Sabtu, 17 September 2011

Ringkasan Modul 4: PENGINDEKSAN DOKUMEN


Ringkasan Modul 4: PENGINDEKSAN DOKUMEN

Purwono (2009) Buku Materi Pokok: Dasar-dasar Dokumentasi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Dokumen perlu dibuatkan sarana temu kembali, yaitu sarana bibliografi (bibliographic device) yang meliputi: bibliografai, katalog perpustakaan, dan indeks.

Kegiatan Belajar 1: Bibliografi dan Bibliografi Internasional

A. BIBLIOGRAFI
Bibliografi (dari bahasa Yunani βιβλιογραφία, bibliographia, secara harfiah “penulisan buku”) :
1.      Sebagai sebuah praktik, adalah buku studi akademis seperti fisik, benda-benda budaya, dalam pengertian ini, juga dikenal sebagai bibliology (dari bahasa Yunani-λογία,-logia) .
2.      Secara keseluruhan, bibliografi tidak peduli dengan isi buku-buku sastra, melainkan lebih kepada “bookness” buku.
3.      Sebuah bibliografi, produk dari praktek bibliografi, adalah daftar sistematis buku dan karya-karya lain seperti artikel jurnal.
4.      Bibliografi berkisar dari “karya dikutip” daftar di akhir buku dan artikel untuk menyelesaikan, publikasi independen.
5.      Sebagai karya-karya yang terpisah, mereka mungkin dalam volume terikat seperti yang ditunjukkan di sebelah kanan, atau terkomputerisasi database bibliografis.
6.      Sebuah katalog perpustakaan, meskipun tidak disebut sebagai bibliografi, adalah bibliografis di alam. Bibliografi karya-karya hampir selalu dianggap sebagai sumber tersier.
7.      Bibliografi adalah suatu daftar terbitan yang memberikan informasi mengenai data kepengarangan, judul, edisi, tempat terbit, penerbit, tahun terbit dan keterngan fisik dai buku yang disebut koleksi. Bisa juga daftar tadi dilengkapi ISBN dan harga. Sekarang, kedua kategori mencakup bibliografi karya-karya tersebut dalam format lain, termasuk rekaman, film dan video, objek grafis, database, CD-ROM dan website.

Selain sebagai penyebaran informasi dan penelusuran informasi, bibliografi juga berfungsi sebagai alat pengawasan terbitan. Sebagai alat pengawasan, dengan tersebarnya informasi tentang terbitan, maka para ilmuwan dengan mudah dan cepat mengetahui berbagai terbitan. Di samping itu, duplikasi penelitian bisa dihindari.

Bessy Graham:
Catatan ilmiah mengenai buku.

Roy Stokes:
Daftar buku (a list of books).

Clapp:
1.   Bibliografi analitis (Analitical bibliography): bibliografi yang memberikan penjelasan mengenai pengarang, terbitan dan sasl mula naskah.
2.   Bibliografi sistematis (Sistematic bibliography): disusun menurut sistem tertentu yang sesuai dengan tujuan penyusunan.

Robinson:
1.   Bibliografi Umum:  program secara internasional (universal), kelompok bahasa tertentu, regional (dari beberapa negara).
2.   Bibliografi Khusus: menurut subjek, bentuk terbitan (misal: fiksi), menurut kurun waktu), menurut kategori terbutan (misal: best seller), terbitan lingkup wilayah.

Fredson Bowers:
Bibliografi analitis (bibliografi kritis)
Bibliografi enumeratif (bibliografi sistematis)

B. KATALOG PERPUSTAKAAN
Setiap dokumen harus memiliki cantuman bibliografi yang disebut juga entri katalog dan terdiri atas:
1. Deskripsi bibliografi
2. Tajuk
3. Nomor panggil
Katalog adalah himpunan rujukan atau berkas yang teratur untuk mencatat dokumen (pustaka atau koleksi). Dalam perkembangannya, katalog mengarah ke berkas yang terbacakan mesin, sehingga muncul istilah file. Tujuan katalog:
1. identifikasi dokumen primer
2. menentukan lokasi dokumen
3. alat temu kembali
4. administrasi kumpulan dokumen
Fungsi katalog oleh Charles A. Cutter:
1. memungkinkan orang enemukan dokumen yang diketahui: pengarang, judul subjek.
2. menunjukkan karya yang dimiliki perpustakaan/unit informasi: oleh pengaang tertentu, subjek tertentu, jenis (bentuk) tertentu.
3. membatu dalam pemilihan dokumen dalam hal; edisi, sifat

C. INDEKS
Indeks dari bahasa latin indics yang berarti telunjuk, sebagai kata kerja berarti menunjuk. Dengan kata lain, indeks berarti apasaja yang menunjukkan. Indeks mempunyai 3 unsur:
1. merupakan petunjuk atau referensi  tentang item atau informasi/data.
2. informasi/data tersebut disusun secara sistematis.
3. susunan sistematis tersebut adgar mudah dipahami dan ditelusur.

Fungsi Indeks:
1. alat penelusur informasi.
2. petunjuk tentang data atau informasi.
3. menghubungkan subjek atau cabang ilmu pengetahuan.
4. alat seleksi bahan pustaka.


Indeks terdiri:
1. Tajuk atau heading: kata atau frasa pada bagian awal entri.
2. Modifikasi: adanya subjek dan subsubjek.
3. Lokator: penunjuk yang menyatakan lokasi dapat ditemukan.

Penyusunan Indeks:
1.   Berurutan: alfabetis (kata demi kata, kemudian huruf demi huruf, numerikal (setiap entri diberi nomor urut).
2.   Hirarkis: kronologis (entri disusun berdasarkan urutan waktu), klasifikasi (berdasarkan urutan klasifikasi).

D. STANDAR BIBLIOGRAFI INTERNASIONAL
Srandar merupakan aturan yang berguna untuk membimbing, tetapi bisa bersifat wajib. Untuk tiap dokumen hanya satu kali dibuatkan cantuman bibliografi yang konprihensif. Cantuman harus dibuat secepatnya setelah dokumen diterbitkan atau tidak diterbitkan. Oleh karenanya dalam penyusunan bibliografi harus memperhatikan:
1. Penentuan Tajuk Subjek, yang menyangkut tajuk utama dan tajuk tambahan.
2. Penentuan Deskripsi, yang meliputi 8 daerah deskripsi bibliografi.
3. Sistem Penomoran Internasional: ISBN, ISSN, CODEN
ISBN terdiri dari 10 digit nomor dengan urutan penulisan adalah kode negara-kode penerbit-kode buku-no identifikasi. Namun, mulai Januari 2007 penulisan ISBN mengalami perubahan mengikuti pola EAN, yaitu 13 digit nomor. Perbedaannya hanya terletak pada tiga digit nomor pertama ditambah 978. Jadi, penulisan ISBN 13 digit adalah 978-kode negara-kode penerbit-kode buku-no identifikasi.

Prefiks ISBN untuk negara Indonesia adalah 979 dan 602. Contoh pola ISBN untuk buku-buku di Indonesia:
978-979-penerbit-kode buku-no identifikasi
978-602-penerbit-kode buku-no identifikasi
979-979-penerbit-kode buku-no identifikasi
979-602-penerbit-kode buku-no identifikasi

Kegiatan Belajar 2: Sarana Simpan dan Temu Kembali Dokumen/Informasi

A. SUSUNAN KOLEKSI DOKUMEN DAN KATALOG PERPUSTAKAAN
Dokumen yang telah diproses perlu disusun dengan mengikuti aturan atau sistem tertentu (shelf arrangement). Dokumen yang tersusun di rak perlu diberikan sarana untuk temu kembali yang berupa rekaman bibliografi (bibliographic record) yang disebut katalog. Katalog mengandung tajuk utama (main heading) dan tajuk tambahan (added entry). Katalog kemudian disusun menurut aturan tertentu pula.

B. SUSUNAN DOKUMEN
Susunan dokumen juga berfungsi sebagai sarana temu kembali. Ada dua sistem penembatan dokumen:
1. Penempatan tetap (fixed location/order): mempunyai tempat tetap; disusun menurut urutan penerimaan, ukuran atau ciri non fisik; susunan tidak bisa dipakai sebagai sarana temu kembali.
2. Penempatan relatif (relative location/code): disusun berdasarkan isinya (subjek)/nomor klas, dapat dipindah atau digeser, dokumen baru bisa disisipkan, bisa untuk “browsing”, bisa dijadikan sarana temu kembali.

C. SISTEM KATALOG PERPUSTAKAAN
Dua sistem penyusunan katalog:
1. Berabjad (alphabetical): jajaran pengarang/judul berabjad, jajaran subjek berabjad.
2. Berkelas (classified): jajaran pengarang/judul berabjad, jajaran subjek berabjad, jajaran subjek berkelas.

Variasi sistem penyusunan katalog:
1. Terpadu (Dictionary catalog)
2. Terbagi (Divided catalog)

Format/bentuk katalog:
1. Katalog kartu (card catalog)
2. Katalog berkas (sheet catalog)
3. Katalog tercetak (printed/book catalog)
4. Katalog COM (Computer Output Microform)
5. Katalog On-Line/OPAC

D. KOMBINASI SARANA TEMU KEMBALI
Sarana temu kembali dokumen: katalog, susunan dokumen, bibliografi, dan shelflist (daftar pengerakan). Selflist adalah daftar milik perpustakaan yang entri-entrinya disusun menurut urutan dokumen di rak. Selflist dilenakgapi dengan jumlah kopi, nomor induk, harga, kopi yang hilang dan lainnnya. Selflist berfungsi: memantau lokasi dokumen, kendali untuk nomor panggil, sarana untuk inventarisasi (stock opname), pemantau keseimbangan koleksi.
Temu Kembali
Menurut Zainab (2002: 41): suatu proses pencarian dokumen dengan menggunakan istilah-istilah pencarian untuk untuk mendefinisikan dokumen sesuai dengan subjek yang diinginkan. Menurut Salton (1983:1): merupakan suatu sistem yang menyimpan informasi dan menemukan kembali informasi tersebut.

E. BAHASA PENELUSURAN

1. Bahasa Alamiah: setiap istilah yang ada pada judul.
2. BahasaTerkontrol: setiap istilah yang berasal dari subjek.

F. EFEKTIVITAS SISTEM TEMU KEMBALI INFORMASI
Lanccaster (1980: 140): efektovitas dari suatu sistem temu kembali informasi adalah kemampuan dari sistem itu untuk memanggil berbagai dokumen dari suatu basis data sesuai dengan permintaan pengguna. Ada dua yang biasanya digunakan dalam mengukur kemampuan suatu sistem temu kembali informasi: rasio atau perbandingan perolehan (recall) dan ketepatan (precicion).

G. KATALOG TERPASANG DAN KATALOG INDUK TERPASANG
Barbara (2001): katalog terpasang (online catalog) merupakan katalog perpustakaan yang memuat informasi data bibliografi berbasis komputer, di mana data disimpan pada suatu server sehingga data tersebut bisa diakses langsung secara terpasang/terhubung dari komputer terminal (workstation) baik lokal maupun global.

Kamis, 01 September 2011

Ringkasan Modul 3: PENGINDEKSAN DOKUMEN


Ringkasan Modul 3: PENGINDEKSAN DOKUMEN
(Deskripsi Bibliografi)

Purwono (2009) Buku Materi Pokok: Dasar-dasar Dokumentasi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Katalog perpustakaan merupakan salah satu jenis indeks. Indeks adalah suatu mekanisme fisik atau alat yang menunjukkan kepada penelusur terhadap bagian-bagian dalam “gudang” informasi yang secara potensial relevan dengan suatu permintaan. Susunan koleksi dokumen bisa dianggap indeks, karena katalog maupun jajaran dokumen memudahkan penelusuran dan menemuan kembali dokumen.
Deskripsi Bibliografi
Setiap dokumen harus dibuatkan data bibliografinya. Pembutan dan penyusunan data bibliografi dari dokumen disebut deskripsi bibliografi (pengkatalogan/katalogisasi), dari bahasa Belanda = Catalogisring, bahasa Ingggris = Cataloguing atau Cataloging. Peraturan standar yang berlaku secara internasional adalah Anglo American Cataloguing Rules (AACR2) - versi 1988 - yang merupakan revisi dari terbitan 1967 dan 1978. Perturan deskripsi AACR2 berdasarkan pada kerangka kerja International Standad Bibliographic Description (General) atau ISBD (G).
Tahap awal dalam pengkatalogan harus bisa menjawab pertanyaan:
1. Apakah judulnya?
2. Siapakah penanggungjawab isinya?
3. Siapa badan penerbitnya?
4. Kapan diterbitkan?
5. Bagaimana bentuk fisiknya?
Setelah deskripsi dokumen, titik pendekatan atau tajuk entri utama dan entri utama harus ditentukan, kemudian bentuk tajuk dan rujukan harus ditetapkan.
Deskripsi bibliogafi berdasarkan ISBDG) terbagi menjadi:
1. Daerah judul dan pernyataan tanggungjawab
2. Daerah edisi
3. Daerah data khusus
4. Daerah Terbitan dan Pengedaran
5. Daerah Deskripsi Fisik
6. Daerah seri
7. Daerah catatan
8. Daerah nomor starndar dan syarat penjualan/penyaluran

A. Pernyataan Tanggungjawab
Istilah “pernyataan tanggungjawab” (statement of responsibility) menggantikan istilah “keterangan kepengarangan” (statement of authorship).
B. Pernyataan Jenis Bahan Umum
Unsur seealah judul dan pernyataan tanggungjawab adalah “pernyataan jenis bahan umum” (General Material Designation atau GMD), guna memberitahukan bentuk fisik dokumen, namun penyebutannya tidak wajib.
C. Daerah Khusus
Tidak digunakan untuk monograf/buku, hanya untuk keterangan tentang sistem penomoran penomoran bahan kartografi (bahan peta) dan terbitan berseri.
D. Daerah Terbitan dan Pengedaran
Dulu digunakan untuk mencatat penerbit, tetapi sekarang dalam proses penerbitan: distributor, releasing agency suatu film.
E. Daerah Deskripsi Fisik
Dulu disebut kolasi (daerah untuk mencatat berbagai data tentang fisik dokumen. Daerah ini untuk mencatat berbagai data mengenai bentuk fisik dokumen. Daerah ini dimulai keterangan jumlah, disertai “Specific Material Designation = SMD” atau pernyataan jenis bahan spesifik, yang menerangkan kelompok khusus dokumen.
F. Tingkatan Deskripsi
o Tingkatan Pertama
Judul sebenarnya/pernyataan tanggungjawab pertama.─ Keterangan edisi.─ Data khusus .─ Penerbit pertama, tahun terbit.─ Jumlah.─ Catatan.─ Nomor standar.
o Tingkatan Kedua
Judul sebenarnya [pernyataan jenis bahan umum]= judul paralel: anak judul/pernyataan tanggungjawab pertama, pernyataan bertanggungjawab berikutnya.─ Keterangan edisi.─ Data khusus .─ Tempat terbit pertama, sdb.: Penerbit pertama, tahun terbit.─ Jumlah: data fisik lain; ukuran.─ (Judul sebenarnya seri/pernyataan tanggungjawab seri , ISSN, nomor seri, judul subseri, ISSN seri; nomor dalam seri).─  Catatan.─ Nomor standar.
o Tingkatan Ketiga
Semua unsur yang dieprinci dalam aturan dicatat, bila informasinya tersedia, dalam peraturan harus dicantumkan.
G. Alternatif dan Pemilihan
Ciri yang sangat penting AACR2 adalah kelenturan (flexibility) yang memungkinkan para kataloger menyesuaikan pada situasi dan kondisi perpustakaannnya, yaitu: “alternativef rules” (aturan alternatif) dan “optional – additios” (pilihan):
1. Aturan alternatif dan pilihan yang harus ditentukan pilihannya sebagai bagian pilihan tersebut harus atau selalu diterapkan atau tidak diterapkan sama sekali.
2. Aturan alternatif dan pilihan yang dapat diputuskan dan diterapkan per kasus.
H. Penentuan Titik Akses Pada Entri Utama
Titik akses sebagai tajuk disebut entri utama (main entry). Entri utama adalah entri yang merupakan uraian lengkap katalog dari sebuah buku yang dibuat sebagai dasar bagi pembuatan entri-entri lain. Entri utama biasanya entri pengarang, namun dalam hal tertentu bisa judul (title) atau nama badan korporasi (corporate body).

Tajuk entri utama sama dengan pengarang yang bertanggungjawab terhadap isi intelektual atau isi artistik suatu karya. Jika tidak ditemukan pengarang, judul dapat dijadikan sebagai tajuk utama.

Entri Nama Badan Korporasi dengan ketentuan:
1. Karya disusun/dikeluarkan oleh badan korporasi
2. Karya lembaga resmi, pemerintah, keagamaan
3. Karya dokumen kolektif badan (misalnya: komisi, komite)
4. Karya dokumen kolektif dari kerjasama, konferensi, eksebisi, kegiatan oleh badan korporasi
5. Rekaman suara, film, video yang merupakan karya kolektif
6. Bahan kartografi (bahan peta) dari badan korporasi


Entri judul dengan ketentuan:
1. Nama pengarang tidak jelas atau meragukan
2. Karya kolektif lebih dari 3 (tiga) orang atau karya editorial
3. Karya yang tidak masuk dalam kategori dari nama badan korporasi
4. Diterima sebagai kitab suci agama tertentu

I. Penentuan Titik Akses Pada Entri Tambahan
Tajuk entri tambahan adalah tajuk entri yang merupakan tambahan pada tajuk entri dalam suatu katalog. Pembuatan tajuk tambahan diperlukan karena diperkirakan pemakai akan melakukan penelusuran melalui judul, pengarang kedua dan seterusnya, atau tajuk lain. Yang bisa dijadikan tajuk entri tambahan adalah:
1. Nama orang ke-2 dan ke-3, jika suatu karya dikarang oleh 3 orang. Empat orang atau lebih, jika suatu karya dikarang oleh lebih dari 3 orang.
2. Nama Badang Korporasi, jika nama tersebut menonjol
3. Judul suatu karya, jika judul tersebut tidak dijadikan sebagai tajuk utama
4. Judul seri, jika karya-karya seri terpisah dari pengkatalogannya.

J. Tajuk
Orang yang terlibat dalam penulisan buku, bukan termasuk kategori pengarang, adalah penerjemah, editor (penyunting), penulis pendahuluan, pengumpul karangan, dan pemberi kata sambutan. Kepengarangan menentukan tajuk (heading). Tajuk adalah kata-kata pertama yang terdapat dalam entri katalog sebagai dasar penyusunan katalog.
Tajuk bisa nama pengarang pertama, judul, tajuk karya campuran (karya saduran), nama badan korporasi, dan nama pertemuan.

K. Judul Seragam
Penggunaan tajuk seragam dimaksudkan agar dalam katalog dapat terkumpul uraian utama karya-karya yang diterbitkan dalam berbagai bahasa atau badan dalam berbagai versi. Tajuk seragam diberlakukan untuk karya-karya klasik yang tidak dikenal pengarangnya, kitab suci dan karya peraturan perundang-undangan. Pencantuman judul seragam adalah optional, bukan wajib. Judul seragam ditentukan sebelum judul yang sebenarnya dan ditulis dalam kurung siku.

L. Reference (Rujukan)
Nama seseorang atau badan korporasi bisa dikenal dalam bentuk (nama) lain, maka perlu dibuatkan rujukan dari bentuk lain tersebut. Juga untuk subyek yang tidak digunakan kepada istilah yang digunakan, misalnya: Jeanne Bourgeois dengan nama samaran: Mistinguett:
Bourgeois, Jeanne See Mistinguett

M. Analisis
Analisis merupakan suatu proses menyiapkan cantuman bibliografi yang mendeskripsikan bagian atau bagian-bagian dari sebuah kesatuan yang luas:
1. Deskripsi bibliografi lengkap
2. Catatan isi
3. Entri tambahan
4. Deskripsi multi level (tingkatan). Tingkat pertama berkas (record) informasi berhubungan dengan bahan (item) secara keseluruhan, tingkat kedua atau ungkin seterusnya berkas informasi berhubungan dengan bagian dari suatu bagian.

Selasa, 02 Agustus 2011

Candi Ceto

Layaknya Bali Kecil….
candi Ceto
     Tidak begitu jauh dari Candi Sukuh, terdapat pula candi yang tidak kalah menawan. Candi Ceto namanya. Jalurnya setelah saya keluar Dari Candi Sukuh, ambil kanan, kira kira 5km. tepat di sekitar terminal wisata Ngargoyoso saya berhenti sejenak untuk istirahat, sambil mengisi perut yang lapar. Lumayan murah, tidak banyak menguras logistic saya, dengan menu ayam bakar + Es Jeruk hanya Rp. 13.000,- cukup enak juga, sayang tidak ada nama rumah makan tersebut, tetapi saya menyarankan para backpacker/touringer/traveler/penjelajah atau siapapun karena selain enak mbak penjualnya ramah, hmmmm cantik lagi….kalau tidak percaya buktikan saja, Heheheheh…sstttt! Gak berani moto, takut salah…. Wkwkwkwk. Ku beri Penandanya saja, Dari Rumah makan itu, sudah terlihat penunjuk arah ke Candi Ceto.  
 
      Sudah jelas kan, Kemudian setelah selesai membayar, ku lanjut untuk segera ke Candi Cetho, tapi sebelumnya ku sempatkan bertanya dulu sama penjualnya kira-kira berapa km lagi…… jawabnya sambil senyum lho…heheheh. ada pertigaan (pos ojek simpanglima) sahabat ambil kanan, kalau kekiri arah ke Mojogedang. Di sepanjang jalan ini di kanan-kiri kita di temani pemandangan menghijau kebun teh. Mengingatkan saya saat perjalanan ke Candi Dieng (teh Tambi), kemudian berganti ladang khas tnaman pegunungan.. dengan pemandangan yang menakjubkan. JAGAD PRAMUDHITA! 
 
     Dari kebun teh ini, ini sudah ada petunjuk, yang memudahkan kita, jadi tidak perlu kawatir, walau seperti saya ini yang selalu ‘sendiri’ mencari ketenangan di candi…. Saya jamin sahabat tidak akan tersesat.
     Sama seperti Candi Sukuh, setelah membayar Tiket masuk Rp. 3000,- (tapi kok saya ga diberi karcis? Padahal mow saya buat kenang2 an?) + parkir Rp. 2.000,-(dibayar belakangan). Saya mulai memakai EOSD1000 menelanjangi Cetho…. Hehehehe (kata-kata saya terpengaruh Sukuh nic…sedikit personifikasi-mohon dimaklumi.)
     Terletak di lereng sebelah barat Gunung Lawu dengan ketinggian 1.400m dpl. Kompleks Candi Cetha (Ceto) ini berada di Dukuh Ceto, Desa Gumeng Kecamatan Jemawi Kabupaten Karanganyar. Adapun letak candi pada koordinat 111009’ BT dan 070’3548”LS. Keberadaan Candi Ceto pertamakali di laporkan oleh Van der Vlis pada tahun 1842. Karena Candi Ceto ini banyak memiliki keunikan dan sangat kuno, sehingga banyak ahli purbakala yang tertarik meneliti, seperti W.F. Stutterheim, K.C. Crucq, N.J. Krom, A.J. Bernet Kempes, Riboet Darmosoetopo dkk,dll. Pada tahun 1928 dinas purbakala telah mengadakan penelitian melalui ekskavasi untuk mencari bahan-bahan rekontruksi yang lebih lengkap.
     Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Vand Der Vlis maupun A.J. Bernet Kemper, Kompleks Candi ini memiliki 14 Teras, akan tetapi kenyataanya saat ini hanya tinggal 13 teras berundak. Susunannya dari barat ke timur, makin kebelakang semakin tinggi. Di tempat tertinggi itu pulalah tempat yang paling suci.masing-masing halaman teras dihubungkan oleh sebah pintu dan jalan setapak yang seolah-olah membagi halaman teras menjadi dua. 
      Arsitektur Candi Ceto mempunyai persamaan dengan Candi Sukuh, yaitu dibangun berteras sehingga mengingatkan kita pada artefak jaman prasejarah yaitu Punden Berundak. Bentuk dan susunan candi semacam ini sangatlah khas dan spesifik, tidak ditemukan pada komplek candi lain khususnya di Jawa Tengah kecuali Candi Sukuh. 

      Di Candi Ceto ini banyak ditemukan arca-arca masa prasejarah misalnya arca digambarkan dalam bentuk yang sederhana. Kedua tangan diletakkan pada perut/ dada. Sikap semacam ini menurut para ahli mengingatkan pada patung-patung sederhana di daerah Bada, Sulawesi Tengah. 
sudhamala
       Adapula relief Çuddhamala seperti di Candi Sukuh, 
dan relief-relief binatang seperti kadal, gajah, kura-kura, belut dan ketam.



belut

kodok
ikan
kura-kura
ketam
kadal

surya majapahit
      Mengenai masa pendirian Candi Ceto, dapat dihubungkan dengan keberadaan prasasti yang berangka tahun 1373 Saka atau 1451 M. Berdasarkan prasasti tersebut, serta penggambaran figure binatang maupun relief dan arca yang ada, Candi Ceto diperkirakan berasal dari abad 15 M dimana masa tersebut adalah masa majapahit akhir. Saya juga mengamini sumber informasi tersebut, karena ada relief yang sama persis dengan lambang Kerajaan Majapahit. Surya Majapahit. 
       Bangunan utama candi berada di halaman teras paling atas/ belakang. Bentuk yang Nampak sekarang merupakan hasil pemugaran pada akhir tahun 1970, yang konon banyak kontroversi dalam pemugaran itu, karena kurang memperhatikan konsep arkeologi, termasuk penambahan pendapa dari kayu. 
      Sesaat setelah saya membeli tiket masuk, hawa Bali terasa, mulai dari dialog masyarakat yang terdengar, pakaian adat, semerbak kemenyan dan dupa mampir di hidung saya ditambah bangunan yang mirip pura…. Dugaan saya tidak salah, ternyata masyarakat daerah Ceto konon dari cerita pendahulu (saya bertanya pada tukang parkir) masih satu lerabat/ satu leluhur dengan masyarakat Bali yaitu pelarian pendukung majapahit. Mendengar itu saya langsung bersemangat ’45 untuk segera masuk ke kawasan Candi ini.
        Kalau saya menerka-nerka, Atau mungkinkah Raja Majapahit Brawijaya V moksa disini ya setelah kalah berperang dengan anaknya Raden Patah?...hmmmm…. soalnya dibuku terakhir yang saya baca…. Raja Brawijaya V mengasingkan dan menyepi menggapai kesempurnaan di G. Lawu….
        Saat saya di Candi ini, memang banyak orang Bali yang mengunjungi sanak kerabat sambil berziarah dan beribadah di Candi Ceto. Barusan saja juga diselenggarakan upacara melasti di Candi ini (mohon maaf bila salah)
     Keramahan masyarakat Cetho langsung terasa, tak kenal dengan sayapun mereka menyapa dengan senyuman, langsung nyaman hati saya di sini.
Seperti anak ini, tidak takut untuk mengerjain saya…

     Yang membuat saya terenyuh tapi bangga… anak itu berbuat sesuatu yang diluar dugaan saya, dia membersihkan sampah pengunjung, anak ini bukan pemulung ataupun petugas kebersihan tapi anak ini merawat Candi Ceto agar cucu nya kelak masih menikmati dengan nyaman di Ceto ini. Saat saya Tanya, kenapa ngambilin sampah, apa ada yang nyuruh?... jawabnya…tidak, dia sedih saat kawasan ini kotor….. hmmm… anak kecil aja sadar, Kitaa!!!!?? Tolong jawab dengan tindakan.
       
      Pada Gapura pertama, siap-siap saja melahap undakan, ada 35 undakan. Kemudian kita akan disambut sepasang arca.      Tidak lupa pula saya mengabadikan diri saya melalui gambar disamping itu…. Ini bukti nyata saya sudah pernah kesini, dan sangat menikmati Candi Ceto ini. 
 
         
 

          Disetiap undakan teras, di pintu masuk gapura ada arca

     Ada juga relief yang tersusun ditanah berbentuk kura bersayap. 

       Saat menuju Bangunan candi utama Ceto ini, saya agak sedikit ragu, karena banyak orang yang akan beribadah di situ….
      Karena mungkin tahu saya maju-mundur, bimbang takut mengganggu, seseorang dari rombongan itu mempersilahkan saya sambil tersenyum, mari mas tidak-apa…. Dan hampir semua orang disitu tersenyum sama saya, sebuah kejutan bagi saya, di Indonesia yang sudah jarang orang ‘Tepo Sliro, namun di komunitas ini gampang ditemui”… saya senang sekaligus menerawang, seandainya budaya Indonesia masih seperti ini, niscaya kedamaian lah yang dirasa oleh masyarakat kita.
       Belum habis ketekejutan saya, saya kembali dibuat terperangah, di Bangunan utama Candi Ceto/ yang paling atas sendiri ada beberapa pendapa dan rumah kotak kayu yang unik, setelah saya Tanya-tanya pada orang-orang yang bersembahyang tadi, itu bentuk rumah pada zaman majapahit dulu….. aha aha….. benarkah?, betapa girang saya mengetahui hal tersebut. Berangan-angan ingin punya rumah seperti ini…. 
Karena saya PECINTA MAJAPAHIT! 100%…. Tapi rumah-rumah ini digembok, jadi tidak bisa mengetahui bentuk dalamnya, Atap rumah pada jaman dulu diberi tanda sesuai dengan status/jabatan sipemilik.
       Selain rumah juga ada beberapa pendopo, Di pendopo tersebut juga ditempatkan arca-arca yang masih digunakan untuk bersembahyang bagi umat hindu terutama warga Ceto. 
 

arca lingga
      

         Bagian utama candi Ceto, 
Candi Ceto
samping kanan

belakang
samping kiri









Di sisi sebelah kiri Bangunan Utama Candi Ceto ada yang mulai rusak, 
Cetok mulai rusak
     Kalau tidak segera mendapatkan perhatian segera pasti tambah parah….., oh ya di situ disediakan buku tamu dan kotak Dana Punia, kalau punya rezeki berlebih ngisi juga ya… siapa lagi yang harus memperhatikan warisan leluhur ini jika bukan kita sendiri?

Sampai jumpa lagi di perjalanan memburu kemegahan candi berikutnya…..

Perjalanan kembali lagi ke rumah, home sweet home….

Senin, 01 Agustus 2011

Ikan 'Kepala Buaya' di Kolam Majapahit

Ikan ditemukan di Kolam Segaran oleh seorang warga Mojokerto saat memancing.

Ditemukan di kolam Segaran

VIVAnews - Seekor ikan dengan kepala mirip buaya ditemukan Suparto, warga Mojokerto, Jawa Timur. Ikan ini ditemukan pada Selasa, 19 Juli 2011 di Kolam Segaran yang merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit.

kolam segaran


           Suparto menemukan ikan ini saat memancing. Dia mengaku terkejut karena menduga umpan yang dia lempar dimakan oleh buaya. Tapi, ternyata yang memakan adalah seekor ikan.
       Suparto sebenarnya bukan orang yang pertama kali menemukan ikan jenis ini. Tahun 2009 lalu warga Sukolali, Surabaya juga menemukan ikan sejenis. Selain itu, Jawa Barat, dan di Tegal pada 2011 ini juga ditemukan ikan berkepala mirip buaya ini.
        Ikan berkepala mirip buaya ini adalah jenis alligator gar atau bahasa latinnya Lepisosteusidae yang merupakan spesies asli Amerika Utara. Ikan ini merupakan predator yang sangat agresif memangsa ikan-ikan kecil lainnya.
       Belum diketahui, bagaimana ikan-ikan ini bisa sampai ke sungai-sungai di Indonesia, termasuk di kolam peninggalan Majapahit ini.

Video nya : http://video.vivanews.com/read/14977-penemuan-ikan-berkepala-mirip-buaya_1 http://video.vivanews.com/read/14977-penemuan-ikan-berkepala-mirip-buaya_1