Minggu, 06 November 2011

Pemandian Senjoyo

Pemandian Senjoyo
Airnya Bening, Seger dan sejuk.
Pantes Saja Jaka Tingkir Mampir ke Sini

Senjoyo
Letaknya di Desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
(deket Terminal Tingkir Salatiga)

Sebenarnya perjalanan ini saya tidak merencanakan, karena seorang teman kerja minta tolong nyariin kekurangan air buat siraman anaknya, jadilah saya meluncur ke SENJOYO. Jumat, 4 November 2011 setelah Jumatan, saya berangkat dari Ungaran. Kondisi cuaca yang tak berahabat alias hujan tak menghalangi saya, sempat beberapa kali berhenti untuk memakai jas hujan, rute yang kulalui sangat mudah, Ungaran-Bergas, Bawen,Tuntang, JLS Saltiga. Saat melewati JLS Salatiga pemandangan sungguh mengagumkan, kuasa Illahi membuat alam begitu indah 
Bentangan kabut yang membentang dari gunung Telomoyo melewati lembah dan menuju Gunung Merbabu seperti gerbang selamat datang.
Kabut yang cukup pekat cukup menambah dingin, pen bekas patah kaki yang belum sempat saya ambil terasa ngilu, sambil memakai kaos kaki agar sedikit hangat saya mengabadikan kabut pekat yang turun itu
Keluar dari JLS, ambil kanan lihat petunjuk 
 Ikuti petunjuk ini, masuk ke kiri kurang lebih 3km.
Mata Air Senjoyo
berada di wilayah kabupaten Semarang Tepatnya di Desa Tegalwaton Kabupaten Semarang, tapi banyak juga masyarakat kota Salatiga yang memanfaatkan Air Senjoyo.
Bening, dan segar. Langsung nampak ketika melihat pemandian di kolam utama ini
Pemandagan sangat alami, ditambah ikan yang berkeliaran bebas terlihat jelas, dan tak takut dengan orang yang sedang berenang di kolam.

Mohon maaf ya, kamera yang saya bawa belum ada autofocusnya, jadi ikannya agak kabur.
Berbagai batuan berelief peninggalan kuno masih ada di Senjoyo. Konon Pemandian Senjoyo ini digunakan oleh para putri raja....



Ada pula patung yang di kanan kirinya ada tempat pembakaran dupa. Juru kunci Sendang Senjoyo, Mbah Jasmin (81) mengatakan banyak juga orang yang melakukan larung untuk membersihkan diri jasmani dan rohani di Sendang itu.
Mbah Jasmin yang merupakan generasi ketiga penjaga Sendang Senjoyo menuturkan, menurut legenda, Mas Karebet atau Joko Tingkir pernah bertapa kungkum di Senjoyo. Kelak di kemudian hari, Joko Tingkir berkedudukan sebagai penguasa Kesultanan Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijoyo.
Ada riwayatnya mengapa Senjoyo menjadi tempat kungkum. Konon, menurut legenda, Mas Karebet atau Joko Tingkir pernah bertapa kungkum di Senjoyo. Kelak di kemudian hari, Joko Tingkir berkedudukan sebagai penguasa Kesultanan Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijoyo.

"Rumiyin, sak derengipun nyuwita ing Demak, Mas Karebet kungkum ing mriki (Senjoyo), ndadar kanuragan—Dulu sebelum mengabdi di (Kesultanan) Demak, Mas Karebet merendam diri di sini untuk berolah kesaktian," tutur Mbah Jasmin.

Legenda Senjoyo dengan Mas Karebet-nya itu masih populer di tengah masyarakat sampai saat ini. Konon, katanya, air sendang yang biasanya tenang tiba-tiba menyembur deras. Jika dibiarkan, bisa terjadi banjir.
Bujangan dari Desa Tingkir itu cepat memotong rambutnya untuk menyumbat mata air yang menggila. Konon rambut gondrong Joko Tingkir menjadi penyaring mata air sendang hingga air mengucur bening sampai hari ini. Itu cerita rakyat tentang Senjoyo. Secara administratif, Senjoyo masuk wilayah Desa Tegalwaton, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Tapi secara geografis lebih dekat dengan Kota Salatiga, yaitu sekitar lima kilometer ke arah timur kota.
 
Pohon pohon besar yang berusia ratusan tahun ada di sini.

Salah satu pohon yang unik dan tua (dikeramatkan), ada sesajen, serta disekeliling pohon itu tertata bekas batuan persis bahan yang digunakan untuk candi.
Dari cerita Mbah Jasmin, diketahui juga bahwa banyak peristiwa yang terjadi di Sendang berkaitan dengan situasi politik nasional. Ia mengisahkan, sebelum Presiden Suharto lengser, di Sendang Senjoyo terjadi peristiwa aneh, yaitu tumbangnya sejumlah pohon beringin di sekitar Sendang. Tidak itu saja, sesaat setelah kebakaran menimpa keraton Solo beberapa tahun silam, peristiwa serupa juga terjadi, saat itu terjadi hujan angin yang hebat dan sejumlah pohon beringin tumbang.
Peristiwa menarik lainnya, yaitu suatu hari Sendang Senjoyo pernah didatangi seorang perwira TNI yang mau berangkat tugas ke Aceh, padahal sebelumnnya perwira tersebut sudah naik kapal laut di Semarang tapi tiba-tiba berbelok mendatangi Sendang terlebih dulu dan berdoa agar dirinya selamat selama melaksanakan tugas. Bahkan ia sempat mengambil air Sendang untuk dibagikan pada anak buahnya yang juga bertugas di Aceh.


Senjoyo : mengambil air.
Sampai saat ini Pemandian Senjoyo masih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar, entah sekedar menikmati pemandangan, mandi dan berenang.

Kelebihan Senjoyo, walaupun Di musim kemarau  manakala beberapa daerah di Salatiga kesulitan air, Sendang Senjoyo tetap mengalir. Sendang itu terletak di Kelurahan Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Dari pusat Kota Salatiga, jaraknya sekitar 4 km. Sendang tersebut hingga kini merupakan sumber mata air bagi warga Salatiga dan Kabupaten Semarang yang tak pernah kering walau kemarau panjang. Aliran mata air tersebut juga digunakan untuk kepentingan pertanian di dua daerah itu. 

Mengambil air untuk konsumsi, bahkan mencuci baju.
Senjoyo : ga usah ditiru...
Malah ada pula seorang pengunjung (yang tampaknya masyarakat sekitar senjoyo) yang berburu ikan pakai senapan, padahal jelas-jelas ada larangan mengambil ikan.
Belum adanya Pengelolaan yang maksimal menjadikan Senjoyo ini hanya tampil seadanya. seperti yang sudah-sudah, jika ada potensi, pasti banyak yang rebutan.... tapi tidak memperhatikan kelestarian ini.. yang penting uang..uang..uang.
Beberapa pihak memanfaatkan air sendang untuk kepentingan air minum dan industri. Di sana tertancap pipa-pipa besi dari PDAM Pemkot Salatiga, PDAM Kabupaten Semarang, serta sebuah instansi militer. Selain itu ada pula perusahaan tekstil PT Damatex yang mengambil air untuk keperluan industri.
Beberapa link yang memberitakan tentang Senjoyo :
- : ratusan warga tegalwaton geruduk pdam 
- : Video perselisihan masyarakat dengan PDAM 
-: Sumber Air Senjoyo Butuh Perhatian dan Perawatan 

Kisah air di Salatiga berujung pada cerita perebutan kepemilikan. Jika dulu jadi milik publik seutuhnya, kini sebagian besar sumber air di situ dikelola negara lewat perusahaan air minum daerah. Ketika akses warga makin terbatas dan debit air menyusut akibat minimnya konservasi, konflik pun bermunculan. Siapa jadi korban?....
-: Main Sedot Tanpa Repot 
Senjoyo

Melanjutkan perjalanan ke Pengging…

Kamis, 03 November 2011

Candi Lawang


Candi Lawang : Sentuhan sedikit saja pasti menjadi mengagumkan
Candi Lawang
 Setelah dari Candi Sari, perjalanan langsung menuju Candi Lawang, masih berlokasi di satu kecamatan dengan Candi Sari, yaitu Kecamatan Cepogo. Tepatnya di Desa Gedangan. Sebenarnya rute yang saya lalui langsung dari Candi Sari, tapi resikonya sobat mesti harus tanya terus.
Maka saya mencoba menuliskan rute saya pulang, tentunya saya balik, karena banyak petunjuk menuju Candi Lawang setelah itupun relatif sangat mudah apabila sobat pingin juga ke Candi sari.
Tugu Dk. Narsopuro
Setelah sampai di Cepogo cari tugu ini 
Gerbang Pratjimohardjo






Tidak berapa lama melewati SMA N 1 Cepogo, kemudian Gerbang Pratjimohardjo. Ambil saja ke kanan. Melewati kantor Desa Paras Cepogo, kemudian SDN Negeri Paras III. 
Dusum Panderojo

Setelah itu sobat akan menemui gerbang di Dukuh Panderojo. 



Sesudah gerbang tadi ada tugu selamat datang Desa Sumbung (ada patung sapinya). Berturut-turut, kantor Desa Sumbung, SDN Sumbung I.

 
Setelah melewati pertigaan, Sobat akan menemukan petunjuk ke Candi Lawang. Di petunjuk tersebut, selain mencantukan keberadaan Candi Lawang, juga menuliskan arah ke TAPAK NOTO dan SUSUH ANGIN. Menurut masyarakat sekitar, ada tapak yang konon adalah jejak nabi, sedangkan SUSUH Angin adalah sumber angin yang sangat kencang (fenomena alam) berasal dari goa di lereng gunung. Sayangnya karena kurangnya informasi di awal perjalanan ini saya melewatkannya. Padahal tentu sungguh menarik tempat tersebut. Semoga masih ada waktu yang lain. Seperti papan petunjuk tersebut, jarak Candi Lawang hanya 500m saja, perjalanan mulai dengan tanjakan (saat saya kesini) aspal pun belum jadi masih berupa krikil, jadi harus berhati-hati agar tidak “kepleset”.
Arah ke candi lawang

Tidak berapa lama, sobat pasti menemukan petunjuk ini.






Sampailah 
Candi Lawang : sedikit nampak dari Jalan



Sesuai dengan namanya, yang terlihat dari jalan pun yang menjulang hanya pintunya saja (jawa:lawang)


lorong Candi Lawang
Pintu masuk berbentuk lorong ke Candi Lawang, Kok sempit ya???????

Candi Lawang

Candi ini lebih terlihat sedikit bentuknya dari pada Candi Sari. Candi Lawang merupakan Hindu, dengan adanya Yoni di dalam Candi, atap yang berbentuk ratna.

Candi lawang : Berlomba dengan ilalang
Berada di belakang rumah penduduk, Saat saya ke Candi ini tidak saya temui satupun orang yang bisa saya jadikan narasumber. Banyaknya ilalang di sela sela reruntuhan memperlihatkan Candi ini kurang diperhatikan.
Candi lawang : hanya pintu yang masih tersisa
Reruntuhan di sekitar Candi Lawang, merupakan Candi Perwara. Tak ada yang berbentuk, kecuali candi utama yang masih terlihat Lawangnya saja.
padmasara
Candi Lawang: Yoni unik
Di Candi Utama ada Yoni yang ada lubang saluran airnya, jika sekarang sic mungkin mudah, tapi pada jaman itu pakai teknik bagaimana yach????? Ada  juga Padmasara yang berada di reruntuhan di depan Candi Utama.
Beberapa relief masih terlihat jelas, 
 
Saat berkeliling lihat batu candi, pandangan terbentur pada 
Candi Lawang : Batu candi dipakai ganjal....
bagaimana tidak shock, hmmm mungkin pemilik rumah ini menyindir “mumpung ga dipakai ya dimanfaatkan dulu”…. Tapi membuktikan juga, Badan Purbakala Jateng ga pernah menengok candi ini lagi, kalau menengok liat hal tersebut mosok diam aja????
Candi lawang : Kucing bersantai
Dari semua hal yang kutemui dan kurasakan di candi ini, adalah ketenangan. Walau berada di tengah pemukiman penduduk dan bahkan berada dibelakang rumah terasa menenangkan berada disini. Terus terang saya betah merenung berlama-lama disini, sambil membayangkan bagaimana bentuk asli candi ini, bagaimana leluhur kita membangun PUZZLE batu ini satu persatu. Sampai Kucingpun ikut nyantai di sini.
Tak terasa hari sudah mulai gelap, saat saya ingin pulang banyak bermunculan burung Gagak di sekitar Candi, setelah kuselidiki memang di sekitar candi, di atas pepohonan banyak sarang burung. Semoga Pemburu Burung tidak baca tulisan saya ini, karena mereka merusak ketenangan…. Dan suara Gagak menambah syahdu sore itu kala saya beranjak pulang.
.Bersiap Pulang, dan merencanakan lagi perjalanan mencintai candi selanjutnya…  
ciaaooo..


Tambahan : saat perjalanan Pulang saya banyak menemui Situs-Situs Peninggalan Kuno. Semoga lain hari secepatnya saya bisa berkunjung.
Cabean Kunthi

Situs Sumur Songo


Selasa, 01 November 2011

Candi Sari : Cepogo Boyolali


Candi Sari : Tak Tersentuh - Merana Sendiri

Candi Sari Cepogo Boyolali

Lokasi :
Kec.Cepogo, Kab.Boyolali
 
Jumat, 28 Oktober 2011 dengan seorang tetangga Gunawan yang aslinya Boyolali ku tekadkan untuk ekspedisi candi. Walaupun tetanggaku itu sama sekali ga tahu keberadaan candi. Loh..????? untuk tujuan pertama Candi Sari terlebih dahulu. Nama candi ini, sama dengan candi yang dekat dengan candi Prambanan. Tapi apakah se anggun Candi Sari di prambanan itu, mari nanti kita cermati.
 Berangkat jam setengah duabelas, dari Ungaran, kemudian Jumatan di Tuntang. Setelah itu rute yang kulalui seperti pada umumnya bila menuju ke Solo. Saya melalui JLS Salatiga agar lebih cepat. Sampai di terminal Boyolali, ambil kanan, gang pertama sebelah kanan masuk. Rute saya melalui jalur perkampungan. Mulai dari desa Winong, lanjut kemudian desa Jelok. Rehat sebentar di dusun Bakulan, tepatnya warung mie ayam (karena mie ayamnya berasa kacau, jadi tidak kutulis nama mie ayam itu). 
....Nanti sahabat cari saja petunjuk  Dimana Cepogo berada.
Tidak ada petunjuk, ke Candi Sari Cepogo Boyolali ini, memaksa saya untuk cari orang untuk bertanya, mulai dari anak-anak sampai dengan nenek-nenek tidak luput ku tanyai. Ada yang menjawab ku jadi jelas, aja yang ngasih jalan tapi malah buat bingung…..
Keramahan penduduk Cepogo jangan disangsingkan, setiap bertanya mereka menjawab melebihi ekspetasi kita. Bahkan saat ku Tanya seorang anak kecil (kira2 10 tahun) yang lagi bermain sepeda, pingin mengantar. Tapi karna …”Mosok di terke cah cilik….!!! Hehehehe”. Dengan sombongnya kutolak tawaran anak kecil itu. Setelah sampai dipertigaan Pratjimoharjo (ada gerbang warna hijau)  sahabat ambil kiri, bila kekanan menuju Candi Lawang (tujuan ke II).
Mulailah jangan malu untuk bertanya, sama sekali tidak ada petunjuk untuk menuju Candi Sari. WHY?....
tetengernya pohon beringin ini
Letak candi sari ini tersembunyi, berada didekat Lapangan Desa Candisari dan berada diatas bukit kecil dinaungi rindangnya pohon beringin yang besar diman candi ini bisu berdiri.
Candi Sari: Bersama kawan
Saat mencari candi Sari ini pun saya kebetulan. perasaan saya ketika melihat pohon beringin itu, ditambah keberadaan pohon tua didepannya ingin rasanya menengok ada apa di atas bukit tersebut, makamkah?, ternyata memang Candi Sari berada di situ.

Selain petunjuk yang tidak ada, papan nama candipun rusak. Yang paling menyedihkan, candi ini terbengkalai. Hanya terlihat persis seperti pondasi candi saja, dengan ditata seadanya. Reruntuhan candi pun hanya tertinggal sisa saja, entah karena lapuk dimakan usia, tergerus zaman atau paling mungkin adalah ulah manusia tak beradab, para pencuri arca candi pasti sudah bergentayangan disini.
Candi Sari : papan Nama kok disini?

Candi Sari : yang tersisa
Candi Sari : Nandi
Candi Sari : Yoni
 Keberadaan candi perwara malah tak berbentuk, bahkan Yoni berada lima langkah dari reruntuhan candi Sari (hhehehe---biar ga sedih nyanyi saja sambil itung langkahmu sob). Malah Nandi juga kehilangan wajah, alias kepalanya di curi, “Dibuat sup kali ya? Sup kepala kerbau hhhh..Dasar!!!!".
Rindangnya pohon beringin
  Sedikit terobati dengan kesejukan di Candi Sari, Pohon beringin yang besar dan rindang menyejukkan jiwa, ditambah pemandangan gunung merapi yang gagah nan di sebelahnya, membuat nyaman kita berada di sini.
 Di Candi Sari pun ada satu pohon eksotis. mungkin juga pohon tua, tapi saya ga tahu jenis pohon apa...
Candi sari ini bercorak Hindu sedangkan yg di kalasan bercorak Buddha. Hal ini diketahui dengan adanya Yoni, arca nandi dan puncak candi yg berbentuk ratna. Lokasi candi berada diatas bukit kecil yg dijadikan lahan pertanian warga sekitar.
Coretan usil di Batu candi
selain tak terurus banyak pula coretan usil pengunjung....

PARADE RERUNTUHAN CANDI SARI....





teronggok seperti tiada artinya lagi
 ketika berjalan pulang, ada satu batu candi yang berada di luar area candi, dan ini semakin membuktikan candi ini sudah LAMA GA DIURUS....
setelah cukup puas, saatnya melanjutkan perjalanan ke Candi Lawang....
Candi Sari : Petualangan Eksotis