Angron Akung
(03)
Panji mengembara bersama garwa-paminggir-nya (selirnya). Diikuti oleh para Kadejan. Sebabnya mengembara ialah karena putri mamenang tatkala masih kecil hilang dari keraton. Panji bersama pengiringnya kini bekerja pada Raja Urawan, dengan memakai nama lain.
Selama pengembaraannya ia selalu menang dalam pertempuran, lagi pula ia amat pandai dalam seni percintaan. Karena itu ia amat disayangi oleh raja, tempat ia mengabdi saat ini.
Kini Panji sudah dua bulan di Wengker, pada orangtua kekasihnya yang remaja, bernama Anawang-Resmi, yang ayahnya adalah demung di Wengker (menurut perkiraan letaknya di dekat Urawan). Pada suatu hari ia pergi bertaruh di gelanggang suatu adu ayam. Sekembalinya dirumah, jumlah uang yang dimenangkan diberikan kepada istrinya, yang menyuruh terima uang itu oleh pelayan-pelayannya. Panji dan kekasihnya pergi bersantap, kemudian masuk ke tempat tidur. Adegan kamar. Tapi selama berkasih-kasihan Nawang-resmi merasa hatinya tidak tenteram, karena ia sudah mendapat seorang saingan. Yaitu, Panji yang sudah kawin dengan putri Raja Urawan, yang jelita sebagai hadiah, sebagai hadiah kepahlawanannya, perkawinan mereka dirayakan dengan gemilang. Lagipula ia bersama istrinya yang baru Panji mendapat tempat dalam keraton, yang dihiasi demikian indah, hingga seolah-oleh merupakan tempat kediaman Kama, dewa cinta. Tapi sekalipun demikian, ia senantiasa teringat kepada Nawang-resmi, dengan siapa ia sudah banyak mengalami kesukaran hidup.
Panji pergi berjalan-jalan dalam taman-kejadian ini dianggap dalam keraton-keraton untuk memetik bunga- malam hari ia dating kepada istrinya yang baru. Tatkala ia melihatnya, ia makin teringat kepada Nawang-resmi, tapi perasaannya disembunyikan supaya jangan kelihatan. Ketika itu hadir pula para sentana dalem. Kepada seorang bujang bernama Sanguwujung, Panji menyuruh ambilkan gerong, ditabuhlah bunyi-bunyian dan orang menembang. Mesa-talit mengatakan sesuatu tentang lagu yang dimainkan, sambil menyindir orang yang tinggal di Wengker dalam keadaan yang menyedihkan. Pun Sangu-wujung mengatakan sesuatu, yang mengiris hati Panji. Setelah larut malam. Panji masuk tempat tidur bersama istrinya. Adegan dalam kamar. Esok paginya minta izin pergi ke Gegelang adu ayam. Ia baru akan kembali dua hari lagi. Sang putri dengan sangat meminta kepada Panji, supaya Nawang-resmi dibawa ke keraton Urawan. Sebab ia merasa seolah-olah satu dengannya. Panji keluar dan mendapatinya kadegan-kadegan : kebo-pater, Mesa-tatit, dan Kebo-gerah sudah bersiap. Kemudian ia berangkat, menaiki seeekor gajah dan diiringi oleh raja-rajanya. Dalam perjalanan Tatit bercerita, berdasarkan berita-berita Sangu-wujung yang pergi ke Wengker. Beberapa hal mengenai Nawang-resmi yang keadaanya menyedihkan. Panji perih hatinya.
Nawang-resmi menghibur dengan berjalan-jalan dalam taman, diiringi oleh pelajaran-pelajarannya, bernama Turun-sih dan Tiksnarsa. Taman digambarkan – singkat dan menarik – Nawang-resmi bersedih hati duduk diatas batu. Turun-sih mencoba menghiburnya, bahkan mengatakan, bahwa ia bisa mendapatkan seseorang yang lebih dari Panji dalam segala hal, untuk tuannya. Bukanlah Panji hanya menyedihkan hatinya? Memang Nawang-resmi amat sedih hatinya ditinggalkan oleh Panji. Namun karena kesedihannya, ia bertambah cantik kelihatannya.
Panji yang diberitahu, bahwa kekasihnya di dalam taman, turun dari gajahnya dan segera pergi kepadanya. Orang-orang berjaga-jaga dengan mengelilingi taman. Panji mendatangi kekasihnya, member salam, dan menghiburnya dengan kata-kata yang manis. Nawang-resmi tidak mau dihiburdan selalu menjauh bila didekati. Dengan air mata berlinang dengan jelas ditunjukkannya kebenciannya kepada Panji, terutama karena badannya masih membawa bau yang asing kepadanya. Panji mohon aampun. Diambilnya beberapa Kalpika dari jarinya dan dipakaikannya pada jari-jari Nawang-resmi, tapi ia tetap marah. Panji kehilangan akal. Setelah hari petang suruhnya Nawang-resmi pulang, tapi ia terus menolak. Tiksna-arsa membujuknya supaya mengikuti panji pulang ke rumah, tapi Turun-sih berkata sambil merajuk “Jangan sekali-kali pulang kerumah, bermalam saja disini”, apa perempuan seperti itu?! Ya, dulu (dia istri tuan satu-satunya), tapi saat ini ia tidak lebih dari barang pengganti”.
Panji, “Aduhai, perempuan itu sudah marah pula”.
Turun-sih menjawab dengan kasar, “Dengan pria seperti itu, aku tidak mau, aku tidak akan pernah mau kawin”. Dalam pada itu, Panji-sepanjang yang pantas baginya- berlucu-lucu. Kemudian merekapun pulang kerumah. Seteiap kali Panji berusaha berjalan berpegangan tangan, Nawang-resmi menarik kembali tangannya dengan keras, air matanya terus mengalir membasahi pipinya, ia berjalan ogah-ogahan pulang kerumah. Hari senja digambarkan taman waktu matahari terbenam (singkat dan amat menarik). Sampai dirumah, demung menjanjikan sekedar makanan. Malam hari merek tidur. Di dalam kamar, Panji terus juga menghibur Nawangresmi, tapi semua itu sia-sia. Panji glisah di tempat tidurnya, tapi ia tidak berhasil. Esok paginya Panji berkata, bahwa Nawang-resmi terkejut. Perpisahan sedih Nawang-resmi dengan orang tuanya. Nawang-remi ikut suaminya ke keraton, naik gajah. Diambilnya jalan memutar, perjalanan diteruskan melalui pemandangan alam yang indah. Orang yang melihat mereka lewat, berkata, “oh” itulah Panji dengan istrinya yang pertama” (syair 164). Perjalanan berkali-kali dihentikan, mereka istirahat di tempat yang bagus. Pada suatu ketika Nawang-remsi berkata, “Kalau aku mati, barulah orarng tau siapa aku sebenarnya” (syair 183). Panji berada dekat kolam dalam tamansari dis uatu tempat yang keramat bersama kekasihnya yang masih juga menunjukkan kemarahannya kepadanya.
Di luar para pengikutnya Panji diserang oleh para perampok (atau) penduduk menantang para tamu untuk bertempur (pura-pura): mereka bertempur dengan hebat-tidak begitu jelas hubungannya- dan Panjipun turut serta. Kemudian mereka meneruskan perjalanan, tapi perlahan-lahan. Pada tempat yang indah mereka berhenti. Tiap percobaan Panji untuk menghibur istrinya tidak berhasil. Akhirnya mereka sampai di keraton, Nawang-resmi di tempatkan di Jungut,yang tentu saja tidak begitu indah seperti kediaman sang putri, ini menambah besar kesedihan Nawang-resmi.
Kini diceritakan sang puteri, dikediamannya ia sedang mengajari dayang-dayangnya main gamelan. Panji pergi kepadanya, tapi tinggal berdiri sebentar di depan pintu, pikirannya masih tetap pada Nawang-resmi. Setelah masuk ia member salam, kepada isterinya yang muda, sang puteri, mereka berkasih-kasihan, Panji memberitahukan, bahwa Nawang-resmi kini sudah tinggal di Jungut. Di sini ia lebih bersedih hati dari dahulu.
Seorang pesuruh dikirim untuk membawa Nawang-resmi kepada sang puteri. Ia berpura-pura letih, tapi atas desakan pesuruh, ia dengan amat segan pergi juga kepada sang puteri. Sang puteri menyambutnya dengan ramah, tapi nawang-resmi tetap dingin saja.
Penung-wujung dating kepada Panji mengembalikan kalpika-cincin yang katanya baru selesai diperbaikipada seorang tukang mas-sebenarnya kalpika-kalpika itu ialah yang dipakaikan Panji pada jari-jari Nawang-resmi. Panji menerima kalpika-kalpika itu dengan senyum. Permainan gamelan diteruskan. Sang puteri nampaknya girang. Nawang-resmi tambah tidak senang. Waktu hari-hari sudah siang mereka berpisah.
Panji membawa kalpika-kalpika dan pergi ke Nawang-resmi, yang kini berada di taman, Panji terus menghiburnya, kalpika-kalpika itu dipakainya lagi sebagai tanda ia menyerah. Dimintanya supaya kekasihnya jangan lagi bersedih hati. “Dia bukan bersedih karena tuan, tapi dia mengharap segera mendapatkan susur kepada Turun-sih. Malam hari mereka masuk ke tempat tidur. Esok paginya Panji bangun. Nawang-resmi mengetahui ini, tapi ia terus tidur-tiduran. Setelah Panji selesai berdandan, ia keluar dan mendapati kedeyan-sentana dalem sudah berkumpul. Tidak lama kemudian datang seorang pesuruh raja untuk memanggilnya kekeraton. Kedua istrinya harus turut serta. Panji pergi ke Nawang-resmi mengatakan, bahwa ia harus ikut ke keraton Tapi Nawang tetap menolak, katanya sakit kepala. Meskipun berkali-kali didesak, dia tetap menolak.
Dalam pada itu sang putri sudah selesai. Dan Panji berangkat bersamanya ke keraton, dinana Raja sudah menungu diluar, dikelilingi oleh para pengiringnya, antara lain puteranya, Mesakartika. Tatkala ditanyakan, mengapa istrinya Nawang-resmi tidak ikut serta, Panji menjawab bahwa ia minta dimaafkan tak dapat dating karena sakit kepala. Saat ini diedarkan minuman, musik gamelan ditabuh dan orangmenembang berganti-ganti. Larut malam orang pulang kerumah, setelah banyak minum-minum. Akrena terlalu banyak minum, sang puteri segera masuk ke tempat tidur.
Panji terus pergi ke Nawang-resmi, tapi dia tidak mau juga dihibur. Panji keluar dan tidur diluar malam itu. Pagi-pagi datang seorang pesuruh Panji dari Panaraga untuk mempersembahkan sebuah keris (syair 361). Senjata ini adalah taruhan utama, yang dimenangkan oleh Panji dalam perkelahian ayam. Keris itu diterima dan dibawa kedalam. Tatkala Panji tidak ada dan Nawang-resmi tinggal seorang diri, ia menikam diri dengan keris itu. Apabila Panji tiba pada istrinya yang sedang sekarat, ia menangis. Tatkala mendengar, Nawang-resmi bunuh diri, Raja bersama pengiringnya datang kepada panji. Orang masih mengharap dapat menolongnya.tapi ia meninggal tidak lama kemudian. Setelah meninggalnya barulah diketahui, bahwa ia adalah puteri mahkota Kadiri, yang tatkala ia masih kecil ditemukan oleh demung Wengker dan diangkat sebagai anak. Panji memangku mayatnya dan jatuh pingsan. Apabila ia siuman kembali, mayat itu lenyap tak meninggalkan jejak (syair 447). Panji tambah sedih hatinya. Semua orang berduka cita. Kini, memulai pengembaraannya –tapi ia tidak naik kapal- disertai oleh sentana dalem-sentana dalemnya, puteri Urawan tidak dibawanya serta.
Di mamenang ada kabar angin, bahwa puteri sudah kembali. Banyak para pangeran meminangnya, antara lain Pangeran Mataun, Sekar-yene (kembang kuning) dan Madenda. Pangeran-pangeran ini akan mengadakan perkelahian satu lawan satu antara mereka di Mamenang. Dalam pada itu, Panji tiba di tempat mereka akan berkelahi. Ia dilihat oleh putera mahkota Kadiri (Mamenang), yang amat akrab bersahabat dengannya, tatkala mereka berdua mengabdi pada raja Urawan. Tapi putera mahkota itu tdak mengenal kakaknya waktui itu, tapi ia tahu, bahwa Panji ketika itu kawin dengan anak demung di Wengker dan kemudiankawin dengan Putri Urawan. Sambil pergi, Panji menyuruh orang menanyakan, bila perkelahian diadakan. Dapat jawaban, “Masih ditunggu kedatangan Putera Mahkota Kuripan (Panji), dia belum ada”. Disini ia berlaku seperti orang gila.
Tibalah hari perkelahian.panji hendak ikut berkelahi untuk mencari kematian. Raja Mamenang muncul dengan pengiring. Pun sang puteri keluar. Perkelahian akan dimulai dengan pimpinan putera mahkota. Perkelahian seru. Panji sampai di gelanggang diserta selirnya, Ken Turun-sih dan para sentana-dalemnya. Karena caranya berkelahi, Panji sangat menarik perhatian orang banyak. Ia selalu menang. Apabila perkelahian dihentikan, putera mahkota Kadiri, Wiranatarja, mendatangi panji, mereka bertemu, lalu mengingat-ingat pengalaman mereka selama mereka tinggal di Urawan. Kemudian Panji diperkenalkan kepada raja. Di mana orang-orang bicara tentang kebagusan dan keberaniannya. Akhirnya Panji pulang ke pesanggrahannya. Puteri Kadiri pun melihatnya. Dia sudah melihat bahwa suaminya, setelah berpisah dengannya, lebih suka mati danhidup malang. Ia merasa kasihan kepadanya dan teringat pengalaman-pengalamannya dulu di Wengker. Untuk menghibur hati ia minta orang membacakan cerita. Kudasrenggara di tempat kediamannya. Apabila Panji sudah yakin, bahwa isterinya Nawang-resmi sudah hidup kembali dan menjadi puteri Mamenang, diutusnya, selirnya untuk memberikan kalpika-kalpika kepadanya. Turun-sih minta supaya mereka cepat berkumpul kembali. Tapi sang puteri masih ogah juga.
Wiranatarja bersama pangeran Jagaraga berkunjung kepada Panji (syair 747), mereka mengenangkan peristiwa-peristiwa lama.esok paginya perkelahian akan diteruskan, tanpa adegan peralihan, pemandangan dipindahkan ke keraton (Syair757). Dalam perkelahian itu Panji harus mengambil tempat disebelah utara gelanggang, dibantu oleh Wiranatarja, yang menyebut Panji “jaji” (adik). Kemudian mereka bubar, sampai diluar, Panji bertemu dengan saudaranya, Pangeran Kuripan, yang mengatakan kepadanya, bahwa raja Kuripan sangat mengharapkan kedatangannya, tapi Panji belum mau pulang ke rumah (syair 767).
Turun-sih menyampaikan kepada panji hasil perutusannya. Sang puteri menghendaki supaya Panji kembali ke Jenggala Manik dan dari sana sekali lagi memajukan lamaran secara resmi. Panji tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan dia diam saja.
Wiranatarja ingin sekali kakaknya kawin dengan Panji. Ia mengunjungi dan membicarakan hal ini secara samar-samar. Dimintanya kakaknya supaya ikut sekali lagi, untuk menghadiri perkelahian yang akan diadakan kedua kalinya. Puteri berjanji akan pergi. Tapi lebih lucu ia datang ke suatu tempat keramat, dimana Panji sudah datang sebelumnya. Di tempat itu bertemulah panji dengan kekasihnya, tapi hanya dari jauh. Kemudian mereka pergi ke medan perkelahian, dimana orang ramai menabuh musik gamelan. Perkelahian dimulai lagi.
Pangeran Kembang-kuning mempunyai seorang adik perempuan yang bernama Puspitarsa. Pada saat kakaknya hendak berangkat ia menahannya, karena anak buah kakaknya itu sudah dihalau kacau oleh musuh.ia bermimpi jelek tentangnya. Rasanya kakaknya itu belajar di laut, kemudian terbenam dalam gelombang. Tapi pangeran itu meneruskan kehendaknya. Ia berhadap-hadapan dengan panji. Putri Kadiri melhat hal ini dan ia menjadi gugup, sebab kedua pahlawanitu sama elok, sama berani dan sama cekatan. Karena itu ia menyingkir ke taman (syair 853). Setelah perkelahian yang seru, Pangeran Kembang-kuning tewas ditangan Panji, apabila ia menoleh, dilihat oleh Panji, bahwa kekasihnya tidak ada ditempatnya lagi. Ia bertanya kepada Turun-sih, kemana perginya. Turun-sih menjawab, “ke taman”. Panji pergi diam-diam dan menuju ke taman, dimana ia menemukan kekasihnya. Setelah bercakap-cakap, puteri itu mengemukakan syarat yang sama : Panji harus menyuntingnya dengan resmi. Atas permintaan Bayan, Panji meninggalkan taman. Setelah sesampainya diluar didapatnya, anak buahnya sudah menunggu.
Persahabatan Panji dengan Wiranatarja tambah akrab. Wiranatarja minta supaya Panji dating berkunjungkepadanya. Panji dating. Mereka makan-makan dan minum-minum di kediaman Wiranatarja. Perjamuan itu belum lagi selesai, maka dating seorang pesuruh dari keraton untuk menyampaikan panggilan atas putera mahkota dan Panji. Raja berkenalan lebih rapat dengan Panji. Banyak yang diceritakan Wiranatarja tentang Panji kepada raja, yaitu tatkala mereka bersama-sama di Bauwarna (nama lain dari Urawan). Apabila raja melihat panji, jelas-jelas, ia pun mengenalinya sebagai putera mahkota Kuripan. Tapi ia tak dapat percaya (syair954). Kemudian mereka berpisah.
Setibanya di kediamannya, Panji mendapat kunjungan saudaranya, Wanasari (Brajadenta, tapi disini dia juga bernama Nila-Prabangsa) saudaranya itu menyalahkan Panji, karena tidak mau pulang kerumah, sedangkan disini ia berlaku sebagai orang gila. Selanjutnya Brajadenta akan mengusahakan dan menuntut sang Puteri bagi Panji. Panji menceritakan kepada saudaranya, bahwa sang puteri itu sebenarnya adalah isterinya. “Nah apalagi kalau begitu”, kata Brajadenta. “Besok aku pergi menghadap raja” (syair 989).
Raja duduk bersama permaisurinya. Kanjeng sinuhun bercwrita kepada permaisurinya tentang Panji. Rupanya tak beda denga rupa raja Keling, tapi aku belum yakin”. Ujar raja yang ingin mengambil Panji sebagai menantu. Kemudian muncul Brajadenta di gerbang keraton. Kepada penjaga ia bertanya “mana Pamanku raja?”. Penjaga menjawab, “Kanjeng Sinuhun masih diluar”. Berkata Brajadenta, “Jika demikian aku masuk” (syair 1000).
Serat selanjutnya : Brajadenta
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan