Kamis, 08 Februari 2018

Lingga Situs Geblog : Menapaki Sejarah


makam geblog 

Kamis 8 Februari 2018. Blusukan tiap hari Kamis yang terkadang tidak cermat membuat saya menyesalinya. Seperti blusukan kali ini, karena ketidakcermatan ketika blusukan beberapa bulan sebelumnya saat penelusuran Arca Ganesha Geblog. 
Beberapa waktu kemudian bermunculan  informasi situs di area yang sama yaitu Geblog. Ada Watu Lumpang, Ada Yoni, Lingga dan Struktur batu Candi.
Singkat cerita,
Janjian di Mas Dhany Putra (Karangjati) jam 1, Hujan deras menjadi teman kami saat ini. Satu persatu rekan bermunculan. Kemisan kali ini, Saya, Lek Suryo, Mas Dhany dan Mas Eka WP sebagai Guider. Rencana destinasi adalah Watu Lumpang, dan Yoni -  Lingga Geblog dan Struktur Batu Candi Geblog.
Setelah kopi tandas, kami kemudian menerjang derasnya hujan menuju Jimbaran, dimana mas Iwan berada, yang memberikan informasi keberadaan Watu Lumpang dan Yoni. Setelah sampai, dan bertanya kabar kami kemudian mengekor. Yang ternyata keberadaan watu lumpang ada di dekat rumah Mas Iwan.
Hujan bertambah lebat saat kami sampai, yang ternyata Watu lumpang ini malah menjadi bahan diskusi dan berdebat tentang watu lumpang apakah jejak kekunoan atau hanya barang kuno tak terurus. Sambil berteduh kami mencoba berdiskusi berbagai kemungkinan.
Bagai petir di siang bolong menyambar, Ehhh… Lek Suryo dengan wajah yang dipasang innoncent berpamitan. Serentak kami tertawa dengan ciri khasnya; Mas Eka tertawa ngakak untung saja halaman rumah tempat kami berteduh tergenang air kalau tidak saya yakin sambil guling - guling mutar2 pohon kelapa tujuh kali, sambil mengingat pengalaman blusukan limited time, dan di layar HP terkonfimasi 10x miscall sang istri.
Sementara Mas Dhany, seperti yang sudah-sudah tertawa paling lebar dan keras seperti sirine pemadam kebakaran saja, seperti melepas beban juara durasi, dengan mimik muka seperti napi yang terbebas dari tahanan berkemul 'keset gatel'. Sementara saya tersenyum saja, mesem sambil mengabadikan detik-detik Juara durasi menyudahi Blusukan. Yang juga membuat saya berganti mbonceng. Teringat masa - masa muda, wkwkwkkw.
Video detik-detik 'the duration of the year' ngacir...

Sementara Mas iwan hanya tertawa cantik saja, sambil fokus di HP, menghubungi pemilik rumah dimana Yoni ada di dapurnya. Ternyata pemilik rumah  tersebut tak ada di rumah. Masih kerja, yang ternyata satu kerjaan dengan mas Eka WP. Woalah….. (semoga segera mendapat kabar kapan lagi bisa menelusur ulang).
makam geblog
Hujan mulai sedikit berkurang, kami kemudian sesuai niat kami awal tadi, menelusuri area Geblog.
Sebelumnya mampir dulu di Situs Arca Ganesha Geblog. Mas Dhany dan Mas Iwan belum pernah penelusuran di situs ini. Setelah itu, kami juga mendapatkan keterangan mengenai lokasi awal Arca Ganesha ditemukan saat menuju makam 1. Dimana ada beberapa struktur batu candi.

Struktur batu candi yang terdokumentasi.












Melanjutkan perjalanan menuju makam yang kedua, masih di daerah yang sama. Kami menyusuri jalan desa yang sudah bagus (cor2an). 
Tak sampai 5 menit sampailah. Saat sampai di makam yang kedua hujan sudah benar-benar reda. Awalnya Mas Eka ragu mengenai keberadaan Lingga tersebut dimana, sempat memutar makam beberapakali. 
Saya bahkan sampai berprasangka, barangkali Mas Eka terjangkiti virus angkrem pitik, dimana tak rela berbagi sarang… hehehehe.
Yang ternyata, Mas Eka jika lapar gampang lupa, barangkali ditambah factor U…wkwkwkkw. Itu yang benar. beberapa waktu kemudian Mas Eka akhirnya ‘menemukan’ (Abaikan arti penemu barang, untuk mengantisipasi pasukan baper yang mempermasalahkan kata Menemukan… wkwkwkwk) Lingga ini

Lingga yang menjadi ‘patokan’, memang benar-benar tersamarkan dengan sempurna. 
Lumut dan hilangnya bagian atas lingga menjadikan orang awam tak akan tahu asal muasal batu ini. Yang Masih Nampak jelas adalah 4 sisi lingga bagian tengah. 
Sementara bagian bawah sama sekali kami tak berani membukanya. Biarlah aman damai di makam ini.
Ukuran dan bentuk, saya duga ini adalah Lingga pasangan Yoni yang ada didapur warga”, yakin Mas Eka WP. Saya cuman mengangguk-aguk, namun rasanya belum mantap jika belum menyentuh secara langsung.
Di lokasi lain, masih di area makam yang sama ada juga Struktur Batu Candi berbentuk kotak. 
Yang menjadikan tambahan dugaan kami tentang keberadaan bangunan suci masa lalu, dengan bukti tinggalan arca ganesha geblog, yoni-lingga.
Awalnya, kami berniat ingin melanjutkan penelusuran ke makam yang ketiga, namun saya pribadi mengajukan permohonan untuk menunda penelusuran karena jam sudah mendekati durasi. 
Alasan saya sambil menunggu kepastian bisa menelusuri Yoni Geblog.
Kalau begitu, sekarang kita isi perut dulu”, ajak Mas Iwan. “Di sini ada bubur tipes”, promosi Mas Iwan. Rasa penasaran menjadikan kami tak sabar. 
Segera setelah satu porsi makanan yang mas Iwan pesan jadi, akhirnya kami mengetahui : bubur Tipes adalah Bubur sambel kacang yang di tuangkan di opak, membuat kami tersadar Kalau kami sungguh sangat lapar, ditambah Gembus panas plus the panas…. 


Bubur Tipes
Nikmat ini yang kau lewatkan Lek Sur!”, .... wkwkkwkw















bubur tipes, sidomukti Bandungan






 Video Amatir (nunggu proses edit dan upload), 

Hujan Blusukan? Iyakkk ajah!!

Salam Pecinta Situs dan Watu Candi

#hobikublusukan



























Kamis, 01 Februari 2018

Situs Makam Kyai bagus Gunung, Baran Ambarawa

Situs Makam Kyai bagus Gunung, 
Tanpa Banyak waktu, karena gerimis sudah mulai turun dari langit, kami (Saya dan Lek Suryo) mengekor dibelakang Mas Eka menuju Situs yang pertama dan Masih di area Kota Ambarawa. Di Sekitar area ini ada 7 Watu Lumpang Lain yang berdekatan, juga potongan arca bagian pinggang sampai paha, juga sebuah gumuk bernama Selembu yang saat ini berubah menjadi kolam renang dan Nama selembu ini hanyalah tinggal nama, walau identik dengan keberadaan Arca Nandi = Sapi = Lembu. Kami pernah mendengar dulunya memang di Selembu ini dulu ada arca Nandi.
Beberapa Kali berbelok di jalan kampung, menyusuri jalan sempit kemudian sampailah kami. 
Makam Kyai Bagus Gunung
Di “Makam Kyai Bagus Gunung” warga menyebutnya demikian.
Kami langsung segera mempersiapkan diri (Saya dan Lek Suryo) mendokumentasikan struktur batu candi yang tertata rapi di komplek makam yang membentuk nisan.

2 Kemuncak,














Batu Kotak Polos dan tentu saja ciri khas struktur sebuah bangunan suci masa lalu, 












Batu berpola.












Batu dengan kuncian.















Info keberadaan struktur Batu Candi ini, secara tak sengaja saya tahu dari Pak RW yang tertarik saat saya menelusuri jejak makam kuno yang berada di makam umum tak jauh dari lokasi ini”, cerita Mas Eka.
“Bapak RW bercerita mengenai keberadaan batu yang ada tulisan huruf jawa kuno (belum yakin jenis huruf) yang saat kebetulan ada warga yang jago bahasa Jawa ternyata tak bisa membaca”, tambah Mas Eka WP.
Kyai Bagus Gunung, dipercaya warga sebagai pemuka, tokoh pada jaman dulu yang mbabat alas area ini. Makam sangat dikeramatkan warga. Terlihat dari peraturan yang tertulis ketika masuk ke area makam, Sandal sepatu wajib dilepas.
Setelah merasa cukup, kami kemudian mengakhiri penelusuran jejak purbakala di Makam Kyai Bagus Gunung, semoga kami bisa turut menjadi saksi bagaimana wujud Batu berinskripsi tersebut. Karena tidak mustahil menjadi catatan penting penanda peradaban lereng gunung Ungaran yang masih terselimut misteri.
Saat akan mengendarai motor, seorang ibu-ibu mendekat dan nampaknya penasaran dengan aksi kami mendokumentasikan Makam Kyai bagus Gunung ini. Spontan kami bertanya, “Adakah yang lain?”. Dulu di bawah makam ini, di sisi lereng sebelah utara ada watu lumpang tepat di sebelah mata air. Yang sekarang di buat bak tendon air tertutup. Tapi karena tak ada yang mengerti digepuklah lumpang itu”, panjang lebar beliau bercerita. Gelo adalah kata pertama yang menggambarkan suasana hati kami.  Padahal menurut beliau Watu Lumpang itu berukuran lumayan besar dan masih bulat sempurna. Gundah mengiringi kami berlalu dan melanjutkan blusukan ke destinasi yang kedua.
Sekali lagi kami mengekor dibelakang Mas Eka WP, sebelum beranjak Jauh. Tepat dihalaman Masjid, tiba-tiba Mas Eka memberi tanda  untuk mampir. Tanpa kata, telunjuknya mengarah ke sisi kiri masjid. 
Saya dan Lek Sur serentak terpana. 
Baran Gunung Ambarawa
Berdiri Tegak seperti (dugaan saja) Lingga Semu di pojokan undakan Masjid. “Konon menurut Bapak RW, sebelum dikeramik. Undakan itu adalah struktur batu Candi yang berukuran besar”, tambah Mas Eka semakin membuat kami menyesal. Di depan Masjid ada Bale Panjang yang konon juga kuno. 
Bentuknya seperti Gazebo namun persegi panjang dengan tiang utama dari kayu Jati dan papan alaspun kayu jati yang berusia sangat tua.
 Beruntungnya warga masyarakat di sini, yang memiliki sejarah sangat berwarna. Semoga tetap lestari…



Bale Panjang, masjid Baran Gunung (foto by Eka WP)




Berselfie ria meneruskan ritual penelusuran KEMISAN, 
 
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
Nb :
Tulisan ini adalah yang kedua kalinya saya menulis, setelah sebelumnya naskah yang saya tulis hilang tanpa bekas, butuh tekad penuh untuk menyekesaikan cerita kali ini. Walaupun singkat tapi bagi saya penting untuk dituntaskan….

#hobikublusukan

Situs Watu Lumpang Baran Gunung Ambarawa

Situs Watu Lumpang Baran Gunung Ambarawa
      Kamis, 1 Februari 2018. Cerita lanjutan dari Situs Makam Kyai Bagus Gunung. Keluar dari Kompleks Makam, kami mengekor guide kali ini Eka WP. Tak sampai 5 menit dari destinasi sebelumnya sampailah kami. Ada yang berubah tak biasa, yang biasanya Mas Eka jarang blusukan sambil Ngopi, eh ini tiba dilokasi langsung pesan kopi. Sementara Lek Suryo mewanti-wanti untuk tak usah dipesankan. Kalau saya tentu saja kopi oke, biar pikiran lebih fresh. Tentu saja aneh, karena ternyata durasinya lebih dahsyat efeknya, Mas Dhany di Raja “Tulisan Welcome di depan pintu” saja kalah. Jam 3 harus sampai Ungaran… haghaghaghag… Saya dan Mas Eka tak bisa membayangkan jika sudah seperti kami menghadapi 10x miscall di layar Hp… bagaimana ngerinya reasi Lek Sur….wakakakak. 
      Mencoba pengertian, kami langsung menuju lokasi. Sambil menunggu pesanan kopi datang. “Perdu setinggi orang dewasa menyambut saat pertama kesini”, cerita Mas Eka, sambil berjalan menunjukkan arah.
Situs Watu Lumpang Baran Gunung Ambarawa
      Lokasi Watu Lumpang. Dari jalan kampung sebenarnya jarak cukup dekat hanya sekitar 20m, namun dikelilingi perdu yang tinggi seperti yang diceritakan Mas Eka Wp. “Jadi beruntungnya saat ini bagi kalian sudah tercipta jalan yang nyaman”, tambah dia sampil ngekek. Saat itu tepat rasanya ingin njorogke Mas Eka WP biar keblasuk ke perdu, salahe ga ikhlas…wkwkwkwk… mode on jahat, jika gak ingat sudah diantar. 
       Kondisi Watu Lumpang sudah tak utuh lagi, 
      Rompal yang terlihat nampaknya saya duga pernah ada usaha untuk merusak. Karena Lumut dan Jamur hampir nihil. Apalagi konon beberapa tahun yang lalu area ini pernah ada mesin Beghu = Cakruk yang didatangkan untuk meratakan lahan yang rencana ingin dibangun perumahan, untung saja dibatalkan. Bayangkan jika perrumahan benar-benar terealisasi. Nasib Lumpang ini barangkali sama dengan lumpang di destinasi kami sebelum ini. 
Situs Watu Lumpang Baran Gunung Ambarawa
      Ukuran Lumpang cukup besar, Namun banyak warga yang kami tanya tentang Watu Lumpang ini malah bercerita melebar bahkan sampai klenik di sekitar area ini (yang sama sekali bukan passion saya pribadi), ya akhirnya saya menikmati gorengan Tahu isi saja daripada mendengarkan mitos’ berbau mistis, maaf tak saya ingat detail ceritanya, karena saking enaknya tahu isi panas plus Lombok sambil menyeduh kopi hitam. 
Situs Watu Lumpang Baran Gunung Ambarawa
      Di lokasi ini lengkap selain kopi ada gorengan panas yang membuat blusukan kali ini tak kaliren. Lek Sur tanpa aba-aba langsung pulang dengan pamit, dan kami iringi dengan ngekek bersama. Selamat ya mendapatkan “The Duration is You”, Pemenang Duration of the year, blusukan gak tenang karena Durasi ya Lek Suryo.
 Bagaimana tidak, Lek Suryo makan tahu isi yang masih panas saja cuma 2 kali telan langsung habis, padahal saya dan Mas Eka butuh waktu beberapa saat karena gorengan tersebut panas, lha ini, Lek Suryo sudah langsung telan tanpa minum juga. Dahsyat!! Sudah gitu langsung tancap gas...
Lubang Lumpang bulat Sempurna
      Setelah Kopi dan 6 gorengan tandas dan sukses menghangatkan tubuh, kamipun mengakhiri cerita kali ini. Walaupun awalnya kami ingin melanjutkan penelusuran ke beberapa makam di dekat Ambarawa, namun apa daya waktu tak memungkinkan saya pribadi untuk melanjutkan. Semoga segera.
Situs Watu Lumpang Baran Gunung Ambarawa
     Video Amatir : Lumpang Baran Gunung
      Berselfie ria meneruskan ritual penelusuran KEMISAN, 
Eka WP, Suryo dan saya di Situs Watu Lumpang Baran Gunung Ambarawa

Salam Pecinta Situs dan Watu Candi

sasadara MK di Situs Watu Lumpang Baran Gunung Ambarawa
#hobikublusukan

Senin, 29 Januari 2018

Situs Watu Lumpang Klero

Situs Watu Lumpang Klero
Selasa, 30 Januari 2018. Cerita saya kali ini memang sebenarnya sudah sejak lama saya inginkan. (ijinkan dulu saya sedikit panjang lebar), Saya kerja di perpustakaan daerah dimana dikerjaan memberikan peluang saya untuk berkeliling ke desa-desa di wilayah Kabupaten Semarang. Dulu sebenarnya intens sekali ke desa saat saya masih dibagian pengembangan perpustakaan desa. Sayangnya saat itu passion saya, menyayangi situs watu candi belum muncul dan melekat di hati – pikiran seperti saat ini. Namun sejak pindah bagian layanan dan lebih banyak duduk dibelakang meja, keinginan ke desa sambil mencari sisik melik keberadaan situs hanya bisa saya simpan dalam hati dan angan.
Angin berubah semilir ketika perpustakaan dimana tempat saya bekerja mendapatkan bantuan armada baru. Saya ditawari untuk jadi driver, tanpa pikir panjang saya terima. Seribu rencana seperti sudah siap meledak. Salah satu hasilnya ya cerita kali ini.
Informasi situs, sebenarnya baru saja saya dapatkan saat blusukan bersama “The Partner of Kemisan” (Ritual Blusukan tiap hari Kamis…, nampaknya sekarang punya kesibukan, saya jadi gak enak, apa Kabar Lek Suryo?), beberapa minggu yang lalu. Bahkan sempat mampir dan mencari ke lokasi ini namun gagal. Selain hujan, saat itu ada mood kami yang rusak karena attitude kenalan di medsos yang mengecewakan : ngerjani. Walhasil saat itu saya dan Lek Suryo gagal. Tulisan ini sekaligus saya minta maaf, karena mendahului menelusuri. (swear... jika kemisan berlanjut tak terke/ jika minta arah ku tunjukkan dengan denah detail namun maaf janji itu hanya khusus untuk Lek Suryo… maaf).
Melihat jadwal perpustakaan keliling yang tercantum desa KLERO, langsung saya tetapkan destinasi. Saat itu saya jadi inget kawan yang kerjanya ‘toh nyowo’, tapi hasile mesakne, saya coba ajak biar hidupnya sedikit berwarna, Selain melihat bagaimana anak-anak kecil senang melihat buku tentu saja plus blusukan, oknum yang saya maksud Mas Eka WP rekan sejawat.
Singkat cerita, setelah tugas selesai, kami lanjut blusukan di lokasi yang masih satu area, tak ada 5 menit sampailah kami. Ngopi sebentar (Saya menang taruhan Ngopi gratis) di warung dekat lokasi kami parkir, Setelah bertanya kepada ibu penjual kopi,  mengeksplor-lah kami dengan beberapa petunjuk.  “Oh watu Lumpang itu dibawah pohon, dulu tak kelihatan tapi tak tahu kapan watu lumpang itu ada. Saya kurang tahu ceritanya. Tunggu saja sebentar lagi juru kunci makam akan datang mas”, jelas Beliau.
Sambil menunggu juru kunci kami kemudian mencari sendiri dimana keberadaan watu lumpang tersebut, dengan bantuan petunjuk beliau. Jika tak cukup cermat, memang terlewat karena tepat berada dibawah batang pohon Kamboja yang miring. (Lek Suryo : “Waktu kui mesti karena hampir setengah 3 ya? Jadi ga fokus? Hehehe. Padahal ini area pencarianmu, pasti terlewati.”)
Situs Watu Lumpang Klero
Kondisi Watu Lumpang, cukup ‘mengenaskan’. Bagaimana tidak? Berada cukup dekat dengan situs yang terkenal, eh ini terkesan dipinggirkan. (Semoga ini prasangka saya saja).
Situs Watu Lumpang Klero
Lumut dibiarkan menggrogotinya,
Situs Watu Lumpang Klero
Lumpang sudah tak utuh lagi, rompal dimana-mana.
Situs Watu Lumpang Klero
Walaupun sederha, bukankah ini adalah juga bukti sejarah? Ach… saya hanya mampu menyesalinya saja. Karena ya saya hanya bisa nulis cerita seperti ini, tak punya kemampuan lebih yang lain. Semoga cerita jelek ini bisa menjadi salah satu yang bisa menyadarkan warga pentingnya merawat hasil olah karya para leluhur.
Watu Lumpang sendiri, diduga mempunyai fungsi beragam, sesuai bentuk hiasan, besarnya serta lokasi. Ada yang digunakan untuk slametan saat upacara penetapan tanah perdikan, ada yang untuk numbuk sesajen, ada pula untuk numbuk biji-bijian bahan makanan. Bahkan ada lagi yang percaya air di watu lumpang berkhasiat. Di suatu lokasi, dimana juga ada watu lumpang, airnya dipercaya sebagai obat awet muda, kemudian di tempat lain berkhasiat sebagai obat sakit gigi. Karena terlalu percaya, kemudian kecewa karena ternyata sakit gigi tak sembuh malah tambah sakit, watu lumpang tersebut di pecah jadi berkeping-keping. Sayang sekali.
Sepengginang waktu, juru kunci tak datang jua, padahal saya ingin sekali menanyakan tentang ikhwal Watu Lumpang dan Makam yang nampaknya dikeramatkan yang menggunakan struktur batu candi untuk nisan.
Makam Klero
Ada pola di batu candi yang dijadikan nisan,
Awan mulai gelap, apa boleh buat bukan takut basah karena hujan, tapi karena kami harus balik kerjaan, sehingga kami tetap berharap dilain waktu bisa ketemu juru kunci tempat ini. Sapai ketemu di penelusuran yang lain…..
Video Amatir : (sabar ya, nunggu proses edit dan upload di channel you tube)
Eka WP di Lumpang Klero
Bersama Rekan dengan satu visi : kerjo terus kapan dolane, kerjo terus duite ngepres dadi stress, mending blusukan.
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi

ssdrmk di Situs Watu Lumpang Klero
#hobikublusukan