Tampilkan postingan dengan label peninggalan sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label peninggalan sejarah. Tampilkan semua postingan

Senin, 17 Desember 2018

Jejak Kearifan Lokal Watu Gong : di vihara Buddhagaya - Pagoda Avalokitesvara Watu Gong Semarang

Watu Gong Semarang
        Selasa 4 Desember 2018. Penelusuran sejarah biasanya memang saya lakukan hanya hari kamis. Bila hari lain berarti luar biasa diluar kebiasaan saya. Termasuk hari ini yang memang terjadi karena kebetulan saja. Ceritanya setelah menghadiri Musda IPI Jawa Tengah tahun 2018 di Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah (Jalan Sriwijaya-dekat TBRS). Ada rekan dari perpustakaan Kabupaten Karanganyar yang penasaran dengan vihara watugong Semarang. Kebetulan sekalian beli oleh2 buat rekan saya tersebut di Browniss Maylisa Banyumanik plus memang jalur pulang saya (lewat Ungaran) 
      Ada beberapa rekan yang sebenarnya telah menelusuri jejak sejarah di Watu gong ini, karena nama yang identik dengan sejarah. Sekaligus menelusuri apakah ada keterkaitan dengan beberapa situs di Pudakpayung : Yoni Kalimaling dan Yoni Kalipepe serta Arca Ganesha Pakintelan dan Gunung xxxx (saya lupa namanya dan berada dibelakang Kodam IV Diponegoro hanya terpisah aliran air sungai Kaligarang). 
      Ada pula sebuah tempat yang pernah menjadi jujukan wisata alam bagi generasi sebelum 80an yaitu "Ondorante" yang melegenda itu. Konon Ondorante adalah tinggalan VOC.
     Vihara Watu Gong sendiri adalah salah satu tempat ibadah agama Budha yang terletak di Pudakpayung, Banyumanik, Semarang Jawa Tengah. Lokasi tepatnya berada di depan Markas Kodam IV/Diponegoro.
     Setelah parkir ditempat parkir, perhatian saya langsung fokus di Watu Gong" yang berada di pintu Gerbang Masuk Vihara. Ada tetenger tulisan cikal bakal sebuah nama area ini berasal dari watu gong tersebut.
       Sulitnya mencari sumber yang bisa menceritakaan asal muasal legenda Watu Gong ini, kearifan lokal yang unik namun tentunya bersejarah karena diabadikan menjadi sebuah nama lokasi.
    Pun ketika menyebut Watu Gong tentu tak lepas dari keberadaan entitas/ komunitas peradaban yang pernah bersemayan di sekitarnya (Bukti situs purbakala di sekitar Watu Gong.
      Watugong Merupakan batu alam asli yang berbentuk gong yang digunakan sebagai nama kawasan di sekitar vihara sejak dahulu. 
Taman Baca Masyarakat Buddhagaya
     Batu tersebut unik karena dipercaya tanpa rekayasa tangan manusia, juga sebagai peninggalan konon dari getuk tular Watu Gong erat kaitan dengan sejarah berakhirnya era Kerajaan Majapahit (tapi sekali lagi getok tular----ampun vonis ya.... hehe).
      Saya hanya fokus di Watu gong ini, tapi bukan berarti saya tak menikmati suguhan arsitektur mengagumkan Vihara Watugong. 
    Juga surprise bagi saya karena ternyata didalam watu gong ada Taman Baca... (Walaupun saat saya kesini sedang tutup.
 Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
#hobikublusukan

Rabu, 28 Maret 2012

Ditemukan Perahu Tertua di Indonesia Dari Zaman Mataram Hindu Pada Abad-7

Beberapa tahun lalu tepatnya pada hari Sabtu tanggal 26 Juli 2008, dipagi hari sekitar pukul 7:30 pagi, beberapa warga di desa Punjulharjo, Kecamatan Rembang, Jawa Tengah sedang membuat tambak garam. Mereka menggali dengan cara memacul tanah di daerah pesisir tersebut.

Lokasi berada sekitar 400 meter dari pantai yang sekarang, yang mungkin dahulunya wilayah situs ini masih merupakan pinggir pantai. Lalu, secara tidak sengaja mereka, para penggali tambak garam tersebut menemukan bangkai perahu kuno yang kemudian wilayah situs itu dikenal dengan nama Situs Kapal Punjulharjo


Dari hasil identifikasi, jenis kapal berasal dari sekitar abad ke 7 dan 8 setara dengan pembangunan Candi Borobudur. Ini adalah penemuan kapal kayu yang paling komplit dan bisa jadi yang tertua di Indonesia!


Dan penemuan tersebut terlengkap di Asia Tenggara karena kondisi kapal tersebut pada lambung bawahnya masih utuh, dibanding temuan di sejumlah wilayah lain seperti di Sumatera dan juga di negara lain seperti di Malaysia dan Filipina.


Perahu Punjulharjo memberi pengetahuan bagaimana teknologi itu digunakan, mulai dari papan-papan yang dilengkapi dengan tambuku yaitu tonjolan pada bagian dalam dengan lubang-lubang untuk mengikat berbentuk kotak.


Juga ditemukan materi lain pembentuk perahu seperti gading-gading gajah yang membuat bentuk melengkung dibagian lunas perahu, ikatan antara papan dengan gading pada tambuku, bagian haluan, bagian buritan, lunas, dan ditempat lainnya.



Bersamaan dengan perahu kuno tersebut, didalamya juga ditemukan pula kapak, tulang, tongkat ukir, tutup wakul dari kayu, pecahan mangkuk dan tembikar lainnya, juga tempurung kelapa serta kepala patung dari batu.


Dengan keberadaan tersebut sudah pasti Situs Kapal Punjulharjo merupakan aset Nasional, bukan hanya daerah, dan merupakan benda cagar budaya yang harus dilindungi dan dilestarikan.


Seperti yang dikatakan oleh peneliti dari Perancis yang ikut meneliti, Prof. Pierre Y Manguin, bahwa Situs Kapal Punjulharjo sangat spektakuler, terutuh yang pernah ada.



Perahu tersebut juga bukan karena karam atau tenggelam, melainkan ditinggalkan oleh pemiliknya begitu saja. “Mungkin karena sudah tua pada waktu itu”, jelas Manguin.



“Oleh karenanya, bangkai perahu tersebut tidak mudah hancur karena rendaman air laut seperti pada situs perahu-perahu kuno ditempat lain”, tambahnya.

Sepakat dengan Manguin adalah Siswanto, Kepala Balai Yogyakarta. Siswanto menambahkan, hasil uji sampel itu juga mengukuhkan perahu itu sebagai situs arkeologi kelautan tertua dan terutuh yang pernah ditemukan di Indonesia.


Pasalnya, situs perahu sebelumnya hanya tinggal beberapa papan dan tidak berbentuk perahu utuh seperti di Punjulharjo, Rembang ini. Pada tahun 2009 lalu, para peneliti kembali melakukan penelitian lanjutan disitus tersebut.



SITUS KAPAL REMBANG LEBIH TUA DARI BOROBUDUR
Lokasi temuan perahu kuno di desa Punjulharjo yang kemudian dinamakan Situs Punjulharjo sejak tanggal 17-25 Juni 2011 lalu, untuk kesekian kalinya telah diteliti kembali oleh tim dari Balai Arkeologi Jogyakarta yang masih melibatkan seorang arkeolog dari Perancis tersebut.

Penilitian difokuskan pada desain dan teknologi yang digunakan untuk membuat perahu, guna menentukan dari mana asal perahu.


Ketua Tim Peneliti Novida Abas ditemui di sela-sela kegiatan menjelaskan perahu situs Punjulharjo termasuk kuno. Dari hasil carbon dating diketahui berasal dari abad ke-7 atau 1.300 tahun yang lalu.



“Penelitian lebih fokus seputar desain grafis perahu sedetail-detailnya untuk selanjutnya akan dilakukan rekontruksi bentuk aslinya,”ujar Novida.




Sementara itu arkeolog Perancis Pierre Manguin saat ditemui menjelaskan perahu yang ditemukan identik dengan temuan perahu lain di wilayah Asia Timur dan Tenggara sehingga dinamakan Perahu Nusantara.

Situs Punjulharjo menurutnya spektakuler seperti yang telah disebutkan sebelumnya, karena perahu yang ditemukan masih cukup utuh sehingga membantu tim peneliti mengungkap daerah asal dan tujuan perahu berlayar.


“Seperti yang kami teliti beberapa temuan sebelumnya, biasanya perahu tenggelam dan menyiskan potongan papan saja. Situs Punjilharjo spektakuler karena masih utuh,” ungkapnya.



Novida sendiri menambahkan, tim peneliti yang dipimpinnya hanya melakukan uji konstruksi dan usia perahu. Sedangkan pengangkatan dan rekonstruksi akan dilakukan tim lain yang kompeten di bidangnya.


Kepala Balai Yogyakarta, Siswanto saat dihubungi terpisah menjelaskan perahu kuno berusia jauh lebih tua dibandingkan Candi Borobudur yang dibangun pada sekitar abad ke-9 Masehi.


Beberapa bulan lalu, sampel kayu perahu yang dikirim ke Amerika untuk diteliti melalui teknologi carbon dating telah keluar. Hasilnya laboratorium menyatakan positif sampel itu berasal dari abad ke 7 Masehi atau sekitar era Mataram Hindu.



Siswanto menambahkan, hasil uji sampel itu juga mengukuhkan perahu itu sebagai situs arkeologi kelautan tertua dan terutuh yang pernah ditemukan di Indonesia.





Kamis, 08 Desember 2011

Jangkar Dampo Awang : Puzzle sejarah masa lalu

Jangkar Dampo Awang

Hari Selasa tanggal 2 Desember 2011 saat berkunjung ke Perpustakaaan Rembang, yang kebetulan di belakang perpustakaan Rembang adalah Pantai Kartini, (bukan yang di Jepara lho ya…) yang sekarang lebih dikenal dengan Pantai Dampo Awang. Dulu saya sempat keranjingan dengan pantai, tapi tak tahu mengapa saat itu tiba-tiba kurang suka pantai… tapi tak mengapalah pikir saya, mumpung saya bisa ke Pantai gratis….heheheheh.
Ketika berjalan menuju pantai saya dikejutkan dengan Jangkar yang teramat besar, dan berada di sebuah tempat buatan (taman) yang ada pelidungnya serta bertuliskan “JANGKAR DAMPO AWANG”… aha!!!…bukankah itu peninggalan sejarah , batin saya waktu itu…. Segera saja saya mendekat dan mengamati dari dekat, juga tidak lupa mencermati diaorama Dampo Awang.
 Sekitar tahun 1950, Jangkar yang berada di Pantai Taman Kartini Rembang ini awalnya ditemukan teronggok dibelakang gedung LP Rembang. Awalnya diduga bagian kapal jepang sisaa Perang dunia ke II.
Sementara Jangkar Dampo awang yang kedua ini ditemukan pada akhir bulan April 2011 oleh para Nelayan dari Desa Regunung, Jangkar yang berukuran tinggi 4 m dan berat sekitar 4 ton ini ditemukan di gugusan pulau karang Masaran yang berjarak sekitar 2,5m dari bibir pantai.
---- Yang saya sajikan kali ini yang pertama, dan berada di Belakang Kantor Perpustakaan Daerah kabupaten Rembang---
ukuran sebenarnya besar banget.. buktikan saja!

Di bawah Jangkar, dibuat kolam yan di pelihara lele (super) dumbo, besar banget.... kata teman dari rembang, lele itu sangat ganas (baca: karena jarang diberi makan, jdi kelaparan, mungkin )... hati -hati kalau bermain air. di beri lele di kolam ini, hanya sebagai pelengkap saja, untuk memperindah. jadi bukan hewan bawaan  Ceng Ho dari negerinya...hehehhe, iyalah lele dimanapun ada kok.....

Menurut cerita, Laksamana Cheng Ho yang diduga pernah berlabuh di Rembang semasa ekspedisi Kaisar Yongle, kaisar ketiga semasa Dinasti Ming sekitar 1403-1424.
Di kalangan masyarakat, juga ahli sejarah, kisah pendaratan Laksamana Cheng Ho di Rembang masih menimbulkan kontroversi, terutama tujuan berlabuhnya kapal besar yang dimiliki laksamana kepercayaan kaisar China itu.
            Dalam legenda yang berkembang di masyarakat lokal, Laksamana itu dikisahkan menantang dan bertarung dengan salah satu sunan, yakni Sunan Bonang. Namun dalam sejarah yang berkembang, hampir semua misi pelayaran armada China sepanjang sejarah pada 1400 dan seterusnya merupakan perjalanan persahabatan di semua daerah tujuan, tak terkecuali pelayaran Laksamana Cheng Ho. Entah yang bernar yang mana....----pusiing---
    Di Sebelah kanan Jangkar Dampoo Awang ini ada kisah perjalanan Dampo Awang di Rembang yang dibuat kartunnya.....:
Legenda Dampo Awang
Sunan Bonang
Dampo Awang
Santri Sunan Bonang

Peta Bonang

Jangkar Dampo Awang
Legenda Dampo Awang

Prajurit Dampo Awang









Jangkar Dampo Awang....


Saat perjalanan pulang menyempatkan diri beli oleh2 di Dewa Burung…….
Khas Rembang : sirup Kawista