Kamis, 20 Juli 2017

Situs Lumpang Watu Gandu : Watu Sikebrok

Situs Lumpang Watu Gandu : Watu Sikebrok
           Kamis, 20 Juli 2017, Setelah Situs Makam Banyukuning Part 1 dan Part 2, kami kemudian menghubungi Pak Mustain Marzuki, yang berdomisili di Watugandu Sumowono. 
    Dari Banyukuning kami menuju Sumowono, tapi terlebih dulu mencari warung Mie Ayam.
      Yang ternyata setengah benar ucapan Suryo Dona, saya dredek karena lapar. Setelah Mie Ayam dan segelas es teh tandas ternyata lambung jadi stabil dan badan jadi tegak. Tapi dalam hati kecil saya, lapar plus bener-bener takut. Entah kenapa. Semoga tak kenapa-kenapa.
      Kesempatan ini adalah pertamakali nya kami bersua Pak Mustain Marzuki, beliau seorang pemerhati watu candi. Yang semangatnya menjadi salah satu inspirasi kami. Kebetulan beliau adalah Bapak RT, jadi blusukan di Lokasi selanjutnya yang merupakan desa beliau jadi cukup mudah (tanpa banyak tatapan curiga warga).
     Setelah mampir dirumah beliau, bersilaturahmi, kemudian kami diguide menuju Watu Sikebrok. Cukup dekat dengan rumah beliau yang berada di seberang masjid Watu Gandu. Kami keluar gang ambil kanan... kemudian ketemu dengan mushola. Situs berada di lereng bawah mushola tersebut, di antara rimbunan bambu petung.
Watu sikebrok berada : Lumpang Watugandu
    Watu Sikebrok, begitu warga masyarakat Watu gandu menyebutnya demikian. Kebiasaan masyarakat mencuci jarit dan pakaan ibu melahirkan di sini. Di Batu Lumpang ini dan kemudian menimbulkan suara brok .. brok saat di kucek dan dibersihkan.
      Batu Sikebrok, adalah watu lumpang yang telah berestorasi alias berubah bentuk karena masa usia dan perlakuan. Di beberapa watu tinggalan, sering dijadikan batu untuk mengasah alat petanian, dan tidak menutup kemungkinan pada masa itu setelah terbengkalai lama tak digunakan menjadi alat untuk mengasah pedang atau alat perang lain (mungkin=imajinasi.)
     

      Berada di dekat mata air, Watu Lumpang ini insitu yang menandakan keberadaan peradaban masa yang silam. Watu Lumpang yang digunakan untuk media ritual penyembahan.


      Penambahan bukti penguat, fakta keberadaan peradaban di Watu Gandu. Dimana peradaban silih berganti dengan keberadaan tinggalan megalitikum (watu gandu = dolmen), Kemudian Masa Hindu Klasik dengan keberadaan Reruntuhan candi, Watu Lumpuk dan Watu Lumpang Sikebrok ini. Tak jauh dari sini Candi asu, Situs Nglarangan Serta pusat religi masa lalu : Candi Gedong Songo.
Bonus Cerita dari Pak Mustain Marzuki  :
Cerita tentang watu lumpang dan warga yang bunuh diri di dekatnya.
     Sekitar tahun 2009, tersebutlah seorang keluarga muda. Sang pemuda berasal dari dsn. Suruhan yang menikahi gadis Daerah Bringin. Singkat cerita, setelah setahun menikah , kemudian sang istri hamil.
      Sang suami yang masih muda tersebut pekerjaannya sebagai buruh/ kuli serabutan dengan penghasilan yang tak tentu. saat syukuran 1 bulan (puputan) kelahiran sang anak, pemuda tersebut tak punya uang sama sekali. Kemudian mencari pinjaman 1 juta dari tetangganya.
    Malam saat syukuran tersebut, sang pemuda menghilang setelah terjadi keributan kecil dengan keluarganya. 
     Setelah (warga mengira minggat) tiga hari sang pemuda hilang, warga yang mandi di sumber air sikebrok mencium bau bangkai (dikira tikus mati)
     Bertahun-tahun kemudian, saat warga mulai melupakan kejadian "terciumnya bau bangkai tikus", Setelah dua tahun saat pemilih bambu ingin menjual bambunya, ketika hendak memotong salah satu bambu, tanpa sengaja kakinya menginjak seperti kelapa. Namun karena aneh, penasaran kemudian diambil dan ternyata Tengkorak manusia.
    Kemudian melaporkan ke perangkat desa. Tentu saja penemuan Tengkorak manusia ini langsung menghebohkan. Setelah visum polisi, ternyata diketahui bahwa jasad  ini adalah pemuda yang dulu menghilang saat acara syukuran kelahiran anaknya. Ditamba ciri kaos baju yang dipakai. Disamping jasad, ditemukan pula bungkus racun tikus yang diduga oleh polisi diminum pemuda tersebut untuk bunuh diri. 
    Semenjak di temukan jasad di sekitar pancuran Watu Sikebrok/  Watu lumpang sangat jarang di gunakan untuk mencuci atau mandi karena takut dan seram. Mohon maaf cerita ini jika menyinggung. (sumber Cerita : Bapak Mustain Marzuki)


Video Amatir :



Suryo Dona dan Pak Mustain Marzuki, 
Suryo Dona dan Pak Mustain marzuki
Penelusuran berlanjut ke Makam Lanjan Sumowono.


Salam Peradaban

Situs Makam Banyukuning, Bandungan : Part 2 - Makam Kedua

Antefik, Makam Situs Banyukuning
     Kamis, 20 Juli 2017. Sambungan dari Penelusuran Makam Banyukuning part 1Dari makam desa Banyukuning 1, kemudian kami balik lagi arah masjid. Dimana info awal dari mba Derry kami dapat. 
      Sisi kiri masjid, jalan kecil berpaving menuju makam. Terdapat antefik dan batuan candi di permakamkan. 
     Didalam Masjidpun, Mimbarnya konon juga sangat kuno ;
Masjid Bnayukuning









     Sambil menahan lapar, kami segera bergegas. 
   Ternyata antefik berada dekat dengan gerbang masuk makam. Tengok saja 2 makam yang spesial berhiaskan antefik di bagian atas maesan. Nampaknya yang dimakam adakah pasangan suami istri. 
      Detail antefik.... sekali lagi fokus saya antefiknya, Bukan makamnya.










      Didekatnya, beberapa makam memakai hiasan batu candi berbentuk Kotak. 
Watu Candi di Makam Banyukuning

      Setelah saya rasa cukup, kemudian saya istirahat di deket bangunan yang pikir saya awalnya adalah gudang tempat krenda berada. Sementara Suryo Dona, keliling area makam, mencari kemungkinan batu candi lain. 
       Beberapa struktur batu candi :












    




    Tersebarnya struktur batuan candi di Makam ini menguatkan dugaan keberadaan sebuah bangunan suci masa lalu (=candi), yang pada prosesnya di zaman itu berganti fungsi. 
      Beberapa saat setelah istirahat, kebetulan ada warga yang selesai ziarah kubur, kemudian saya minta izin dan menjelaskan maksud kami. 
      "Ya dulu memang banyak mas, tinggal-an jaman wali. Kalo aslinya makam yang bubakyoso ya disini, kemudian waktu itu ada keributan kecil / rebutan. Akhirnya makam dipindahkan ke atas, di makam yang berada di gumuk", jelas Bapak tersebut. 
(Jika pembaca punya versi lain tentang sejarah banyukuning, bolehlah dibagi di komentar naskah ini ya).
      Tanpa diduga, beliau membuka pintu bangunan (yang awalnya saya pikir tempat menyimpan krenda), "Ini lho mas, makan Kyai", kata beliau. 
Makam Banyukuning
     Terpukau, sangat terpana dengan yang saya lihat. 
Yang menjadi patokan kemuncak. Bagian atas sebuah Bangunan. 
      "Kyai asli daerah sini, sementara istri beliau orang Yaman Timur Tengah", tambah Bapak tersebut.
      Detail Tinggalan yang berada di area cungkup makam (bangunan tertutup) :








Video Amatir :

      Foto partner Blusukan :
Suryo Dona
Salam peradaban
 

Situs Makam Lanjan, Sumowono : reruntuhan Candi

Situs Makam Lanjan
           Kamis, 20 Juli 2017. Destinasi terakhir Penelusuran Hari Kamis ini atau yang biasa kami sebut Ritual kemisan, karena Durasi memang mengejar kami. Setelah Sebelumnya berturut-turut Situs Makam Banyukuning Part 1 dan Part 2, Kemudian Situs Watu Lumpang Sikebrok, Watu Gandu.
Parkir disini : Menuju situs makam lanjan
      Dari Watu Gandu kami keluar menuju Pasar Sumowono kemudian ambil kiri arah ke Kaloran Temanggung. Lurus terus sampai ketemu pertigaan, jika ke kanan menuju Temanggung, bila ke kiri arah Genting Jambu. Kami Ambil kiri, kira-kira 200m kami kemudian parkir. 
         Situs berada di atas gumuk, warga menyebut dengan Bukit Manjeran yang berada di tengahtengah area makam. Setelah parkir motor di pinggir jalan, kemudian kami langsung dihadapkan undakan tangga yang lumayan tinggi, 3x lipat dari undakan tangga di Makam Banyukuning Part 1.
pemandangan dari atas makam lanjan
     Namun pemandangan dari atas, sangat sepadan, Gunung Ungaran tampak gagah perkasa, biru menyejukkan.
     Sejarah diceritakan tutur tinular tentang siapa yang dimakamkan di sini. Konon pada masa lalu tersebutlah seorang pimpinan laskar pengikut Pangeran Diponegoro. Beliau adalah Syekh Abdurrahman. Yang dikirim dari Tegal Rejo Magelang, berikut pasukannya untuk menyerang posisi VOC di barat (Batavia).
       Saat laskar sampai di sekitar Bukit Manjeran, dan beristirahat tiba-tiba ada sergapan dari tentara kompeni. Syech Abdurrahman akhirnya gugur.
     Dalam wasiatnya, beliau meminta untuk dikubur dilokasi yang tinggi. Sempat makam dipindah 3 kali, karena dilokasi yang pertama dan kedua ada saja yang bermimpi ketemu syech Abdurrahman dan beliau tak berkenan.
Makam Syech Abdurrahman : Situs Makam Lanjan

     Akhirnya dipilihlah puncak bukit Manjeran, yang juga konon sebelumnya terdapat reruntuhan bangunan kuno. Makam Syech Abdurrahman sendiri di susun dengan tatanan bekas batuan candi.  
Situs Makam Lanjan
           Batu Berpola, hiasan pelipit dan batu kuncian terlihat tertata rapi :




      
    Di sekitar makam, banyak tersebar batu struktur candi :












Relief : Situs Makam Lanjan

Pak Mustain Mardjuki dengan Helm Pink
     Di tempat yang tinggi, dekat dengan sumber air adalah salah satu konsep masyarakat peradaban Hindu Klasik ketika membangun sebuah tempat suci.
     Di makam Lanjan ini ada beberapa pohon Bringin besar yang usianya konon sudah ratusan tahun.








Suryo Dona, partner Blusukan Kemisan :
Suryo Dona





















Video Amatir :
Mari Ketahui, Lestarikan
Situs Lanjan


Salam Peradaban

nb : 
     Diolah dari berbagai sumber dan hasil guide Pak Mustain Mardjuki

Kamis, 13 Juli 2017

Reruntuhan Bangunan Candi di Gedangan : Situs Purbakala

Situs Candi Gedangan Tuntang
   Dari Situs Watu Lawang kami kemudian berlanjut penelusuran situs. Kali ini tujuan kami di Tuntang yang berbatasan dengan Banyubiru dan masuk wilayah Kabupaten Semarang. 
   Dari Watu lawang kemudian kami lewat jalur Salatiga kopeng, Ambil arah Salatiga kemudian ambil kiri lewat jl. Tembus Kopeng - Banyubiru menuju arah Ambarawa. 
Makam Kamandungan
 Sesampainya di Pasar Bandungan Tuntang, kami ambil kiri... 
     Sekitar 100m kemudian akan ketemu makam Kamandungan di sisi kiri jalan raya.
    Masuk gang sebelah kiri jalan, dimana di pinggir jalan ada ruko yang ga aktif. 
Gang menuju situs Gedangan
Masuk kira-kira 50m, melewati jembatan dan kemudian parkir di dekat jalan setapak sebelah kanan.  
Susuri jalan setapak yang menuju sendang tersebut. Sekitar 50m kemudian pandanglah sebelah kirimu, nampaklah tujuan kami. 

Situs Gedangan
Dari lokasi situs, terlihat pohon Bringin besar diatas sendang. 

Sebuah penanda khas yang biasa pemerhati cagar budaya menelusuri jejak peradaban. 
Ciri dimana keberadaan sebuah bangunan sakral  masa lalu = pasti tak jauh dari sumber mata air.
Dari info yang didapat lek Wahid, nasib situs ini memang sungguh tragis, seperti mayoritas tinggalan purbakala yang ada.
Nasib Tragis Situs Gedangan Tuntang

Dijarah warga serta arca iconik dijual para mafia kolektor alias penjahat peradaban yang terkutuk. 
Bahkan arca dari emas pun dikeruk, semoga kuwalat tujuh turunan.... maaf saya terlanjur benci dendam, karena merekalah banyak generasi terpaksa putus sejarah hanya karena mata duitan. 
Situs Gedangan
Semoga dijauhkan dari orang seperti ini.
Yang tersisa dari Situs Gedangan ; Struktur Batu Candi, Batu Berpola




Karena Durasi, kami kemudian menyegerakan pulang.... saya maksudnya... heheheh.... sampai ketemu di situs marjinal yang lain. Salam Nyandi

Video amatir di situs Gedangan 


Foto bersama di destinasi ketiga, Blusukan penelusuran Kemisan ini :
Suryo Dona, Saya dan  Lek Wahid :di Situs Gedangan 
     Salam Peradaban!


di SItus Gedangan


 Mari kita lestarikan, jaga baik...baik.... jangan di musnahkan! 

Situs Gedangan : Yang Tersisa