Minggu, 05 September 2010

Serat Purwa Kanda : Prasanta dan Jati Pitutur


Prasanta dan Jati Pitutur
(06)

Kedua orang Jati itu menjawab,bahwa mereka tidak dapat melakukan yang demikian itu saat in, tapi kemudian, kalau mereka sudahmenjelmakan diri kedalam tubuh yang buruk. Menjelang waktu itu putrid dari Keling akan mengandung dan apabila anaknya sudah lahir, mereka akan menyediakan diri untuk menjaga pangeran kecil itu, dengan mengganti namanya, Pitutur Jati selanjutnya akan bernama Prasanta dan Jati-pitutur akan bernama Sadulumur. Miluhur menerima janji itu dan pamitan dengan para keramat. Setelah kembali kepada istrinya, yang menunggu di jalan yang besar, mereka meneruskan ke Jenggala Manik. Tapi mereka hendak mampir sebentar pada putrid Pregiwangsa di Singasari. Sebab putri itu ingin bertemu kembali dengan saudara-saudaranya.
Dalam perjalanan, Miluhur melihat cahaya di Gunung Pruwata. Dengan saudara-saudaranya ia pergi ke tempat itu dan disitu menemukan sebuah batu yang besar hitam di tepi kolam. Karena mengira bahwa cahaya yang kini tak Nampak lagi itu, dipancarkan oleh batu itu, ketiga saudara itu memutuskan membelah batu itu, barangkali ada apa-apanya didalamnya. Miluhur menendangnya dengan kakinya, batu itu belah dua nampaklah seekor katak (kedidang), yang sedang melakukan tapa didalamnya. Tapi katak itu bukan katak biasa,ia adalah Wisnu yang mengambil bentuk itu untuk kemudian menjelmakan diri dalam manusia. istrinya Sri dari Medang, tidak ditinggalkannya. Istrinya itu disimpannya dalam perutnya. Wisnu ingin masuk dalam diri Pangeran Jenggala Manik dan Sri dalam diri Putri Kadiri.
Penuh keheranan Miluhur menanyakan katak itu apa maksudnya. Dengan kasar binatang itu menjawab “Apa pedulimu, apakah aku bertapa atau tidak? Kalau kau tanyakan apa mauku, maka aku ingin menjadi raja pulau Jawa.” Karena marah oleh kata-kata itu, Miluhur menangkap bintang itu dan mencabiknya (horizontal) menjadi dua. Belahan ditangan kirinya diberikannya kepada Mangarang dan belahan ditangan kanannya dipegangnya sendiri. tapi kedua belahan itu menghilang dalam tangan mereka. Maka terdengarlah suatu suara, yang mengatakan bahwa Miluhur harus mencium kaki katak itu. Miluhur tidak peduli dengan perkataan itu dan meneruskan perjalannanya ke Singasari. Di negeri itu, ia tinggal tujuh hari. Kemudian ia terus berjalan ke Timur arah Jenggala Manik, Pregiwangsa pun ikut serta.
Raja Jenggala Manik, Dewawangsa, sudah mendengar kabar, bahwa putera-puternya akan tiba hari itu. Dikirim orang-orang untuk menyongsong para pangeran, sedangkan raja sendiri beserta para pembesar menunggu di sitinggil. Tidak lama kemudian tibalah para pangeran, mereka disambut dengan hangat. Sang putri terus masuk ke keraton untuk menemui ratu permaisuri. Hadiah raja Keling dipersembahkan kepada raja Jenggala Manik. Orang-orang Keling dibawa ke penginapannya.
Raja kembali ke keratonnya, dimana mereka santap bersama. Setengah bulan kemudian orang-orang Keling pulang ke negerinya dengan membawa banyak barang anugerah balasan.
Pangeran Miluhur gembira dengan anaknya pada selirnya dari Blora. Tatkala ia berangkat ke negeri Keling, selir itu, setelah lahir Kanistreen, mengandung beberapa bulan dan kini sudah setahun lampau. Putranya ini, yang dengan demikian adalah seibu dengan Kanistreen, diberi nama oleh kakeknya Pamade, Pamade diambil anak oleh putri dari Keling, supaya ia segera pula mendapat anak. Isteri pertama Miluhur, yang berasal dari Bagelen, sejak itu dikembalikan kepada ayahnya karena marahnya.
Tidak lama setelah itu, putri dari Keling mengandung pula, seluruh keluarga gembira. Pada waktu itu, Miluhur dikunjungi oleh dua orang, yang tidak diketahui asal usulnya. Yangs seorang pendek dan gemuk, matanya sakit, yang seorang lagi kecil, kurus, hidungnya bundar besar.orang pendatang itu menanyakan siapa putera mahkota diantara yang hadir-karena miluhur dikelilingi oleh sanak keluarganya. Semua yang hadir menganggap mereka itu gila, tapi akhhirnya Miluhur meladeni mereka.
Kedua orang itu memperkenalkan diri sebagai Prasanta dan Sadulumur, berasal darigunung Jambangan. Mereka hendak mengabdikan diri  kepada pangeran. Segera teringat akan janji kedua Jati. Kedua belah pihak berjanji setia. Orang baru itu meminta makan dan pergi sendiri ke dapur, hingga yang hadir keheran-heranan, tidak mengerti sama sekali. Hanya ketiga pangeran, Miluhur dengan kedua orang saudaranya mengetahui apa yang terjadi. Kandungan puteri Keling sudah mendekati harinya. Dalam pada itu, raja Dewakusuma jatuh sakit. Dirasa ajalnya sudah tiba, karena itu disuruhnya panggil patihnya, Murdanasraja. Patih itu mempunyai empat orang putera, ia mengetahui pula, bahwa setelah raja mangkat, kerajaan jawa akan terbagi empat, disuruhnnya puteranya yang sulung Kudasuwarsa bekerja pada Miluhur, yang kedua Jayabadra pada Mangarang yang akan menjadi raja Kadiri. Yang ketiga Jayasinga pada Midadu dari Gegelang dan yang bungsu Jaya Kacemba pada raja Singasari.
Penyakit raja bertambah parah. Setelah member nasehat supaya bersatu hati, iapun pamitan dengan putra-putranya dan menghembuskan nafasnya yang penghabisan. Orang membuatkan candi untuknya. Sekaligus orangpun berkumpul untuk mengumumkan penabalan Miluhur menjadi raja Jenggala Manik. Kepada pangeran-pangeran lainpun dibagikan masing-masing sebuah kerajaan : Jawa dibagi menjadi empat, tapi perbandingan kerajaan sedemikian rupa, sehingga Jawa seolah-olah tetap merupakan satu kerajaan saja. Juga para pembesar Jenggala Manik dibagi kedalam empat kelompok yang sama dan kepada tiap raja diberikan satu kelompok.
Patih yang lama pamitan untuk meletakkan jabatan dan menjadi orang keramat. Para raja tidak menaruh keberatan, tapi ingin mengangkat keempat putra patih yang lama menjadi patih tiap kerajaan. Demikianlah terjadi.
Keempat raja masuk keraton. Permaisuri-permaisuri mereka semuanya mengandung. Tapi yang pertama mengandung ialah ratu permaisuri Keling. Di dalam keraton orang berpesta, musik gamelan ditabuh dan orang menari. Prasanta dan Sadulumur bermain dalam pesta itu sebagai badut, mulutnya dimencang-mencongkan ke kiri dan ke kanan,hingga para inja (pelayan wanita yang sudah berumur) tertawa geli.
Tatkala sampia waktu kandungan putrid Keling, lahirlah seorang anak pria ke dunia. Anak itu diliputi cahaya, yang menerangi seluruh keraton. Orang ramai diseluruh keraton tatkala anak itu lahir. Yang menjadi bidan ialah Kili-suci dari Kepucangan, ayahnya member anak itu nama Inu. Kili-suci meramalkan bahwa Inu  dikemudian hari akan menjadi raja besar di pulau Jawa. Tidak ada raja di masa silam, tidak pula dimasa depan, yang akan menyamainya. pulau-pulau lain akan ditakhlukkannya dan tunduk kepada Jawa. Apabila Mangarang mendengar ramalan itu, ia berkata :”jika demikian hendaknya aku mengambil mantu, yaitu apabila anak yang dikandung istriku, ternyata seorang perempuan.” Para hadirin menyetujuinya niat itu dan anak itu diserahkan selanjutnya kepada Prasanta dan Sadulumur, supaya bebas dari segala macam penyakit. Inu lahir pada hari yang sama dengan hari Penabalan keempat orang ayahnya menjadi raja Jawa, yaitu dalam tahun 880 (sonya-sarira-estining),tapi setelah melahirkan ibunya jatuh sakit dan pada hari ke empat puluh meninggal dunia. Banyak susu ibu dicarikan, tapi Inu tidak mau minum susu seorangpun dari mereka, ia hanya mau minum susu ibu Pamade, karena itu Pamade dihentikan menyusu dan selanjutnya dirawat Kili-suci dari Kepucangan.
Saat ini ketiga raja yang lain minta ijin hendak pulang ke keratonnya masing-masing. Kanistreen kini sudah berumur 13 tahun dan Godeg alias Brajadenta 11 tahun. Yang kemudian ini tegap tubuhnya. Raja Jenggala Manik yang banyak mempunyai selir akan banyak mendapat anak, karena selir-selir itu mengandung sekaligus. Pada waktu itu raja mengambil kakak Setrapameja dari Jungmara juga sebagai selir. Iapun segera mengandung.

Serat selanjutnya : Brahmana Dari Sabrang

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar