Tampilkan postingan dengan label Serat Kuno. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Serat Kuno. Tampilkan semua postingan

Kamis, 14 Oktober 2010

Serat Panji Asmara Bangun : Buah perjuangan



Buah perjuangan
 (04)

Ketika Raja Kadiri  duduk di Sitinggil. Panji datang mempersembahkan kepala raja seberang yang dipenggal. Kepala raja itu kemudian dipertontonkan di atas tiang. Banyak harta rampasan yang dibagi-bagikan kepada orang banyak.
Dalam pada itu tibalah para pangeran dari Jenggala Manik. Disebutkan nama-nama mereka. Mereka itu membawa bermacam-macam kendaraan yang akan dipergunakan Panji dan anak buahnya, karena raja Jenggala Manik ingin melihat Panji kembali. Tapi para Pangeran harus istirahat sebentar.
Sang puteri dalam keraton bertanya kpada  dayang-dayangnya, bagaimana akhir pertempuran. Dijawab : Panji menang. Sang puteri dating kepada Panji. Panji berkasih-kasihan. Sadulumur hendak berkasih-kasihan pula seperti Panji, dipanggilnya seorang emban dan hendak diperkosanya.
Esok paginya Panji hendak bersiap-siap pulang ke Jenggala Manik. Bersama isterinya ia pamitan kepada raja. Serombongan besar rakyat jelata bergerak menuju jurusan Jenggala Manik, dimana raja sudah duduk menunggu diluar, dikelilingi oleh para pembesar. Setelah mendengan berita bahwa Panji dalam perjalanan, sang raja berangkat menyongsongnya. Setelah bertemu, mereka kembali ke paseban dan masuk ke dalam keraton. Seri ratu menyambut puterinya dengan isterinya. Kili-suci pun hadir.
Pada suatu hari, tatkala raja sedang duduk diluar, diperintahkannya Panji pergi ke kakeknya, raja Keling. Untuk itu banyak kapal disediakan. Setelah selesai semua, sang raja mengantarkan puteranya bersama anak buahnya ke pelabuhan, Panji naik kapal beserta isterinya. Setelah sampai di laut luas kapal terserang badai.
Para penumpang kacau balau. Kapal-kapal cerai-berai, bahkan terpisah. Candrakirana terdampar di Bali, sedangkan Panji hanyuk ke tanah Dayak. Di Jenggala Manik tersiar kabar, bahwa Panji beserta anak buahnya tenggelam ke dalam laut. Orang berduka cita di Jenggala Manik.
Narada datang kepada Panji dan menghiburnya. Orang suci itu menyuruh Panji memakai nama lain, yaitu Jayakusuma dan mengabdikan diri pada raja Urawan, ia harus mengatakan ia orang Dayak, Narada menghilang.
Panji member nama Jayaleksana kepada Punta, Jaya Sentika kepada Kertala dan Juda-pati kepada Pamade. Kebetulanketiga saudaranya itu tidak terpisah dari Panji. Atas usul Jayasantika mereka mula-mula akan menakhlukkan kerajaan Cemara. Rencana itu mereka laksanakan. Raja Cemara sedang duduk di Paseban, dikelilingi oleh para pembesar. Sekonyong-konyong dating orang mengamuk. Setelah bertengkar mulut, mulailah perkelahian.
Raja Cemara menyerah kepada Panji. Seorang saudaranya perempuan diserahkannya kepada Panji. Putri itu bernama Sureng-rana. Malam hari Panji berkasih-kasihan dengan isterinya yang baru.


Serat selanjutnya : Bejo-Sengara
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi “Nguri-Uri Budaya”

Rabu, 13 Oktober 2010

Serat Nagri Ngurawan : Raden Wijaya

 Raden Wijaya
(02)

Astra Wijaya berjalan di suatu tempat yang bagus pemandangannya, digambarkan tanam-tanaman yang tumbuh disitu. Sambil duduk-duduk, Wijaya teringat pada Puteri Urawan dan kepada isterinya sediri. Mereka meneruskan perjalanan dan sampai di tanah yang datar.
Orang Urawan menyerang Wijaya. Tapi Wijaya dilindungi oleh tenaga-tenaga alam. Tiba-tiba mengamuk badai dan turun hujan. Guntur dan kilat sambung-menyambung. Binatang liar menerkam orang-orang dari Urawan. Semua itu adalah pertolongan dari Wasi curiga. Orang Urawan kocar-kacir. Ketika sampai di sungai Wijaya bertemu dengan isterinya. Setelah bercumbu-cumbuan mereka meneruskan perjalanan mencari Jaya Kusuma.
Saat ini diceritakan tentang raja Bali. Ia amat berkuasa, raja-raja seluruh Bang Wetan membayar upeti kepadanya dan menyerahkan anak gadisnya.
Pada suatu hari ia keluar di penghadapan, dikelilingi oleh orang-orang besarnya: Jaja-asmara, Taju dan Agung. Dilukiskan patih Taju, sifatnya yang serakah dan kekikirannya. Mereka berbicara tentang mimpi-mimpi kanjeng sinuhun raja. Takwil yang diberikan oleh patih Jajasemita tidak memuaskan kanjeng sinuhun.
Kepada Cau dan Agung lalu ditanyakan apa makna mimpi itu. Penjelasan yang diberikan oleh Agung akhirnya memuaskan bagi kanjeng sinuhun. Agung mendapat pujian, Cau iri hati. Untuk menyatakan perasaannya, ia mulai nembang nama burung, dipersambung-sambungkannya menjadi lagu. Saat ini Agung harus berbicara pula tentang sifat utama seorang raja. Agung melakukan yang demikian.
Gubernur pelabuhan datang menghadap tanpa dipanggil dan memberitahukan kepada raja desas-desus, bahawa sebuah tentara besar Urawan sedang dalam perjalanan menuju Bali. Panglimanya Jaja-kusuma, sudah tiba di selat Banyuwangi, tapi belum mempunyai kapal untuk menyeberang. Mungkin mereka akan merampas perahu-perahu.
Kanjeng sinuhun raja menyuruh disiapkan segala sesuatu dan mengundurkan diri ke dalam keraton. Orang pada bubar.
Dalam perjalanannya pulang ke keraton , Kanjeng Sihnuhun Raja lama berhenti di pintu gerbang untuk me;ihat-lihat perhiasannya. Keraton dilukiskan. Kemudian Kanjeng Snuhun menyuruh panggil para isterinya. Isteri-isteri raja berkumpul. Disebutkan nama-nama dan asal-usul mereka, seorang demi seorang. Setelah bberkumpul para isteri itu Tanya-bertanya, siapa yang sudah berkumpul dengan kanjeng sinuhun raja, tidak seorangpun. Para emban kemudian mempertanyakan tentang kenikmatan berkumpul.
Seorang emban yang diutus  oleh Kanjeng Sinuhun raja untuk memanggil para puteri muncul dan semua harus datang menghadapraja. Kanjeng Sinuhun bermain musik gamelan dengan para isterinya.
Musik gamelan ditabuh terus. Kemudian Kanjeng sinuhun bersetubuh seorang demi seorang. Tapi kemudian mendapat juga, yaitu bersama sekaligus.


serat Selanjutnya : Pantai Banyuwangi

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno

Selasa, 12 Oktober 2010

Serat Nagri Ngurawan : Hubungan Jawa dan Bali


Hubungan Jawa dan Bali
(01)

Pagi hari Raja Urawan keluar ke penghadapan. Para pembesarnya hadir semua. Miruda duduk didepan sekali. Tapi Astra Wijaya duduk di pojok, wajahnya suram. Jaya Kusuma duduk disamping Miruda. Raja berkata kepada Jaya Kusuma bahwa ia juga merestuinya. Tatkala ditanyakan, Surengrana menjawab, bahwa ia ikut dengan suaminya. Kemudian Jaya Kusuma berangkat ke Bali, barang, makanan, hadiah dari sang puteri pun ikut dibawa
Sang raja berkata dengan kiasan kepada patih, bahwa ia harus membinasakan Banteng yang merusak keraton, digambarkan rombongan Jaya Kusuma, yang duduk dalam sebuah kereta disamping istrinya.
Perintah kepada Astra Wijaya untuk pergi ke Bali dibatalkan. Ia diharuskan mengiringi tumenggung hingga ke sungai Batil. Hal ini dikatakannya kepada istrinya, yang memberinya peringatan supaya jangan pergi, sebab malam sebelumnya ia bermimpi buruk. Astra Wijaya tidak menurut perkataan istrinya. Istrinya bersedih hati dan hendak menceritakan, tapi ditinggalkan Astra Wijaya berangkat.
Setelah tiba disungai Batil, para pengiring pamitan dengan tumenggung. Jaya Kusuma pun pamitan dengan Astra Wijaya. Ia memperingatkan kepada Astra Wijaya supaya patuh kepada raja. Astra Wijaya menangis sambil sujud pada kaki Jaya Kusuma. Jaya Kusuma meneruskan perjalanan.
Astra Wijaya diawasi, orang menunggu menyerang, sampai ia menyeberangi sungai. Astra Wijaya membawa 40 orang anak buah, semua berani-berani dan setia kepadanya. Serangan dari pihak kaum Urawan dimulai, menyusul pertempuran hebat, orang-orang Urawan Kalah. Yang masih hidup lari-lari ke kota untuk menyampaikan kabar kekalahan merka kepada raja. Sang raja marah. Astra Miruda diperintahkan berangkat. Setelah tiba di pertahanan Astra Wijaya, ia memulai serangan. Astra Wijaya luka pada pahanya dan melarikan diri kedalam hutan. Miruda dan anak buahnya kembali ke kota.
Raja Urawan keluar di penghadapan. Sag patih dan Miruda menghadap menyampaikan laporan, bahwa Astra Wijaya kena luka dan melarikan diri ke dalam hutan. Sag raja memerintahkan segala hak milik Astra Wijaya kepada Miruda, disamping itu pula Miruda dijadikan Tumenggung.
Isteri Astra Wijaya melarikan diri hanya dengan seorang dayang-dayang dari kediamannya. Dengan penuh kegirangan Puteri Urawan mendengar, bahwa Miruda mendapat kemenangan yang besar. Astra Wijaya dengan ditolong oleh dua orang pembantu, yang masih setia mendampinginya, meneruskan perjalanan dalam hutan dan sampai di suatu pertapaan di gunung Wilis. Pertapa di situ bernama Wasi Curiganata, mereka mencari perlindungan kepadanya. Setelah beberapa minggu lamanya. Luka Astra Wijaya sembuh.wijaya serasa-rasa mengenali dalam diri Wasi saudaranya (sebenarnya keponakannya) yang bernama Raden Wanasari. Taapi pertapa itu tetap dalam penyamarannya. Atas Nasehat, Astra Wijaya harus menggabungkan diri dengan Jaya Kusuma, yang sedang dalam perjalanan ke Bali. Wasi mengajarinya tugas seorang abdi. Pada suatu hari Astra Wijaya minta ijin untuk pergi. Bertiga mereka meninggalkan pertapaan.

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno

Minggu, 10 Oktober 2010

Serat Nagri Ngurawan : Sureng-rana

Sureng-rana
(06)

Orang berusaha supaya Jayakusuma siuman kembali. Astrawijaya dan Miruda masih terus mengamuk. Diberi tanda untuk menghentikan pertempuran dari perkemahan Jayakusuma.
Astrawijaya dan Miruda mengundurkan diri dan mendapati Jayakusuma sedang dirawat. Puteri-puteri hasil dari rampasan segera jatuh cinta kepada Jayakusumawaktu mereka melihatnya. Sureng-rana menyerahkan mereka kepada Jayakusuma yang menanyakan siapakah perempuan-perempuan itu. Sureng-rana menjawab,”Isteri-isteri Raja Bali” jayakusuma bertanya selanjutnya : Siapa dari mereka yang pernah “melayani” Kanjeng sihuhun? Didapatnya pula jawaban , “Belum seorangpun, karena Kanjeng Sinuhun tidak mau dirapati oleh perempuan itu.”
Perempuan- perempuan itu dibuatkan tempat tinggalnya. Jayakusuma beristirahat di tempat Sureng-rana.
Raja Bali mengundurkan diri ke dalam Keraton, bersedih karena senjata musuh tidak dapat dikalahkan. Hal ini dikatakannya kepada Cau dan Agung. Selanjutnya Kanjeng Sinuhun Raja ining supaya Jayakusumandatang lebih dekat ke keraton, supaya dapat berkelahi dengannya di alun-alun. Cau dan Agung akan mengusahakan hal itu.
Saat ini Kanjeng SInuhun Raja hendak sembahyang. Tiba di sanggar (tempat sembahyang) ia bermeditasi.
Jayakusuma minta izin kepada Sureng-ranauntuk pergi sebentar. Tapi Sutreng-rana hendak turut serta. Jayakusuma lalu menidurkannya dengan sebuah lagu. Wanita-wanita yang lain mendengarnya dan cemburu kepada Surengrana, yang sementara itu tertidur.
Saat ini Jayakusuma pergi memata-matai Raja Bali. Ia tiba di sanggar dan memperhatikan Kanjeng Sinuhun Raja dengan teliti. Ia terpesna oleh keelokannya dan berkata dalam dirinya, “Sekiranya ia seorang perempuan.” Kemudian ditegurnya Kanjeng Sinuhun Raja, yang masih bermeditasi itu, katanya : Hentikanlah meditasi tuan dan katakanlah kepadaku apa mau tuan. Kecantikan? Tuan cantik. Kekuasaan? Tuan pun seorang raja yang berkuasa. Kekayaan? Tuan Kaya.” Kanjeng Sinuhun Raja terkejut dan bertanya, “Siapakah tuan, aku ingin melihat tuan.”
Jayakusuma, “Aku adalah dewa cinta.”
Raja, “Musuhku terlalu kuat, tolonglah aku.”
Jayakusuma, “Tuan harus menyerah saja kepadanya.”
Raja, “Aku malu berbuat demikian.”
Jayakusuma,”Tidak ada yang dapat mengalahkannya.”
Raja, “Siapakah Jayakusuma itu?”
Jayakusuma,”Dia adalah putra raja Dayak, ketika tiba di pulau Jawa, ia  mengabdikan diri kepada Raja Urawan.”
Raja, “Saat ini aku bertanya kepada tuan : Apakah kekasihku Pangeran Jenggala Manik, yangmendapat bahaya di tengah laut masih hidup?” dan seterusnya, dan seterusnya.
Kanjeng Sinuhun Raja menceritakan pengalamannya dan ramalan orang, bahwa ia akan bertemu kembali dengan kekasihnya setelah pertempuran di Bali. Dewa pura-pura itu meminta Kalpika kepada Raja. Dimintanya supaya Kanjeng Sinuhun memandangnya baik-baik dan Kanjeng Sinuhun pun –Candra Kirana- mengenal dewa itu sebagai suaminya.
Apabila Jayakusuma mendesak supaya ia menyerahkan diri, Kanjeng Sinuhun marah, dihunusnya, kerisnya dan ditikamnya. Jayakusuma berkali-kali, tapi ternyata Jayakusuma tidak termakan oleh senjata. Narada datang memisah dan mengakhiri perkelahian itu. Diperintahkannya supaya Kanjeng Sinuhun berpakaian lagi sebagai wanita. Panji dibawa ke keraton dan setelah keluar, ia berjalan bersama isterinya disampingnya. Narada pergi. Panji pulang ke keraton dengan isterinya. Mereka berkasih-kasihan dalam pertempuran kembali itu.
Mereka terus bercumbu-cumbuan.
Dengan cara ini, Candra Kirana ditemukan kembali. Saat ini Panjimenulis surat di daun Pandan dan meletakannya di tempat tidur Raja Bali. Setelah itu ia pergi dengan membawa isterinya, yang sedang tidur lelap, kembali ke perkemahannya. Diletakkannya isterinya ditempat tidur sendiri. setelah tiba diluar, diceritakannya kejadian-kejadian apa yang sudah terjadi. Mereka gembira sekali. Sekaten ditabuh, meriam ditembakkan. Sureng-rana terkejut, dikiranya pertempuran mulai lagi dania pun mengambil panah dan busur. Tapi Jayakusuma menceritakan kepadanya tentang kemenangannya. Sureng-rana marah kepada Jayakusuma,karena tidak meminta pertimbanngannya sebelum pertempuran terakhir. Sureng-rana kini pergi ke perempuan-perempuan lain untuk memberitahukan bahwa Bali sudah takluk. Pun dikatakannya, bahwa Kanjeng Sinuhun Raja adalah seorang perempuan, yaitu Candra Kirana, sekalian wanita itu keheran-heranan. Puteri Purwangga bersungut-sungut, “Kau rasakan saat ini, saat ini kau mendapat saingan yang besar.” Ini ditujukannya ke alamat Sureng-rana.
Dalam pada itu, Ekawarni datang kepada para Puteri, mengatakan bahwa mereka semuanya dipanggil oleh Jayakusuma. Sureng-rana marah : Dalam hal seperti itu semestinya soalnya harus diperiksa dulu baik-baik. “Sambil menangis Ekawarni kembali kepada Candra Kirana yang sedang duduk-duduk dengan Candra Kirana. Candra Kirana menghubur hatinya.
Sureng-rana dan perempuan-perempuan lain datang pada Sekar-Taji, yang tidak mau menyapa lebih dulu, karena keturunannya yang lebih tinggi, Sureng-rana menyampaikan salamnya. Para Puteri mengagumi kecantikan Candra Kirana. Inilah puncak kekuasaan dan kenikmatan Panji.
Kini diceritakan tentang keraton Bali. Orang mencari Kanjeng Sinuhun Raja, tapi tidak bertemu, yang ditemukan mereka ialah surat Jayakusuma, bahwa Kanjeng Sinuhun Raja sudah kutawan mala mini.” Orang Marah mendengar bunti surat itu.
Permudsuhan mulai lagi. Perang Jayakusuma berhadapan dengan Agung dan Cau dalam pertempuran.
Dalam perkelahian Panji mengenali Cau dan Agung sebagai Prasanta dan Sadulumur. Mereka girang semua. Tiga orang dikirim untuk mengambil harta rampasan. Panji mengundurkan diri bersama Candra Kirana.
Pertemuan diceritakan tentang sentanadalem-sentana dalem yang pergi mengambil harta rampasan. Mereka sudah kembali dengan banyak, yangharus dibagi-bagikab. Perempuan-perempuan yang hadir tidak sanggup melakukan pembagian itu. Hanya puteri Purwangga, Yudasmara, bersedia melakukan pekerjaan itu. Puteri Cangcangan memperingatinya, jangan sampai Sureng-rana marah, kalau pembagianitu tidak sesuai dengan kemauannya. Yudasmara menjawab, bahwa ia tidak takut kepada Sureng-rana. Dia mempunyai guna-guna, sumber belum. Jadi dialah yang melakukan pembagian itu. Bagian Sureng-rana disampaikankepadaya oleh Prasanta dan Sadulumur. Sureng-rana marah sekali, karena Puteri Purwangga berani-beraninya melakukan pembagian itu. Sureng-rana menyuruh kembalikan bagiannya, ia tidak mau menerima dan sebentar lagi akan datang sendiri untuk menumpahkan amarahnya kepada Puteri Purwangga. Sadulumur dan Prasanta membawa kembali bagian Surengrana.
Pada suatu temat Puteri Daha sedang dikelilingi oleh dayang-dayangnya. Prasanta dan Sadulumur datang dengan membawa bagiannya. Kepada Prasanta puteri Daha bertanya, “siapa yang melakukan pembagian?” Prasanta menjawab : puteri Purwangga, Candra Kiranapun tidakmau menerima bagiannya dan menyuruh antarkannya kembali. Hanya jika pembagiannya itu diurus oleh Surengrana, ia akan mau menerimanya.
Panji duduk bersama para sentana dalem.prasanta dan Sadulumur datang mengembalikan bagian Sekartaji dan Surengrana. Berkata Cangcangan, “Nah betul tidakkataku.” Entar sundal itu akan datang rebut-ribut lagi.”
Sesungguhnyalah setelah itu Surengrana datang dengan marahnya. Dilemparkannya sepotong barang didepan Panji sambil bertanya, “Mana perempuan sundal Purwangga itu?” akankuhantam dia dengan selopku!” Puteri Purwangga sendiri diancamnya, “Bicaralah kalau kau berani.” Panji dan dan sekalian yang hadir ternganga. Candra Kirana pergi. Seorang emban Surengrana dan seorang emban Purwangga, menyingsingkan kainnya dan saling menantang dalam bahasa melayu (cara lumaywa), “Mari beri sama satu, elu emban guwa emban. Mana rupanya si Anjing , embannya Putri Purwangga, mari sama goco(a)n, tidak takut sama elu, sama anak ki lurah Cakrajaya ang.” Tapi mereka dipisahkan oleh emban Putri Cangcangan, yang berkata, “Jangan gusar encik encong, tidak baik orang gusar, sama-sama saudara, saya ini sudah teluk, sama emban mipro besar.”
Panji minta maaf atas kejadian ini oada candra Kirana, yang memandang embannya. Embanya itu mengerti dan berkata kepada Panji, “Buat Putri kami itu  tidak apa-apa, tuan hibur sajalah tuan Surengrana, kalau dia sudah terhibur putrid kampi pun tidak akan marah lagi.” Lalu Panji pergi menemui Surengrana.
Setelah bertemu,Panji mendapatinya masih terus merengut. Panji memeluknya tapi ia meronta. Panji minta maaf kepadanya. Ia menghiburnya dan memberikan bagiannya. Selanjutnya ia berkata kepada orang yangmembawa bagian itu, bahwa bagian Surengrana tidak boleh disentuh kecuali olehnya sendiri. panji pergi dan menemui Candra Kirana untuk mengatakan Surengrana sudah terhibur hatinya. Saat ini bagian Candra Kirana dijemut pula.
Surengrana duduk seorang diri dirumah. Berturut-turut datang kepadanya para sentana dalem untuk mempersempahkan hadiah-hadiah sahaya perempuan, yaitu pemberian mereka sendiri. surengrana mengucapkan terimakasih dan memberi mereka masing-masing sebuah dodot. Selanjutnya para sentana dalem itu dijamunya dengan makanan yang lezat-lezat.




Serat Selanjutnya : Ekawarni

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno





Sabtu, 02 Oktober 2010

Serat Panji Asmara Bangun : Pesta Perkawinan


Pesta Perkawinan
(01)

Raja membicakan dengan permaisurinya perkawinan panji yang akan dating, Panji yang selama ini tidak mau kawin. Karena itu raja agak heran juga mendengar pemberitahuan Prasanta, yang sementara itu sudah datang kepadanya.
Diadakan persiapan untuk perkawinan. Diadakan pesta besar. Malam hari orang pun tidur. Sri berniat buat sementara tidak akan menerima Panji, sebab Sri belum menjelma kembali. Ia pun tidur.
Panji yang lupa, bahwa ia baru saja kawin, tidur seorang diri dalam pavilium dalam taman. Nila Prabangsa, ketika datang pada ibunya Madu-keliku, diganggu oleh ibunya itu, katanya ia ketinggalan jauh oleh Panji. Sebab Panji sudah beristri. Prabangsa marah dicabutnya cerisnya dan ia pergi ke ruang wanita untuk membunuh Panji. Tatkala sampai di tempat tidur Sri, dilihatnya dua orang dibawah selimut. Dikiranya mereka itu Panji dan kekasihnya, lalu ditikamnya keduanya. Tapi mereka adalah Sri dan Unon. Gempar dalam keraton. Waktu dalam sekarat Sri masih sempat minum. Panji berbisik dalam telinga keduanya, supaya mereka menjelma kembali, masing-masing dalam Puteri Kadiri dan Puteri Urawan. Kedua perempuan itu meninggal tidak lama kemudian. Panji tak henti-hentinya menangisi kekasihnya yang sudah pergi. Tatkala orang bersedia-sedia hendak membuat janji untuknya, api unggun untuk membakar mayatnya sudah siap.
Sebelum panji menaruh mayat Sri kedalam api, mayatnya itu hilang dalam tanggannya tanpa bekas.
Saat ini diceritakan tentang raja Daha. Ia mempunyai tiga orang istri, yangtua bernama dewi Rago, yang kedua : Bentari, yang ketiga : Lara-sih. Ketiga-tiganya sedang mengandung. Bentari memfitnah Rago. Katanya, Rago tidak setia dalam perkawinannya. Raja percaya saja dan Rago dikirim ke tempat yang sunyi. Disana Rago melahirkan seorang anak perempuan. Tapi tatkala ia terhantar lemah karena melahirkan itu, Bentari dengan tidak setahunya menukar anak itu dengan seekor anak Anjing. Ketika raja mendengar hal itu, ia dating untuk membuktikan sendiri dan tatkala ia melihat Anjing itu, ia memperpanjang masa hukuman Rago buat masa yang tidak ditentukan. Rago yang tidak tahu apa kesalahannya, menyerah saja kepada nasibnya.
Pun raja Urawan mendapat anak, mula-mula seorang anak perempuan bernama Wadal-wredi alias Retna Cindaga. Setelah itu seorang lagi anak perempuan, yaitu penjelmaan kembali Unon, bernama Kumudaningrat, yang menderita penyakit beser (yaitu sering buang air kecil, tapi sedikit-sedikit). Kemudian seorang anak laki-laki, Arya Panjangkringan alias Sinjang-laga, yang banyak cacat tubuhnya, seperti dagunya terlalu pendek, pincang dan sebagainya.
Raja Singasari pun mendapat seorang anak perempuan, bernama Mertasari. Mengenai penjelmaan kembali Sri, yaitu puteri yang ditukar dengan Anjing, anak itu hanyut disungai, dibungkus dengan tikar. Pada suatu tempat ia terkait, dan ditemukan oleh seorang lurah Bantrang, yang mempunyai firasat, bahwa anak itu bukan anak sembarang anak, tapi anak raja. Dibawanya anak itu pulang dan diserahkannya kepada istrinya, yang amat girang, karena ia sendiri tidakmempunyai anak. Laksana oleh suatu keajaiban keluarlah kini dari buah dada perempuan Bantrang yang sudah agak tua, air susu yang diberikannya kepada Nyi Bantrang segala yang perlu untuk memelihara anak itu.
Pada isteri-isterinya yang lain pun raja Kadiri mendapat anak: Tami-ajeng, keduanya puteri, yang terkecil adalah seorang anak laki-laki, bernama Prabu-sekar. Kedua puteri itu sudah dewasa.
Pangeran Jenggala Manik tak terhibur hatinya mengingat kekasihnya yang sudah meninggal. Berkali-kali ia dianjurkan oleh orangtuanya untuk kawin, tapi ia tetap menolak. Saat ini Kili-suci dikirim oleh kakanya untuk mendesak Panji supaya kawin, yaitu dengan puteri Kadiri, Tami-aji yang amat elok parasnya.

Serat Selanjutnya : Kili-suci

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari….




Minggu, 19 September 2010

Serat Pulo Kencana : Resi Gadahu


Resi Gadahu
(07)

Seorang raja pertapa bernama Resi Gadahu (Resi Gataju), mempunya lima orang anak, yang sulung adalah seorang puteri : Kili-Suci, yang kedua : Dewa Kusuma alias Lembu Miluhur, yang ketiga : Lembu Amijaja, yang keempat : Lembu-Mengarang, dan yang bungsu seorang Puteri pula : Pregi Wangsa. Setelah ibundanya meninggal dunia, anak-anak itu oleh ayahnya, raja yang pertapa, dibawa ke suatu pertapaan bernama Arga-Jambangan dan dibesarkan disana. Diceritakan tentang dua orang bersaudara, Jati-pitutur dan Pitutur-Jati. Keduanya dikasihi oleh para dewa. Mereka mencari pekerjaan. Yang bungsu mengusulkan supaya mereka bekerja pada raja Pertapa di Arga-Jambangan. Di tengah jalan, sihir mengeluarkan sebuah tunggul wulung (Panji-Panji Biru) dan melemparkannya ke tanah seberang. Laksana kilat, panji-panji itu terbang ke angkasa dan jatuh ke dalam kota (atau kerajaan) Keling (di Hindia depan). Kedua bersaudara itu lalu meneruskan perjalanan ke Arga-Jambangan, dimana mereka diterima sebagai pengasuh anak-anak.
Sejak jatuhnya panji-panji besar di kota Keling, mengamuk wabah yang hebat di negeri itu. Sang raja kehilangan akal dan mengadakan sayembara, barang siapa yang dapat melenyapkan panji besar itu, akan diangkat menjadi pengganti raja dan selain itu ia akan dikawinkan dengan puteri raja satu-satunya, yang elok parasnya. Banyak raja-raja ke Keling, diantaranya raja Dayak, Tulang Bawang, Inggris, Spanyol untuk mencabut panji-panji itu dari dalam tanah, tapi ternyata tidak seorangpun juga dapat melakukannya.
Atas usul kedua wulu-jumbu Jati-pitutur dan Pitutur-jati, Dewakusuma beserta saudaranya pria dan perempuan, pergi ke Keling untuk turut serta dalam sayembara. Setibanya di Keling, Dewakusuma berhasil menlenyapkan panji ajaib itu dan hasilnya ialah, wabah itu hilang tiba-tiba segera Dewakusuma diangkat menjadi pengganti raja dan perkawinan dengan sang putri dilangsungkan hari itu juga. Selanjutnya pangeran itu mendapat tempat kediaman istana di utara pasar (besar).
Setelah beberapa lama, kedua pengasuh mengusulkan kepada Pangeranuntuk pulang ke Jawa, karena dipulau itu belum ada raja besar. Setelah pamitan dengan raja, Dewakusuma beserta anak buah berlayar ke Jawa dengan kapal. Di tengah laut nampak cahaya yang gemilang, Pangeran ingin mengetahui apakah artinya itu. Kapal ditujukan kepada cahaya itu, dan setelah sampai pada suatu pulau, mereka mendapat sebuah batu yang rata dan besar, dari situlah keluar cahaya itu. Setelah batu itu dibelah dua, keluarlah seekor katak (dingdang), yang mengatakan bahwa ia sedang bertapa, karena ingin menjadi raja Jawa. Jati-pitutur mengata-ngatai binatang itu katanya ia gila dan dimintanya pangeran merobek mulut binatang yang kurang ajar itu. Pangeran melakukan permintaannya itu, tapi binatang itu menghilang tanpa jejak, sambil berkata bahwa ia dikemudian hari (di Jawa) akan membalas dendam kepada pangeran. Karena itu pangeran menyesal, tapi meneruskan perjalanan dengan anak buahnya. Setelah tiba di pantai Jawa, mereka sampai di dekat hutan Kuripan. Hutan itu dianggap mereka baik untuk mendirikan sebuah keraton, yang disebut Kuripan.
Juga bagi kedua bersaudara dicarikan tempat yang lebih baik Lembu-amijaya mendapat hutan Mamenang ke Selatan, orang sampai di hutan Urawan, dimana didirikan sebuah keraton untuk Lembu –mangarang.
Seorang satria lain dari timur, sudah mendirikan sebuah perkampungan di Singasari. Dalam mimpi dikatakan kepadanya, bahwa ia apabila hendak menjadi raja harus kawin dengan adik bungsu raja Kuripan. Peringatan itu diturutinya dan iapun pergi ke Kuripan, dimana ia diterima dengan baik dan mendapa pula puteri yang diinginkannya itu sebagai isteri.


Serat selanjutnya : Kota Singasari
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan

Sabtu, 18 September 2010

Serat Pulo Kencana : Barambang-Sela


Barambang-Sela
(05)

Dalam keraton kadiri, Panji bersenang-senang dengan istrinya, yang tak dapat dipisah-pisahkan daripadanya. Sementara itu ayahnya Raja Jenggala Manik, tiba di desa Barabang-Sela (Bawang Batu). Ia meneruskan perjalanan dan kakaknya dari Singasari beserta pengiring turut serta. Dalam pada itu raja Gegelang (Bauwarna) pun datang.
Tidak jauh di luar kota raja Kadiri menyongsong para tamu. Mereka meneruskan perjalanan ke keraton.  Di tempat kediaman Panji Manguneng-sih dengan Gunung-sari dan Carang-smara dengan Tamiajeng (semuanya nama-nama terkenal, yang disini tiba-tiba saja disebut tanpa jelas hubungannya). Akhir cerita ialah, Panji Diangkat jadi raja dan ayahnya menjalani hari-hari yang terakhir sebagai raja bagawan.


Serat selanjutnya : Jaya Kusuma

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan