Sabtu, 11 September 2010

Kerajaan Tarumanegara


Kerajaan Tarumanegara
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu 

Kerajaan Tarumanegara diduga terletak di Bogor, Jawa Barat yang merupakan kerajaan Hindu tertua kedua di Indonesia. Dalam berita Cina, Tarumanegara disebut To-lomo. Berdirinya Kerajaan Tarumanegara diduga bersamaan dengan Kerajaan Kutai, yaitu pada abad ke-5 M.

Sumber Sejarah
Bila menilik dari catatan sejarah ataupun prasasti yang ada, tidak ada penjelasan atau catatan yang pasti mengenai siapakah yang pertama kalinya mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang pernah berkuasa dan sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi) sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang ditemukan. Empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
Kehidupan politik Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan tertua di Pulau Jawa yang dipengaruhi agama dan kebudayaan Hindu. Letaknya di Jawa Barat dan diperkirakan berdiri kurang lebih abad ke 5 M. Raja yang memerintah pada saat itu adalah Purnawarman. Ia memeluk agama Hindu dan menyembah Dewa Wisnu. 
Sumber sejarah mengenai Kerajaan Tarumanegara dapat diketahui dariprasasti-prasasti yang ditinggalkannya dan berita-berita Cina. Prasasti yang telah ditemukan sampai saat ini ada 7 buah. Berdasarkan prasasti inilah dapat diketahui bahwa kerajaan ini mendapat pengaruh kuat dari kebudayaan Hindu. Prasasti itu menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta
Prasasti Kebonkopi

Prasasti yang ditemukan
1.     Prasasti Kebonkopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea Bogor
Prasasti Tugu
2.   Prasati Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
Add caption
 3.      Prasasti Cindanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
4.      Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5.      Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6.      Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
7.      Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
Lahan tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.
Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan sebuah "kota pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh pedagang bambu untuk mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir.
Prasasti pada zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno, yang pada awalnya merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang mengacu pada model aksara Kamboja dengan beberapa cirinya yang masih melekat. Pada zaman ini, aksara tersebut belum mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah (lontar) abad ke-16
8.      Prasasti Pasir Muara, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada ditempat asalnya.
Dalam prasasti itu dituliskan :
ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda
Terjemahannya menurut Bosch:
Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.
 Karena angka tahunnya bercorak "sangkala" yang mengikuti ketentuan "angkanam vamato gatih" (angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.
Prasasti Ciaruteun, Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Ci Aruteun, seratus meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane; namun pada tahun 1981 diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sansekerta. Isinya adalah puisi empat baris, yang berbunyi:
vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam
Terjemahannya menurut Vogel:
Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.

Selain itu, ada pula gambar sepasang "pandatala" (jejak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan,  fungsinya seperti "tanda tangan" pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman terdapat nama "Rajamandala" (raja daerah) Pasir Muhara.
10.  Prasasti Telapak Gajah
Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:
jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam
Terjemahannya:
Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.

Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan penguasa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah.
Demikian pula mahkota yang dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah.
Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya.


Kehidupan Sosial-Ekonomi
Kehidupan perekonomian masyarakat Tarumanegara adalah pertanian dan peternakan. Hal ini dapat diketahui
dari isi Prasasti Tugu yakni tentang pembangunan atau penggalian Saluran Gomati yang panjangnya 6112 tombak (12 km) dan selesai dikerjakan dalam waktu 21 hari. Selesai penggalian, Raja Purnawarmanmengadakan
selamatan dengan memberikan hadiah 1.000 ekor sapi kepada para brahmana.
Pembangunanitu mempunyai arti ekonomis bagi rakyat karena dapat dipergunakan sebagai sarana pengairan dan pencegahan banjir. Dengan demikian, rakyat akan hidup makmur, aman dan sejahtera. Di samping Saluran Gomati, dalam Prasasti Tugu juga disebutkan adanya penggalian Saluran Candrabhaga.




Ukiran kepala gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf ikal" yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra (matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera Taruma dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota Purnawarman dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya dengan lukisan yang terdapat pada prasasti Ciaruteun.
11.  Prasasti Jambu
Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka.
Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris:
shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.
Terjemahannya menurut Vogel:
Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.
12.  Sumber berita dari luar negeri
Sumber-sumber dari luar negeri semuanya berasal dari berita Tiongkok.
Berita Fa Hien, tahun 414M dalam bukunya yang berjudul Fa Kao Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti ("Jawadwipa") hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan "beragama kotor" (maksudnya animisme). Ye Po Ti selama ini sering dianggap sebutan Fa Hien untuk Jawadwipa, tetapi ada pendapat lain yang mengajukan bahwa Ye-Po-Ti adalah Way Seputih di Lampung, di daerah aliran way seputih (sungai seputih) ini ditemukan bukti-bukti peninggalan kerajaan kuno berupa punden berundak dan lain-lain yang sekarang terletak di taman purbakala Pugung Raharjo, meskipun saat ini Pugung Raharjo terletak puluhan kilometer dari pantai tetapi tidak jauh dari situs tersebut ditemukan batu-batu karang yg menunjukan daerah tersebut dulu adalah daerah pantai persis penuturan Fa hie.
13.  Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To-lo-mo ("Taruma") yang terletak di sebelah selatan.
14.  Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusan dari To-lo-mo.
Dari tiga berita di atas, disimpulkan bahwa istilah To-Lo-Mo secara fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara. Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat diketahui beberapa aspek kehidupan tentang Taruma. Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Punawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hapir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.

Kepurbakalaan Masa Tarumanagara
Candi Jiwa di situs Percandian Batujaya

No.
Nama Situs
Artepak
Keterangan
1
Kampung Muara
Menhir (3)
Batu dakon (2)
Arca batu tidak berkepala
Struktur Batu kali
Kuburan (tua)
2
Ciampea
Arca gajah (batu)
Rusak berat
3
Gunung Cibodas
Arca
Terbuat dari batu kapur
3 arca duduk
arca raksasa
arca (?)
Fragmen
Arca dewa
Arca dwarapala
Arca brahma
Duduk diatas angsa
(Wahana Hamsa)
dilengkapi padmasana
Arca (berdiri)
Fragmen kaki dan lapik
(Kartikeya?)
Arca singa (perunggu)
Mus.Nas.no.771
4
Tanjung Barat
Arca siwa (duduk) perunggu
Mus.Nas.no.514a
5
Tanjungpriok
Arca Durga-Kali Batu granit
Mus.Nas. no.296a
6
Tidak diketahui
Arca Rajaresi
Mus.Nas.no.6363
7
Cilincing
sejumlah besar pecahan
settlement pattern
8
Buni
perhiasan emas dalam periuk
settlement pattern
Tempayan
Beliung
Logam perunggu
Logam besi
Gelang kaca
Manik-manik batu dan kaca
Tulang belulang manusia
Sejumlah besar gerabah bentuk wadah
9
Batujaya (karawang)
Unur (hunyur) sruktur bata
Percandian
Segaran I
Segaran II
Segaran III
Segaran IV
Segaran V
Segaran VI
Talagajaya I
Talagajaya II
Talagajaya III
Talagajaya IV
Talagajaya V
Talagajaya VI
Talagajaya VII
10
Cibuaya
Arca Wisnu I
Arca Wisnu II
Arca Wisnu III
Lmah Duwur Wadon
Candi I
Lmah Duwur Lanang
Candi II
Pipisan batu

Candi Jiwa di Batujaya

Kehidupan Kebudayaan
Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf pada prasasti-prasasti yang ditemukan sebagai bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara maka dapat diketahui bahwa kehidupan kebudayaan masyarakat pada masa itu sudah tinggi.

15.  Naskah Wangsakerta
Penjelasan tentang Tarumanagara cukup jelas di Naskah Wangsakerta. Sayangnya, naskah ini mengundang polemik dan banyak pakar sejarah yang meragukan naskah-naskah ini bisa dijadikan rujukan sejarah. Pada Naskah Wangsakerta dari Cirebon itu, Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga. Maharaja Purnawarman adalah raja Tarumanagara yang ketiga (395-434 M). Ia membangun ibukota kerajaan baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai. Dinamainya kota itu Sundapura--pertama kalinya nama "Sunda" digunakan.
Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu dibuat tahun 536 M. Dalam tahun tersebut yang menjadi penguasa Tarumanagara adalah Suryawarman (535 - 561 M) Raja Tarumanagara ke-7. Pustaka Jawadwipa, parwa I, sarga 1 (halaman 80 dan 81) memberikan keterangan bahwa dalam masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman, banyak penguasa daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas daerahnya sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap Tarumanagara. Ditinjau dari segi ini, maka Suryawarman melakukan hal yang sama sebagai lanjutan politik ayahnya.
Rakeyan Juru Pengambat yang tersurat dalam prasasti Pasir Muara mungkin sekali seorang pejabat tinggi Tarumanagara yang sebelumnya menjadi wakil raja sebagai pimpinan pemerintahan di daerah tersebut. Yang belum jelas adalah mengapa prasasti mengenai pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu terdapat di sana? Apakah daerah itu merupakan pusat Kerajaan Sunda atau hanya sebuah tempat penting yang termasuk kawasan Kerajaan Sunda.

Baik sumber-sumber prasasti maupun sumber-sumber Cirebon memberikan keterangan bahwa Purnawarman berhasil menundukkan musuh-musuhnya. Prasasti Munjul di Pandeglang menunjukkan bahwa wilayah kekuasaannya mencakup pula pantai Selat Sunda. Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbolinggo) di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.
Kehadiran Prasasti Purnawarman di Pasir Muara, yang memberitakan Raja Sunda dalam tahun 536 M, merupakan gejala bahwa Ibukota Sundapura telah berubah status menjadi sebuah kerajaan daerah. Hal ini berarti, pusat pemerintahan Tarumanagara telah bergeser ke tempat lain. Contoh serupa dapat dilihat dari kedudukaan Rajatapura atau Salakanagara (kota Perak), yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).
Ketika pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara, maka Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada.
Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Putera tokoh Manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.
Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya, yaitu Tarusbawa.
Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa, karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.

Raja-raja Tarumanagara menurut Naskah Wangsakerta

Raja-raja Tarumanegara
No
Raja
Masa pemerintahan
1
Jayasingawarman
358-382
2
Dharmayawarman
382-395
3
Purnawarman
395-434
4
Wisnuwarman
434-455
5
Indrawarman
455-515
6
Candrawarman
515-535
7
Suryawarman
535-561
8
Kertawarman
561-628
9
Sudhawarman
628-639
10
Hariwangsawarman
639-640
11
Nagajayawarman
640-666
12
Linggawarman
666-669



Serat Pulo Kencana : Angron Akung


Angron Akung
(03)

Panji mengembara bersama garwa-paminggir-nya (selirnya). Diikuti oleh para Kadejan. Sebabnya mengembara ialah karena putri mamenang tatkala masih kecil hilang dari keraton. Panji bersama pengiringnya kini bekerja pada Raja Urawan, dengan memakai nama lain.
Selama pengembaraannya ia selalu menang dalam pertempuran, lagi pula ia amat pandai dalam seni percintaan. Karena itu ia amat disayangi oleh raja, tempat ia mengabdi saat ini.
Kini Panji sudah dua bulan di Wengker, pada orangtua kekasihnya yang remaja, bernama Anawang-Resmi, yang ayahnya adalah demung di Wengker (menurut perkiraan letaknya di dekat Urawan). Pada  suatu hari ia pergi bertaruh di gelanggang suatu adu ayam. Sekembalinya dirumah, jumlah uang yang dimenangkan diberikan kepada istrinya, yang menyuruh terima uang itu oleh pelayan-pelayannya. Panji dan kekasihnya pergi bersantap, kemudian masuk ke tempat tidur. Adegan kamar. Tapi selama berkasih-kasihan Nawang-resmi merasa hatinya tidak tenteram, karena ia sudah mendapat seorang saingan. Yaitu, Panji yang sudah kawin dengan putri Raja Urawan, yang jelita sebagai hadiah, sebagai hadiah kepahlawanannya, perkawinan mereka dirayakan dengan gemilang. Lagipula ia bersama istrinya yang baru Panji mendapat tempat dalam keraton, yang dihiasi demikian indah, hingga seolah-oleh merupakan tempat kediaman Kama, dewa cinta. Tapi sekalipun demikian, ia senantiasa teringat kepada Nawang-resmi, dengan siapa ia sudah banyak mengalami kesukaran hidup.
Panji pergi berjalan-jalan dalam taman-kejadian ini dianggap dalam keraton-keraton untuk memetik bunga- malam hari ia dating kepada istrinya yang baru. Tatkala ia melihatnya, ia makin teringat kepada Nawang-resmi, tapi perasaannya disembunyikan supaya jangan kelihatan. Ketika itu hadir pula para sentana dalem. Kepada seorang bujang bernama Sanguwujung, Panji menyuruh ambilkan gerong, ditabuhlah bunyi-bunyian dan orang menembang. Mesa-talit mengatakan sesuatu tentang lagu yang dimainkan, sambil menyindir orang yang tinggal di Wengker dalam keadaan yang menyedihkan. Pun Sangu-wujung mengatakan sesuatu, yang mengiris hati Panji. Setelah larut malam. Panji masuk tempat tidur bersama istrinya. Adegan dalam kamar. Esok paginya minta izin pergi ke Gegelang adu ayam. Ia baru akan kembali dua hari lagi. Sang putri dengan sangat meminta kepada Panji, supaya Nawang-resmi dibawa ke keraton Urawan. Sebab ia merasa seolah-olah satu dengannya. Panji keluar dan mendapatinya kadegan-kadegan : kebo-pater, Mesa-tatit, dan Kebo-gerah sudah bersiap. Kemudian ia berangkat, menaiki seeekor gajah dan diiringi oleh raja-rajanya. Dalam perjalanan Tatit bercerita, berdasarkan berita-berita Sangu-wujung yang pergi ke Wengker. Beberapa hal mengenai Nawang-resmi yang keadaanya menyedihkan. Panji perih hatinya.
Nawang-resmi menghibur dengan berjalan-jalan dalam taman, diiringi oleh pelajaran-pelajarannya, bernama Turun-sih dan Tiksnarsa. Taman digambarkan – singkat dan menarik – Nawang-resmi bersedih hati duduk diatas batu. Turun-sih mencoba menghiburnya, bahkan mengatakan, bahwa ia bisa mendapatkan seseorang yang lebih dari Panji dalam segala hal, untuk tuannya. Bukanlah Panji hanya menyedihkan hatinya? Memang Nawang-resmi amat sedih hatinya ditinggalkan oleh Panji. Namun karena kesedihannya, ia bertambah cantik kelihatannya.
Panji yang diberitahu, bahwa kekasihnya di dalam taman, turun dari gajahnya dan segera pergi kepadanya. Orang-orang berjaga-jaga dengan mengelilingi taman. Panji mendatangi kekasihnya, member salam, dan menghiburnya dengan kata-kata yang manis. Nawang-resmi tidak mau dihiburdan selalu menjauh bila didekati. Dengan air mata berlinang dengan jelas ditunjukkannya kebenciannya kepada Panji, terutama karena badannya masih membawa bau yang asing kepadanya. Panji mohon aampun. Diambilnya beberapa Kalpika dari jarinya dan dipakaikannya pada jari-jari Nawang-resmi, tapi ia tetap marah. Panji kehilangan akal. Setelah hari petang suruhnya Nawang-resmi pulang, tapi ia terus menolak. Tiksna-arsa membujuknya supaya mengikuti panji pulang ke rumah, tapi Turun-sih berkata sambil merajuk “Jangan sekali-kali pulang kerumah, bermalam saja disini”, apa perempuan seperti itu?! Ya, dulu (dia istri tuan satu-satunya), tapi saat ini ia tidak lebih dari barang pengganti”.
Panji, “Aduhai, perempuan itu sudah marah pula”.
Turun-sih menjawab dengan kasar, “Dengan pria seperti itu, aku tidak mau, aku tidak akan pernah mau kawin”. Dalam pada itu, Panji-sepanjang yang pantas baginya- berlucu-lucu. Kemudian merekapun pulang kerumah. Seteiap kali Panji berusaha berjalan berpegangan tangan, Nawang-resmi menarik kembali tangannya dengan keras, air matanya terus mengalir membasahi pipinya, ia berjalan ogah-ogahan pulang kerumah. Hari senja digambarkan taman waktu matahari terbenam (singkat dan amat menarik). Sampai dirumah, demung menjanjikan sekedar makanan. Malam hari merek  tidur. Di dalam kamar, Panji terus juga menghibur Nawangresmi, tapi semua itu sia-sia. Panji glisah di tempat tidurnya, tapi ia tidak berhasil. Esok paginya Panji berkata, bahwa Nawang-resmi terkejut. Perpisahan sedih Nawang-resmi dengan orang tuanya. Nawang-remi ikut suaminya ke keraton, naik gajah. Diambilnya jalan memutar, perjalanan diteruskan melalui pemandangan alam yang indah. Orang yang melihat mereka lewat, berkata, “oh” itulah Panji dengan istrinya yang pertama” (syair 164). Perjalanan berkali-kali dihentikan, mereka istirahat di tempat yang bagus. Pada suatu ketika Nawang-remsi berkata, “Kalau aku mati, barulah orarng tau siapa aku sebenarnya” (syair 183). Panji berada dekat kolam dalam tamansari dis uatu tempat yang keramat bersama kekasihnya yang masih juga menunjukkan kemarahannya kepadanya.
Di luar para pengikutnya Panji diserang oleh para perampok (atau) penduduk menantang para tamu untuk bertempur (pura-pura): mereka bertempur dengan hebat-tidak begitu jelas hubungannya- dan Panjipun turut serta. Kemudian mereka meneruskan perjalanan, tapi perlahan-lahan. Pada tempat yang indah mereka berhenti. Tiap percobaan Panji untuk menghibur istrinya tidak berhasil. Akhirnya mereka sampai di keraton, Nawang-resmi di tempatkan di Jungut,yang tentu saja tidak begitu indah seperti kediaman sang putri, ini menambah besar kesedihan Nawang-resmi.
Kini diceritakan sang puteri, dikediamannya ia sedang mengajari dayang-dayangnya main gamelan. Panji pergi kepadanya, tapi tinggal berdiri sebentar di depan pintu, pikirannya masih tetap pada Nawang-resmi. Setelah masuk ia member salam, kepada isterinya yang muda, sang puteri, mereka berkasih-kasihan, Panji memberitahukan, bahwa Nawang-resmi kini sudah tinggal di Jungut. Di sini ia lebih bersedih hati dari dahulu.
Seorang pesuruh dikirim untuk membawa Nawang-resmi kepada sang puteri. Ia berpura-pura letih, tapi atas desakan pesuruh, ia dengan amat segan pergi juga kepada sang puteri. Sang puteri menyambutnya dengan ramah, tapi nawang-resmi tetap dingin saja.
Penung-wujung dating kepada Panji mengembalikan kalpika-cincin yang katanya baru selesai diperbaikipada seorang tukang mas-sebenarnya kalpika-kalpika itu ialah yang dipakaikan Panji pada jari-jari Nawang-resmi. Panji menerima kalpika-kalpika itu dengan senyum. Permainan gamelan diteruskan. Sang puteri nampaknya girang. Nawang-resmi tambah tidak senang. Waktu hari-hari sudah siang mereka berpisah.
Panji membawa kalpika-kalpika dan pergi ke Nawang-resmi, yang kini berada di taman, Panji terus menghiburnya, kalpika-kalpika itu dipakainya lagi sebagai tanda ia menyerah. Dimintanya supaya kekasihnya jangan lagi bersedih hati. “Dia bukan bersedih karena tuan, tapi dia mengharap segera mendapatkan susur kepada Turun-sih. Malam hari mereka masuk ke tempat tidur. Esok paginya Panji bangun. Nawang-resmi mengetahui ini, tapi ia terus tidur-tiduran. Setelah Panji selesai berdandan, ia keluar dan mendapati kedeyan-sentana dalem sudah berkumpul. Tidak lama kemudian datang seorang pesuruh raja untuk memanggilnya kekeraton. Kedua istrinya harus turut serta. Panji pergi ke Nawang-resmi mengatakan, bahwa ia harus ikut ke keraton Tapi Nawang tetap menolak, katanya sakit kepala. Meskipun berkali-kali didesak, dia tetap menolak.
Dalam pada itu sang putri sudah selesai. Dan Panji berangkat bersamanya ke keraton, dinana Raja sudah menungu diluar, dikelilingi oleh para pengiringnya, antara lain puteranya, Mesakartika. Tatkala ditanyakan, mengapa istrinya Nawang-resmi tidak ikut serta, Panji menjawab bahwa ia minta dimaafkan tak dapat dating karena sakit kepala. Saat ini diedarkan minuman, musik gamelan ditabuh dan orangmenembang berganti-ganti. Larut malam orang pulang kerumah, setelah banyak minum-minum. Akrena terlalu banyak minum, sang puteri segera masuk ke tempat tidur.
Panji terus pergi ke Nawang-resmi, tapi dia tidak mau juga dihibur. Panji keluar dan tidur diluar malam itu. Pagi-pagi datang seorang pesuruh Panji dari Panaraga untuk mempersembahkan sebuah keris (syair 361). Senjata ini adalah taruhan utama, yang dimenangkan oleh Panji dalam perkelahian ayam. Keris itu diterima dan dibawa kedalam. Tatkala Panji tidak ada dan Nawang-resmi tinggal seorang diri, ia menikam diri dengan keris itu. Apabila Panji tiba pada istrinya yang sedang sekarat, ia menangis. Tatkala mendengar, Nawang-resmi bunuh diri, Raja bersama pengiringnya datang kepada panji. Orang masih mengharap dapat menolongnya.tapi ia meninggal tidak lama kemudian. Setelah meninggalnya barulah diketahui, bahwa ia adalah puteri mahkota Kadiri, yang tatkala ia masih kecil ditemukan oleh demung Wengker dan diangkat sebagai anak. Panji memangku mayatnya dan jatuh pingsan. Apabila ia siuman kembali, mayat itu lenyap tak meninggalkan jejak (syair 447). Panji tambah sedih hatinya. Semua orang berduka cita. Kini, memulai pengembaraannya –tapi ia tidak naik kapal- disertai oleh sentana dalem-sentana dalemnya, puteri Urawan tidak dibawanya serta.
Di mamenang ada kabar angin, bahwa puteri sudah kembali. Banyak para pangeran meminangnya, antara lain Pangeran Mataun, Sekar-yene (kembang kuning) dan Madenda. Pangeran-pangeran ini akan mengadakan perkelahian satu lawan satu antara mereka di Mamenang. Dalam pada itu, Panji tiba di tempat mereka akan berkelahi. Ia dilihat oleh putera mahkota Kadiri (Mamenang), yang amat akrab bersahabat dengannya, tatkala mereka berdua mengabdi pada raja Urawan. Tapi putera mahkota itu tdak mengenal kakaknya waktui itu, tapi ia tahu, bahwa Panji ketika itu kawin dengan anak demung di Wengker dan kemudiankawin dengan Putri Urawan. Sambil pergi, Panji menyuruh orang menanyakan, bila perkelahian diadakan. Dapat jawaban, “Masih ditunggu kedatangan Putera Mahkota Kuripan (Panji), dia belum ada”. Disini ia berlaku seperti orang gila.
Tibalah hari perkelahian.panji hendak ikut berkelahi untuk mencari kematian. Raja Mamenang muncul dengan pengiring. Pun sang puteri keluar. Perkelahian akan dimulai dengan pimpinan putera mahkota. Perkelahian seru. Panji sampai di gelanggang diserta selirnya, Ken Turun-sih dan para sentana-dalemnya. Karena caranya berkelahi, Panji sangat menarik perhatian orang banyak. Ia selalu menang. Apabila perkelahian dihentikan, putera mahkota Kadiri, Wiranatarja, mendatangi panji, mereka bertemu, lalu mengingat-ingat pengalaman mereka selama mereka tinggal di Urawan. Kemudian Panji diperkenalkan kepada raja. Di mana orang-orang bicara tentang kebagusan dan keberaniannya. Akhirnya Panji pulang ke pesanggrahannya. Puteri Kadiri pun melihatnya.  Dia sudah melihat bahwa suaminya, setelah berpisah dengannya, lebih suka mati danhidup malang. Ia merasa kasihan kepadanya dan teringat pengalaman-pengalamannya dulu di Wengker. Untuk menghibur hati ia minta orang membacakan cerita. Kudasrenggara di tempat kediamannya. Apabila Panji sudah yakin, bahwa isterinya Nawang-resmi sudah hidup kembali dan menjadi puteri Mamenang, diutusnya, selirnya untuk memberikan kalpika-kalpika kepadanya. Turun-sih minta supaya mereka cepat berkumpul kembali. Tapi sang puteri masih ogah juga.
Wiranatarja bersama pangeran Jagaraga berkunjung kepada Panji (syair 747), mereka mengenangkan peristiwa-peristiwa lama.esok paginya perkelahian akan diteruskan, tanpa adegan peralihan, pemandangan dipindahkan ke keraton (Syair757). Dalam perkelahian itu Panji harus mengambil tempat disebelah utara gelanggang, dibantu oleh Wiranatarja, yang menyebut Panji “jaji” (adik). Kemudian mereka bubar, sampai diluar, Panji bertemu dengan saudaranya, Pangeran Kuripan, yang mengatakan kepadanya, bahwa raja Kuripan sangat mengharapkan kedatangannya, tapi Panji belum mau pulang ke rumah (syair 767).
Turun-sih menyampaikan kepada panji hasil perutusannya. Sang puteri menghendaki supaya Panji kembali ke Jenggala Manik dan dari sana sekali lagi memajukan lamaran secara resmi. Panji tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan dia diam saja.
Wiranatarja ingin sekali kakaknya kawin dengan Panji. Ia mengunjungi dan membicarakan hal ini secara samar-samar. Dimintanya kakaknya supaya ikut sekali lagi, untuk menghadiri perkelahian yang akan diadakan kedua kalinya. Puteri berjanji akan pergi. Tapi lebih lucu ia datang ke suatu tempat keramat, dimana Panji sudah datang sebelumnya. Di tempat itu bertemulah panji dengan kekasihnya, tapi hanya dari jauh. Kemudian mereka pergi ke medan perkelahian, dimana orang ramai menabuh musik gamelan. Perkelahian dimulai lagi.
Pangeran Kembang-kuning mempunyai seorang adik perempuan yang bernama Puspitarsa. Pada saat kakaknya hendak berangkat ia menahannya, karena anak buah kakaknya itu sudah dihalau kacau oleh musuh.ia bermimpi jelek tentangnya. Rasanya kakaknya itu belajar di laut, kemudian terbenam dalam gelombang. Tapi pangeran itu meneruskan kehendaknya. Ia berhadap-hadapan dengan panji. Putri Kadiri melhat hal ini dan ia menjadi gugup, sebab kedua pahlawanitu sama elok, sama berani dan sama cekatan. Karena itu ia menyingkir ke taman (syair 853). Setelah perkelahian yang seru, Pangeran Kembang-kuning tewas ditangan Panji, apabila ia menoleh, dilihat oleh Panji, bahwa kekasihnya tidak ada ditempatnya lagi. Ia bertanya kepada Turun-sih, kemana perginya. Turun-sih menjawab, “ke taman”. Panji pergi diam-diam dan menuju ke taman, dimana ia menemukan kekasihnya. Setelah bercakap-cakap, puteri itu mengemukakan syarat yang sama : Panji harus menyuntingnya dengan resmi. Atas permintaan Bayan, Panji meninggalkan taman. Setelah sesampainya diluar didapatnya, anak buahnya sudah menunggu.
Persahabatan Panji dengan Wiranatarja tambah akrab. Wiranatarja minta supaya Panji dating berkunjungkepadanya. Panji dating. Mereka makan-makan dan minum-minum di kediaman Wiranatarja. Perjamuan itu belum lagi selesai, maka dating seorang pesuruh dari keraton untuk menyampaikan panggilan atas putera mahkota dan Panji. Raja berkenalan lebih rapat dengan Panji. Banyak yang diceritakan Wiranatarja tentang Panji kepada raja, yaitu tatkala mereka bersama-sama di Bauwarna (nama lain dari Urawan). Apabila raja melihat panji, jelas-jelas, ia pun mengenalinya sebagai putera mahkota Kuripan. Tapi ia tak dapat percaya (syair954). Kemudian mereka berpisah.
Setibanya di kediamannya, Panji mendapat kunjungan saudaranya, Wanasari (Brajadenta, tapi disini dia juga bernama Nila-Prabangsa) saudaranya itu menyalahkan Panji, karena tidak mau pulang kerumah, sedangkan disini ia berlaku sebagai orang gila. Selanjutnya Brajadenta akan mengusahakan dan menuntut sang Puteri bagi Panji. Panji menceritakan kepada saudaranya, bahwa sang puteri itu sebenarnya adalah isterinya. “Nah apalagi kalau begitu”, kata Brajadenta. “Besok aku pergi menghadap raja” (syair 989).
Raja duduk bersama permaisurinya. Kanjeng sinuhun bercwrita kepada permaisurinya tentang Panji. Rupanya tak beda denga rupa raja Keling, tapi aku belum yakin”. Ujar raja yang ingin mengambil Panji sebagai menantu. Kemudian muncul Brajadenta di gerbang keraton. Kepada penjaga ia bertanya “mana Pamanku raja?”. Penjaga menjawab, “Kanjeng Sinuhun masih diluar”. Berkata Brajadenta, “Jika demikian aku masuk” (syair 1000).


Serat selanjutnya : Brajadenta


Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan




Minggu, 05 September 2010

Serat Purwa Kanda : Prasanta dan Jati Pitutur


Prasanta dan Jati Pitutur
(06)

Kedua orang Jati itu menjawab,bahwa mereka tidak dapat melakukan yang demikian itu saat in, tapi kemudian, kalau mereka sudahmenjelmakan diri kedalam tubuh yang buruk. Menjelang waktu itu putrid dari Keling akan mengandung dan apabila anaknya sudah lahir, mereka akan menyediakan diri untuk menjaga pangeran kecil itu, dengan mengganti namanya, Pitutur Jati selanjutnya akan bernama Prasanta dan Jati-pitutur akan bernama Sadulumur. Miluhur menerima janji itu dan pamitan dengan para keramat. Setelah kembali kepada istrinya, yang menunggu di jalan yang besar, mereka meneruskan ke Jenggala Manik. Tapi mereka hendak mampir sebentar pada putrid Pregiwangsa di Singasari. Sebab putri itu ingin bertemu kembali dengan saudara-saudaranya.
Dalam perjalanan, Miluhur melihat cahaya di Gunung Pruwata. Dengan saudara-saudaranya ia pergi ke tempat itu dan disitu menemukan sebuah batu yang besar hitam di tepi kolam. Karena mengira bahwa cahaya yang kini tak Nampak lagi itu, dipancarkan oleh batu itu, ketiga saudara itu memutuskan membelah batu itu, barangkali ada apa-apanya didalamnya. Miluhur menendangnya dengan kakinya, batu itu belah dua nampaklah seekor katak (kedidang), yang sedang melakukan tapa didalamnya. Tapi katak itu bukan katak biasa,ia adalah Wisnu yang mengambil bentuk itu untuk kemudian menjelmakan diri dalam manusia. istrinya Sri dari Medang, tidak ditinggalkannya. Istrinya itu disimpannya dalam perutnya. Wisnu ingin masuk dalam diri Pangeran Jenggala Manik dan Sri dalam diri Putri Kadiri.
Penuh keheranan Miluhur menanyakan katak itu apa maksudnya. Dengan kasar binatang itu menjawab “Apa pedulimu, apakah aku bertapa atau tidak? Kalau kau tanyakan apa mauku, maka aku ingin menjadi raja pulau Jawa.” Karena marah oleh kata-kata itu, Miluhur menangkap bintang itu dan mencabiknya (horizontal) menjadi dua. Belahan ditangan kirinya diberikannya kepada Mangarang dan belahan ditangan kanannya dipegangnya sendiri. tapi kedua belahan itu menghilang dalam tangan mereka. Maka terdengarlah suatu suara, yang mengatakan bahwa Miluhur harus mencium kaki katak itu. Miluhur tidak peduli dengan perkataan itu dan meneruskan perjalannanya ke Singasari. Di negeri itu, ia tinggal tujuh hari. Kemudian ia terus berjalan ke Timur arah Jenggala Manik, Pregiwangsa pun ikut serta.
Raja Jenggala Manik, Dewawangsa, sudah mendengar kabar, bahwa putera-puternya akan tiba hari itu. Dikirim orang-orang untuk menyongsong para pangeran, sedangkan raja sendiri beserta para pembesar menunggu di sitinggil. Tidak lama kemudian tibalah para pangeran, mereka disambut dengan hangat. Sang putri terus masuk ke keraton untuk menemui ratu permaisuri. Hadiah raja Keling dipersembahkan kepada raja Jenggala Manik. Orang-orang Keling dibawa ke penginapannya.
Raja kembali ke keratonnya, dimana mereka santap bersama. Setengah bulan kemudian orang-orang Keling pulang ke negerinya dengan membawa banyak barang anugerah balasan.
Pangeran Miluhur gembira dengan anaknya pada selirnya dari Blora. Tatkala ia berangkat ke negeri Keling, selir itu, setelah lahir Kanistreen, mengandung beberapa bulan dan kini sudah setahun lampau. Putranya ini, yang dengan demikian adalah seibu dengan Kanistreen, diberi nama oleh kakeknya Pamade, Pamade diambil anak oleh putri dari Keling, supaya ia segera pula mendapat anak. Isteri pertama Miluhur, yang berasal dari Bagelen, sejak itu dikembalikan kepada ayahnya karena marahnya.
Tidak lama setelah itu, putri dari Keling mengandung pula, seluruh keluarga gembira. Pada waktu itu, Miluhur dikunjungi oleh dua orang, yang tidak diketahui asal usulnya. Yangs seorang pendek dan gemuk, matanya sakit, yang seorang lagi kecil, kurus, hidungnya bundar besar.orang pendatang itu menanyakan siapa putera mahkota diantara yang hadir-karena miluhur dikelilingi oleh sanak keluarganya. Semua yang hadir menganggap mereka itu gila, tapi akhhirnya Miluhur meladeni mereka.
Kedua orang itu memperkenalkan diri sebagai Prasanta dan Sadulumur, berasal darigunung Jambangan. Mereka hendak mengabdikan diri  kepada pangeran. Segera teringat akan janji kedua Jati. Kedua belah pihak berjanji setia. Orang baru itu meminta makan dan pergi sendiri ke dapur, hingga yang hadir keheran-heranan, tidak mengerti sama sekali. Hanya ketiga pangeran, Miluhur dengan kedua orang saudaranya mengetahui apa yang terjadi. Kandungan puteri Keling sudah mendekati harinya. Dalam pada itu, raja Dewakusuma jatuh sakit. Dirasa ajalnya sudah tiba, karena itu disuruhnya panggil patihnya, Murdanasraja. Patih itu mempunyai empat orang putera, ia mengetahui pula, bahwa setelah raja mangkat, kerajaan jawa akan terbagi empat, disuruhnnya puteranya yang sulung Kudasuwarsa bekerja pada Miluhur, yang kedua Jayabadra pada Mangarang yang akan menjadi raja Kadiri. Yang ketiga Jayasinga pada Midadu dari Gegelang dan yang bungsu Jaya Kacemba pada raja Singasari.
Penyakit raja bertambah parah. Setelah member nasehat supaya bersatu hati, iapun pamitan dengan putra-putranya dan menghembuskan nafasnya yang penghabisan. Orang membuatkan candi untuknya. Sekaligus orangpun berkumpul untuk mengumumkan penabalan Miluhur menjadi raja Jenggala Manik. Kepada pangeran-pangeran lainpun dibagikan masing-masing sebuah kerajaan : Jawa dibagi menjadi empat, tapi perbandingan kerajaan sedemikian rupa, sehingga Jawa seolah-olah tetap merupakan satu kerajaan saja. Juga para pembesar Jenggala Manik dibagi kedalam empat kelompok yang sama dan kepada tiap raja diberikan satu kelompok.
Patih yang lama pamitan untuk meletakkan jabatan dan menjadi orang keramat. Para raja tidak menaruh keberatan, tapi ingin mengangkat keempat putra patih yang lama menjadi patih tiap kerajaan. Demikianlah terjadi.
Keempat raja masuk keraton. Permaisuri-permaisuri mereka semuanya mengandung. Tapi yang pertama mengandung ialah ratu permaisuri Keling. Di dalam keraton orang berpesta, musik gamelan ditabuh dan orang menari. Prasanta dan Sadulumur bermain dalam pesta itu sebagai badut, mulutnya dimencang-mencongkan ke kiri dan ke kanan,hingga para inja (pelayan wanita yang sudah berumur) tertawa geli.
Tatkala sampia waktu kandungan putrid Keling, lahirlah seorang anak pria ke dunia. Anak itu diliputi cahaya, yang menerangi seluruh keraton. Orang ramai diseluruh keraton tatkala anak itu lahir. Yang menjadi bidan ialah Kili-suci dari Kepucangan, ayahnya member anak itu nama Inu. Kili-suci meramalkan bahwa Inu  dikemudian hari akan menjadi raja besar di pulau Jawa. Tidak ada raja di masa silam, tidak pula dimasa depan, yang akan menyamainya. pulau-pulau lain akan ditakhlukkannya dan tunduk kepada Jawa. Apabila Mangarang mendengar ramalan itu, ia berkata :”jika demikian hendaknya aku mengambil mantu, yaitu apabila anak yang dikandung istriku, ternyata seorang perempuan.” Para hadirin menyetujuinya niat itu dan anak itu diserahkan selanjutnya kepada Prasanta dan Sadulumur, supaya bebas dari segala macam penyakit. Inu lahir pada hari yang sama dengan hari Penabalan keempat orang ayahnya menjadi raja Jawa, yaitu dalam tahun 880 (sonya-sarira-estining),tapi setelah melahirkan ibunya jatuh sakit dan pada hari ke empat puluh meninggal dunia. Banyak susu ibu dicarikan, tapi Inu tidak mau minum susu seorangpun dari mereka, ia hanya mau minum susu ibu Pamade, karena itu Pamade dihentikan menyusu dan selanjutnya dirawat Kili-suci dari Kepucangan.
Saat ini ketiga raja yang lain minta ijin hendak pulang ke keratonnya masing-masing. Kanistreen kini sudah berumur 13 tahun dan Godeg alias Brajadenta 11 tahun. Yang kemudian ini tegap tubuhnya. Raja Jenggala Manik yang banyak mempunyai selir akan banyak mendapat anak, karena selir-selir itu mengandung sekaligus. Pada waktu itu raja mengambil kakak Setrapameja dari Jungmara juga sebagai selir. Iapun segera mengandung.

Serat selanjutnya : Brahmana Dari Sabrang

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan




Serat Purwa Kanda : Brahmana dari Sabrang


Brahmana dari Sabrang
(07)

Diceritakanlah tentang Kadiri. Raja kerajaan ini mendapatkan seorang anak perempuan yang manis, yang disebut Raden Galuh ia lahir dua bulan setelah Inu dan diniatkan akan dijadikan isteri Inu.
Kini diceritakanlah seorang Brahmana di tanah Sabrang. Ia tinggal di Alon (atau:Alonda?). Karena tapa, ia menjadi sangat sakti. Di tanah Sabrang tidak ada yang dapat menyamainya dan ia dihormati oleh orang banyak. Ia ingin sekali menjadi raja Jawa. Tapi dewa-dewa tidak member ijin untuk itu. Ia harus merasa puas dengan mengusai negeri-negeri Sabrang saja. Tapi ini tidak dirasanya cukup, ia hendak menjadi raja Jawa juga, karena itu menggunakan tipu daya. Ia mempunyai seorang anak gadis yang amat kecil dan buruk rupanya. Bersama anaknya itu ia melayang di udara dan memeriksa seluruh pulau Jawa. Sampai di Gegelang dilihatnya, bahwa permaisuri baru saja melahirkan seorang anak perempuan. Malam hari ditukarnya anaknya dengan anak raja Gegelang itu. Setibanya dirumah putri yang dicurinya itu disebutnya Ratna Be, diserahkannya kepada isterinya. Anak yang ditinggalkan di Gegelang diberi nama Ratna Sarag Bodhag oleh ayahnya. Lama kemudian permaisuri Gegelang mengandung lagi. Untuk sementara tidak diceritakan lagi tentang Gegelang.
Saat ini diceritakan tentang raja Jenggala Manik. Ia mendapat seorang putera lagi, yang disebut Lemmpungkaras. Bersamaan waktu dengannya dilahirkan banyak anak raja, tapi semuanya pria tidak seorangpun perempuan.
Saat ini raja Jenggala Manik hendak mengawinkan anaknya, Kanistren dengan Prasanta. Putri itu tidak mau tapi dipaksa oleh ayahandanya. Semuanya dipersiapkan untuk upacara perkawinan, pun raja-raja yang sudah hadir semua. Karena malu suaminya buruk, Kanistreen memandang ke udara. Maka dilihatnya dewa-dewa dan dewi-dewi yang menghadiri upacara itu. Ia pun terhibur hatinya. Namun wanita-wanita dalam keraton merasa sayang, bahwa Kanistren kawin dengan pria yang sedemikian buruknya.
Sampai di keraton orang berpesta.
Mempelai pria dan perempuan akan mencium kaki ke empat raja. Tapi mereka tidak mau dicium kakinya oleh Prasanta. Hanya mempelai perempuan yang diizinkan mereka melakukannya. Raja Jenggala Manik mengajarkan mempelai perempuan, kewajiban-kewajiban seorang wanita. Kemudian dia diserahkan kepada Prasanta. Prasanta berjanji akan mengurus istrinya baik-baik. Selama ia duduk di sampingnya, ia berlucu-lucu. Sadulumur berkata : “Si Dojok senanti (jawa:samengko) terlalu banyak untung, dapat bini putri terlalu baik, anaknya sang Katong, kaluk pagi duduk kursine, ngadep meja makan roti beskuwit, merteganya putih, minum kopi dan susu”.
Orang yang mendengarnya tertawa.
Dalam pendapa pesta diteruskan, setelah jauh malam, Prasantaa pergi ke kamarnya dengan istrinya, ia menjelma kembali kedalam tubuhnya yang indah. Mereka berkasih-kasihan. Kanistren tertanya, mengapa Prasanta memperlihatkan dirinya yang buruk di sepan umum. Prasanta menjawab, bahwa yang demikian itu dilakukannya dengan sengaja, karena ia kuatir orang akan mengetahui bahwa ia seorang dewa. Terutama karena ia bertugas untuk menjaga penjelmaan Wisnu.
Beberapa hari kemudian, tamu-tamu para raja kembali ke negerinya. Saat ini diceritakan lagi tentang Brahmana. Ia sama sekali tidak senang, kalau tidak menjadi raja Jawa. Istrinya saat ini mendapat seorang anak pria lagi, yang dibawanya pula melayang di udara, untuk menukarnya dengan seorang pangeran Jawa. Kebetulan raja Gegelang mendapat seorang anak pula dan seorang lelaki. Pada suatu malam anak itu diculik oleh Brahmana dan digantinya dengan anaknya sendiri. sampai dirumah anak raja yang diculiknya itu diberi nama Kelana Tunjungpura. Setelah beberapa lama anak itu menjadi besar. Yang tertua, yang perempuan bernama Bekang Werdeya. Kepada anak-anaknya itu sang Brahmana banyak mengajarkan ilmu dan kepandaian. Mereka menjadi masyhur d tanah Sabrang. Banyak raja-raja menyerahkan diri kepada anak muda itu, berkat kesaktiannya. Dalam pada itu, ia sudah diangkat menjadi seorang raja Pulo Kencana. Anak-anak perempuan keempat puluh raja takhlukannya, dijadikannya selir, tapi tidak seorangpun mereka itu sungguh-sungguh disenanginya. Ia ingin mencari istri yang lebih baik. Tentang dirinya untuk sementara tidak diceritakan lagi.
Saat ini dilanjutkan cerita tentang raja Jenggala Manik. Ia sudah mempunya 108 orang anak, yang sulung dan yang bungsu perempuan, semua putra raja bernama Panji, sedangkan perempuan yang bungsu namanya Ragilkuning.
Pun raja Kadiri sudah beranak, empat orang banyaknya. Yang sulung ialah putrid Sekar-Taji (Raden Galuh), yang kedua pangeran Gunungsari. Dua anak perempuan raja yang lain bernama Tamiaji dan Mindaka, masing-masing anak pada selir yang lain.
Raja Gegelang mempunyai tiga orang anak pada seorang istri yaitu Rana Sarag Bodhag dan Sinyanglaga, kedua anak ini adalah anak Brahmana. Yang ditukarkan, yang bungsu, anak perempuannya yang sesungguhnya bernama Kumuda. Raja Singasari mempunyai dua orang anak : Nawang-wulan, seorang perempuan dan Banyak-wulan seorang pria.
Anak-anak perempuan dari ketiga raja itu diniatkan akan dikawinkan dengan Panji Inu Kertapati, yang dianggap sebagai pengganti ayahnya, meskipun ia banyak mempunyai saudara pria. Tempat kediaman yang ditunjukkan  kepada Panji, ialah Kuripan. Dalam segala halia melebihi saudara-saudaranya. Ia menggubah lagu, memperbaiki dan menambah music gamelan. Pun ia memperhalus bahasa dan kesusasteraan. Tapi ia belum lagi kawin.
Saat ini diceritakan tentang selir Miluhur yang ketika mengandung sudah diasingkan. Ia melahirkan seorang anak pria, yang tubuhnya tegap dan yang atas kehendaka Kala, disebut Punta. Anak itu menanyakan kepada ibunya, siapa ayahnya “Lembu Miluhur”, yang kini menjadi raja” , jawab ibunya. Apabila anak itu menjatahkan keinginannya yang sangat untuk melihat ayahnya, ibunya menasehatinya supaya jangan langsung menemuinya, sebab ayahnya tidak akan segera mengakuinya sebagai anak. Anak itu harus mencari dulu seorang teman. Kalau sudah haruslah ia mencoba menarik orang-orang disekitar kota Jenggala Manik, hingga karenanya raja akan menanyakan tentang dirinya. Anak tu pamitan dengan ibunya untuk menuruti nasehatnya.
Juga selir yang berasal dari Wandan dan yang dulu dibuang itu, melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu diberni nama Kertala dan sama tegapnya dengan Punta, lagipula kulitnya hitam dan bulunya lebat. Ia pun ingin melihat ayahnya. Ia mendapat nasehat yang sama dari ibunya seperti Punta, ia pun berpamitan dengan ibunya seperti Punta. Dalam perjalanan, anak-anak itu bertemu. Karena keduanya sama berani, terjadilah pertengkaran antara keduanya yang berakhir dengan perkelahian. Kala dan Anantabogamemisahkannya dan mengatakan bahwa mereka bersaudara . setelah bermaaf-maafan kedua pemuda itu harus meneruskan perjalannya. Dan setelah sampai di dalam kota, mereka harus segera menggabungkan diri dengan In, salah seorang saudara mereka yang banyak. Setelah berkata demikian, dewa-dewa itumenghilang.
Kedua bersaudara itu hendak menakhlukkan Balambangan, Tengger dan Malang, sebelum meneruskan perjalanan ke Jenggala Manik. Demikianlah terjadi. Sampai di Jenggala Manik, raja mendapat laporan, bahwa seorang musuh yang kuat sedang dalam perjalanandari jurusan Timur. Semua negeri-negeri di Timur sudah menggabungkan diri dibawah pimpinan dua orang bersaudara untuk menyerang Jenggala Manik. Raja meminta nasehat saudaranya perempuan, ulamawati Kili-suci, yang mengusulkan semua anak raja keluar menyerang. Raja mengikuti nasehat itu. Semua putra raja, juga Panji, mengeluari musuh.
Keberangkatan tentara yang teratur.
Punta berunding dengan patihnya, Tambak-juda, di Lumajang. Pertempuran mulai. Apabila Punta dan Kertala sama-sama menghadapi Panji, keduanya tertangkap. Mereka tak dapat bergerak dan beriba-iba menyeru nama ayahnya, Miluhur. Apabila Panji mendengarnya ia terharu sekali.


Serat selanjutnya : Punta dari Kertala
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan

Serat Purwa Kanda : Punta dan Kertala


Punta dan Kertala
(08)

Panji menanyakan, mengapa mereka memanggil-manggil nama ayahnya. Keduanya memberikan penjelasan. Mereka berdamai dan pulang ke Jenggala Manik, dimana raja menunggu-nunggu pulang anak-anaknya. Sampai dihadapan raja, Punta dan Kertala dibawa menghadap sebagai seorang tawanan. Setelah melihat Punta dan Kertala, raja jatuh kasihan pada mereka. Setelah memberikan penjelasan, mereka diakuinya sebagai anaknya dan selanjutnya mereka harus setiap waktu membantu Panji. Punta mendapat daerah Cengkal-Sewu dengan mendapat gelar Andaga dan Kertaka mendapat daerah Malang dengan gelar Kalang. Mereka yang sudah berjuang mendapat anugerah dari raja. Kemudian pertemuan diakhiri.
Cerita dilanjutkannya. Raja Jenggala Manik hendak mengawinkan Panji dengan putri Raja Daha.
Bersama-sama dengan Brajadenta, yang harus kawin dengan putrid Sarag Bodhag dari Gegelang. Segala sesuatu dipersiapkan. Para bupati seluruh Jawa, mempersembahkan berbagai hadiah sebagai sumbagan untuk pesta-pesta.
Diceritakan tentang Kelana Tunjung-pura. Ia meminta izin kepada ayahnya, sang Brahmana, supaya boleh kawin dengan putrid Daha. Sang Brahmana melarangnya, katanya putrid itu sudah diniatkan untuk dikawinkan dengan Panji, sedangkan Panji adalah pahlawan yang tidak bisa ditakhlukkan dan penjelmaan seorang dewa. Tapi Kelana tidak mau melepaskan maksudnya. Karena kasihan kepada putranya, Sang Brahmana berjanji akan menculikkan Putri Kadiri. Ia melayang diudara dan sampai malam hari di Kadiri, tatkala orang sedaang mempersiapkan perkawinan. Apabila ia melihat tempat putrid, dipakaikannya jampe-jampe untuk menidurkan sang putri. Tatkala melihat tuan putri. Ia teringat kembali segala perbuatannya dahulu. Sebab ia adalah penjelmaan Watugunung, yang mencari Dewi Sri. Diangkatnya putri yang sedang tidur itu. Dimasukkannya ke dalam Cupu-manik dan dibawanya pulang ke Takanda, tempat kediamannya sendiridan bukan ke Pulo Kencana. Sebab ia ingin menahan putri itu untuk dirinya sendiri.
Setelah diketahui orang Sekar-taji hilang, seluruh Kadiri berduka cita. Semua petgas dikirim ke segala penjuruuntuk mencari sang putri. Pun dikirim berita ke Jenggala Manik tentang kehilangan tuan putri. Gunung-sari yang menyampaikan berita itu, sampai di Jenggala Manik. Kanjeng Sinuhun Raja terkejut mendengar berita dari Gunung-sari, ia meminta nasehat kakaknya. Kili. Kakaknya itu berkata bahwa, “Menurut perhitungan…. Sang putri diculik oleh seorang yang luar biasa kuasanya, tinggalnya jauh, sangat jauh dari Jawa, bahkan dipisahkan oleh laut dan gunung. Tidak ada orang dapat menemukannya kecuali Panji sendiri.” panji pun disuruh dating. Setelah mendengar jalan kejadian, Panji memutuskan akan mencari sang putri. Prasanta akan mengikutinya kemana-mana. Gunung-sari kini disuruh kembali ke Kadiri.
Panji sampai di tempat kediamannya sendir, ia minta nasehat Prasanta (di sini tiba-tiba ia disebut Ki Lurah Cakrajaya) mengenai usaha pencarian. Karena bingungnya, Panji jatuh pingsan. Saudara-saudaranya yang lain, yang juga hadir, mencoba menyadarkannyakembali. Onengan menangis karena terkejut. Sang raja yang mendengar kejadian itu, pun datang ke tempat kediaman Panji, bersama kakaknya Kili-suci. Ia menanyakan keadaan putranya, Prasanta menjawab : “ Ah, biasa saja, memang kalau dia sedih, dia jatuh pingsan”.
Tak lama kemudian Panji siuman kembali, tapi ia segera menghilang. Kepada Prasanta untuk segera mencari Panji. Prasanta pun menghilang pula seketika itu, menimbulkan keheranan sekalian yang hadir. Atas permintaan Prasanta sebelum ia gaih, orang di Jenggala Manik harus bersiap-siap untuk berperang, sebab perang besar akan terjadi. Nasehatnya itu dituruti orang.
Sang Brahmana yang membawa Sekar-taji, meletakkannya di tempat kediamannya sendiri. ia membelai-belainya, meskipun Sekartaji terus menolaknya. Tatkala ia hendak memperkosanya, Sekartaji melarikan diri. Dikejarnya. Sekartaji berusaha sembunyi di dalam sebuah hutan kecil.
Panji yang tidak kelihatan, sampai ditempat itu. Dicegahnya Brahmana itu mendekati sang putri. Sedang Prasanta mengangkat sang putrid dan memasukkannya ke dalam sebuah Cuput-manik. Saat ini Panji menampakkan diri, terjadi pertengkaran mulut, setelah itu perkelahian, sebentar di udara, sebentar di bumi. Akhirnya sang Bramana melarikan diri di angkasa. Prasanta harus “memutar”nya supaya kembali. Sadulumur berlucu-lucu berkenaan dengan pemutaran jenterapemintal, sebagaimana Brahmana itupun “diputar”. Brahmana itu bersumber di angkasa, tapi ia terkejut tatkala merasa bahwa ia makin lama maki dekat ditarik ke tempat Panji. Akhirnya ia ditangkap dan dipenggal kepalanya. Atas usul Prasanta, kepalanya itu disertai sepucuk surat, dilontarkan kepada putranya, Kelana, supaya ia dating ke Jenggala Manikuntuk membalas dendam dan dapat dibunuh disana.
Setelah kepala Brahmana dilontarkan ke Pulo-Kencana, Panji dan Prasanta pulang ke pulau Jawa, Prasanta mendapat tugas untuk membawa Sekartajikembali ke Kadiri, Panji sendiri meneruskan perjalanan ke Jenggala Manik.
Kelana Tunjung-pura, dikelilingi oleh para pembesarnya. Patih Lindu-prahara duduk didepannya. Dibicarakan tentang perjalanan Brahmana, yang belum juga kembali. Tiba-tiba kepala Brahmana itu jatuh didepannya. Sekalian orang terkejut. Kelana membawa kepala itu kepada ibunya, yangmenangis dengan sedihnya. Pun Bekang Mardeya menangisi ayahnya. Suratpun ditemukan dan dibaca. Isinya ialah tantangan Panji kepada Kelana. Tentara negeri Sabrang dipersiapkan. Mereka naikkapal dan menuju Jawa.
Setelah Panji sampai di Jenggala Manik, orang bersiap-siap untuk membawa mempelai itu ke Kadiri, sebagian orang Jenggala Manik menyongsong orang Jenggala Manil. Rakyat yang bertempur itu lalu menuju kota Kadiri, dengan bawaan yang menarik perhatian; gunungan,dan sebagainya. Menjelang matahari terbenam. Panji tiba di istana, disongsong oleh para istri raja.
Perkawinan dilangsungkan, orang bersuka-ria, Prasanta dan Sadulumur menjadi Badut. Apabila sudah jauh malam. Panji menuntun istrinya ke kamar mempelai. Mereka berkasih-kasihan. Esok paginya Panji menghadap raja bersama istrinya yang baru. Raja berbicara tentang perkawinan mereka. Setengah bulan kemudian kedua mempelai itu dibawa kembali ke Jenggala Manik. Pasangan mempelai yang lain, Brajananta dan putri Gegelang, pun datang di Jenggala Manik. Diadakan pesta besar.



Tamat.

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan