Tampilkan postingan dengan label lesung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label lesung. Tampilkan semua postingan

Minggu, 03 Desember 2017

Jejak Medang kamulan di Banjarejo, Gabus Kabupaten Grobogan

Watu Lesung Medang Kamulan
           Minggu, 3 Desember 2017. Rangkaian blusukan lintas batas setelah mampir di Rumah Fosil Banjarejo, Gabus Kab. Grobogan kami kemudian melanjutkan perjalanan, sesuai petunjuk Pak Taufik dan Mas Fuad, serta ditambah guide local special (Matursembahnuwun mba Mutmainah ; temen Kuliah Mbak Laiva) jadilah lancar manunggal tanpa kendala sedikitpun dan tak perlu lagi membuka GMaps. 
Menuju Dusun medang kamulan

      Tujuan kami ini masih merupakan dusun yang berada di wilayah Desa Banjarejo. Sehingga tak terlalu lama. Sempat sebelumnya. Kami diantara dua pilihan prioritas pertama antara pasujudan (dampar) Ajisaka atau Watu Lesung terlebih dahulu. Akhirnya, kami menuju Watu Lesung terlebih dahulu.

        Watu Lesung ini ditemukan oleh para ‘pemburu harta karun”, saat mencari emas di areal persawahan warga pada 23 Agustus 2013. 

      Oleh warga kemudian diamankan dan di pindah ke lokasi yang sekarang, didepan rumah warga. 
Rumah dimana watu lesung berada

       Warga menyebutnya dengan Watu Lesung, Namun dengan keberadaan 3 lubang saya malah menduga ini adalah Watu Lumpang sangat spesial.
Jejak Medang kamulan di Banjarejo, Gabus Kabupaten Grobogan

    Spesial lubang 3

    Yang unik selanjutnya, dan membuat saya merasa beruntung bisa melihat Watu Lesung ini adalah motif teratai di sekeliling batu yang memang sekilas (jika memaksa) mirip lesung. 
    Saya sengaja mengikuti saja, apa yang sudah terpatri di masyarakat, menyebut batu sakral jejak masa lalu ini dengan "Watu Lesung", agar tak membingungkan. Walau secara pribadi saya malah menduga ini watu lumpang spesial.
   "Sampai hari ini, masih banyak orang yang laku ritual di situ, dulu", ungkap Ibu Endang SR., pemilik rumah dimana Watu lesung ini berada dihalaman rumahnya.

Video Amatir:




       Salam Pecinta Situs dan Watu Candi

       Setelah cukup di Watu Lesung Medang, kami kemudian menuju "Pasujudan Prabu Ajisaka", yang tak jauh dari lokasi ini. Sekitar 5 menit, menyusuri jalan dusun cor2an kembali ke pertigaan dimana kami sempat bimbang, kali ini pertigaan tersebut kami lurus, jika kiri kembali ke Rumah Fosil.
     Dari Kejauhan, beberapa pohon besar yang tinggi menjulang terlihat dan menjadi tujuan kami. Tepat dibelakang madrasah lokasi Dampar Ajisaka berada.
(saya Foto landskape komplit tapi entah mengapa hilang---- saya lagi nego rekan untuk minta fotonya.... : Nyuwun Nggeh Kang Achid Zamroji)
     Kesan pertama tiba dilokasi ini, suasananya sangat menyejukkan, tenang. batu Dampar Ajisaka sudah dibuatkan pengayom dalam bentuk rumah tertutup.
        Sambil menunggu juru kunci, kami membuka bekal dulu, makan bersama dengan suasana seperti ini terasa nikmat sekali. 
Ditengah sawah, dibawah pohon rindang ditambah sangat kelaparan... sungguh nikmat!
    Beberapa saat kemudian, bukan pak Basrofi yang datang namun seorang warga yang membawa kunci (saya lupa tanya namanya. Kemudian mempersilahkan kami untuk masuk rumah Batu Pasujudan Ajisaka yang dikeramatkan warga ini.
Petilasan Ajisaka, Dusun Medang Banjarejo
       Didalam ruangan, ada dua batu datar yang dipercaya warga masyarakat sebagai dampar ajisaka, sebagian lagi tempat semedi Prabu Ajisaka
     Kesan sakral, sangat berwibawa sangat terasa sejak dibukakan pintu saat kami masuk. Butuh keberanian lebih untuk saya berfoto di lokasi ini.
Di Batu Pasujudan Ajisaka Medang, Banjarejo
        Setelah merasa cukup, kami menyudahi blusukan luar kota ini, tapi saat akan perjalanan pulang saat berpamitan dengan Mbak Mutmainah : “Eman – eman kalau tak mampir di Bledug Kuwu”, kata Mbak Mutmainah menyarankan. Jadilah kami…. 
saya dan istri
        Keunikan, Bledug Kuwu adalah lumpur yang berasa asin air laut, padahal Daerah ini ada di tengah pulau jawa. Yang menguatkan dugaan bahwa dulu selat muria sampai juga di wilayah ini = Bledug Kuwu dulunya lautan.

#hobikublusukan

Selasa, 14 Maret 2017

Merekontruksi jejak peradaban di Ngobo Desa Wringinputih, Bergas.

Watu Lesung Ngobo, Bergas
 Rabu, 15 Maret 2017.
Cerita perjalanan ini dimulai dari sebuah ketidakberuntungan, Si andeng-andeng musnah dari wajah teman saya. (baca musibah). Niatnya sama sekali tak akan blusukan, Kami (saya dan Mbah Eka WP) hanya ingin nengok rekan yang sakit merana kehilangan andeng-andeng (tahi lalat).  Tak tega juga rasanya, mosok orang sakit diajak blusukan. 
Namun yang terjadi diluar dugaan kami, walaupun tertawa saja susah karena tertawa berarti menangis bagi dia, kesakitan sampai berurai air mata (bukan lebay, namun ini terjadi) si oknum malah memaksa kami untuk melihat hasil blusukan beberapa waktu sebelumnya.
Biar senang hatinya, maka kami mengabulkan. Jadilah destinasi kali ini adalah menelusuri jejak peradaban di Dusun Ngobo yang berada di wilayah Desa Wringin Putih Kec. Bergas. Dari Gedanganak, kami lewati Desa Beji kemudian menyusuri perkebunan karet “Kebun PTPN Ngobo”. 
Watu Lesung Ngobo, Bergas
Melalui jalan beton di pinggiran dusun, berbatasan langsung dengan perkebunan karet.  Karena Memang Watu Lesung ini berada di pinggiran kebun karet di lereng perbukitan.
Petunjuk yang lebih mudah, situs ini berada di belakang SDN Wringinputih 03, tepatnya 500m gang di sampingnya. Ikuti saja, watu lesung ada di sebelah kirimu. 
SDN Wringinputih 03
Awalnya dapat info dari teman di Grup FB “Ungaran”, saya di japri ada watu lesung di daerahku”, cerita Mas EkaBudiyono kepada Kami. Legenda atau entah mitos yang berkembang dimasyarakat tentang watu lesung ini, “Konon ada mbah wali yang ingin membuat sambel. Tapi karena bawangnya kurang sehingga watu lesung ini ditinggal begitu saja”. Namun Mbah wali yang mana, siapa tak ada warga yang menjawabnya. 
Watu Lesung Ngobo, Bergas
 Saat ngobrol dilokasi ini, Mas Dhany Putra bergabung dan sepengginang kemudian mas Candra yang memberikan informasi datang pula. 
Jadilah kami genap berenam. “Kata mbah buyut ku, watu lesung ini sudah ada sejak mbahnya, dulu ada di tengah jalan ini, kemudian oleh warga dipindah ke posisi yang sekarang”, cerita mas Candra kepada kami.
Watu Lesung Ngobo, Bergas
Dari bentuknya, saya pribadi ragu untuk fungsinya di masa lalu; dibuat untuk apa? Keyakinan saya pasti ada yang lain, yang terkait. Sedangkan Mas Eka Budiyono menduga, watu lesung ini dulunya digunakan untuk menumbuk padi secara bersama-sama.
 Hipotesis yang tak serta-merta kami amini. Padi atau Oryza sativa dalam bahasa latinnya ini, datang ke nusantara abad ke berapa?, sedangkan kebudayaan yang menciptakan peradaban dengan ciptakan watu lesung abad keberapa pula? pertanyaan-pertanyaaan yang berkicauan dikepala.
Watu Lesung Ngobo, Bergas

Statement dari Eka Budiyono malah menjadikan beberapa dari kami berpikir keras… namun tak menemukan jawaban. Semoga para ahli mencerahkan kami
Selain Watu lesung ini ada watu lumpang juga, ayo kita telusuri”, ajak Mas Chandra. Disisi jalan lain, masi di perkebunan karet. Kali ini kami menyusuri perkebunan di depan SD Wringinputih. 
Watu Lesung Ngobo, Bergas
Hampir 4 orang warga yang kami temu menggelengkan kepala saat kami tanyakan keberadaan watu lumpang ini. Walau mereka cukup umur dan asli berdomisili di Ngobo Wringin Putih. 
Semangat sudah level terendah, sampai kemudian harapan kami bangkit lagi setelah Mas Chandra bertanya kepada warga di dusun sebelah. “Di pinggir sawah, tepat di bibir lereng perkebunan karet”, informasi dari warga tersebut. Tanpa berbekal alat sama sekali, kami mencoba menyibak rumput setinggi 1 meter an, dengan perasaan was-was karena pencarian kami lakukan dibibir jurang sedalam 5 m lebih. Membuat pencarian kami tergesa-gesa. Dan Akhirnya setelah cukup lama  kami menyusuri tepian perkebunan. Kami mundur namun bukan menyerah. Hari esok masih terbentang.
Terimakasih kepada Mas Candra, yang berkenan mendampingi kami menelusuri jejak watu lumpang di area yang tak terlalu jauh dan jarang diketahui warga. Walaupun penelusuran hari ini gagal, selain durasi waktu juga kondisi yang sudah agak gelap serta rumput setinggi pinggang membuat kami menunda.
Watu Lesung Ngobo, Bergas

























          Gambar diatas, saking baguse, takut menjadi idola baru Mas Eka Budiyono memakai Masker....
 Sampai ketemu penelusuran ulang


Salam Peradaban!

Senin, 27 Februari 2017

Situs di Tegal Gogo Wujil Bergas : Watu Lumpang dan Watu Lesung

Watu Lumpang Tegal gogo Wujil








   
    












     Senin, 27 Februari 2017, Ketika saya ajak blusukan Minggu sehari sebelumnya ke Dsn. Lendoh Desa Leban Boja, si tukang nglimpe bin PHP-nan, ternyata oknum tersebut blusukan dewe. Untungnya masih ada setitik kebaikan di hatinya...hehehhe. Senin tanpa rencana saya diantar menuju lokasi, kami langsung berangkat, dan masih pakai seragam pula. Hujan gerimis tak menghalangi kami. 
      Lewat jalur keluar masuk desa di sepanjang lereng gunung Ungaran (karena tak bawa helm) melewati berbagai situs. Tujuan kami ini dikenal warga dengan daerah Tegalgogo masuk di wilayah Kelurahan Wujil Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Sampai di desa Pagersari melewati SDN Pagersari 01 kira-kira 300m di jalan nanjak, ada jalan masuk ke kiri berpaving dengan L Paving 1m, jalan tanah. 
   Pemandangan di Area ini, menakjubkan ;
view dari Tegal gogo Wujil Bergas
     Kira-kira 1km, masuk jalan menyusuri persawahan di kanan dan kirinya, juga melewati 2 komplek makam. Di tengah- tengah antara makam ada 2 makam kuno yang berhadapan dipisahkan jalan.
makam Kuno
Dari Makam, kemudian perjalanan lanjut menyusuri pematang sawah. Penelusuran 1 Kami parkir di depan makam (alasan Mbah Eka, jalan licin sehabis hujan), sementara penelusuran kedua saya (jadi guide) kami parkir di lokasi yang lebih dekat dengan destinasi kali ini.
Tak sampai 5 menit menyusuri kebun pisang dan tanah tegalan warga, Sampailah kami. Yang terlihat pertama adalah watu lumpang :
Watu Lumpang tegal Gogo Wujil bergas

mata batu
Kondisi sudah tidak 100% mulus, dibeberapa lokasi terdapat ‘mata’ batu dan berlobang secara alami. 
Dimensi Diameter Lumpang 64cm, untuk tinggi belum saya dapat, karena prediksi kami lumpang ini terpendam separuh. 
Sementara, Lubang Lumpang berdiameter 26cm. dan kedalaman lubang 30cm. Bentuk Lumpang cukup unik, membentuk bidang kerucut, berbeda dengan lumpang yang biasanya kami temui.
lubang lumpang
Penetapan sebagai tanah Sima (perdikan), ritual tertentu seperti Upacara memulai masa panen serta memulai masa panen, atau untuk menumbuk sesajen menjadi diskusi kami ketika , menjadi diskusi ringan kami saat ketemu dengan situs Lumpang. 
Serta keunikan dan potensi keberadaan watu pendukung lain. 
Bahkan kadang berkhayal di area ini berada peradaban….. Sebuah tempat suci, dll.
 Di sampingnya, kurang dari 3m sebelah kanan ada watu Lesung yang tergeletak miring di “perengan”. 
Watu Lesung Tegal gogo Wujil Bergas
Watu Lesung, demikian warga menyebut batu disisi Lumpang tersebut. Mungkin saja karena mirip Lesung sehingga latah saja mirip Watu Lesung. 
Diskusi kami (Sangat Bingung)… dan tak menemukan jawaban atas fungsinya pada masa lalu… Entah sebagai tempat mandi bayi (kemungkinan kecil), atau tempat air suci yang dipakai untuk ritual di Lumpang. 
     Semoga ada guru yang mau berbagi ilmu kepada kami. 
Situs Tegal Gogo Wujil : Watu Lesung
Menurut informasi yang didapat Mbah Eka, tak ada lagi bantuan pendukung lain di sekitar situs ini (kami yakin belum terlihat, mungkin masih terpendam atau bagaimana--menjadi misteri).  
Namun bisa menjadi ciri petunjuk keberadaan situs ini berada di Gumuk (bukit), tak jauh ada sungai yang mengalir serta disebelah utara adalah gunung suci Ungaran.
Saran kami saat menelusuri jejak ke situs ini, sahabat menggunakan pakaian panjang dan sepatu boot (jangan sandal jepitseperti saya=menjadi jalan tak tenang ketika blusukan). Selain banyak nyamuk, rumput yang lebat serta rimbun pohon bambu adalah habitat alami ular.
Video Amatir. (Maaf Benar-benar Amatir):
(maaf masih nunggu sinyal wifi ok)

Watu Lesung Wujil
Penelusuran jejak Peradaban ke 1 Bersama Mbah Eka WP (guide),
Ayoo dilestarikan..... Kalo bukan kita siapa lagi?










Penelusuran jejak Peradaban ke 2 Bersama Lek Suryo dan Mas Nungki Arfi (Saya Jadi guide)



Salam Peradaban ;