Rabu, 06 Oktober 2010

KERAJAAN SUNDA


KERAJAAN SUNDA

Situs peninggalan kerajaan Sunada
 
Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang pernah ada antara tahun 932 dan 1579 Masehi di bagian Barat pulau Jawa (provinsi Banten, Jakarta, dan Jawa Barat sekarang).

 Etimologi
Sampai abad ke-16, toponim (nama tempat) "Sunda" menunjuk kepada daerah pesisir bagian barat pulau Jawa, lebih tepatnya di daerah Banten. Di awal abad ke-13, penulis Zhao Rugua dari Tiongkok menamakan "Sin-t'o" suatu kota dan daerah sekitarnya yang menghasilkan lada. Karena pada masa itu yang menghasilkan lada hanya daerah Banten, maka kini semua pakar sejarah sepakat bahwa "Sunda" tersebut itu Banten. Di sekitar tahun 1500, Shungfeng xiangsong, sebuah buku perjalanan dari Tiongkok, memakai kedua nama "Wan-tan" dan "Shun-t'a" untuk kota Banten. Di masa yang sama dua penulis Arab, Ibn Majid dan Sulaiman, menamakan "Sunda" pelabuhan yang letaknya paling barat di pantai utara pulau Jawa, yang hanya dapat mengacu ke Banten. Peta Portugis yang paling lama mengenai kawasan ini menyebut "Sunda" daerah muara sungai yang letaknya di bagian barat pantai utara Jawa. Naskah Portugis paling sering menamakan "Sunda", kadang-kadang "Bantam" bahkan "Sunda-Bantam", kota Banten sekarang.
Diperkirakan adalah orang Portugis yang pertama menimbulkan kerancuan dengan menamakan "Sunda" keseluruhan Jawa Barat. Namun di akhir abad ke-16 orang Belanda meluruskan kerancuan ini. Setelah dalam perjalanan pertamanya ke Nusantara mendapat keterangan lebih banyak tentang Banten, mereka menulis bahwa "Sunda adalah pelabuhan Banten dengan bagian pulau Jawa yang paling di barat di mana lada tumbuh". Gambar ini sama dengan apa yang ditulis Zhao Rugua hampir 400 tahun sebelumnya.
Prasasti Kebonkopi II, yang ditemukan dekat Bogor dan ditulis dalam bahasa Melayu, mencatat bahwa tahun 932, seorang "raja Sunda" menduduki kembali tahtanya. Penggunaan bahasa Melayu ini menunjukkan pengaruh kerajaan Sriwijaya. Menurut Prasasti Sanghyang Tapak yang berangka tahun 952 saka (1030 M), pusat kerajaan Sunda di bawah Maharaja Jayabupati, dinyatakan terletak di sekitar Cicatih dekat Cibadak, di pedalaman Jawa Barat, bukan di pesisir lagi.
Menurut naskah Wangsakerta, naskah yang diragukan keasliannya, Sunda merupakan kerajaan yang berdiri menggantikan kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Sunda didirikan oleh Tarusbawa pada tahun 591 Saka Sunda (669 M). Menurut sumber sejarah primer yang berasal dari abad ke-16 ini, kerajaan ini merupakan suatu kerajaan yang meliputi wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Banten, Jakarta, Provinsi Jawa Barat , dan bagian barat Provinsi Jawa Tengah. Namun naskah ini diragukan sebagai sumber sejarah.
Wilayah kekuasaan
Berdasarkan naskah kuno primer Bujangga Manik (yang menceriterakan perjalanan Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di Pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16), yang saat ini disimpan pada Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627), batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah Ci Pamali ("Sungai Pamali", sekarang disebut sebagai Kali Brebes) dan Ci Serayu (yang saat ini disebut Kali Serayu) di Provinsi Jawa Tengah.
Menurut Naskah Wangsakerta, wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga daerah yang saat ini menjadi Provinsi Lampung melalui pernikahan antara keluarga Kerajaan Sunda dan Lampung. Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan Sunda oleh Selat Sunda.
Historiografi

PadrĂ£o Sunda Kalapa (1522), sebuah pilar batu untuk memperingati perjanjian Sunda-Portugis, Museum Nasional Indonesia, Jakarta. Rujukan awal nama Sunda sebagai sebuah kerajaan tertulis dalam Prasasti Kebon Kopi II tahun 458 Saka (536 Masehi). Prasasti itu ditulis dalam aksara Kawi, namun, bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu Kuno. Prasasti ini terjemahannya sebagai berikut:

Batu peringatan ini adalah ucapan Rakryan Juru Pangambat, pada tahun 458 Saka, bahwa tatanan pemerintah dikembalikan kepada kekuasaan raja Sunda.

Beberapa orang berpendapat bahwa tahun prasasti tersebut harus dibaca sebagai 854 Saka (932 Masehi) karena tidak mungkin Kerajaan Sunda telah ada pada tahun 536 AD, di era Kerajaan Tarumanagara (358-669 AD ).
Prasasti Batu Tulis
Rujukan lainnya kerajaan Sunda adalah Prasasti Sanghyang Tapak yang terdiri dari 40 baris yang ditulis pada 4 buah batu. Empat batu ini ditemukan di tepi sungai Cicatih di Cibadak, Sukabumi. Prasasti-prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Kawi. Sekarang keempat prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta, dengan kode D 73 (Cicatih), D 96, D 97 dan D 98. Isi prasasti (menurut Pleyte):
Perdamaian dan kesejahteraan. Pada tahun Saka 952 (1030 M), bulan Kartika pada hari 12 pada bagian terang, hari Hariang, Kaliwon, hari pertama, wuku Tambir. Hari ini adalah hari ketika raja Sunda Maharaja Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwanamandaleswaranindita Haro Gowardhana Wikramattunggadewa, membuat tanda pada bagian timur Sanghiyang Tapak ini. Dibuat oleh Sri Jayabupati Raja Sunda.
Dan tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk melanggar aturan ini. Dalam bagian sungai dilarang menangkap ikan, di daerah suci Sanghyang Tapak dekat sumber sungai. Sampai perbatasan Sanghyang Tapak ditandai oleh dua pohon besar. Jadi tulisan ini dibuat, ditegakkan dengan sumpah. Siapa pun yang melanggar aturan ini akan dihukum oleh makhluk halus, mati dengan cara mengerikan seperti otaknya disedot, darahnya diminum, usus dihancurkan, dan dada dibelah dua.
Tanggal prasasti Jayabupati diperkirakan 11 Oktober 1030. Menurut Pustaka Nusantara, Parwa III sarga 1, Sri Jayabupati memerintah selama 12 tahun (952-964) saka (1030 - 1042AD).
Catatan sejarah dari Cina
Menurut F. Hirt dan WW Rockhill, ada sumber Cina tertentu mengenai Kerajaan Sunda. Pada saat Dinasti Sung Selatan, inspektur perdagangan dengan negara-negara asing, Zhao Ruguamengumpulkan laporan dari para pelaut dan pedagang yang benar-benar mengunjungi negara-negara asing. Dalam laporannya tentang negara Jauh, Zhufan Zhi, yang ditulis tahun 1225, menyebutkan pelabuhan di "Sin-t'o". Zhao melaporkan bahwa:
"Orang-oarang tinggal di sepanjang pantai. Orang-orang tersebut bekerja dalam bidang pertanian, rumah-rumah mereka dibangun diatas tiang (rumah panggung) dan dengan atap jerami dengan daun pohon kelapa dan dinding-dindingnya dibuat dengan papan kayu yang diikat dengan rotan. Laki-laki dan perempuan membungkus pinggangnya dengan sepotong kain katun, dan memotong rambut mereka sampai panjangnya setengah inci. Lada yang tumbuh di bukit (negeri ini) bijinya kecil, tetapi berat dan lebih tinggi kualitasnya dari Ta-pan (Tuban, Jawa Timur). Negara ini menghasilkan labu, tebu, telur kacang dan tanaman."
Buku perjalanan Cina Shunfeng xiangsong dari sekitar 1430 mengatakan :
Ini adalah salah satu makam anggota kerajaan sunda yang bernama kerajaan  Galuh,
terletak di dalam hutan Ciung Wanara, Ciamis, Tasikmalaya. 
"Dalam perjalanan ke arah timur dari Shun-t'a, sepanjang pantai utara Jawa, kapal dikemudikan 97 1/2 derajat selama tiga jam untuk mencapai Kalapa, mereka kemudian mengikuti pantai (melewati Tanjung Indramayu), akhirnya dikemudikan 187 derajat selama empat jam untuk mencapai Cirebon. Kapal dari Banten berjalan ke arah timur sepanjang pantai utara Jawa, melewati Kalapa, melewati Indramayu, melewati Cirebon."
Catatan sejarah dari Eropa
Laporan Eropa berasal dari periode berikutnya menjelang jatuhnya Kerajaan Sunda oleh kekuatan Kesultanan Banten. Salah satu penjelajah itu adalah TomĂ© Pires dari Portugal. Dalam bukunya Suma Oriental (1513 - 1515) ia menulis bahwa:
"Beberapa orang menegaskan bahwa kerajaan Sunda luasnya setengah dari seluruh pulau Jawa; sebagian lagi mengatakan bahwa Kerajaan Sunda luasnya sepertiga dari pulau Jawa dan ditambah seperdelapannya."
Tulisan ini yang membawa kerancuan, dengan menyatakan bahwa kerajaan Sunda meliputi "sepertiga dari pulau Jawa", sedangkan di masa Pires Sunda masih mengacu ke pelabuhan yang sekarang namanya Banten.
Berdiriya kerajaan Sunda
Menurut Naskah Wangsakerta dari Cirebon, sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri, Sunda merupakan bawahan Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir, Sri Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi (memerintah hanya selama tiga tahun, 666-669 M), menikah dengan DĂ©wi Ganggasari dari Indraprahasta. Dari Ganggasari, beliau memiliki dua anak, yang keduanya perempuan. DĂ©wi Manasih, putri sulungnya, menikah dengan Tarusbawa dari Sunda, sedangkan yang kedua, Sobakancana, menikah dengan Dapuntahyang Sri Janayasa, yang selanjutnya mendirikan kerajaan Sriwijaya. Setelah Linggawarman meninggal, kekuasaan Tarumanagara turun kepada menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan penguasa Galuh, Wretikandayun (612-702) memberontak, melepaskan diri dari Tarumanagara, serta mendirikan Kerajaan Galuh yang mandiri.
Tarusbawa juga menginginkan melanjutkan kerajaan Tarumanagara, dan selanjutnya memindahkan kekuasaannya ke Sunda, di hulu sungai Cipakancilan dimana di daerah tersebut sungai Ciliwung dan sungai Cisadane berdekatan dan berjajar, dekat Bogor saat ini. Sedangkan Tarumanagara diubah menjadi bawahannya. Beliau dinobatkan sebagai raja Sunda pada hari Radite Pon, 9 Suklapaksa, bulan Yista, tahun 519 Saka (kira-kira 18 Mei 669 M). Sunda dan Galuh ini berbatasan, dengan batas kerajaanya yaitu sungai Citarum (Sunda di sebelah barat, Galuh di sebelah timur).
Federasi antara Sunda dan Galuh
Putera Tarusbawa yang terbesar, Rarkyan Sundasambawa, wafat saat masih muda, meninggalkan seorang anak perempuan, Nay Sekarkancana. Cucu Tarusbawa ini lantas dinikahi oleh Rahyang Sanjaya dari Galuh, sampai mempunyai seorang putera, Rahyang Tamperan.
Ibu dari Sanjaya adalah Sanaha, cucu Ratu Shima dari Kalingga di Jepara. Ayah dari Sanjaya adalah Bratasenawa/Sena/Sanna, Raja Galuh ketiga sekaligus teman dekat Tarusbawa. Sena adalah cucu Wretikandayun dari putera bungsunya, Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M). Sena di tahun 716 M dikudeta dari tahta Galuh oleh Purbasora. Purbasora dan Sena sebenarnya adalah saudara satu ibu, tetapi lain ayah.
Sena dan keluarganya menyelamatkan diri ke Pakuan Pajajaran, pusat Kerajaan Sunda, dan meminta pertolongan pada Tarusbawa. Ironis sekali memang, Wretikandayun, kakek Sena, sebelumnya menuntut Tarusbawa untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari Tarumanegara. Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh dengan bantuan Tarusbawa. Penyerangan ini bertujuan untuk melengserkan Purbasora.
Saat Tarusbawa meninggal (tahun 723), kekuasaan Sunda dan Galuh berada di tangan Sanjaya. Di tangan Sanjaya, Sunda dan Galuh bersatu kembali. Tahun 732, Sanjaya menyerahkan kekuasaan Sunda-Galuh kepada puteranya Rarkyan Panaraban (Tamperan). Di Kalingga Sanjaya memegang kekuasaan selama 22 tahun (732-754), yang kemudian diganti oleh puteranya dari DĂ©wi Sudiwara, yaitu Rakai Panangkaran. Rarkyan Panaraban berkuasa di Sunda-Galuh selama tujuh tahun (732-739), lalu membagi kekuasaan pada dua puteranya; Sang Manarah (dalam carita rakyat disebut Ciung Wanara) di Galuh, serta Sang Banga (Hariang Banga) di Sunda.
Sang Banga (Prabhu Kertabhuwana Yasawiguna Hajimulya) menjadi raja selama 27 tahun (739-766), tetapi hanya menguasai Sunda dari tahun 759. Dari DĂ©wi Kancanasari, keturunan Demunawan dariSaunggalah, Sang Banga mempunyai putera bernama Rarkyan Medang, yang kemudian meneruskan kekuasaanya di Sunda selama 17 tahun (766-783) dengan gelar Prabhu Hulukujang. Karena anaknya perempuan, Rakryan Medang mewariskan kekuasaanya kepada menantunya, Rakryan Hujungkulon atau Prabhu Gilingwesi dari Galuh, yang menguasai Sunda selama 12 tahun (783-795).
Karena Rakryan Hujungkulon inipun hanya mempunyai anak perempuan, maka kekuasaan Sunda lantas jatuh ke menantunya, Rakryan Diwus (dengan gelar Prabu Pucukbhumi Dharmeswara) yang berkuasa selama 24 tahun (795-819). Dari Rakryan Diwus, kekuasaan Sunda jatuh ke puteranya, Rakryan Wuwus, yang menikah dengan putera dari Sang Welengan (raja Galuh, 806-813). Kekuasaan Galuh juga jatuh kepadanya saat saudara iparnya, Sang Prabhu Linggabhumi (813-842), meninggal dunia. Kekuasaan Sunda-Galuh dipegang oleh Rakryan Wuwus (dengan gelar Prabhu Gajahkulon) sampai ia wafat tahun 891.
Sepeninggal Rakryan Wuwus, kekuasaan Sunda-Galuh jatuh ke adik iparnya dari Galuh, Arya Kadatwan. Hanya saja, karena tidak disukai oleh para pembesar dari Sunda, ia dibunuh tahun 895, sedangkan kekuasaannya diturunkan ke putranya, Rakryan Windusakti. Kekuasaan ini lantas diturunkan pada putera sulungnya, Rakryan Kamuninggading (913). Rakryan Kamuninggading menguasai Sunda-Galuh hanya tiga tahun, sebab kemudian direbut oleh adiknya, Rakryan Jayagiri (916). Rakryan Jayagiri berkuasa selama 28 tahun, kemudian diwariskan kepada menantunya, Rakryan Watuagung, tahun 942. Melanjutkan dendam orangtuanya, Rakryan Watuagung direbut kekuasaannya oleh keponakannya (putera Kamuninggading), Sang Limburkancana (954-964).
Dari Limburkancana, kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan oleh putera sulungnya, Rakryan Sundasambawa (964-973). Karena tidak mempunyai putera dari Sundasambawa, kekuasaan tersebut jatuh ke adik iparnya, Rakryan Jayagiri (973-989). Rakryan Jayagiri mewariskan kekuasaannya ka puteranya, Rakryan Gendang (989-1012), dilanjutkan oleh cucunya, Prabhu DĂ©wasanghyang (1012-1019). Dari DĂ©wasanghyang, kekuasaan diwariskan kepada puteranya, lalu ke cucunya yang membuat prasasti Cibadak, Sri Jayabhupati (1030-1042). Sri Jayabhupati adalah menantu dari Dharmawangsa Teguhdari Jawa Timur, mertua raja Airlangga (1019-1042).
Dari Sri Jayabhupati, kekuasaan diwariskan kepada putranya, Dharmaraja (1042-1064), lalu ke cucu menantunya, Prabhu Langlangbhumi ((1064-1154). Prabu Langlangbhumi dilanjutkan oleh putranya, Rakryan Jayagiri (1154-1156), lantas oleh cucunya, Prabhu Dharmakusuma (1156-1175). Dari Prabu Dharmakusuma, kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan kepada putranya, Prabhu Guru Dharmasiksa, yang memerintah selama 122 tahun (1175-1297). Dharmasiksa memimpin Sunda-Galuh dari Saunggalah selama 12 tahun, tapi kemudian memindahkan pusat pemerintahan kepada Pakuan Pajajaran, kembali lagi ke tempat awal moyangnya (Tarusbawa) memimpin kerajaan Sunda.
Sepeninggal Dharmasiksa, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya yang terbesar, Rakryan Saunggalah (Prabhu Ragasuci), yang berkuasa selama enam tahun (1297-1303). Prabhu Ragasuci kemudian diganti oleh putranya, Prabhu Citraganda, yang berkuasa selama delapan tahun (1303-1311), kemudian oleh keturunannya lagi, Prabu LinggadĂ©wata (1311-1333). Karena hanya mempunyai anak perempuan, LinggadĂ©wata menurunkan kekuasaannya ke menantunya, Prabu Ajiguna LinggawisĂ©sa (1333-1340), kemudian ke Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350). Dari Prabu Ragamulya, kekuasaan diwariskan ke putranya, Prabu Maharaja LinggabuanawisĂ©sa (1350-1357), yang di ujung kekuasaannya gugur saat Perang Bubat. Karena saat kejadian di Bubat, putranya -- Niskalawastukancana -- masih kecil, kekuasaan Sunda sementara dipegang oleh Patih Mangkubumi Sang Prabu Bunisora (1357-1371).
 Prasasti Kawali di Kabuyutan Astana GedĂ©, Kawali, Ciamis.
Prasasti Kawali
Sapeninggal Prabu Bunisora, kekuasaan kembali lagi ke putra Linggabuana, Niskalawastukancana, yang kemudian memimpin selama 104 tahun (1371-1475). Dari isteri pertama, Nay Ratna Sarkati, ia mempunyai putera Sang Haliwungan (Prabu Susuktunggal), yang diberi kekuasaan bawahan di daerah sebelah barat Citarum (daerah asal Sunda). Prabu Susuktunggal yang berkuasa dari Pakuan Pajajaran, membangun pusat pemerintahan ini dengan mendirikan keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Pemerintahannya terbilang lama (1382-1482), sebab sudah dimulai saat ayahnya masih berkuasa di daerah timur. Dari Nay Ratna Mayangsari, istrinya yang kedua, ia mempunyai putera Ningratkancana (Prabu DĂ©waniskala), yang meneruskan kekuasaan ayahnya di daerah Galuh (1475-1482).
Susuktunggal dan Ningratkancana menyatukan ahli warisnya dengan menikahkan JayadĂ©wata (putra Ningratkancana) dengan Ambetkasih (putra Susuktunggal). Tahun 1482, kekuasaan Sunda dan Galuh disatukan lagi oleh JayadĂ©wata, yang bergelar Sri Baduga Maharaja. Sapeninggal JayadĂ©wata, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya, Prabu SurawisĂ©sa (1521-1535), kemudian Prabu DĂ©watabuanawisĂ©sa (1535-1543), Prabu Sakti (1543-1551), Prabu NilakĂ©ndra (1551-1567), serta Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579). Prabu Suryakancana ini merupakan pemimpin kerajaan Sunda-Galuh yang terakhir, sebab setelah beberapa kali diserang oleh pasukan Maulana Yusuf dari Kesultanan Banten, mengakibatkan kekuasaan Prabu Surya Kancana dan Kerajaan Pajajaranruntuh.
Arkeologi
Di Museum Nasional Indonesia di Jakarta terdapat sejumlah arca yang disebut "arca Caringin" karena pernah menjadi hiasan kebun asisten-residen Belanda di tempat tersebut. Arca tersebut dilaporkan ditemukan di Cipanas, dekat kawah Gunung Pulosari, dan terdiri dari satu dasar patung dan 5 arca berupa Shiwa Mahadewa, Durga, Batara Guru, Ganesha dan Brahma. Coraknya mirip corak patung Jawa Tengah dari awal abad ke-10.
Di situs purbakala Banten Girang, yang terletak kira-kira 10 km di sebelah selatan pelabuhan Banten sekarang, terdapat reruntuhan dari satu istana yang diperkirakan didirikan di abad ke-10. Banyak unsur yang ditemukan dalam reruntuhan ini yang menunjukkan pengaruh Jawa Tengah.


Prasasti Kerajaan Sunda Ada di Ciamis

SITUS Astana Gede Kawali, di Kabupaten Ciamis, merupakan prasasti yang mampu mengungkap Kerajaan Sunda yang sempat berdiri dan berkuasa, terutama di wilayah Priangan Timur.
Nama-nama raja yang sempat berkuasa di Tatar Sunda semuanya sudah terangkum dalam batu bertulis yang kini masih berdiri tegak di Astana Gede.
Terletak di kota Kawali, Situs Astana Gede yang memiliki nilai sejarah kini nyaris terlupakan dan tak terurus. Pemda Kabupaten Ciamis kehilangan rasa untuk mempromosikan obyek wisata ini supaya bisa dikenal pengujung.
Keengganan pemda merias obyek sejarah ini, terbukti dari jumlah pengunjung yang semakin hari terus menurun. Ditambah, tak sedikit masyarakat Tatar Sunda tak mengetahui secara pasti mengenai hubungan Situs Astana Gede dengan kondisi Kerajaan Sunda tempo dulu, termasuk hubungannya dengan Kabupaten Ciamis.
Mahayuna hayuna Kadatuan… Pakena Gawe …. Jaya dina Buana.” Itulah ungkapan kalimat berbahasa Sunda kuno yang kini dijadikan lambang keagungan Kabupaten Ciamis.
Semboyan kalimat yang hingga kini terus menempel di lambang DT II Ciamis merupakan lambang yang diambil dari penggalan kalimat yang ada di Prasasti Astana Gede.
Melihat fakta sejarah seperti itu, sangat pantasn jika Pemda Kabupaten Ciamis terus melakukan promosi mengenai obyek wisata sejarah tersebut.
Berdasarkan sejarah, tahun 1333-1482 Masehi, di kota Kawali berdiri Keraton Kerajaan Sunda yang diberi nama Keraton Surawidesa, dengan Raja Wastu Kancana.
Kabar ini pun tertulis di prasasti Ciaruten Bogor dan prasasti Kebantenen yang menyebut-nyebut nama Rahyang Niskala Wastu Kancana.
Raja ini meninggal di Nusa Larang, yang kini makamnya ada di Nusa Gede di tengah-tengah Situ Panjalu.
LIMA KERAJAAN SUNDA
Dalam sejarah Kasundaan, ditegaskan, ada lima kerajaan Sunda besar di Jawa Barat. Di antaranya Kerajaan Salakanagara di Pandeglang Banten (130-360 M), Kerajaan Prabu Lingga Buana. Raja ini memiliki empat putra, dan yang hidup hanya dua masing-masing seorang putri bernama Dyah Pitaloka atau Citraresmi, sedang seorang lagi bernama Wastu Kencana (bungsu).
Citraresmi, seorang perempuan yang cantik jelita diam-diam akan dipersunting Prabu Hayam Wuruk dari Majapahit.
Ketika keluarga kerajaan Kawali akan mengantar puterinya ke Majapahit, di luar dugaan ketika tiba di Tuban, Kerajaan Majapahit yang dipimpin langsung Patih Gajah Mada, tiba-tiba menyerang rombongan dari Kawali hingga semuanya tewas.
Selang beberapa hari, abu petinggi kerajaan termasuk Citraresmi dikirim ke Kerajaan Kawali. Sejak itulah, Prabu Lingga Buana bergelar Prabuwangi. Penyerangan yang dilakukan pasukan Majaphit berdasar para ahli sejarah akibat adanya perbedaan budaya.
Rombongan penganten dari Kawali yang akan mengantar pernikahan puteri raja Dyah Pitaloka dalam bentuk seserahan disalahartikan oleh pasukan Majapahit.
Pihak Majapahit menyangka rombongan itu akan menyerang kerajaanya, hingga pasukan dari Kawali pun disikat habis. Saat petinggi kerajaan Kawali meninggal, tampuk pemerintahan diambilalih Mangkubumi Soradipati (1357-1371 M).
Kemudian kursi kerajaan pun diberikan ke Wastu Kancana (1371-1475 M). Raja ini berkuasa hampir 127 tahun. Perjalanan kerajaan Kawali semuanya tersirat dalam prasasti yang kini ada di Astana Gede.
BATU TELAPAK KAKI, Obyek wisata yang bisa dilihat di antaranya dua buah prasasti besar, batu telapak kaki dan tangan, tiga buah batu mahir, tiga makam raja, dan 400 meter ke arah utara terdapat kolam kecil berair bening yang disebutkan dalam sejarah tempat mandinya keluarga raja.
Kolam kecil yang terkenal dengan sebutan Cikawali, dari dulu hingga sekarang debit airnya tak pernah menurun alias tetap.
Merunut perjalanan sejarah, kerajaan Kawali merupakan tempat wisata yang memiliki nilai sejarah cukup besar. Sayang, tempat ini kini nyaris terlupakan dan generasi muda saat ini banyak yang tidak tahu perihal Prasasti Asatana Gede.
Tempat sejarah ini kini nyaris terlupakan dan hanya dikunjungi wisatawan ketika Lebaran tiba. Padahal obyek ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi obhek wisata yang berani bersaing dengan objek wisata sejarah lainnya yang ada di Indonesia. Siapa yang bersalah? Wallohu alam.
Yang jelas bangsa yang besar adalah bangsa yang mau mengakui sejarah termasuk melestarikannya.
Untuk menikmati hutan seluas 4 hektar, pengujung bisa menggunakan kendaraan roda dua dan empat. Setelah tiba di kota Kawali, kita tinggal meneruskan perjalanan menuju Astana Gede yang hanya berjarak 1 km dari kota Kawali ke arah selatan
.

Raja-raja Kerajaan Sunda-Galuh

Di bawah ini deretan raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sunda menurut naskah PangĂ©ran Wangsakerta (waktu berkuasa dalam tahun Masehi):
1)            Tarusbawa (menantu Linggawarman, 669 - 723)
2)            Harisdarma, atawa Sanjaya (menantu Tarusbawa, 723 - 732)
3)            Tamperan Barmawijaya (732 - 739)
4)            Rakeyan Banga (739 - 766)
5)            Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766 - 783)
6)            Prabu Gilingwesi (menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang, 783 - 795)
7)            Pucukbumi Darmeswara (menantu Prabu Gilingwesi, 795 - 819)
8)            Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon (819 - 891)
9)            Prabu Darmaraksa (adik ipar Rakeyan Wuwus, 891 - 895)
10)        Windusakti Prabu DĂ©wageng (895 - 913)
11)        Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi (913 - 916)
12)        Rakeyan Jayagiri (menantu Rakeyan Kamuning Gading, 916 - 942)
13)        Atmayadarma Hariwangsa (942 - 954)
14)        Limbur Kancana (putera Rakeyan Kamuning Gading, 954 - 964)
15)        Munding Ganawirya (964 - 973)
16)        Rakeyan Wulung Gadung (973 - 989)
17)        BrajawisĂ©sa (989 - 1012)
18)        DĂ©wa Sanghyang (1012 - 1019)
19)        Sanghyang Ageng (1019 - 1030)
20)        Sri Jayabupati (Detya Maharaja, 1030 - 1042)
21)        Darmaraja (Sang MoktĂ©ng Winduraja, 1042 - 1065)
22)        Langlangbumi (Sang MoktĂ©ng Kerta, 1065 - 1155)
23)        Rakeyan Jayagiri Prabu MĂ©nakluhur (1155 - 1157)
24)        Darmakusuma (Sang MoktĂ©ng Winduraja, 1157 - 1175)
25)        Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu (1175 - 1297)
26)        Ragasuci (Sang MoktĂ©ng Taman, 1297 - 1303)
27)        Citraganda (Sang MoktĂ©ng Tanjung, 1303 - 1311)
28)        Prabu LinggadĂ©wata (1311-1333)
29)        Prabu Ajiguna LinggawisĂ©sa (1333-1340)
30)        Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350)
31)        Prabu Maharaja LinggabuanawisĂ©sa (yang gugur dalam Perang Bubat, 1350-1357)
32)        Prabu Bunisora (1357-1371)
33)        Prabu Niskalawastukancana (1371-1475)
34)        Prabu Susuktunggal (1475-1482)
35)        JayadĂ©wata (Sri Baduga Maharaja, 1482-1521)
36)        Prabu SurawisĂ©sa (1521-1535)
37)        Prabu DĂ©watabuanawisĂ©sa (1535-1543)
38)        Prabu Sakti (1543-1551)
39)        Prabu NilakĂ©ndra (1551-1567)
40)        Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579)

 Hubungan dengan kerajaan lain

Singasari

Dalam Nagarakretagama, disebutkan bahwa setelah Kertanagara menaklukkan Bali (1206 Saka), kerajaan-kerajaan lain turut bertekuk lutut, tidak terkecuali Sunda. Jika ini benar, adalah aneh jika di kemudian hari, kerajaan Majapahit sebagai penerus yang kekuasaannya lebih besar justru tidak menguasai Sunda, sehingga nama Sunda harus termuat dalam sumpahnya Gajah Mada.

Eropa

Kerajaan Sunda sudah lama menjalin hubungan dagang dengan bangsa Eropa seperti Inggris, Perancis dan Portugis. Kerajaan Sunda bahkan pernah menjalin hubungan politik dengan bangsa Portugis. Dalam tahun 1522, Kerajaan Sunda menandatangani Perjanjian Sunda-Portugis yang membolehkan orang Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kelapa. Sebagai imbalannya, Portugis diharuskan memberi bantuan militer kepada Kerajaan Sunda dalam menghadapi serangan dari Demak dan Cirebon (yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda).




Keagungan Situs Megalitik Gunung Padang

ADALAH seorang pangeran kelana pencari ilmu dari Kerajaan Sunda pada sekira akhir abad ke-15, pernah menjelajahi Pulau Jawa dan mengunjungi tempat-tempat keramat sepanjang pantai utara, menyeberang ke Pulau Bali, dan kembali ke Jawa Barat melalui jalur selatan. Pengelanaan sang pangeran kelana berjulukan Bujangga Manik itu, harus kita akui sebagai aktivitas wisata/penjelajahan pertama yang tercatat di nusantara oleh pribumi Sunda.
Secara luar biasa, ia mencatat lebih kurang 450 nama geografis yang masih banyak dapat dikenal hingga sekarang. Catatan dalam lembar-lembar lontar yang sekarang tersimpan di Museum Bodleian, Oxford, Inggris itu, diakhiri dengan suatu persiapan perjalanan spiritualnya ke Nirwana, di suatu tempat kebuyutan yang ditemukannya di hulu Sungai Cisokan, Cianjur.
Dari beberapa penggalan sajaknya, di antaranya ia menulis sebagai berikut,
Eta hulu na Ci Sokan neumu lemah kabuyutan/ na lemah nalingga manik/ teherna dek sri maliput/ ser mangun nalingga payung/ nyanghareup ka Bahu Mitra/ ku ngaing geus dibabakan/ dibalay diundak-undak/ dibalay sakulilingna/ ti handap ku mungkal datar/ ser mangun ku mungkal bener/ ti luhur ku batu putih / diawuran manik asra/ carenang heuleut-heuleutna/ wangun tujuh guna aing / padanan deung pakayuan dan seterusnya.
Walaupun belum ada kepastian di mana kebuyutan di hulu Cisokan yang disebut Bujangga Manik itu, tetapi di hulu daerah aliran sungai Cisokan-Cikondang, Cianjur, satu-satunya tempat kebuyutan adalah Situs Gunung Padang. Situs tersebut merupakan suatu "bangunan" yang disusun dari tumpukan kolom-kolom bebatuan yang dibangun berundak-undak, berada di puncak bukit kecil yang dikenal sebagai Gunung Padang.
Situs Megalitik Gunung Padang yang terletak di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur dipercayai oleh para ahli Arkeologi sebagai situs Megalitik terbesar di Asia Tenggara. Pusaka budaya prasejarah di Provinsi Jawa Barat yang sangat potensial menjadi tujuan wisata budaya dan ekowisata ini, sayangnya kurang terawat dengan baik. Selain itu, jarak yang cukup jauh dari jalan negara Cianjur-Sukabumi (20 km lebih) dengan akses sempit berliku-liku dan beraspal tipis yang mudah hancur oleh satu kali musim hujan, menjadi kendala pertama para calon pelancong.
Mendekati lokasi situs, kendala lain sudah menghadang pula, tidak adanya penunjuk arah menuju lokasi situs, dan jalan perkebunan teh yang rusak atau berlapis batu tajam. Menyadari banyaknya kendala pengembangan di balik potensi wisata yang luar biasa ini, Balai Pengelolaan Purbakala dan Nilai-nilai Sejarah Tradisional Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat, pernah mengadakan kegiatan positif berupa "Bakti Wisata" yang diikuti oleh masyarakat dan mahasiswa. Kegiatan itu, diharapkan dapat merintis pengembangan ke arah wisata yang lebih baik dan menarik perhatian serius penanganan situs yang menjadi jalur budaya Megalitik Asia-Pasifik ini (Pikiran Rakyat, 26 Mei 2005).
Tetapi, bagi para pelancong yang ingin mendapatkan nilai lebih dari aktivitas berwisatanya, rasanya kendala tersebut justru menjadi bagian dari perjalanannya yang akan menjadi catatan pengalaman yang mengasyikkan.
Batu Andesit Basaltis
Situs arkeologi ini, sebenarnya sangat menarik pula jika dipandang dari sudut geologi. Hal ini karena batu penyusun konstruksi situs, dari segi geologi mempunyai cara terbentuk yang khusus. Selain itu, secara geografis, posisi Gunung Padang terhadap gunung-gunung lain di sekitarnya, terutama Gunung Gede, mungkin dijadikan kriteria pemilihan bukit oleh arsitek prasejarah pembangun situs ini.
Jika kita telah mencapai situs ini, kesan keagungan dan kehebatan masyarakat purbakala langsung menyergap suasana. Perasaan ini begitu kuat ketika sampai di pelataran pertama setelah mendaki tangga-tangga batu setinggi lebih kurang 30 meter dengan kemiringan hampir 40 derajat. Batu-batu berbentuk kolom poligonal ini, dipasang melintang sebagai tangga sejak kaki bukit. Di puncak bukit, pada pelataran pertama, pintu gerbangnya diapit kolom batu berdiri,
Sehingga benar-benar seperti suatu tempat check in.
Di pelataran undak pertama, kita dibuat takjub oleh karya leluhur kita. Betapa tidak, hampir seluruh konstruksi situs ini, disusun dari kolom-kolom batu. Banyak kolom batu mempunyai dimensi poligonal segi lima atau enam dengan permukaan yang halus. Orang awam, bisa terkecoh menganggap batu-batu ini adalah buatan tangan manusia dengan cara ditatah, padahal, secara geologis, proses alamiah bisa membentuk kolom batu yang berpermukaan halus dengan sendirinya.
Kolom batu poligonal terbentuk ketika aliran magma membeku. Sama halnya dengan terbentuknya retakan-retakan poligonal ketika lumpur mengering. Begitu pula yang terjadi pada cairan magma yang mengalir ke luar permukaan bumi sebagai aliran lava. Ketika membatu, proses-proses fisik akan membentuk suatu retakan-retakan pendinginan berbentuk kolom-kolom poligonal tersebut.
Proses demikian, adalah proses yang sama yang membentuk tangga-tangga segi enam raksasa di Irlandia yang terkenal sebagai The Giant Causeway, atau kolom-kolom tinggi di Devil's Tower di Ohio, Amerika Serikat, atau kolom batu yang menghiasi dinding-dinding galian batu di G. Selacau dan Lagadar, Cimahi Selatan. Semuanya terjadi pada saat proses pendinginan lava menjadi batuan beku yang umumnya berjenis batu andesit atau basaltis.
Di Gunung Padang, batu-batu yang berwarna abu-abu gelap ini, berjenis andesit basaltis. Gunung Padang diperkirakan merupakan hasil pembekuan magma pada lingkungan sisa-sisa gunung api purbakala berumur Pleistosen Awal, sekira 21 juta tahun yang lalu. Keberadaan sumber alamiah kolom batu penyusun konstruksi situs, dapat dikenali jika kita mengamati kaki bukit di mana kolom-kolom batu alamiah yang bukan berasal dari reruntuhan situs, masih berserakan.
Dengan sangat cerdas, arsitek Megalitik yang diperkirakan hidup sekira 2.000 - 1.000 tahun yang lampau, telah memilih tempat yang cocok dari sisi ketersediaan sumber daya batu in-situ.
Mengarah ke Gunung Gede, ketakjuban kita terhadap hasil karya para leluhur masyarakat Jawa Barat purbakala itu, akan semakin bertambah ketika kita terus mengamati susunan batu demi batu, serta lingkungan sekitarnya. Sang arsitek telah memilih bukit ini, mungkin dengan survei lama dan penjelajahan yang sangat jauh. Pemilihan bukit sedemikian rupa, sehingga selain adanya sumber batu yang tersedia untuk membangun tempat pemujaan ini, arah memanjang situs begitu tepat menghadap ke arah Gunung Gede (elevasi 2.958 m)!
Persis arah 10 derajat utara-barat pada kompas, panjang situs tepat mengarah ke gunung yang memang telah menjadi gunung kebuyutan dan dianggap suci dan sakral oleh masyarakat Kerajaan Pajajaran. Gunung Gede, mungkin juga di anggap sama suci dan sakralnya oleh masyarakat zaman Megalitik.
Menariknya, dengan latar belakang Gunung Gede yang jauh di utara, situs ini juga menghadap terlebih dahulu pada satu bukit yang bernama Pasir Pogor di depannya.***

Siapa yang menghargai sejarah kalau bukan kita


Sabtu, 02 Oktober 2010

Serat Panji Asmara Bangun : Pesta Perkawinan


Pesta Perkawinan
(01)

Raja membicakan dengan permaisurinya perkawinan panji yang akan dating, Panji yang selama ini tidak mau kawin. Karena itu raja agak heran juga mendengar pemberitahuan Prasanta, yang sementara itu sudah datang kepadanya.
Diadakan persiapan untuk perkawinan. Diadakan pesta besar. Malam hari orang pun tidur. Sri berniat buat sementara tidak akan menerima Panji, sebab Sri belum menjelma kembali. Ia pun tidur.
Panji yang lupa, bahwa ia baru saja kawin, tidur seorang diri dalam pavilium dalam taman. Nila Prabangsa, ketika datang pada ibunya Madu-keliku, diganggu oleh ibunya itu, katanya ia ketinggalan jauh oleh Panji. Sebab Panji sudah beristri. Prabangsa marah dicabutnya cerisnya dan ia pergi ke ruang wanita untuk membunuh Panji. Tatkala sampai di tempat tidur Sri, dilihatnya dua orang dibawah selimut. Dikiranya mereka itu Panji dan kekasihnya, lalu ditikamnya keduanya. Tapi mereka adalah Sri dan Unon. Gempar dalam keraton. Waktu dalam sekarat Sri masih sempat minum. Panji berbisik dalam telinga keduanya, supaya mereka menjelma kembali, masing-masing dalam Puteri Kadiri dan Puteri Urawan. Kedua perempuan itu meninggal tidak lama kemudian. Panji tak henti-hentinya menangisi kekasihnya yang sudah pergi. Tatkala orang bersedia-sedia hendak membuat janji untuknya, api unggun untuk membakar mayatnya sudah siap.
Sebelum panji menaruh mayat Sri kedalam api, mayatnya itu hilang dalam tanggannya tanpa bekas.
Saat ini diceritakan tentang raja Daha. Ia mempunyai tiga orang istri, yangtua bernama dewi Rago, yang kedua : Bentari, yang ketiga : Lara-sih. Ketiga-tiganya sedang mengandung. Bentari memfitnah Rago. Katanya, Rago tidak setia dalam perkawinannya. Raja percaya saja dan Rago dikirim ke tempat yang sunyi. Disana Rago melahirkan seorang anak perempuan. Tapi tatkala ia terhantar lemah karena melahirkan itu, Bentari dengan tidak setahunya menukar anak itu dengan seekor anak Anjing. Ketika raja mendengar hal itu, ia dating untuk membuktikan sendiri dan tatkala ia melihat Anjing itu, ia memperpanjang masa hukuman Rago buat masa yang tidak ditentukan. Rago yang tidak tahu apa kesalahannya, menyerah saja kepada nasibnya.
Pun raja Urawan mendapat anak, mula-mula seorang anak perempuan bernama Wadal-wredi alias Retna Cindaga. Setelah itu seorang lagi anak perempuan, yaitu penjelmaan kembali Unon, bernama Kumudaningrat, yang menderita penyakit beser (yaitu sering buang air kecil, tapi sedikit-sedikit). Kemudian seorang anak laki-laki, Arya Panjangkringan alias Sinjang-laga, yang banyak cacat tubuhnya, seperti dagunya terlalu pendek, pincang dan sebagainya.
Raja Singasari pun mendapat seorang anak perempuan, bernama Mertasari. Mengenai penjelmaan kembali Sri, yaitu puteri yang ditukar dengan Anjing, anak itu hanyut disungai, dibungkus dengan tikar. Pada suatu tempat ia terkait, dan ditemukan oleh seorang lurah Bantrang, yang mempunyai firasat, bahwa anak itu bukan anak sembarang anak, tapi anak raja. Dibawanya anak itu pulang dan diserahkannya kepada istrinya, yang amat girang, karena ia sendiri tidakmempunyai anak. Laksana oleh suatu keajaiban keluarlah kini dari buah dada perempuan Bantrang yang sudah agak tua, air susu yang diberikannya kepada Nyi Bantrang segala yang perlu untuk memelihara anak itu.
Pada isteri-isterinya yang lain pun raja Kadiri mendapat anak: Tami-ajeng, keduanya puteri, yang terkecil adalah seorang anak laki-laki, bernama Prabu-sekar. Kedua puteri itu sudah dewasa.
Pangeran Jenggala Manik tak terhibur hatinya mengingat kekasihnya yang sudah meninggal. Berkali-kali ia dianjurkan oleh orangtuanya untuk kawin, tapi ia tetap menolak. Saat ini Kili-suci dikirim oleh kakanya untuk mendesak Panji supaya kawin, yaitu dengan puteri Kadiri, Tami-aji yang amat elok parasnya.

Serat Selanjutnya : Kili-suci

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari….




Minggu, 19 September 2010

Serat Pulo Kencana : Resi Gadahu


Resi Gadahu
(07)

Seorang raja pertapa bernama Resi Gadahu (Resi Gataju), mempunya lima orang anak, yang sulung adalah seorang puteri : Kili-Suci, yang kedua : Dewa Kusuma alias Lembu Miluhur, yang ketiga : Lembu Amijaja, yang keempat : Lembu-Mengarang, dan yang bungsu seorang Puteri pula : Pregi Wangsa. Setelah ibundanya meninggal dunia, anak-anak itu oleh ayahnya, raja yang pertapa, dibawa ke suatu pertapaan bernama Arga-Jambangan dan dibesarkan disana. Diceritakan tentang dua orang bersaudara, Jati-pitutur dan Pitutur-Jati. Keduanya dikasihi oleh para dewa. Mereka mencari pekerjaan. Yang bungsu mengusulkan supaya mereka bekerja pada raja Pertapa di Arga-Jambangan. Di tengah jalan, sihir mengeluarkan sebuah tunggul wulung (Panji-Panji Biru) dan melemparkannya ke tanah seberang. Laksana kilat, panji-panji itu terbang ke angkasa dan jatuh ke dalam kota (atau kerajaan) Keling (di Hindia depan). Kedua bersaudara itu lalu meneruskan perjalanan ke Arga-Jambangan, dimana mereka diterima sebagai pengasuh anak-anak.
Sejak jatuhnya panji-panji besar di kota Keling, mengamuk wabah yang hebat di negeri itu. Sang raja kehilangan akal dan mengadakan sayembara, barang siapa yang dapat melenyapkan panji besar itu, akan diangkat menjadi pengganti raja dan selain itu ia akan dikawinkan dengan puteri raja satu-satunya, yang elok parasnya. Banyak raja-raja ke Keling, diantaranya raja Dayak, Tulang Bawang, Inggris, Spanyol untuk mencabut panji-panji itu dari dalam tanah, tapi ternyata tidak seorangpun juga dapat melakukannya.
Atas usul kedua wulu-jumbu Jati-pitutur dan Pitutur-jati, Dewakusuma beserta saudaranya pria dan perempuan, pergi ke Keling untuk turut serta dalam sayembara. Setibanya di Keling, Dewakusuma berhasil menlenyapkan panji ajaib itu dan hasilnya ialah, wabah itu hilang tiba-tiba segera Dewakusuma diangkat menjadi pengganti raja dan perkawinan dengan sang putri dilangsungkan hari itu juga. Selanjutnya pangeran itu mendapat tempat kediaman istana di utara pasar (besar).
Setelah beberapa lama, kedua pengasuh mengusulkan kepada Pangeranuntuk pulang ke Jawa, karena dipulau itu belum ada raja besar. Setelah pamitan dengan raja, Dewakusuma beserta anak buah berlayar ke Jawa dengan kapal. Di tengah laut nampak cahaya yang gemilang, Pangeran ingin mengetahui apakah artinya itu. Kapal ditujukan kepada cahaya itu, dan setelah sampai pada suatu pulau, mereka mendapat sebuah batu yang rata dan besar, dari situlah keluar cahaya itu. Setelah batu itu dibelah dua, keluarlah seekor katak (dingdang), yang mengatakan bahwa ia sedang bertapa, karena ingin menjadi raja Jawa. Jati-pitutur mengata-ngatai binatang itu katanya ia gila dan dimintanya pangeran merobek mulut binatang yang kurang ajar itu. Pangeran melakukan permintaannya itu, tapi binatang itu menghilang tanpa jejak, sambil berkata bahwa ia dikemudian hari (di Jawa) akan membalas dendam kepada pangeran. Karena itu pangeran menyesal, tapi meneruskan perjalanan dengan anak buahnya. Setelah tiba di pantai Jawa, mereka sampai di dekat hutan Kuripan. Hutan itu dianggap mereka baik untuk mendirikan sebuah keraton, yang disebut Kuripan.
Juga bagi kedua bersaudara dicarikan tempat yang lebih baik Lembu-amijaya mendapat hutan Mamenang ke Selatan, orang sampai di hutan Urawan, dimana didirikan sebuah keraton untuk Lembu –mangarang.
Seorang satria lain dari timur, sudah mendirikan sebuah perkampungan di Singasari. Dalam mimpi dikatakan kepadanya, bahwa ia apabila hendak menjadi raja harus kawin dengan adik bungsu raja Kuripan. Peringatan itu diturutinya dan iapun pergi ke Kuripan, dimana ia diterima dengan baik dan mendapa pula puteri yang diinginkannya itu sebagai isteri.


Serat selanjutnya : Kota Singasari
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan

Sabtu, 18 September 2010

Serat Pulo Kencana : Barambang-Sela


Barambang-Sela
(05)

Dalam keraton kadiri, Panji bersenang-senang dengan istrinya, yang tak dapat dipisah-pisahkan daripadanya. Sementara itu ayahnya Raja Jenggala Manik, tiba di desa Barabang-Sela (Bawang Batu). Ia meneruskan perjalanan dan kakaknya dari Singasari beserta pengiring turut serta. Dalam pada itu raja Gegelang (Bauwarna) pun datang.
Tidak jauh di luar kota raja Kadiri menyongsong para tamu. Mereka meneruskan perjalanan ke keraton.  Di tempat kediaman Panji Manguneng-sih dengan Gunung-sari dan Carang-smara dengan Tamiajeng (semuanya nama-nama terkenal, yang disini tiba-tiba saja disebut tanpa jelas hubungannya). Akhir cerita ialah, Panji Diangkat jadi raja dan ayahnya menjalani hari-hari yang terakhir sebagai raja bagawan.


Serat selanjutnya : Jaya Kusuma

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan

Serat Pulo Kencana : Brajadenta


Brajadenta
(04)

Sekonyong-konyong Brajadenta datang kepada pamannya. Dengan suara kasar ia berkata, “aku datang menuntut anak paman untuk kakakku. Inu Kertapati sudah ada di sini. Bukankah dulu sudah dijanjikan, bahwa ia akan dikawinkan dengan kakakku?” Ratu permaisuri memajukan keberatam, sebab panji sudah kawin, sebelum ia kawin dengan Sekar-taji (disini kemudian barulah muncul nama Putri Daha). Brajadenta pergi dengan marah, sambil berkata bahwa Panji pasti akan mendapatkannya juga. Ia pergi kepada Panji, dicritakan soalnya.
Panji menyalahkan Brajadenta, karena bertindak demikian kasar. Tapi Raden Banjar-Patomman (Brajanat-Prabangsa) berjanji, akan meminta sang putri untuk Panji, jika perlu dengan kekerasan. Panji diajak oleh Wiranatarja mengadu Ayam. Panji banyak mendapat kemenangan.
Sementara itu Brajadenta mengadakan persiapan-persiapan untuk perkawinan Panji. Dibuat hadiah-hadiah untuk sang putri berupa gunungan, boneka besar (jawa:Badawangan) dan wayang-wong. Didalam kota diadakan berbagai pertunjukkan, hingga orang-orang Kadiri terkejut. Patih menyampaikan hal ini kepada raja. Segera Brajadenta menemui sang raja, yang amat terkejut. Untuk penghabisan kalinya ia minta ijin kanjeng sinuhun. Ratu permaisuri masih juga memajukan keberatan. Brajadenta menyusup kedalam tamansari kepuntren dan dipaksakan sang putri berpakaian. Sang putri menolak, karena malu kepada orang lain. Lalu Brajadenta mengangkatnya dan membawa keluar. Diikuti oleh Kadiri, ia menantang setiap orang melakukan serangan terhadapnya . setelah sampai dikediaman Panji , diserahkannya sang putri kepada Panji. Wiranatarja yang masih berada dikediaman Panji tak dapat berkata apa-apa karena kagetnya. Panji memberikan kerisnya kepada kekasihnya supaya diberikankepada kakaknya, untukmenikamnya kalau dia mau.
Dalam pada itu, kediaman Panji dikepung oleh orang Kadiri. Tapi Wiranatarja merintahkan mereka supaya bubar. Brajandenta segera mengirim seorang pesuruh ke Jenggala Manik untuk mengatakan, bahwaPanji dalam keadaan bahaya akan dibunuh oleh orang Kadiri. Raja Jenggala Manik berangkat dengan diiringi orang banyak ke Kadiri. Raja Singasari pun diminta turut serta menyerang Kadiri.
Siang malam mereka meneruskan perjalanana ke Kadiri.tatkala mereka berhenti di Gondang, dating seorang pesuruh dari Kadiri dengan kabar gembira, bahwa perkawinan Panji dengan Sang Puteri akan segera dilangsungkan. Perjalanan ke Kadiri kini diteruskan dengan gembira.


Serat selanjutnya : Barambang-Sela
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan

Kamis, 16 September 2010

Serat Panji Asmara Bangun : Bejo Sengara


 Bejo Sengara
 (05)

Raja Bali bernama Bejo-sengara. Ia ingin beroleh putera. Ia berdoa kepada dewa-dewa. Dalam mimpinya ia mendapat isyarat dari dewa-dewa supaya pergi ke hutan, disana ia akan memperoleh anak pria, yang boleh diambilnya sebagai anak. Setelah ia bangun, diperintahnya kepada patih untuk mengumpulkan orang, yang akan mengiringnya kedalam hutan. Mereka sampai di hutan.
Candra-kirana yang seorang diri dalam hutan, banyak menemui bahaya. Binatang-binatang mengormatinya dan tidak ada yang mengganggunya. Ia mengaduh, didalam hati ia meminta tolong kepada Panji. Akhirnya ia berusaha bermeditasi. Karenanya para dewa jadi gelisah, keinderaan geger oleh dianya.
Para dewa dibawah pimpinan Narada, meminta nasehat Batara Guru. Batara Guru memerintahkan kepada Narada unyuk segera turun menemui Candra-kirana. Narada dating kepadanya dan menghiburnya. Orag keramat itu merobahnya menjadi seorang pria dan diberinys nama Raden jaya-lengkara.
Buah dadanya itu selamanya harus dipercayakan kepada pohon Cangkring. Dan rambutnya kepada pohon Waringin. Ia juga akan menjadi Raja Bali. Dan apabila kemudian Bali kalah perang, ia akan menemukan Panji kembali. Narada menghilang.
Raja Bejo-sengara ketika berburu, melihat pemuda yang elok dari jauh. Ia mendekatinya dan memeluknya. Segera ia memerintahkan supaya pulang  ke keraton. Sesampai di keraton raja itu menanyakan pemuda itu namanya dan sebagainya.
Pemuda itu mrnjawab : Jajalengkara, ayah dan ibu saya sudah meninggal, burung merak menjaga saya supaya jangan kedinginan, kidang dan rusa member saya susu”. Sang raja jatuh kasihan kepadanya. Ia diangkatnya jadi anaknya. Apabila raja masuk taman kepuntren. Diperkenalkannya anak angkatnya itu kepada sang ratu. Sekalian wanita dalam tamansari kepuntren jatuh cinta pada anak muda itu.
Ragil Kuning (onengan) kesasar kedalam sebuah gua di gunung Canawi. Ia seorang diri dan tidak berani meninggalkan tempat persembunyiannya. Dari tempat tersembunyi muncul didepannya Batara Bayu, yang menanyakan apa keinginannya. Dijawabnya bahwa ia ingin bertemu kembali saudaranya, dewa itu menyuruhnya bersabar dan merubahnya menjadi seorang pemuda. Rambutnya harus dipercayakan pada pohon bibis dan buah dadanya pada pohon kapok. Selanjutnya ia harus mengabdikan diri pada Raja Bali. Setelah ia mempelajari ajian Bayu pitu dan kumajan dari dewa itu, ia pun diberi nama Kuda-jajasmara. Ia akan bertemu dengan saudaranya setelah perang Bali.
Saat ini ia harus mengabdikan diri pada Raja Bali, Bayu menghilang. Jajasmara memulai perjalanan. Sadulumur dan Prasanta mencari tuannya kemana-mana. Setelah tujuh hari berjalan, mereka tidak menemukan kampung sebuahpun. Sadulumur bercerita tentang mimpinya memukul isterinya.akhirnya mereka melihat dari jauh sebuah pertapaan dan mereka menuju kesitu. Pertapaan itu terletak di lereng gunung yang bernama Danaraja. Pertapaan itu sendiri bernama Ganawisnu. Mereka diterima dengan baik oleh sang pertapa. Ia sudah mengetahui segala hal yang sudah terjadi. Kedua tamu itu mendapat nama lain dari sang pertapa dan mereka harus mengabdikan diri pada Raja Bali. Untuk makanan dalam perjalanan mereka diberi dua kerucut nasi yang besar. Mereka meninggalkan pertapaan.
Setelah Raja Bali wafat, digantikan oleh putera (angkatnya) yang baik sekali sebagai raja. Raja muda yang baru itu menerima para pembesarnya. Upacara-upacara dibawa oleh orang-orang yang cacat badannya.
Jajasmara tiba di istana Raja Jajalengkara. Ia diakui oleh raja sebagai adiknya dan diangkat sebagai kepala pasukan taruna. Tidak lama kemudian datang ki Agung dan Kicau, demikianlah nama samarannya Sadulumur dan Prasanta, menemui raja. Mereka diterima dengan baik dan masing-masing diangkat jadi Bupati gedong dan Panglima.
Jaja-kusuma (Panji) masih berada di cemara. Ia pergi kepada kakanya sang raja, hendak pamitan untuk melaksanakan perintah para dewa. Sang raja memberinya izin. Perahu-perahu disiapkan. Panji dan isterinya beserta pengiringnya diantarkan orang ke pelabuhan. Kapal-kapal Panji berangkat ke laut, tidak diceritakan perjalannya, Panji tiba di Kerajaan Urawan (Bauwarna), dimana sang raja sedang dihadap oleh para pembesar, antara lain patih Jaja-singa, Tumenggung Bancak Saputra dan Rangga Sawung-galing. Dalam pada itu, Panjipun sampai dan menghadap raja, raja terkejut, karena tamunya itu mirip sekali dengan putera mahkota Jangagala, tapi ia tidak percaya akan persangkaannya.
Sementara itu Raja Jenggala Manik sudah mendengar berita, bahwa puteranya dan anak buahnya mendapat kecelakaan di laut. Orang tidak tahu apakah ia masih hidup atau sudah meninggal. Puteranya yang sulung Braja-nata dan Lempung-karas mendapat perintah untuk mencari Panji.
Tapi kedua bersaudara itu terpisah. Brajanata sampai di pegunungan Wilis, dimana ia melakukan tapa. Tempat kediamannya disebut andong asmara. Ia sendiri memakai nama lain, yaitu Wasi Turiga-nata.pelayannya yang dijadikan pembantu bernama Kartiraga. Karena tapanya, ia menjadi pelihat. Lempung-karas menemukan jalannya sendiri, dikawal oleh kedua pelayannya bernama paras dan paron. Siang malam ia berjalan masuk ke hutan keluar hutan. Setelah berjalan setengah bulan. Ia sampai di beberapa kampung di kerajaan Patani. Ia beristirahat di bawah sebatang pohon, kakinya diurut oleh pelayan-pelayannya. Karena angin sejuk, ia tertidur sejenak dan bermimpi, bahwa ia bertemu dengan puteri Raja Patani, Puteri itu bernama Bintaro. Waktu ia bangun, dipeluknya salah seorang pelayannya, yang amat terkejut oleh perbuatannya itu. Saat ini barulah ia tahu, bahwa ia bermimpi. Disuruhnya tanyakan kepada seorang petani, dimana mereka saat ini. Petani itu menjawab di Patani, ibukota hanya tinggal sehari lagi perjalanan. Lempung-karas bermaksud hendak pergi ke kota, tapi lebih dulu ia mengganti nama, yaitu Astra-miruda. Puteri Patani pun mendapat mimpi yang sama. Dilukiskan kecantikannya. Kepada orang tuanya ia bercerita tentang mimpinya dan disuruhnya cari orang yang dilihat dalam mimpinya itu. Sang patih diperintahkan untuk itu. Tidak jauh dari luar kota ditemukannya orang yang dicarinya itu.
Sang pangeran dengan kedua anak buahnya dibawa oleh sang patih menghadap raja. Setelah asal usulnya dan sebagainya, ia dibawa ke keraton dimana ia bertemu sang Puteri. Perkawinan dilangsungkan.
Hari malam. Adegan dalam kamar. Paras mencoba menggoda seorang emban. Emban berkata bahwa Paras masih anak-anak, dijawab oleh Paras : Dimana Pakepung (pengepunga Surakarta  ketika pemerintahan Inggris) aku sudah setahun.

Serat selanjutnya : Raja Urawan
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi “Nguri-Uri Budaya”