Tampilkan postingan dengan label sumowono. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sumowono. Tampilkan semua postingan

Jumat, 08 September 2017

Jejak Peradaban di makam Karangwetan Sumowono : relief di nisan

Makam Watugandu Sumowono
              Jumat, 8 September 2017. Sebenarnya saya sudah pasrah lama tak 'blusukan', banyak kendala yang saya hadapi. Selain saya nihil informasi keberadaan situs waru candi; rekan juga menghilang semua dengan berbagai aktivitasnya masing, tapi faktor utama tentu saja saya terkendala transportasi.
      Beberapa kali merancang blusukan dengan rekan, ada saja alasan pembatalan, ritual kemisan sampai terlupa roh-nya.
Nisan kekunoan di Watu Gandu
      Sampai kesempatan ini datang juga, memanfaatkan jadwal perpusling yang sehari sebelumnya tidak cukup waktu untuk mampir di Watu Gandu, Sumowono, saya punya banyak alasan serta penguat alibi... 50:50 perbandingan antara tugas kerjaan layanan perpustakaan keliling dengan penelusuran situs.
        Cerita dimulai, setelah Jumatan terlihat sekelebatan sesosok yang sangat mudah teridentidikasi... : Eka W Prasetya kutawari ikut perpusling sambil penelusuran situs di sekitar waktu gandu. "Daripada suntuk di kantor, ayok", saut Eka WP.
Jadilah, jam 1 lebih sedikit, membawa armada mobil perpusling Hilux meluncurkah kami. 
       Kira - kira 30 menit kemudian kami hadir di rumah Bapak Mustain Marzuki. Ngobrol ngalor ngidul sambil menggugurkan kewajiban (layanan perpusling = lukiran peminjaman buku). Setelah selesai, tanpa kami berdua duga kami ditawari untuk dianter ke lokasi yang kami berdua belum menengok situs. Padahal saya yakin kami berdua dalam hati kompak mengharapkan itu.
Relief di Nisan Makam Watugandu Sumowono
    Singkat cerita, dari rumah Bapak Mustain kami berjalan kami menyusuri jalan perkampungan, melewati batu megalitikum "Watu Gandu", yang dikeramatkan oleh warga, berbelok ke kiri kemudian membelah teriknya siang ditengah lapangan. Perjalanan ini sebenarnya mengulang jalur menuju situs http://sasadaramk.blogspot.co.id/2017/02/wisata-cagar-budaya-jubelan-sumowono.html?q=sumowono setahun yang lalu.  Saat di lapangan inilah kami sekali lagi mendapatkan cerita ;
"Dulu di pojokan lapangan dibelakang Gawang ada Watu Lumpang. Ceritanya air di lumpang itu dipercaya warga berkhasiat menyembuhkan sakit gigi. Suatu saat, ada seorang warga yang sakit gigi, kemudian mencoba ditetesi air dari watu lumpang tersebut. Bukanya sembuh malah tambah sakit. Sehingga orang tersebut 'ngamuk' dan menghancurkan lumpang tersebut sampai remuk redam tak tersisa"
      Waktu itupun kami sempat menengok makam ini dengan menyibak alang-alang yang tingginya sepaha oang dewasa. Karena kesulitan itu pula mungkin yang menjadikan kami terlewat, di Makam ini juga ada watu candi berelief
Watu Gandu Sumowono
      Makam yang lumayan lama, dan merupakan makam keluarga ini, warga sekitar menyebut dengan Daerah Simpar, makam keluarga Mbah Mutaat Karang Wetan Semowono. Di beberapa nisan, "pathokan' menggunakan watu berelief yang kami duga adalah  bagian struktur sebuah bangunan
      Apalagi tak jauh dari lokasi makam ini, ada juga situs.... yang nampak berupa makam kuno dengan struktur bentuk bangunan yang lebih jelas, walaupun telah ditata sedemikian rupa.
      Relief yang kami temui nampak khas dan unik. Masing masing nisan dengan ukuran yang berbeda namun pola nya tetap sama.
    Saya pribadi sempat mengusulkan kepada Bapak Mustain, "Buat batik khas sumowono saja pak motif ini", usul saya. Namun hanya senyum penuh arti yang keluar merespon usul saya, nampaknya beliau sudah kadung cinta dengan sawah. hehehe..




    Dari makam, terlihat pemandangan Gunung Ungaran yang mempesona, dimana konon adalah gunung suci dimana Candi Gedong Songo berada.


Ketahui dan lestarikan


Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
EKA WP dan Bapak Mustain Marzuki

Terispirasi tulisan rekan di akun medsos nya, Kayaknya memulai taggar #takperlutenar dengan foto balik badan seru juga.    

Kamis, 20 Juli 2017

Situs Lumpang Watu Gandu : Watu Sikebrok

Situs Lumpang Watu Gandu : Watu Sikebrok
           Kamis, 20 Juli 2017, Setelah Situs Makam Banyukuning Part 1 dan Part 2, kami kemudian menghubungi Pak Mustain Marzuki, yang berdomisili di Watugandu Sumowono. 
    Dari Banyukuning kami menuju Sumowono, tapi terlebih dulu mencari warung Mie Ayam.
      Yang ternyata setengah benar ucapan Suryo Dona, saya dredek karena lapar. Setelah Mie Ayam dan segelas es teh tandas ternyata lambung jadi stabil dan badan jadi tegak. Tapi dalam hati kecil saya, lapar plus bener-bener takut. Entah kenapa. Semoga tak kenapa-kenapa.
      Kesempatan ini adalah pertamakali nya kami bersua Pak Mustain Marzuki, beliau seorang pemerhati watu candi. Yang semangatnya menjadi salah satu inspirasi kami. Kebetulan beliau adalah Bapak RT, jadi blusukan di Lokasi selanjutnya yang merupakan desa beliau jadi cukup mudah (tanpa banyak tatapan curiga warga).
     Setelah mampir dirumah beliau, bersilaturahmi, kemudian kami diguide menuju Watu Sikebrok. Cukup dekat dengan rumah beliau yang berada di seberang masjid Watu Gandu. Kami keluar gang ambil kanan... kemudian ketemu dengan mushola. Situs berada di lereng bawah mushola tersebut, di antara rimbunan bambu petung.
Watu sikebrok berada : Lumpang Watugandu
    Watu Sikebrok, begitu warga masyarakat Watu gandu menyebutnya demikian. Kebiasaan masyarakat mencuci jarit dan pakaan ibu melahirkan di sini. Di Batu Lumpang ini dan kemudian menimbulkan suara brok .. brok saat di kucek dan dibersihkan.
      Batu Sikebrok, adalah watu lumpang yang telah berestorasi alias berubah bentuk karena masa usia dan perlakuan. Di beberapa watu tinggalan, sering dijadikan batu untuk mengasah alat petanian, dan tidak menutup kemungkinan pada masa itu setelah terbengkalai lama tak digunakan menjadi alat untuk mengasah pedang atau alat perang lain (mungkin=imajinasi.)
     

      Berada di dekat mata air, Watu Lumpang ini insitu yang menandakan keberadaan peradaban masa yang silam. Watu Lumpang yang digunakan untuk media ritual penyembahan.


      Penambahan bukti penguat, fakta keberadaan peradaban di Watu Gandu. Dimana peradaban silih berganti dengan keberadaan tinggalan megalitikum (watu gandu = dolmen), Kemudian Masa Hindu Klasik dengan keberadaan Reruntuhan candi, Watu Lumpuk dan Watu Lumpang Sikebrok ini. Tak jauh dari sini Candi asu, Situs Nglarangan Serta pusat religi masa lalu : Candi Gedong Songo.
Bonus Cerita dari Pak Mustain Marzuki  :
Cerita tentang watu lumpang dan warga yang bunuh diri di dekatnya.
     Sekitar tahun 2009, tersebutlah seorang keluarga muda. Sang pemuda berasal dari dsn. Suruhan yang menikahi gadis Daerah Bringin. Singkat cerita, setelah setahun menikah , kemudian sang istri hamil.
      Sang suami yang masih muda tersebut pekerjaannya sebagai buruh/ kuli serabutan dengan penghasilan yang tak tentu. saat syukuran 1 bulan (puputan) kelahiran sang anak, pemuda tersebut tak punya uang sama sekali. Kemudian mencari pinjaman 1 juta dari tetangganya.
    Malam saat syukuran tersebut, sang pemuda menghilang setelah terjadi keributan kecil dengan keluarganya. 
     Setelah (warga mengira minggat) tiga hari sang pemuda hilang, warga yang mandi di sumber air sikebrok mencium bau bangkai (dikira tikus mati)
     Bertahun-tahun kemudian, saat warga mulai melupakan kejadian "terciumnya bau bangkai tikus", Setelah dua tahun saat pemilih bambu ingin menjual bambunya, ketika hendak memotong salah satu bambu, tanpa sengaja kakinya menginjak seperti kelapa. Namun karena aneh, penasaran kemudian diambil dan ternyata Tengkorak manusia.
    Kemudian melaporkan ke perangkat desa. Tentu saja penemuan Tengkorak manusia ini langsung menghebohkan. Setelah visum polisi, ternyata diketahui bahwa jasad  ini adalah pemuda yang dulu menghilang saat acara syukuran kelahiran anaknya. Ditamba ciri kaos baju yang dipakai. Disamping jasad, ditemukan pula bungkus racun tikus yang diduga oleh polisi diminum pemuda tersebut untuk bunuh diri. 
    Semenjak di temukan jasad di sekitar pancuran Watu Sikebrok/  Watu lumpang sangat jarang di gunakan untuk mencuci atau mandi karena takut dan seram. Mohon maaf cerita ini jika menyinggung. (sumber Cerita : Bapak Mustain Marzuki)


Video Amatir :



Suryo Dona dan Pak Mustain Marzuki, 
Suryo Dona dan Pak Mustain marzuki
Penelusuran berlanjut ke Makam Lanjan Sumowono.


Salam Peradaban

Situs Makam Banyukuning, Bandungan : Part 2 - Makam Kedua

Antefik, Makam Situs Banyukuning
     Kamis, 20 Juli 2017. Sambungan dari Penelusuran Makam Banyukuning part 1Dari makam desa Banyukuning 1, kemudian kami balik lagi arah masjid. Dimana info awal dari mba Derry kami dapat. 
      Sisi kiri masjid, jalan kecil berpaving menuju makam. Terdapat antefik dan batuan candi di permakamkan. 
     Didalam Masjidpun, Mimbarnya konon juga sangat kuno ;
Masjid Bnayukuning









     Sambil menahan lapar, kami segera bergegas. 
   Ternyata antefik berada dekat dengan gerbang masuk makam. Tengok saja 2 makam yang spesial berhiaskan antefik di bagian atas maesan. Nampaknya yang dimakam adakah pasangan suami istri. 
      Detail antefik.... sekali lagi fokus saya antefiknya, Bukan makamnya.










      Didekatnya, beberapa makam memakai hiasan batu candi berbentuk Kotak. 
Watu Candi di Makam Banyukuning

      Setelah saya rasa cukup, kemudian saya istirahat di deket bangunan yang pikir saya awalnya adalah gudang tempat krenda berada. Sementara Suryo Dona, keliling area makam, mencari kemungkinan batu candi lain. 
       Beberapa struktur batu candi :












    




    Tersebarnya struktur batuan candi di Makam ini menguatkan dugaan keberadaan sebuah bangunan suci masa lalu (=candi), yang pada prosesnya di zaman itu berganti fungsi. 
      Beberapa saat setelah istirahat, kebetulan ada warga yang selesai ziarah kubur, kemudian saya minta izin dan menjelaskan maksud kami. 
      "Ya dulu memang banyak mas, tinggal-an jaman wali. Kalo aslinya makam yang bubakyoso ya disini, kemudian waktu itu ada keributan kecil / rebutan. Akhirnya makam dipindahkan ke atas, di makam yang berada di gumuk", jelas Bapak tersebut. 
(Jika pembaca punya versi lain tentang sejarah banyukuning, bolehlah dibagi di komentar naskah ini ya).
      Tanpa diduga, beliau membuka pintu bangunan (yang awalnya saya pikir tempat menyimpan krenda), "Ini lho mas, makan Kyai", kata beliau. 
Makam Banyukuning
     Terpukau, sangat terpana dengan yang saya lihat. 
Yang menjadi patokan kemuncak. Bagian atas sebuah Bangunan. 
      "Kyai asli daerah sini, sementara istri beliau orang Yaman Timur Tengah", tambah Bapak tersebut.
      Detail Tinggalan yang berada di area cungkup makam (bangunan tertutup) :








Video Amatir :

      Foto partner Blusukan :
Suryo Dona
Salam peradaban
 

Situs Makam Lanjan, Sumowono : reruntuhan Candi

Situs Makam Lanjan
           Kamis, 20 Juli 2017. Destinasi terakhir Penelusuran Hari Kamis ini atau yang biasa kami sebut Ritual kemisan, karena Durasi memang mengejar kami. Setelah Sebelumnya berturut-turut Situs Makam Banyukuning Part 1 dan Part 2, Kemudian Situs Watu Lumpang Sikebrok, Watu Gandu.
Parkir disini : Menuju situs makam lanjan
      Dari Watu Gandu kami keluar menuju Pasar Sumowono kemudian ambil kiri arah ke Kaloran Temanggung. Lurus terus sampai ketemu pertigaan, jika ke kanan menuju Temanggung, bila ke kiri arah Genting Jambu. Kami Ambil kiri, kira-kira 200m kami kemudian parkir. 
         Situs berada di atas gumuk, warga menyebut dengan Bukit Manjeran yang berada di tengahtengah area makam. Setelah parkir motor di pinggir jalan, kemudian kami langsung dihadapkan undakan tangga yang lumayan tinggi, 3x lipat dari undakan tangga di Makam Banyukuning Part 1.
pemandangan dari atas makam lanjan
     Namun pemandangan dari atas, sangat sepadan, Gunung Ungaran tampak gagah perkasa, biru menyejukkan.
     Sejarah diceritakan tutur tinular tentang siapa yang dimakamkan di sini. Konon pada masa lalu tersebutlah seorang pimpinan laskar pengikut Pangeran Diponegoro. Beliau adalah Syekh Abdurrahman. Yang dikirim dari Tegal Rejo Magelang, berikut pasukannya untuk menyerang posisi VOC di barat (Batavia).
       Saat laskar sampai di sekitar Bukit Manjeran, dan beristirahat tiba-tiba ada sergapan dari tentara kompeni. Syech Abdurrahman akhirnya gugur.
     Dalam wasiatnya, beliau meminta untuk dikubur dilokasi yang tinggi. Sempat makam dipindah 3 kali, karena dilokasi yang pertama dan kedua ada saja yang bermimpi ketemu syech Abdurrahman dan beliau tak berkenan.
Makam Syech Abdurrahman : Situs Makam Lanjan

     Akhirnya dipilihlah puncak bukit Manjeran, yang juga konon sebelumnya terdapat reruntuhan bangunan kuno. Makam Syech Abdurrahman sendiri di susun dengan tatanan bekas batuan candi.  
Situs Makam Lanjan
           Batu Berpola, hiasan pelipit dan batu kuncian terlihat tertata rapi :




      
    Di sekitar makam, banyak tersebar batu struktur candi :












Relief : Situs Makam Lanjan

Pak Mustain Mardjuki dengan Helm Pink
     Di tempat yang tinggi, dekat dengan sumber air adalah salah satu konsep masyarakat peradaban Hindu Klasik ketika membangun sebuah tempat suci.
     Di makam Lanjan ini ada beberapa pohon Bringin besar yang usianya konon sudah ratusan tahun.








Suryo Dona, partner Blusukan Kemisan :
Suryo Dona





















Video Amatir :
Mari Ketahui, Lestarikan
Situs Lanjan


Salam Peradaban

nb : 
     Diolah dari berbagai sumber dan hasil guide Pak Mustain Mardjuki