Kamis, 24 Mei 2018

Yoni di Situs Sendang Klero Tengaran


  Sendang Klero Tengaran
Kamis, 24 Mei 2018. Malam sebelumnya spekulasi minta antar rekan untuk menjadi guide ‘kemisan”, rekan ini juga yang memberikan informasi. Yang membuat saya kaget, tak biasanya rekan ini berbaik hati pada saya…heehhehe. Maturnuwun Mas Eka Budi. Seperti ditakdirkan mungkin, karena rencana blusukan saya memang pagi eh sang guide ini pun bisanya pagi. Setelah mendapatkan kepastian, barulah kemudian nawari rekan2 yang lain. Sedikit yang respon (mungkin karena puasa atau alasan lain saya tak tahu). Salah satu yang menanggapi, Mas Eka ternyata wedi mokah. Hanya satu yang respon positif berniat turut serta. Surprise sekali, karena biasanya Mas Dhany ini durasi nya menggetarkan bulu kuduk. Wkwkwk
Padahal pastinya lebih ngirit lho, karena tak mungkin untuk jajan mie ayam ataupun beli sekedar air mineral. Cukup pertalite 2 liter sudah PP., walaupun memang godaan air minum sangatlah menantang.  Kali ini penelusuran agak berbeda, walaupun hanya seputaran Kabupaten Semarang alias situs lokalan, namun karena durasi saya juga bertambah gasik, akhirnya Kami bertiga menyepakati untuk jam 9 start kemudian jam 12 sudah harus kembali lagi.
Tujuan yang kami pilih adalah Klero. Daerah yang termasuk wilayah Kecamatan Tengaran di Kabupaten Semarang, ikonik dengan Candi Kero (selain candi ada juga lumpang klero). Karena motoran dengan preman trabas, mas Dhany, laju motor kali ini gass poll terus. “Ayo ngebut wae, lewat tengah kota Salatiga”, ujar Mas Dhany. Ternyata oh ternyata, ngebut dan lewat kota Salatiga ternyata SIM nya expired. “Di JLA banyak operasi!”, tambahnya. Sssstttt.! Gilanya lagi, Mas Eka Budi tak membawa dompet, padahal uang di dompet saya tinggal goceng. Agar tenang, tentu saja saya tak cerita, yang penting tanki bbm full … wkwkwk.
Tak sampai satu jam kami sampai, Kami ikuti jalan menuju candi Klero, lurus terus ikuti jalan cor, 1 kali kiri, kemudian triple kanan maka sampailah….  Kami sarankan di jalan yang mendekati lokasi untuk berhati-hati, selain curam juga jalan berlumut. 
  Disambut pohon bulu yang cukup besar.
Pohon Belu di Situs Sendang Klero Tengaran

Di Sendang ada Yoni!
Yoni di Situs Sendang Klero Tengaran
Yoni di Situs Sendang Klero Tengaran
Hanya Sendang, begitu warga menyebutnya, tak ada identitas khusus lain”, jelas Mas Eka Budi. Tak menungu waktu lama kami segera mengeskplor. Saya segera mengabadikan gambar sesuai passion. Saya biarkan Mas Dhany dan Mas Eka mengorek informasi dari warga yang kebetulan akan mencuci tikar dan nampaknya akan mandi.
Yoni Sendang Klero dari berbagai Sisi,
Yoni di Situs Sendang Klero Tengaran
Lubang tempat lingga berbentuk kotak, sementara Lingga sudah raib.
Lubang Lingga Yoni di Situs Sendang Klero Tengaran

Bagian tubuh Yoni tumbuh lumut, menunggu lapuk!,

Cerat yang sudah Rusak,
Cerat Yoni di Situs Sendang Klero Tengaran
Dari obrolan dengan seorang warga tersebut, saya ikut mencuri dengar… ada banyak informasi lanjutan, mulai dari watu dampit, beberapa mitos, legenda diseputaran Klero ini bisa kami dapatkan. Maaf tapi saya tak bisa tulis karena alasan tertentu. Maaf ya…. Tapi satu info tentang Sendang Pawon di dusun Poncol Masih di Desa Tengaran, tak mampu kami tahan untuk segera kami sambangi setelah ini. Baca di naskah selanjutnya.
Struktur batu candi lain, yang berbentuk kotak yang ada di dasar sendang, 
Struktur Batu Candi di Situs Sendang Klero Tengaran
Saat disini ada beberapa warga yang melakukan aktivitas berbeda, ada anak-anak memancing wader (ikan kelihatan jelas di dalam jernihnya air sendang berseliweran), ada bapak-bapak yang mandi (no pict) serta Ibu dan anaknya yang sedang mencuci tikar, terus terang saya merasa kurang well. Membuat kesan sendang ini jauh dari sakral. Kumuh oleh air sabun dan jemuran (sekali lagi ini subyektifitas saya, karena sebenarnya potensi wisata di Sendang ini sangat keren). Acchh mungkin Cuma mimpi saja…..----
Cuci di Situs Sendang Klero Tengaran 
Mungkin masih terkena efek #terlupagantiduet sehingga saya terlupa untuk mempersiapkan HP untuk membuat video amatir… Sayang sekali. Semoga dilain waktu bisa mengulangi.
Eka Budi - Dhany P : Yoni di Situs Sendang Klero Tengaran
      Terimakasih, Blusukan bersama mereka… Ternyata Puasa blusukan tetap seru, apalagi blusukan di tempat yang berair segar. Bisa menyiram kepala plus nyicipi setetes mata airnya… wekekekek (Mas Dhany lagi modus). 
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
ssdrmk di Situs Sendang Klero Tengaran
Lanjut ke penelusuran kedua : Situs di Dusun Poncol Klero Tengaran.
#hobiku blusukan

Sabtu, 12 Mei 2018

Watu Candi Watu Candi di Makam Kuno Kebondowo Banyubiru : Oleh - Oleh dari Festival Rawa Pening 2018

Festival Rawa Pening 2018
      Minggu, 12 April 2018. Cerita yang saya sampaikan kali ini terkait dengan partisipasi Dewa Siwa di Festival Rawa Pening Tahun 2018 yang berlokasi di area wisata Bukit Cinta Banyubiru. 
       {Jadi lebih dulu saya cerita ngalor dulu, (ngidulnya adalah blusukan)} Komunitas Dewa Siwa “Ditawari” ikut pameran dan diberi stan, tentu saja saat itu (kebetulan saja) saya yang ditawari langsung mengiyakan. Dan berani sumpah dalam pikiran saya bukan atas nama pribadi (menjawab : ada yang mengira demikian). Terimakasih kepada Ibu Retno Kabid Pemasaran Pariwisata yang secara langsung saat itu menawari kepada komunitas Dewa Siwa, sehingga DS masih bisa menunjukkan eksistensi masih ada, walaupun memang ditengah kesibukan para anggota komunitas. 

Dewa Siwa Stan No. 12 di festifal rawa pening
     Dengan melibatkan hanya beberapa orang saat persiapan, (bukan berarti mengesampingkan---hanya pertimbangan efektif dan efisien saja---) termasuk malam sebelum pembukaan. Dimana ya hanya orang yang terbatas yang bisa datang ikut membantu setting stan. Tapi tidak masalah. Karena, minimal teman-teman komunitas yang nantinya menyambangi pameran ini bisa pula menelusuri jejak peninggalan di Bukit Cinta : ada Lingga Yoni. 

Setting stan : h-1
       Komunitas DS mendapatkan stan yang terletak di dermaga nomor 12, persis satu haluan pandangan ke depan dengan Candi Dukuh di seberang. 
      Menjadikan kesan bagi kami tim setting stan, Bagaimana tidak, kami mendapatkan suasana malam di sini (sampai jam setengah 12) memandang dari kejauhan Bukit dimana Candi Dukuh kokoh berdiri. 

     Hari pertama, alias pembukaan. Sayangnya saya tak bisa turut menyaksikan, karena ada agenda lain yang tak bisa saya tinggal saya mencoba menyusul agar bisa turut merasakan suasana pembukaan.               Walaupun saya sudah berusaha laju motor ku percepat, namun baru sampai di 100 meter sebelum lokasi saya berpapasan dengan Mobil dengan ber-sirene khas.
pak mustain : di stan DS
     Ya sudah berarti pembukaan sudah selesai, tapi saya tetap bersemangat, karena terus terang ketemu dengan rekan yang infonya standby di stan… bisa ngobrol banyak…. (tapi bukan kangen lho ya…jangan salah sangka dulu)…wkwkwkwk… namun apaboleh dikata….stan sudah kosong. 
       Yah sudah… saya kemudian duduk sendiri. semoga beliau berkenan memberikan dokumentasinya.

     Sambil melihat2 pemandangan dan keramaian festival ini. Mulailah….. ada teman. Surprise juga dengan kedatangan Pak Mustain, ngobrol ngalor Ngidul kemudian senyampang waktu datang pula Bu Noorhayati dengan muridnya.
antusiasme pengunjung di Stan dewa Siwa
       Setelah batas waktu saya bisa di stan, kemudian malah ketemu dengan Pak Nanang yang datang berdua dengan Bu nanang tentu saja. 

      Ku lirik dimotornya ada salak, tak beruntung saya, gak ikut makan…wkwkwkkwk.
di motor pak Nanang terlihat logistiknya buanyak

     Hari kedua, Masih di festival rawa Pening 2018. Dimana hari ini adalah penutupan dan ada rencana dari kami dilanjutkan dengan blusukan bersama. Sayangnya lagi-lagi saya hanya bisa nyusul.
Foto  H2. :






    Sudah datang telat, momong pula. Saat saya datang ternyata stan sudah di beresi, ternyata saya ditinggal blusukan rekan2 tersebut. Ya sudah … nunggu sambil ndulang.
Start Blusukan Dewa Siwa - Festival rawapening 2018
beberapa Foto Blusukan (saat saya ditinggal)

      Singkat cerita, ini blusukan spesial …karena saya membawa serta Jagad-Bhumi tanpa Mbokne…..
jagad - bhumi

      Menuju Destinasi Blusukan Spesial bonus Festival Rawa Pening ini, dari Bukit Cinta kembali ambil arah menuju Ambarawa (juga sekalian pulang). Sesampainya di pertigaan (jalan belok tajam). Belok kiri melewati pasar Banyubiru, kemudian ambil kanan arah Wirogomo. Gang pertama setelah belokan ambil kiri (jalan kecil cor2an cukup untuk 1 mobil kecil).
    Terus saja menuju makam Keramat Dsn Jambon. Berada di Dusun Jambu desa Kebondowo, Makam Keramat ini berada.





Watu Candi di Makam Kuno di Kebondowo Banyubiru
 Makam yang nisannya disusun dari struktur batu candi. 


       Warga yang sedang disawah yang kebetulan bisa kami temui, tak mampu memuaskan rasa ingin tahu sejarah makam ini. hampir mirip mereka menjawab itu makam keramat, makam punden dusun Jambon.



 Lek Wahid, yang memang jadi guide, mengungkapkan sumber informasinya dari tulisan seorang belanda yang berbunyi demikian :
547. Kebondawa.
In het gehucht Djambou een verminkte Ganeça en godekop.
Lit,
Knebel, Beschrijving van de Hindoe-oudheden in de residentie Semarang,
Rapp. Oudh. Comm. HnO p. 236 sq.
         Seorang warga yang tertarik dengan aktivitas kami mendekat dan menceritakan legenda dan mitos Makam ini.
"Dulu pernah ada orang luar kota yang berziarah disini, dia kekeuh memakai ikat kepala. Sebenarnya sudah diingatkan untuk tak memakai satupun identitas atau ciri khas orang yang merasa dirinya lebih tinggi. Sebelum sampai dimakam, orang tersebut terperosok disungai dan sakit (kesleo), disarankan untuk berganti peci dan sarung, beberapa saat kemudian orang itu kembali dan tak ada gangguan apa apa lagi", panjang lebar beliau bercerita.
warga yang bercerita sejarah 'mitos" makam kuno ini
         Mitos yang berkembang di makam ini, apabila pejabat yang masih memakai atribut ziarah ke sini maka tak lama kemudian akan lengser.


     Setelah merasa cukup, kami kemudian sepakat untuk mengakhiri blusukan kali ini. Semoga dilain waktu bisa ketemu lagi.... dan banyak lagi sahabat Dewa Siwa yang bisa turut serta.
     Salam Pecinta Situs dan Watu candi 
#hobikublusukan 

nb :
Semua foto didapat dari : album grup FB DEWA SIWA
dan hak cipta dari Komunitas Dewa Siwa.

Kamis, 03 Mei 2018

Situs Purbakala di Masjid Wali Limbung, Ngadirejo Temanggung : Watu Candi

Situs Purbakala di Masjid Wali Limbung, Ngadirejo Temanggung : Watu Candi
       Kamis, 3 Mei 2018, Tawaran menggiurkan dari Lek Suryo untuk Blusukan luar kota tak mampu kulewatkan begitu saja, padahal sebelumnya sudah ngedate kemisan dengan Mas Eka W P. Njaluk ngapurane Mas Eka WP, langsung tancep kayon. Tapi spekulasiku lha bener, dirimu mesti sibuk... heheheh". 
     Kira- kira 2 tahun lalu saat saya penelusuran area Ngadirejo Temanggung ternyata melewatkan satu lokasi. Saat itu  Max Trist tanya, "Gak Mampir masjid wali limbung? di belakang tembok pagar masjid ada watu candi lho".... spontan saya bengong, gelone tenanan. Tak jeli walaupun saat itu intuisi saya ada keinginan kuat, rasa ingin mampir pas melewati masjid tersebut. (saya masih ingat setelah mampir di Ganesha pinggir jalan). Walaupun saat itu saya ketemu dengan rekan komunitas temanggung pula.. tapi sudahlah.. Hari ini.... sudah terobati juga.
         Berangkat dari Ungaran jam 8, "Kerjo terus kapan dolane", jadi penguat hati saya, semacam alasan untuk me-refreshkan pikiran ditengah dera masalah pekerjaan. 
    Lebih dulu ke Salatiga, Lek Sur merampungkan gawean lebih dulu,  (saat sampai di pasar Salatiga pas ada kebakaran di salah satu ruko toko plastik). Sempat melihat tapi swear bukan melihat dalam arti berwisata lho ya... (banyak yang begitu soalnya... wkwkwk). Dari Salatiga kemudian menuju destinasi melalui Bandungan, Jalur Sumowono-Kaloran Temanggung-Parakan.... Rute yang cukup mengerikan, bagaimana tidak di sepanjang jalan mengalami siksaan duduk yaang tiada tara. (ingin protes, tapi kok yo di terke plus di boncengke... mencoba menikmati..hehhee)
      Kurang lebih jam 11. 30an sampailah kami di Masjid Wali Limbung. Yang Terletak di Pinggir Jalan Raya Temanggung Weleri. lebbih tepatnya di Desa Medari, Kecamatan Ngadirejo, Kab. Temanggung.
Sampailah Kami, di Masjid Wali Limbung,



      Tepat berada di balik tulisan Masjid Wali Limbung...
Situs Purbakala di Masjid Wali Limbung, Ngadirejo Temanggung : Watu Candi
   Saya tak akan membahas detail bagaimana sejarah Wali Limbung, karena banyak di internet yang sudah mewedarkan dengan berbagai versi. Yang menjadi passion saya ya tumpukan struktur batu Candi ini.
Struktur batu candi di Masjid Wali Limbung
      Di salah satu narasi yang saya baca, sejarah keberadaan Wali Limbung hidup di masa abad ke 16. Dimana masa itu memang peradaban Hindu mulai menurun. Secara kasatmata, sudah terlihat, tak mungkin wali limbung membuat bangunan dengan struktur seperti candi ini. Perbandingannya dengan pilar kuno di dalam masjid yang merupakan asli tinggalan Wali Limbung. 
   Saya pribadi menduga.... dulu terjadi alih fungsi... istilah kerennya aneksasi dari sebuah tempat ibadah ke tempat ibadah lain. ---Tapi tak akan saya bahas lebih lanjut. Biarlah sejarah sudah yang sudah terjadi...
     Kami hanya pengagum hasil karya masa lalu....



    Beberapa close up yang bisa kami dokumentasikan :





     Cerita struktur ini peninggalan abad ke berapa kami belum dapat sumber informasi lebih lanjut. Di Masa Rakai (salah satu) penguasa Kerajaan Mataram kuno siapa saya pribadi masih merasa gelap... tentu saja Temanggung adalah surganya peninggalan mataram kuno, itu tak terbantahkan.
     Kami kemudian melanjutkan penelusuran kemisan, "Masih di area ini..." ... lanjut aja ke cerita (di link naskah dibawah)
     Video Amatir : 


The Surprise,  Lek Suryo Wibowo,
Lek Sur : di Masjid Wali Limbung
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
Penelusuran di Masjid Wali Limbung
#hobikublusukan

     Link Yang terhubung setelah jadi naskahnya... : (Destinasi Blusukan Kemisan Lintas Batas 3 Mei 2018)
2. Struktur Batu Candi di Karanggedong Ngadirejo Tmg
3. Yoni dan Lingga di Makam Karanggedong
4. Lingga Patok di Makam Pringapus Tmg
5. Situs Ngadisari Tmg