Tampilkan postingan dengan label Bawen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bawen. Tampilkan semua postingan

Jumat, 14 April 2017

Unfinished Yoni Glodogan, Bawen

Unfinished Yoni Glodogan
Jumat, 14 April 2017 Kisah ini adalah rangkaian penelusuran jejak peradaban, dengan tujuan pertama Lingga Kalipawon Ambarawa, kemudian Struktur Batu Candi di Seklotok, Desa Doplang Bawen. Dari seklotok kemudian kami meluncur melalui beberapa situs. Kami Melewati Yoni Gayamsari, Yoni Gentan Doplang Bawen, Yoni Gandekan (Saat saya nulis naskah ini sedang hit… karena berhasil dipindah ke lokasi baru, lokasi lama dibangun perumahan. Saat ini sementara berada di kantor kelurahan), kemudian ada Punden Situs mbahGandekan.
Kami lurus arah kendalisodo, melewati lampangan kemudian pertigaan ambil kanan arah samban, tepat di perempatan sebelum jembatan ambil lurus arah pancoran. Masuk perkampungan, kemudian terus saja sekitar 1 km, melewati sendang dan persawahan.
Di Belakang Bangunan ini di Sebrang sungai;

Yang kami ingat dari petunjuk Lek Wahid, “Bangunan batako, baja ringan di tengah sawah, belakang bangunan ada sungai, seberangi dan Yoni unfinished ada di sekitar lereng sungai tersebut”, berbekal petunjuk tersebut kami (Saya, istri ; Pak Dwi Hartanto dan Mbah Eka Wiji Prasetya mencoba meniti satu persatu petunjuk.
Unfinished Yoni Glodogan
(Sebagai tambahan, Lek Wahid diberi informasi sekaligus diantar oleh beliau Pak Nanang…. Sekali lagi kami mohon maaf karea tak bisa memenuhi janji kami untuk mampir. Waktu yang terbatas menjadikan kami mengurungkan niat. Semoga beliau memahami.---)
Unfinished Yoni Glodogan
Setelah beberapa waktu, dan saya mencoba bertanya kepada warga yang sedang menggarap sawah, ketemu juga,
Bentuk ‘bakalan yoni” ini mengingatkan saya pada situs Kalitaman, Wujil Kecamatan Bergas. Sama-sama unfinished dengan sedikit berbeda ukuran.
Seperti menemukan sesuatu yang menjadikan saya girang bukan kepalang, entahlah saya tak bisa menjelaskan dengan kata-kata. 
Unfinished Yoni Glodogan
Berbagai teori liar kami lemparkan kenapa masih berbentuk bakalan… “Mungkin diserang musuh kerajaan”, kata Pak Dwi Hartanto. Sementara  Mbah Eka “Paling tukang e mutung, lha kurng bayarane..”. Kalau saya netral saja, “Mungkin pak tukang capek!”, hahahahah.
Namun yang pasti, keberadaan Yoni Unfinished Pancoran, Glodogan ini membuktikan satu lagi…. Kawasan ini sudah ada peradaban di masa lalu. Leluhur kita dimudahkan dengan batu yang tersedia melimpah ruah.
Mencoba membersihkan rumput, perdu, paku yang tumbuh menutupi Yoni Unfinished ini dengan pisau lipat modern milik Mbah Eka, saking modernya susah memotong rumput… hehehe. Tapi lumayan bisa untuk bekal survive  di hutan.. mungkin. 
Unfinished Yoni Glodogan
Jadi bila sahabat ingin menelusur ulang, saran saya membawa sabit untuk membersihkan rumput di sekitar Yoni.
Detail pembuatan yang melalui tahap demi tahap dengan (mungkin melalui berbagai ritual baik tukang pahat, pendeta, QC, dsb) menjadikan setiap Benda Cagar budaya bervalue  yang berbeda dengan pahatan era modern bahkan dibanding yang bermesin sekalipun=tanpa nyawa.
Tatahan satu persatu terlihat, membentuk pola bakalan yang butuh tahap lagi untuk membentuk Yoni sesuai yang diharapkan, membentuk badan dengan hiasan pelipit, membuat lubang tempat lingga di penampang atas serta cerat di ujung batu ini. Semua dikerjakan teliti satu persatu.
Harusnya proses-proses ini bisa diadopsi saat ini, bukan budaya instan yang sekarang di sukai hampir  semua orang di semua bidang.
Bersama Mbah Eka, Saya dan Bapak Dwi Hartanto :

Kami di Unfinished Yoni Glodogan

 Salam Peradaban.

Bersama Istri di Unfinished Yoni Glodogan


























Kisah tambahan :

Berani? Menyeberangi Sungai : Unfinished Yoni Glodogan
      Sebenarnya ada jalan lebih cepat, di awal kedatangan kami memutar lewar sebelah kiri bangunan. Namun Bapak penggarap sawah tadi menunjukkan jembatan bambu yang bisa kami lalui bersama. 
Berturut turut yang lewat Istri saya, saya kemudian ikut dibelakangnya, Dengan perjuangan dan negoisasi yang sangat alot…. Sampai beliau (warga) meyakinkan Mbah Eka bahwa bambu itu kuat. Namun ternyata dia balik arah dan bendera putih melambai tanda menyerah. “Jane mesakke, tapi luwih cepet lewat kene”, ujar Pak Dwi sambil terkekeh, membuat Mbah Eka Sendirian. 
Informan Unfinished Yoni Glodogan : Bapak nanang Klisdiarto
Lek Wahid diberi informasi sekaligus diantar oleh beliau Pak Nanang…. Sekali lagi kami mohon maaf karea tak bisa memenuhi janji kami untuk mampir. Waktu yang terbatas menjadikan kami mengurungkan niat. Semoga beliau memahami.---)

Struktur Batu Candi Berelief di Se Klotok Doplang Bawen

Se Klotok Doplang Bawen

Jumat, 14 April 2017 Lanjutan dari Menengok Lingga Kalipawon Ambarawa, destinasi bersambung menuju Seklotok, Desa Doplang Bawen. Watu Candi Berelief Bokor Mas di makam Se Klotok Doplang Bawen. Dari Ambarawa, setelah melewati pasar projo, kami kemudian ambil kiri, menuju Doplang Bawen. Tinggal saya (plus), Mbah Eka WP, Pak Dwi Hartanto (Pamong Budaya Jambu) dan tentu saja guide Lek Wahid. Menyusuri jalan ini mengingatkan pada keberadaan Yoni situs Makam gayamsari Doplang dan Petirtaan Seklotok, dimana 2 situs ini adalah masa awal blusukan bersama komunitas Dewa Siwa.
Seklotok Doplang Bawen
Informasi keberadaan situs berasal dari Bapak Nanang Klisdiarto di status facebook yang beliau bagikan, melalui tulisan ini pula saya (mewakili teman2) memohon maaf kepada beliau karena tak bisa mampir di tempat beliau. Padahal beberapa dari kami berjanji untuk mampir. 
Informan : Bapak nanang Klisdiarto
Karena hujan dan waktu yang mepet  menjadikan kami belum bisa bersilaturahmi. “Mohon maaf nggeh pak…”.
Ada 4 watu candi di dekat sini”, kata Pak Nanang sambil mengirimkan hasil blusukan beliau bersama sang istri di grup Facebook Dewa Siwa.
Klotok Doplang Bawen
Setelah kesepakatan mendadak akhirnya menjadi salah satu tujuan kami : destinasi yang kedua. 
Sebenarnya mencari keberadaan makam ini cukup mudah karena berada di pinggir jalan desa Doplang seklotok dan ada gerbang masuk yang bertuliskan giant letter dari besi yang terpasang indah di gerbang masuk makam. 
Segera setelah parkir, kemudian kami membuktikan jejak peradaban yang masih ada dan terlihat di Seklotok ini.

Relief bokor : Seklotok Dlopang
Empat buah batu kotak dengan 2 batu berciri khas dan tak mampu menahan kami untuk segera “menyentuhnya”. Yang pertama batu kotak dengan relief bokor (bisa vas bunga, tempat air atau memungkinkan jenis perkakas atau wadah air suci), berbagai kemungkinan bisa saja.
Dibagian atas watu berelief ini ada lubang berbentuk persegi, yang kami duga adalah lubang kuncian untuk struktur batu diatasnya.
Seklotok, Doplang Bawen
Batu yang kedua membentuk pola hiasan, yang biasanya disusun (ditumpuk) dan membentuk bagian atas sebuah bangunan.
Sementara kedua batu yang lain berbentuk kotak polos, dengan lumut dan aus dibeberapa bagian. 
Keberadaan batu-batu ini, menimbulkan dugaan keberadaan sebuah bangunan di area seklotok ini. 
Tentunya selain petirtaan ada lagi bangunan suci lain. Dan bisa saja terkait keberadaan Yoni Gayamsari yang berada di makam tak jauh dari makam se Klotok ini.
Watu candi di Makam Seklotok, Doplang Bawen
Foto hasil janjian Dresscode Sarungan, yang ternyata menguji kekompakan kami….(hanya berdua). Salam Pecinta Situs dan Watu Candi! (foto minus Pak Dwi Hartanto dan Lek Wahid yang ternyata membawa sarung dalam pengertian yang lain : ups.. sensor! haghaghag. 
Pak Dwi hartanto dan Lek Wahid
 Salam Peradaban.
Mohon maaf kali ini saya menampilkan foto berbeda, blusukan dengan istri adalah spesial bagi saya.. hehehe.
Situs di Makam Seklotok Doplang Bawen
Berlanjut ke destinasi ketiga, dan masih berkat informasi dari Pak Nanang. Sayangnya karena HP baru lek wahid melengking memanggil. (dengar dan baca siapa yang menelpon, kok ekspresinya langsung berganti. Hehehe. Dia ijin tak bisa mengantar ke destinasi selanjutnya.
Kami sempat syock, namun kepalang tanggung pantang mundur. Walau suasana rintik sisa hujan masih samar terasa tapi kami lanjutkan. Menuju tak terbatas : Yoni Unfinished Glodogan Bawen.
  




Kali ini saat menuliskan cerita ini berlatar lagu “Ya Sudahlah “, Bondan Prakoso.  Pas suasana dan pas segala sesuatunya. Sukses kawanku… (status terakhir, karena belum bisa move on, setelah ini.... end---)

Jumat, 17 Maret 2017

Jejak Peradaban : Watu Lumpang Ngrawan Lor Bawen #Part 1

 Watu Lumpang Ngrawan Lor Bawen
          Jumat,  17 maret 2017. Sebenarnya baru dua hari yang lalu saya ‘blusukan’, menelusuri jejak peradaban di Ngobo Wringinputih Bergas. Namun beberapa informasi baru tentang batu purbakala membuat saya menyusun strategi. Jumat ini kebetulan saya juga ada bazaar buku yang harus saya dokumentasikan di Perpus Ambarawa. Mencari target guide, siasat saya untuk mencari rekan agar di terke. Setelah yakin, sasaran tembak saya adalah di manusia mantan andeng-andeng yang dengan anehnya selalu menemukan yang menurut keyakinan saya karena andeng-andengnya itu, seperti antena pencari, pendeteksi.  Namun sayangnya, Si target ini malah menghilangkan alat pencarinya itu (=andeng andeng). Foto yang menjadikan oknum ini target guide saya
                Setelah mendokumentasikan kegiatan di perpustakaan Ambarawa, Saya antarkan terlebih dahulu 2 Eka yang saya jadikan target saya ini ke Situs Lumpang kaliputih dan Umpak Kalipawon. Kemudian kami langsung menuju Ngrawan Lor, Karena Suara panggilan Ibadah Salat Jumat sudah berkumandang, kami langsung mencari masjid. Kali ini Masjid Istijab di Perum Mustika Jati Bawen. Namun karena jam ditangan belum waktunya adzan, setelah parker di belakang masjid. Dan dengan tatapan jamaah yang sudah didalam masjid, 2 Eka nengok Mbah Nandi, dimana lokasinya 100m dari masjid ini. Saya tunggu beberapa waktu, saya kemudian nyusul, saat ketemu, hanya dengan bahasa mata kami bertiga (namun bukan pandangan seperti seorang kekasih lo ya)… kami langsung sepakat sambil nunggu adzan. Kami berjalan kaki menuju Lumpang Ngrawan. Tak sampai 2 menit dari masjid, posisi Lumpang ada dibelakang warung kelontong arah jalan tembus Bawen-Gembol.
 Watu Lumpang Ngrawan Lor Bawen
                Watu Lumpang berada di depan rumah Mbah Taslan (no rumah 55, RT 03/RW 05.saya melihat di papan penanda rumah beliau). Beruntungnya, beliau ada dirumah dan ramahnya Kakek yang berusia lebih dari 80 tahun ini menerima kami dengan tangan terbuka, mempersilahkan untuk mengabadikan Watu Lumpang yang berada didepan rumah beliau.
 Watu Lumpang Ngrawan Lor Bawen
       Kulo lair tahun 35, watu niku mpun wonten teng mriku awit jamanipun mbah buyut kulo”, cerita mbah Taslan dalam bahasa jawa. ---saya sengaja tak mentranslate.
    “Dhek mbiyen, kene ki rowo, ning sebelah kono kae, ono sumber air sing gede banget, sebelahe ono watu lumpang sing luwih gede seko ini. Trus karo mbah kyai diwalik nggo mbumpeti sumber mau. Makane saiki iso dadi omah omah sing ramene koyo saiki”, tambah Mbah Taslan sambil menunjuk arah. 
   Dan watu lumpang yang dibalik itu, Mbah Taslan masih yakin ada diposisi semula namun sekarang ada diruang tamu anak keturunan mbah Kyai yang dulu membalik Lumpang tersebut. (Sebuah cerita menarik yang patut ditelusuri).
 Watu Lumpang Ngrawan Lor Bawen
                Kondisi Watu Lumpang masih lumayan (terawat) namun ada beberapa bagian yang rusak. Beberapa sumber memberikan deskripsi fungsi Watu Lumpang, Ada yang dibuat sebagai penanda tanak sima (perdikan) dengan ciri khas spesifik dan spesial, misal ada tulisan/ inskripsinya. 
 Watu Lumpang Ngrawan Lor Bawen
     Ada pula sumber lain yang menjelaskan tentang fungsi lumpang untuk menumbuk sajen yang digunakan untuk ritual penyembahan para dewa saat masa tanam/panem. Juga ada yang berfungsi hanya untuk menumbuk padi.
                Saat ngobol panjang lebar, Adzan Masjid Istijab sudah memanggil kami untuk Salah Jumat, kami berpamitan dan mengucapkan terimakasih atas sambutan dan tentu saja apresiasi tinggi kepada Mbah Taslan yang masih mempertahankan Watu Lumpang Ini.
Ngobrol dengan Mbah Taslan :  Watu Lumpang Ngrawan Lor Bawen
Semoga tak hanya kami yang mencoba membangkitkan kembali peradaban lama yang dikaji dan dipelajari untuk pengalaman dimasa yang akan datang.

Salam Peradaban!
  
 Penelusuran berlanjut ke Lumpang Ngrawan Part 2.



Jejak Peradaban : Watu Lumpang Ngrawan Lor Bawen #Part 2.

Watu Lumpang Ngrawan Lor #2

Jumat,  17 maret 2017, cerita lanjutan penelusuran setelah Watu Lumpang di rumah warga, kakek Taslan. Link cerita sebelumnya : Jejak Peradaban: Watu Lumpang Ngrawan Lor Bawen #Part 1. Dari masjid Al Istijab Perum Mustika Jati Bawen, Kami keluar menuju gang arah ke kanan (2 kali ambil kanan). Menyusuri jalan kampung sampai, di sepanjang jalan ini ada salah satu rumah yang konon dulu saat ramai ‘toto gelap’ pernah ada Yoni di samping rumahnya. Namun karena banyak aktivitas tengah malam, pemilik rumah kemudian merasa terganggu dan akhirnya di di hancurkan menjadi kerikil. Apaboleh buat, nasih sudah menjadi bubur, tak mungkin bubur menjadi nasi lagi kan? Kemudian tepat dibelakang Pos Kamling ada juga hasil mengumpulkan (saya menduga seperti ditulisan saya beberapa tahun lalu) struktur bangunan suci yang konon dulu berasal dari area ditengah Perum Mustika Jati : link tulisan : Situs Ngrawan Lor + Poskamling.
Saya dan Eka Budiyono sudah pernah mampir di situs tersebut (dengan waktu dan rekan berbeda), jadi kami biarkan Mbah Eka WP untuk menengok sendiri, sedangkan kami tetap melanjutkan penelusuran ulang (Watu Lumpang Makam Lingkungan Ngrawan Lor). 
Berada di pinggir area makam sebelah kiri gerbang masuk, tepat dibawah pohon durian Lumpang ini berada.

Kondisi lumpang sudah tak utuh lagi, tak lagi bulat, namun oval. Sayangnya bukan asli original oval namun terlihat ada usaha perusakan… entah dimasa apa.
Keberadaan beberapa sebaran situs di sekitar area Ngrawan Lor menjadikan kami menduga peradaban masa lalu pernah bertahta di sini. Teringat pula cerita dari rekan dulu ada watu gentong kuno berjumlah 4 buah yang dicuri orang di Ngrawan Lor ini (dari cerita warga). Beberapa kepingan sejarah yang tersisa itu bisa menjadi bukti awal keberadaan bangunan ritual suci yang memakai tirta-amerta, air suci dalam prosesi ritualnya.
Apalagi menurut cerita yang kami dapat sebelumnya dari Mbah Taslan (Part 1) bahwa dulu sekali “Pada suatu masa itu” sebelum nama Ngrawan dikenal. Daerah ini pernah ada satu lokasi yang bernama jembangan. Sebuah ceruk sumber air yang deras dan tak henti-hentinya menyemburkan air. 
Watu Lumpang Ngrawan Lor Bawen #Part 2.
 Lambat laun jembangan yang awalnya hanya ceruk air yang dikelilingai pemukiman (bisa jadi bagian vassal kerajaan kecil) dimana setiap pemukiman (=peradaban) pasti ada bukti eksistensi hubungan manusia dan penciptanya, kemudian berganti masa lama-kelaman pemukiman berkembang dan segera setelah berganti generasi kemudian orang menjadi lebih suka menyebut dengan Ngrawan (berasal dari kata rowo=rawa. Sumber : obrolan dengan mbah Taslan, 17/3-2017).
Tak jauh dari watu lumpang ini, sekitar 50m arah ke timur banyak batu (struktur) candi berbentuk Kotak yang sebagian masih berada dilokasi awal, yang sebagian lagi tersebag dibeberapa titik. Yang paling ketara adalah berfungsi menjadi ‘patokan’  makam yang nampaknya keramat. Auranya berbeda dari makam yang lain. Pikiran kami berimajinasi liar, membayangkan batu candi kotak ini bagian struktur sebuah bangunan suci yang dulu konon berdiri disini. Dan jejaknya masih terlihat. Mungkin saja banyak masih terpendam didalam , jika iya. Semoga tetap aman dan biarlan begitu adanya.
Foto bersama oleh Eka Budiyono.... Si Mantan Andheng-Andheng ijo lumuten :


Saat kami kesini, ada kakek yang tertarik dengan aktifitas kami, Mbah Kaslan (aneh, unik namanya mirip dengan Lumpang Ngrawan Lor Bawen : Part 1: Mbah Taslan). Singkat cerita beliau sangat penasaran dengan laku kami, dimana tak biasanya ke makam, anak (masih) muda mencabuti rumput disekitar Lumpang, kemudian ziarah pula ke makam kuno. 
Tak ada yang berani maupun peduli katanya dalam bahasa jawa”. Kami sebisanya menjelaskan kami ini siapa. Intinya Pecinta Situs dan Watu Candi.
Setelah kami jelaskan, beliau dengan berbinar menceritakan perihal makam kuno ini. “Ini yang bubak yoso, sesepuh desa ini. Kyai Trembuku dan Nyai Cangki  di sekelilingnya makam para abdinya”, jelas Mbah Kaslan. Kami tak dapat agi cerita di zaman apa Kyai Trembuku dan Nyai Cangki ini hidup.
Tapi apresiasi dan menjelaskan perihal makam walau singkat namun kami sudah cukup. 
Semoga ada yang meneruskan penelusuran kami tentang Ngrawan Lor ini…. Apa kabar warga lokal? Sudah lah cukup selama ini abai… mari ketahui dan lestarikan…
Wis tuo dijak selfinan, jian tenan….. :
Di Makam Ngrawan Lor : Makam Kyai Trembuku

Saat perjalanan pulang, niat kami ingin silaturahmi sekaligus kuliner Mie Ayam bakso Pak Keman... Namun kami tak beruntung.... TUTUP... Ke Mana Pak Nanang Klisdiarto? padahal mie ayam kami sudah impikan sejak tadi malam.
Akhirnya kuliner di dekat si andheng2....
MIE AYAM gedanganak... 






Salam Peradaban!

Kamis, 22 Desember 2016

Jejak Petirtaan kuno di Kutan Desa Randugunting Bawen

Jejak Petirtaan kuno di Kutan Desa Randugunting Bawen
     Kamis 22 Desember 2016, lanjutan dari penelusuran di Makam Sentono, Dusun Kebonan Desa Jatijajar Bawen Kabupaten Semarang. Sebenarnya tujuan kemisan kami ya petirtaan kuno ini. 
    Awalnya blusukan profokator eek lek Wahid bersama Mas Dhany yang menarik hati kami untuk 'tak mau kalah' membuktikan kami tak pula mlipir ketemu sesuatu yang menjijikan (baca=kotoran), istilah kami Blusukan Garis Keras.
    Dari Kebonan kami terus jalan kira-kira 500m, kemudian disebelah kiri ada gang bertuliskan Ds. Randugunting. Masuk gang tersebut kemudian 100m ada gang lagi lebih kecil sebelah kiri. Ikuti jalan tersebut sampai ketemu jalan yang menyusuri sawah. Untuk lebih  jelasnya monggo tanya saja kepada sang guide mas Dhany.
      Kemudian Kami (Saya, Mas Ucrit Ekamas Dhany dan Mbah Eka serta Lek Suryo)  menyusuri jalan pematang sawah sampai ketemu dengan sungai, diseberang sungai ada pabrik kayu lapis "ISANTI". Langsung terlihat dipinggiran sungai ada batu kotak berpola. 
Jejak Petirtaan kuno di Kutan Desa Randugunting Bawen
     Salut untuk mas Eka Ucrit, yang paling semangat dari kami dan takut kotor, beda dengan yang satunya terlihat raut muka jengah.... gara-gara pertama melihat kotoran. hehehehe. 
eka budhi di Kutan Randugunting
     Beliau tanpa babibu langsung mencoba membersihkan dan menata kembali 3 watu kotak (yang terlihat) tersebut.
    Kami yang lain hanya menerima bersihnya saja.
     Salam hormat kami mas Eka Ucrit.






     Beberapa detail close up :
 Petirtaan kuno di Kutan Desa Randugunting Bawen
struktur bangunan bagian atas
Jejak Petirtaan kuno di Kutan Desa Randugunting Bawen
   Dari informasi yang diperoleh mas Dhany, Seperti yang dieritakaan kepada kami. Di petirtaan ini konon dulu ada arca orang bersila, "Mirip arca budha, gundul namun saat ini sudah hilang dicuri mafia", jelas mas Dhany
     "Dulu juga masih banyak watu struktur petirtaan di pinggir sungai ini, namun menurut warga hanyut saat ada banjir bandang di kali ini beberapa tahun yang lalu", tambah mas Dhany.
   Kondisi petirtaan kuno dsn. Kutan ini sangat memprihatinkan, Selain tempatnya sekarang penuh kotoran, limbah, sampah sangat tidak layak. Posisinya dipinggir sungai dibawah pabrik sehingga menambah tersia-siakan situs ini. Sayang sekali terpendam kabur jejak ini.
     Untuk gambar detail close up lain, saya nunggu kiriman dari beliau Yang terhormat mas Ucrit Eka Budhi.
    Informasi lain, dulu ada watu kotak berlubang yang hanyut pula, hal inilah yang membuat kami mencoba menyusuri sungai untuk mencari. "Nanti kita lihat pula lumpang terbalik ditengah sawah", imbuh Mas Dhany Putra
   Saat menyusuri sungai inilah, saya pribadi tersadar.... begitu banyak kerusakan yang ternyata kita ini buat ke alam.. sampah disungai serta limbah mengalir tanpa batas di air sungai... achhh protes sama siapa?

lumpang kutan
    Pemandangan di blusukan kami sangat indah, mungkin manusia terlupa untuk menikmati alam sehingga cenderung suka merusak, abai untuk merawatnya. 
     Ada juga watu lumpang  di sawah pingggir sungai namun dengan posisi terbalik.
    Salah satu view yang menjadikan Lek Suryo tertegun takjub cukup lama :
Lek Sur dan Pemandangan Indah Di Kutan Randugunting
     Di belakang lek sur ini sebenarnya cukup dekat dengan situs Yoni Randugunting yang berada di Makam desa. Untuk lebih detail silahkan di kllik di link kalimat sebelumnya. (Tercetak biru)
     Blusukan Garis Keras Double 'pisang', Dari kiri : mas Eka Ucrit, Saya, Mas Dhany, Mbah Eka dan lek Sur.

     Salam Pecinta Situs dan Watu Candi







    Dan Blusukan Kemisan masih berlanjut.
Gambar Tambahan :

     Awale niate Syukuran kelulusan S2.. tapi terlihat siapa yang lahap sekali.... heheh salam.