecinta Situs dan Watu Candi.
Setelah kami jelaskan, beliau dengan berbinar menceritakan perihal makam kuno ini. “Ini yang bubak yoso, sesepuh desa ini. Kyai Trembuku dan Nyai Cangki  di sekelilingnya makam para abdinya”, jelas Mbah Kaslan. Kami tak dapat agi cerita di zaman apa Kyai Trembuku dan Nyai Cangki ini hidup.
Tapi apresiasi dan menjelaskan perihal makam walau singkat namun kami sudah cukup. 
Semoga ada yang meneruskan penelusuran kami tentang Ngrawan Lor ini…. Apa kabar warga lokal? Sudah lah cukup selama ini abai… mari ketahui dan lestarikan…
Wis tuo dijak selfinan, jian tenan….. :
Di Makam Ngrawan Lor : Makam Kyai Trembuku

Saat perjalanan pulang, niat kami ingin silaturahmi sekaligus kuliner Mie Ayam bakso Pak Keman... Namun kami tak beruntung.... TUTUP... Ke Mana Pak Nanang Klisdiarto? padahal mie ayam kami sudah impikan sejak tadi malam.
Akhirnya kuliner di dekat si andheng2....
MIE AYAM gedanganak... 






Salam Peradaban!

Selasa, 14 Maret 2017

Merekontruksi jejak peradaban di Ngobo Desa Wringinputih, Bergas.

Watu Lesung Ngobo, Bergas
 Rabu, 15 Maret 2017.
Cerita perjalanan ini dimulai dari sebuah ketidakberuntungan, Si andeng-andeng musnah dari wajah teman saya. (baca musibah). Niatnya sama sekali tak akan blusukan, Kami (saya dan Mbah Eka WP) hanya ingin nengok rekan yang sakit merana kehilangan andeng-andeng (tahi lalat).  Tak tega juga rasanya, mosok orang sakit diajak blusukan. 
Namun yang terjadi diluar dugaan kami, walaupun tertawa saja susah karena tertawa berarti menangis bagi dia, kesakitan sampai berurai air mata (bukan lebay, namun ini terjadi) si oknum malah memaksa kami untuk melihat hasil blusukan beberapa waktu sebelumnya.
Biar senang hatinya, maka kami mengabulkan. Jadilah destinasi kali ini adalah menelusuri jejak peradaban di Dusun Ngobo yang berada di wilayah Desa Wringin Putih Kec. Bergas. Dari Gedanganak, kami lewati Desa Beji kemudian menyusuri perkebunan karet “Kebun PTPN Ngobo”. 
Watu Lesung Ngobo, Bergas
Melalui jalan beton di pinggiran dusun, berbatasan langsung dengan perkebunan karet.  Karena Memang Watu Lesung ini berada di pinggiran kebun karet di lereng perbukitan.
Petunjuk yang lebih mudah, situs ini berada di belakang SDN Wringinputih 03, tepatnya 500m gang di sampingnya. Ikuti saja, watu lesung ada di sebelah kirimu. 
SDN Wringinputih 03
Awalnya dapat info dari teman di Grup FB “Ungaran”, saya di japri ada watu lesung di daerahku”, cerita Mas EkaBudiyono kepada Kami. Legenda atau entah mitos yang berkembang dimasyarakat tentang watu lesung ini, “Konon ada mbah wali yang ingin membuat sambel. Tapi karena bawangnya kurang sehingga watu lesung ini ditinggal begitu saja”. Namun Mbah wali yang mana, siapa tak ada warga yang menjawabnya. 
Watu Lesung Ngobo, Bergas
 Saat ngobrol dilokasi ini, Mas Dhany Putra bergabung dan sepengginang kemudian mas Candra yang memberikan informasi datang pula. 
Jadilah kami genap berenam. “Kata mbah buyut ku, watu lesung ini sudah ada sejak mbahnya, dulu ada di tengah jalan ini, kemudian oleh warga dipindah ke posisi yang sekarang”, cerita mas Candra kepada kami.
Watu Lesung Ngobo, Bergas
Dari bentuknya, saya pribadi ragu untuk fungsinya di masa lalu; dibuat untuk apa? Keyakinan saya pasti ada yang lain, yang terkait. Sedangkan Mas Eka Budiyono menduga, watu lesung ini dulunya digunakan untuk menumbuk padi secara bersama-sama.
 Hipotesis yang tak serta-merta kami amini. Padi atau Oryza sativa dalam bahasa latinnya ini, datang ke nusantara abad ke berapa?, sedangkan kebudayaan yang menciptakan peradaban dengan ciptakan watu lesung abad keberapa pula? pertanyaan-pertanyaaan yang berkicauan dikepala.
Watu Lesung Ngobo, Bergas

Statement dari Eka Budiyono malah menjadikan beberapa dari kami berpikir keras… namun tak menemukan jawaban. Semoga para ahli mencerahkan kami
Selain Watu lesung ini ada watu lumpang juga, ayo kita telusuri”, ajak Mas Chandra. Disisi jalan lain, masi di perkebunan karet. Kali ini kami menyusuri perkebunan di depan SD Wringinputih. 
Watu Lesung Ngobo, Bergas
Hampir 4 orang warga yang kami temu menggelengkan kepala saat kami tanyakan keberadaan watu lumpang ini. Walau mereka cukup umur dan asli berdomisili di Ngobo Wringin Putih. 
Semangat sudah level terendah, sampai kemudian harapan kami bangkit lagi setelah Mas Chandra bertanya kepada warga di dusun sebelah. “Di pinggir sawah, tepat di bibir lereng perkebunan karet”, informasi dari warga tersebut. Tanpa berbekal alat sama sekali, kami mencoba menyibak rumput setinggi 1 meter an, dengan perasaan was-was karena pencarian kami lakukan dibibir jurang sedalam 5 m lebih. Membuat pencarian kami tergesa-gesa. Dan Akhirnya setelah cukup lama  kami menyusuri tepian perkebunan. Kami mundur namun bukan menyerah. Hari esok masih terbentang.
Terimakasih kepada Mas Candra, yang berkenan mendampingi kami menelusuri jejak watu lumpang di area yang tak terlalu jauh dan jarang diketahui warga. Walaupun penelusuran hari ini gagal, selain durasi waktu juga kondisi yang sudah agak gelap serta rumput setinggi pinggang membuat kami menunda.
Watu Lesung Ngobo, Bergas

























          Gambar diatas, saking baguse, takut menjadi idola baru Mas Eka Budiyono memakai Masker....
 Sampai ketemu penelusuran ulang


Salam Peradaban!

Kamis, 02 Maret 2017

Situs Makam Gandekan, Harjosari Bawen

Situs Makam Gandekan, Harjosari Bawen
Kamis, 2 Maret 2017. Terusan dari Penelusuran Jejak Peradaban di Tegalgogo Kel. Wujil Kec. Bergas Kabupaten Semarang, karena batas waktu masih lumayan tersedia. Saya dan mas Nungki ditawari berkunjung ke Makam Gandekan oleh Lek Suryo. Dimana dimakam tersebut banyak struktur Batu Candi yang di pakai untuk makam keramat. 
Berawal dari Blusukan beberapa waktu sebelumnya, dimana saya saya tak ikut, konon ceritanya berjodoh ketemu dengan jejak peradaban Makam gandekan ini di detik detik akhir dimana sang Bhagaskara beranjak tenggelam di gantikan oleh yang elok ‘Sasadara’.  
Penelusuran 1
Ki amargo bocah uyeng-uyenge 2, yen wis peteng metu landhepe”, jelas salah satu dari rekan saya. 
Dari Wujil Bergas, kami menyusuri jala perkampungan melewati Kalitaman, Bergas Lor-kidul, Samban-Srumbunggunung(jimbaran) kemudian Gandekan (Harjosari). Paling mudah adalah Pabrik APAcinti Bawen, Posisi Makam ada didekatnya. 
Makam Nyi Gandek
Di sektar area ini ada beberapa jejak peradaban berbentuk situs purbakala salah satunya Yoni Gandekan. Hanya sedikit orang yang tahu, tentunya terkecuali yang berdomisili di Gandekan Harjosari pastilah tahu Makam ini. Makam  Ki Gandek dan Nyi Gandek. 
Berada di puncak gumuk (bukit kecil) dimana makam Gandekan ini berada. Menurut warga, nama Gandekan asal muasalnya dari nama sing mbabat alas alias yang pertamakali membuka hutan untuk perkampungan yaitu Ki Gandek dan Nyi Gandek.  
Jadi bukan gandekan  bahasa yang itu Mas Dhany Putra.. hehehe
Kalau dari Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, tulisan bapak  W.J.S. Purwodarminta… Kata 'Gandek" berasal dari bahasa Jawa yang berarti suruhan raja
Seorang warga yang kami jumpai, berpesan ketika masuk area makam Ki Gandek dan Nyi Gandek Alas kaki dilepas, makam dikeramatkan, dirawat dan dijaga kebersihan serta kelestarian oleh warga, sering pula warga dari jauh datang untuk ziarah, berbagai acara Kampung seperti nyadran,  sedekah bumi, dll juga dilaksanakan diarea ini.
Makam Gandekan
 Berbagai bentuk Batu Candi yang ditata sedemikian rupa membentuk Kijing=nisan=makam. Saya tak akan membahas Detail- Saya tampilkan Gambar saja

Makam Keramat Gandekan
 Melihat tatanan makam yang terbuat dari struktur batu candi  --saya menduga-- dulu dikawasan ini berdiri sebah bangunan suci… tapi maaf jangan diperdebatkan apalagi menjadi bahan kontroversi, biarlah yang sekarang tetap apa adanya. Saya hanya mencoba merekontruksi berdasarkan kemungkinan dan dugaan pikiran saya.












Ditambah keberadaan watu candi di makam umum desa Gandekan, yang terletak di lereng bukit bawah makam Keramat gandekan ini. (Saya masih nunggu kontributor foto dari rekan raja PHP = yang kali ini saya limpe--)
Hipotesis yang pertama tentu saja makam ini berada di gumuk, dimana ciri khas sebuah bangunan suci masa lalu yang berada dipuncak gunung/ bukit agar semakin dekat kepada sang Maha Kuasa. Yang kedua, di area ini konon dulu dekat dengan sebuah petirtaan--Sendang suci—kuno yang saat ini sudah ditutup dengan lantai/ pondasi industri (mencoba mengupas ingatan atas obrolan dengan rekan). Hipotesis yang ketiga. Kemudian keberadaan Yoni yang cukup besar serta sumur kuno dan bekas pondasi di dekatnya (namun sudah musnah) menandakan adanya area ibadah dan pemukiman disekitar Gandekan ini.
Mie Ayam Black Cafe
Bukti selanjutnya, di seberang jalan nasional Solo-Semarang, ditengah pemukiman warga ada barisan 3 yoni serta di makam sebelah desa tersebut ada struktur bangunan candi dan bekas petirtaan kuno yang sayangnya Arcanya telah hilang dicuri mafia! Belum lagi tulisan Seorang pendeta kerajaan Padjajaran yang melakukan perjalanan ritual suci mengitari Gunung Suci di Jawa, beliau pernah singgah di Gunung Karungrungan (=Ungaran) tentunya berkaitan dengan sejarah, konon pernah dipindahnya ibukota kerajaan Dari Kawasan Dieng Plateau ke Lereng Gunung Ungaran. Keberadaan pusat kerajaan tentunya banyak pula bangunan suci.
Maaf 3 alinea saya diatas hanya dugaan saya tentang bangunan suci yang mungkin ada di Gumuk, di Makam Gandekan ini.  Ketika dugaan-dugaan itu bermunculan, disertai dengan keberadaan jejak peradaban yang tertinggal menjadi konsep berpikir bagi saya pribadi…. “Terserah Kalian Mau berdebat apa, Disini dulu ada bangunan!”, itu kesimpulan saya.
Sebelum mengakhiri penelusuran kamisan ini, seperti biasa wisata kuliner terlebih dahulu, saat berangkat tadi kilatan mata melihat tulisan Mie Ayam Rp.6000,- jadilah … di Pertigaan menuju pertapaan Kendalisodo-Doplang. Trio Kemisan, Jejak Peradaban,
Makam gandekan

Salam Peradaban! 

Senin, 27 Februari 2017

Situs di Tegal Gogo Wujil Bergas : Watu Lumpang dan Watu Lesung

Watu Lumpang Tegal gogo Wujil








   
    












     Senin, 27 Februari 2017, Ketika saya ajak blusukan Minggu sehari sebelumnya ke Dsn. Lendoh Desa Leban Boja, si tukang nglimpe bin PHP-nan, ternyata oknum tersebut blusukan dewe. Untungnya masih ada setitik kebaikan di hatinya...hehehhe. Senin tanpa rencana saya diantar menuju lokasi, kami langsung berangkat, dan masih pakai seragam pula. Hujan gerimis tak menghalangi kami. 
      Lewat jalur keluar masuk desa di sepanjang lereng gunung Ungaran (karena tak bawa helm) melewati berbagai situs. Tujuan kami ini dikenal warga dengan daerah Tegalgogo masuk di wilayah Kelurahan Wujil Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Sampai di desa Pagersari melewati SDN Pagersari 01 kira-kira 300m di jalan nanjak, ada jalan masuk ke kiri berpaving dengan L Paving 1m, jalan tanah. 
   Pemandangan di Area ini, menakjubkan ;
view dari Tegal gogo Wujil Bergas
     Kira-kira 1km, masuk jalan menyusuri persawahan di kanan dan kirinya, juga melewati 2 komplek makam. Di tengah- tengah antara makam ada 2 makam kuno yang berhadapan dipisahkan jalan.
makam Kuno
Dari Makam, kemudian perjalanan lanjut menyusuri pematang sawah. Penelusuran 1 Kami parkir di depan makam (alasan Mbah Eka, jalan licin sehabis hujan), sementara penelusuran kedua saya (jadi guide) kami parkir di lokasi yang lebih dekat dengan destinasi kali ini.
Tak sampai 5 menit menyusuri kebun pisang dan tanah tegalan warga, Sampailah kami. Yang terlihat pertama adalah watu lumpang :
Watu Lumpang tegal Gogo Wujil bergas

mata batu
Kondisi sudah tidak 100% mulus, dibeberapa lokasi terdapat ‘mata’ batu dan berlobang secara alami. 
Dimensi Diameter Lumpang 64cm, untuk tinggi belum saya dapat, karena prediksi kami lumpang ini terpendam separuh. 
Sementara, Lubang Lumpang berdiameter 26cm. dan kedalaman lubang 30cm. Bentuk Lumpang cukup unik, membentuk bidang kerucut, berbeda dengan lumpang yang biasanya kami temui.
lubang lumpang
Penetapan sebagai tanah Sima (perdikan), ritual tertentu seperti Upacara memulai masa panen serta memulai masa panen, atau untuk menumbuk sesajen menjadi diskusi kami ketika , menjadi diskusi ringan kami saat ketemu dengan situs Lumpang. 
Serta keunikan dan potensi keberadaan watu pendukung lain. 
Bahkan kadang berkhayal di area ini berada peradaban….. Sebuah tempat suci, dll.
 Di sampingnya, kurang dari 3m sebelah kanan ada watu Lesung yang tergeletak miring di “perengan”. 
Watu Lesung Tegal gogo Wujil Bergas
Watu Lesung, demikian warga menyebut batu disisi Lumpang tersebut. Mungkin saja karena mirip Lesung sehingga latah saja mirip Watu Lesung. 
Diskusi kami (Sangat Bingung)… dan tak menemukan jawaban atas fungsinya pada masa lalu… Entah sebagai tempat mandi bayi (kemungkinan kecil), atau tempat air suci yang dipakai untuk ritual di Lumpang. 
     Semoga ada guru yang mau berbagi ilmu kepada kami. 
Situs Tegal Gogo Wujil : Watu Lesung
Menurut informasi yang didapat Mbah Eka, tak ada lagi bantuan pendukung lain di sekitar situs ini (kami yakin belum terlihat, mungkin masih terpendam atau bagaimana--menjadi misteri).  
Namun bisa menjadi ciri petunjuk keberadaan situs ini berada di Gumuk (bukit), tak jauh ada sungai yang mengalir serta disebelah utara adalah gunung suci Ungaran.
Saran kami saat menelusuri jejak ke situs ini, sahabat menggunakan pakaian panjang dan sepatu boot (jangan sandal jepitseperti saya=menjadi jalan tak tenang ketika blusukan). Selain banyak nyamuk, rumput yang lebat serta rimbun pohon bambu adalah habitat alami ular.
Video Amatir. (Maaf Benar-benar Amatir):
(maaf masih nunggu sinyal wifi ok)

Watu Lesung Wujil
Penelusuran jejak Peradaban ke 1 Bersama Mbah Eka WP (guide),
Ayoo dilestarikan..... Kalo bukan kita siapa lagi?










Penelusuran jejak Peradaban ke 2 Bersama Lek Suryo dan Mas Nungki Arfi (Saya Jadi guide)



Salam Peradaban ;