Kamis, 28 April 2011

CANDI GENTONG

Candi Gentong

Dibangun Minak Jinggo

Untuk Ratu Kencana Wungu


Setelah mengunjungi Gapura Wringin Lawang Perjalanan dilanjutkan ke Candi Gentong. 


Candi ini terletak sekitar 10 menit dari Wringin lawang. Berada di desa Jambumete Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto. Pemandangan selama perjalanan cukup indah, persawahan yang menghijau, jalan kecil namun mulus, angin yang Sejuk serta banyak masyarakat yang sedang di sawah... benar-benar wisata yang mengasyikkan.

namun yang cukup mengecewakan, keadaan candi ini, hanya berupa reruntuhan saja. padahal kalau dilihat dari pondasinya candi ini saya rasa sangat indah.... kata masyarakat sekitar, Candi gentong, dinamakan seperti itu karena ketika ditemukan candi tersebut tertimbun oleh tanah yang menggunung dan membentuk seperti gentong tapi tidak ada keterangan pasti mengapa hal itu bisa terjadi. Candi gentong digunakan untuk upacara umat budha (upacara seradah).Di dalam candi ditemukan lebih dari seratus stupika dan bagian tengah merupakan pusat dari candi.

Candi Gentong
Di bagian belakang menurut masyarakat terdapat sumber air yang digunakan untuk ibadah tetapi setelah dilakukan penelitian tidak ditemukan hal tersebut yang ada hanya bilik-bilik saja.


Di candi gentong telah ditemukan dua patung budha yang sekarang disimpan di museum pusat.
Walaupun letak candi gentong berdekatan dengan candi brahu tetapi tidak ada hubungan secara langsung antara ke 2 candi ini karena candi brahu adalah candi hindu dan candi gentong adalah candi budha.
SEBUAH KERUKUNAN BERAGAMA YANG BISA KITA RASAKAN SAMPAI SEKARANG....


Kondisi Candi gentong yang belum sempurna dikarenakan kurangnya informasi yang membahas mengenai bentuk dari Candi Ini.


http://www.beoscope.com/video-candi-gentong?id=20100002893
Dalam Rapporten Oudheidkundige Commisie disebutkan, tahun 1907, di Desa Trowulan terdapat Candi Gentong yang tinggal puing-puing. Fakta ini diperkuat dengan tulisan NJ Krom di Inleiding tot de Hindoe Javaansche Kuns pada tahun 1923 dan pernyataan Maclaine Pont, pendiri Museum Trowulan.
Katanya, Candi Gentong merupakan satu kesatuan dengan Candi Tengah dan Candi Gedong. Karena dianggap punya peran besar dalam rekonstruksi peninggalan Majapahit, pemerintah melalui proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Bekas Kota Kerajaan Majapahit berusaha untuk melakukan penggalian. Hasilnya, ditemukan stupa dan arca-arca Buddha., Di luar itu, ditemukan fakta denah sebuah candi yang organisasi ruangnya unik, bahkan boleh dibilang paling unik di Indonesia.
Denah Candi Gentong tersusun dari tiga bangunan bujur sangkar yang memusat. Bujursangkar pertama atau yang paling kecil, meiliki panjang dan lebar 9,25 meter. Lalu bangunan kedua, berukuran 11,40 dan bangunan ketiga berukuran 23,5X23,5 meter.

Cukup Menarik.........?????

Berdasar analisa carbon dating yang diteliti di Pusat Pengembangan dan Penelitian Geologi Bandung, diketahui, candi ini dibangun pada tahun 1370. Artinya, Candi Gentong berasal dari zaman pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1350-1389). Dari data denah bangunan didukung temuan-temuan arkeologis lain, Candi Gentong dulu merupakan bangunan stupa yang relatif besar di bagian pusat, kemudian dikelilingi oleh stupa-stupa yang lebih kecil.

Rabu, 27 April 2011

Candi Wringin Lawang

WRINGIN LAWANG-TROWULAN-MOJOKERTO = MAJAPAHIT
kemegahan yang tersembunyi.....
pintu masuk gapura Wringin Lawang

pintu masuk, menyambut kita....
Love MAJAPAHIT!

     Tanggal 25 Desember 2010, jam 8 pagi tepat, berangkat dari penginapan setelah menyempatkan diri makas pagi di warung makan sederhana, dari kota Mojokerto meluncur ke Trowulan, setelah melihat peta dan beberapa petunjuk dari warga yang ditemui di pinggir jalan, sempat terlewat beberapa km, dan kebingungan akhirnya benar-benar sampai di salah satu peninggalan Majapahit. letanya terlihat dari pinggir jalan besar jalur Surabaya-Solo. kurang lebih masuk 100m. setelah berbasa-basi dengan penjaga cagar budaya peninggalan majapahit ini, (terimakasih Bp. Basori atas keterangan2nya), disambut dengan pohon beringin yang cukup besar dan berusia ratusan tahun, mulailah menikmati keindahan dan terkagum2.... dari kejauhan terlihat megahnya... sangat mencolok karena berwarna oranye kemerah-merahan.... khas bangunan dari batu bata merah. 
     Tidak sabar untuk segera berimajinasi, bagaimana bangunan ini jaman dulunya...... 
Jangan ditiru, tidak boleh memanjat....
( penjaga lengah nic...)
sambil sesekali mengabadikan ....setiap sisi gapura wringin lawang yang menggetarkan hati ini.... selama kurang lebih dua jam, jeprat-jepret Gapura Wringin Lawang, waktu yang sangat singkat bagi saya untuk mengagumi Pesona bangunan ini. terdokumentasi sampai 257 hasil jepretan.... setelah sadar ternyata kurang banyak!
Pasti banyak yang belum tau asal bendera Indonesia Merah Putih asalnya itu lambang bendera majaphit loh mereka menamakan gulo kelopo (GULA dan KELAPA)
Majapahit... was here!
     Candi Wringin Lawang adalah tujuan pertama kali petualangan di ibukota MAJAPAHIT. 
Candi Wringin Lawang atau juga dikenal dengan Gapura Wringin Lawang terletak di desa Jatipasar Kecamatan Trowulan. Dalam Tulisan Raffles : History of Java 1, 1815 disebut dengan Gapura Jati Pasar, sementara berdasarkan cerita Knebel dalam tulisannya tahun 1907 menyebutnya sebagai Gapura Wringin Lawang. 
     Wringinlawang (dalam bahasa Jawa, wringin berarti beringin, lawang berarti pintu.

Gapura Wringin Lawang strukturnya terbuat dari batu bata, kecuali pada bagian anak tangganya yang terbuat dari batu. Bentuk bangunan ini mengingatkan pada candi bentar. http://sosbud.kompasiana.com/2011/03/30/candi-bentar-dan-candi-kurung/ 
Candi yang berbentuk Gapura (terbelah dua), dengan denah empat segi panjang berukuran panjang 13 m, lebar 11,5 m, sementara tinggi bangunan 15,50 m. Orientasi Gapura Wringin Lawang ini menghadap ke arahtimur barat koordinat azimut 279
Jarah antara dua bagian Gapura selebar 3,5 m dengan sisa-sisa anak tangga pada sisi timur dan barat. Dulunya anak tangga ini dihiasi dengan 'pipi' tangga.
      Dari Hasil penggalian Arkeologis pada sebelah utara dan selatan Gapura Wringin Lawang terdapat sisa struktur bata yang mungkin merupakan bagian yang dulunya adalah bagian dari tembok yang mengelilingi sebuah bangunan.
Sebelum gapura Wringin lawang ini dipugar, sisi utaranya sebagian puncaknya hilang tergerus oleh waktu, hanya tinggal 9 m saja. kemudian tahun 1991-1994 dipugar dan direkontruksi kembali.
Majapahitisme....
Ditemukan pula 14 buah sumur di sebelah barat daya (halaman), bentuk sumurnya bermacam-macam ada yang berbentuk silindrik dan kubus. Sumur berbentuk silindrik menggunakan bata lengkung, sementara sumur yang berbentuk kubus batu batanya berbentuk kubus pula.
Di bagian sumur ditemukan semacam jobong (bis beton) yang terbuat dari tanah liat.
konon Gapura Wringin lawang adalah sebuah pintu gerbang rumah bangsawan/ komplek istana majapahit.
Setelah Cukup puas (walaupun hati ini masih pingin disini dan suatu saat akan kesini lagi) perjalanan saya lanjutkan......
sebelum pulang tidak lupa berdoa ... hehehehehehe

Senin, 25 April 2011

menelusuri MAJAPAHIT

TROWULAN-Mojokerto
tanggal 24-26 Desember 2010

06.30 pagi, perjalanan dimulai. berangkat dari mranggen...bersama istri mencoba memulai perjalanan "rekontruksi" mengenang majapahit dulu...... rute mranggen purwodadi jalanya lumayan (masih)jelek... sekitar jam 8 pagi makan pagi di purwodadi....tepatnya di RM. Kharisma, makan soto sapi dan es jeruk.....rasanya sic lumayan enak (karena luaper mungkin)...
lanjut lewat purwasari-cepu-jiken-jepon....kemudian Bauretno-kapas- dan balenrejo sampe bojonegoro jam 12 siang, berhenti sebentar foto2 di pegunungan kapur.... pemandangane dasyat buanget....keren...(di pegunungan ini juga dulu kisahnya.. gajahmada menyelamatkan jayanegara dari kejaran pemberontak Ra Kuti, jd berimajinasi kisah heroik itu...) setelah sejenak menikmati pemandangan, perjalanan lanjut ke ngimbang-ploso-, berhenti juga di tepi sungai brantas....foto-toto(lagi2 narsis dulu) 
....sungai brantas merupakan jalur utama majapahit untuk perdagangan dan pertahanan, jd dulu mungkin banyak pasukan majapahit yang berenang di sungai brantas (mungkin kn?)....... lanjut perjelanan menyusuri kali brantas.... sebelum masuk kota mojokerto istirahat dulu di alfamatr( lupa jalan e apa).... buka2 peta jalan dulu biar ga kesasar.....
istirahat setengah jam, kemudian lanjut ke kota mojokerto.....
cari penginapan..... agak susah ternyata cari penginapan murah di mojokerto......
setelah muter2 kota cukup lama akhirnya ketemu penginapan "Tanjung sari" pada jam 17.30. Tarifnya 1 hari dengan fasilitas TV,AC,dobleSpringbed Rp. 120.000,- cukup murah karena hotel ada di tengah kota..., setelah beristirahat sejenak, cari makan di alun2 kota mojokerto... 
ES Oyen.... lumayan menyegarkan, Kemudian Sambel wader goreng..(nyarinya agak susah nic) yang konon katanya khas mojokerto sudah ada sejak jaman majapahit. 
Hari ke2 di mojokerto mengeksplor peninggalan 
majapahit.....halaman tersendiri....

Perjalanan Pulang, dengan rute yang berbeda. Dari Trowulan keluar dari penginapan jam 6.30. melalui jalur Trowulan-Jatirejo-Mojoagung, karena saat itu masih liburan jalan padat dengan Bis Surabaya yang lumayan ngebut. Setelah Mojoagung kemudian lewat Njombang ( jalan mulus, lebar dan lumayan sepi). 
setelah itu melewati Kertosono dan berhenti sebentar di alun-alun nganjukhttp://www.youtube.com/watch?v=l-LffL9tftM, pingin berfoto di alun2 nganjuk yang diabadikan dengan lagu yang terkenal itu...
Kemudian Caruban-Muneng-Karangjati-Padas, dan sebelum Ngawi berhenti sebentar untuk mengisi perut di area hutan jati....lumayan sejuk. setelah setengah jam berhenti, seperti mendapatkan energi baru perjalanan ku lanjutkan melalui widodaren-Mantingan, sempat berhenti untuk foto foto (lagi) di perbatasan Jatim Jateng.Selanjutnya Sragen-Masaran-Kebakkramat dan terakhir melintas di Solo.....
sampai dirimah jam 4.30 sore...
Perjalanan yang menyenangkan....Pingin ke sana lagi......

Candi Ngempon

Akhirnya, rasa penasaran atas sebuah tempat yang sebenarnya sering saya lewati saat pembinaan perpustakaan di desa pringsari kec. pringapus, tepatnya di desa Ngempon Kecamatan Bergas. Perjalanan lebih kurang 30 menit dari arah Ungaran ke arah Solo. Setibanya di pertigaan pasar karangjati, ambil arah kiri. Ikuti jalan yang relatif padat kendaraan, jalan yang macet karena disekitar  merupakan kawasan industri. Jadi saran saya hindari perjalanan pada saat jam pulang kerja, yaitu antara jam 4 sore sampe jam 6. 
Dari pertigaan pasar karangjati kurang lebih 1 km, pokoknya pelan2 saja. jalan masuk (pertigaan), sebelah kanan, akan ada petunjuk untuk masuk ke Candi Ngempon.  ikuti petunjuk itu....
Candi ini masih dikelola oleh masyarakat sekitar dengan harga tiket masuk Rp. 1000 rupiah (untuk 2 orang ), bayar pakir juga Rp. 1000.
Selain keberadaan Candi Ngempon, juga ada pemandian air panas yang sangat ramai pada malam minggu, juga ada fasilitas lain seperti flying fox, outbond dan penyuka arung jeram juga ada....
perlu bukti datang aja kesini!
Candi Ngempon, begitu masyarakat mengenal candi ini. ditemukan oleh seorang warga (pemilik tanah), Bapak Kasri pada Tahun 1957. pada saat itu, konon ketika Bapak Kasri mencangkul sawahnya, sering menemukan patung.  Karena mungkin ditemukan di desa Ngempon, nama candi ini Candi Ngempon, entah dulunya sejarahnya bagaimana. Sampai saat ini belum ada penelitian maupun usaha konservasi, begitupun perawatan masih kurang, bahkan  TIDAK ADA perhatian. Kalau dilihat di papan nama, Candi ini sudah masuk ke Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Prov. Jateng. padahal candi ini tentunya hasil peradaban bangsa kita yang indah.... bukti tingginya karya seni nenek moyang kita, tapi rasa menghargai belum ada.
ada 4 buah candi yang persis Candi Gedongsongo. Candi peninggalan hindu ini kadang masih digunakan untuk beribadah....

Jumat, 10 Desember 2010

Serat Nagri Ngurawan : Curiganata


Serat Nagri Ngurawan : Curiganata


Curiganata
(01)

Curiganata melihatnya, lalu mencemplungkan diri ke dalam pertempuran. Ia berjauang dengan tabag, betapapun sengit ia diserang oleh para wanita. Ia bermeditasi ditengah pertempuran. Para dewa bingung. Narada dikirim kepada Wasi itu. Pertapa itu menuntut supaya tentara Jenggala Manik dipulihkan, tuntutannya dipenuhi. Pertempuran dimulai lagi. Sang Wasi dihujani kembang dan wewangian, ia tidak tahan. Haripun malam.
Dengan tidak sabaar Raja Daha dan Raja Urawan menunggu kedatangan Jayakusuma di gunung. Setelah menakhlukkan Bali, Jayakusuma tetap tinggal di Bata-bang. Ia tidak segera datang oulang ke pulau Jawa. Karena Prasanta sakit. Dicarikan obat untuk orang sakit itu. Pangeran Urawan datang kepada Panji membawa sepucuk surat. Dengan lisan diceritakannya tentang keadaan di kedua istana dan bagaimana sifat musuh. Panji bersiap-siap untuk berangkat ke Urawan. Prasanta dibawa dalam tandu. Ratu Tawang-Gantungan keluar. Diperintahkannya utnuk menyerang Singasari saat itu. Balatentara berangkat.
Dalam pada itu Jayakusuma tiba di Urawan dengan balatentara yang besar. Raja menyambutnya dan orang bergembira karena mengenalinya sebagai putra mahkota kerajaan Jenggala Manik. Segera Panji berangkat menempuh musuh. Pertempuran diteruskan. Surengrana turutserta, ia naik keretanya bernama sagaruki. Pertempuran tambah seru, prajurit wanita mempergunakan berbagai kembang dan wewangian sebagai senjata. Kereta Surengrana hancur. Panji datang menolong. Tersebar desas-desus, bahwa Panji tertangkap oleh musuh. Canra Kirana menyerbu ke medan pertempuran, ia bertemu Panji yang membawanya kembali.
Pangeran-pangeran Jenggala Manik yang ditawan, dimasukkan dalam kurungan, tapi mereka diperlakukan dengan baik sekali. Panji ditempat kediamannya membicarakan dengan para istrinya betapa sukarnya menakhlukkan musuh. Ia ingin mendoa. Karena doanya keinderaan geger. Narada datang kepadanya, member nasehat supaya mengikutsertakan Prasanta dalam perang. Narada menghilang. Panji kembali kepada para istrinya dan memberitahukan kepada mereka kejadian tadi

 Serat selanjutnya : Prasanta sembuh kembali

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno

Sabtu, 13 November 2010

Kerajaan Kanjuruhan


Kerajaan Kanjuruhan
 

Kanjuruhan adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa timur, yang pusatnya berada di dekat Kota Malang sekarang. Kanjuruhan diduga telah berdiri pada abad ke-6 Masehi (masih sezaman dengan Kerajaan Taruma di sekitar Bekasi dan Bogor sekarang). Bukti tertulis mengenai kerajaan ini adalah Prasasti Dinoyo. Rajanya yang terkenal adalah Gajayana Peninggalan lainnya adalah Candi Badut dan Candi Wurung.
Jaman dahulu, ketika Pulau Jawa diperintah oleh raja-raja yang tersebar di daerah-daerah. Raja Purnawarman memerintah di Kerajaan Tarumanegara; Putri Sima memerintah di Kerajaan Holing; dan Raja Sanjaya memerintah di Kerajaan Mataram Kuna. Di Jawa Timur terdapat pula sebuah kerajaan yang aman dan makmur. Kerajaan itu berada di daerah Malang sekarang, di antara Sungai Brantas dan Sungai Metro, di dataran yang sekarang bernama Dinoyo, Merjosari, Tlogomas, dan Ketawanggede KecamatanLowokwaru. Kerajaan itu bernama Kanjuruhan.
Candi Badut
Bagaimana Kerajaan Kanjuruhan itu bisa berada dan berdiri di lembah antara Sungai Brantas dan Sungai Metro di lereng sebelah timur Gunung Kawi, yang jauh dari jalur perdagangan pantai atau laut? Kita tentunya ingat bahwa pedalaman Pulau Jawa terkenal dengan daerah agraris, dan di daerah agraris semacam itulah muncul pusat-pusat aktivitas kelompok masyarakat yang berkembang menjadi pusat pemerintahan. Rupa-rupanya sejak awal abad masehi, agama Hindu dan Budha yang menyebar di seluruh kepulauan Indonesia bagian barat dan tengah, pada sekitar abad ke VI dan VII M sampai pula di daerah pedalaman Jawa bagian timur, antara lain Malang. Karena Malang-lah kita mendapati bukti-bukti tertua tentang adanya aktivitas pemerintahan kerajaan yang bercorak Hindu di Jawa bagian timur.
Bukti itu adalah prasasti Dinoyo yang ditulis pada tahun 682 saka atau kalau dijadikan tahun masehi ditambah 78 tahun, sehingga bertepatan dengan tahun 760 M. Disebutkan seorang raja yang bernama Dewa Singha, memerintah keratonnya yang amat besar yang disucikan oleh api Sang Siwa. Raja Dewa Sinta mempunyai putra bernama Liswa, yang setelah memerintah menggantikan ayahnya menjadi raja bergelar Gajayana. Pada masa pemerintahan Raja Gajayana, Kerajaan Kanjuruhan berkembang pesat, baik pemerintahan, sosial, ekonomi maupun seni budayanya. Dengan sekalian para pembesar negeri dan segenap rakyatnya, Raja Gajayana membuat tempat suci pemujaan yang sangat bagus guna memuliakan Resi Agastya. Sang raja juga menyuruh membuat arca sang Resi Agastya dari batu hitam yang sangat elok, sebagai pengganti arca Resi Agastya yang dibuat dari kayu oleh nenek Raja Gajayana.
Dibawah pemerintahan Raja Gajayana, rakyat merasa aman dan terlindungi. Kekuasaan kerajaan meliputi daerah lereng timur dan barat Gunung Kawi. Ke utara hingga pesisir laut Jawa. Keamanan negeri terjamin. Tidak ada peperangan. Jarang terjadi pencurian dan perampokan, karena raja selalu bertindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian rakyat hidup aman, tenteram, dan terhindar dari malapetaka.

Raja Gajayana hanya mempunyai seorang putri, yang oleh ayah diberi nama Uttejana. Seorang putri kerajaan pewaris tahta Kerajaan Kanjuruhan. Ketika dewasa, ia dijodohkan dengan seorang pangeran dari Paradeh bernama Pangeran Jananiya. Akhirnya Pangeran Jananiya bersama Permaisuri Uttejana, memerintah kerajaan warisan ayahnya ketika sang Raja Gajayana mangkat. Seperti leluhur-leluhurnya, mereka berdua memerintah dengan penuh keadilan. Rakyat Kanjuruhan semakin mencintai rajanya Demikianlah, secara turun-temurun Kerajaan Kanjuruhan diperintah oleh raja-raja keturunan Raja Dewa Simha. Semua raja itu terkenal akan kebijaksanaannya, keadilan, serta kemurahan hatinya.
Pada sekitar tahun 847 Masehi, Kerajaan Mataram Kuna di Jawa Tengah diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan Dyah Saladu. Raja ini terkenal adil dan bijaksana. Dibawah pemerintahannyalah Kerajaan Mataram berkembang pesat, kekuasaannya sangat besar. Ia disegani oleh raja-raja lain diseluruh Pulau Jawa. Keinginan untuk memperluas wilayah Kerajaan Mataram Kuna selalu terlaksana, baik melalui penaklukan maupun persahabatan. Kerajaan Mataram Kuna terkenal di seluruh Nusantara, bahkan sampai ke mancanegara. Wilayahnya luas, kekuasaannya besar, tentaranya kuat, dan penduduknya sangat banyak.
Perluasan Kerajaan Mataram Kuna itu sampai pula ke Pulau Jawa bagian timur. Tidak ada bukti atau tanda bahwa terjadi penaklukan dengan peperangan antara Kerajaan Mataram Kuna dengan Kerajaan Kanjuruhan. Ketika Kerajaan Mataram Kuna diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan menyumbangkan sebuah bangunan candi perwara (pengiring) di komplek Candi Prambanan yang dibangun oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan tahun 856 M (dulu bernama “Siwa Greha”). Candi pengiring (perwara) itu ditempatkan pada deretan sebelah timur, tepatnya di sudut tenggara. Kegiatan pembangunan semacam itu merupakan suatu kebiasaan bagi raja-raja daerah kepada pemerintah pusat. Maksudnya agar hubungan kerajaan pusat dan kerajaan di daerah selalu terjalin dan bertambah erat.
Kerajaan Kanjuruhan saat itu praktis dibawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuna. Walaupun demikian Kerajaan Kanjuruhan tetap memerintah di daerahnya. Hanya setiap tahun harus melapor ke pemerintahan pusat. Di dalam struktur pemerintahan Kerajaan Mataram Kuna zaman Raja Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan lebih dikenal dengan sebutan Rakryan Kanuruhan, artinya “Penguasa daerah” di Kanuruhan. Kanuruhan sendiri rupa-rupanya perubahan bunyi dari Kanjuruhan. Karena sebagai raja daerah, maka kekuasaan seorang raja daerah tidak seluas ketika menjadi kerajaan yang berdiri sendiri seperti ketika didirikan oleh nenek moyangnya dulu. Kekuasaaan raja daerah di Kanuruhan dapat diketahui waktu itu adalah daerah lereng timur Gunung Kawi.
Kekuasaan Rakryan Kanjuruhan
Daerah kekuasaan Rakryan Kanuruhan watak Kanuruhan. Watak adalah suatu wilayah yang luas, yang membawahi berpuluh-puluh wanua (desa). Jadi mungkin daerah watak itu dapat ditentukan hampir sama setingkat kabupaten. Dengan demikian Watak Kanuruhan membawahi wanua-wanua (desa-desa) yang terhampar seluas lereng sebelah timur Gunung Kawi sampai lereng barat Pegunungan Tengger-Semeru ke selatan hingga pantai selatan Pulau Jawa.
Dari sekian data nama-nama desa (wanua) yang berada di wilayah (watak) Kanuruhan menurut sumber tertulis berupa prasasti yang ditemukan disekitar Malang adalah sebagai berikut :
1.      daerah Balingawan (sekarang Desa Mangliawan Kecamatan Pakis),
2.      daerah Turryan (sekarang Desa Turen Kecamatan Turen),
3.      daerah Tugaran (sekarang Dukuh Tegaron Kelurahan Lesanpuro),
4.      daerah Kabalon (sekarang Dukuh Kabalon Cemarakandang),
5.      daerah Panawijyan (sekarang Kelurahan Palowijen Kecamatan Blimbing),
6.      daerah Bunulrejo (yang dulu bukan bernama Desa Bunulrejo pada zaman Kerajaan Kanuruhan),
7.      dan daerah-daerah di sekitar Malang barat seperti : Wurandungan (sekarang Dukuh Kelandungan – Landungsari), Karuman, Merjosari, Dinoyo, Ketawanggede, yang di dalam beberapa prasasti disebut-sebut sebagai daerah tempat gugusan kahyangan (bangunan candi) di dalam wilayah/kota Kanuruhan.
Demikianlah daerah-daerah yang menjadi wilayah kekuasaan Rakryan Kanuruhan. Dapat dikatakan mulai dari daerah Landungsari (barat), Palowijen (utara), Pakis (timur), Turen (selatan). Keistimewaan pejabat Rakryan Kanuruhan ini disamping berkuasa di daerahnya sendiri, juga menduduki jabatan penting dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno sejak zaman Raja Balitung, yaitu sebagai pejabat yang mengurusi urusan administrasi kerajaan. Jabatan ini berlangsung sampai zaman Kerajaan Majapahit. Begitulah sekilas tentang Rakryan Kanuruhan. Penguasa di daerah tetapi dapat berperan di dalam struktur pemerintahan kerajaan pusat, yang tidak pernah dilakukan oleh pejabat (Rakyan) yang lainnya, dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno di masa lampau
 Prasasti Dinoyo
Prasasti Dinoyo merupakan peninggalan yang unik karena ditulis dalam huruf Jawa Kuno dan bukan huruf Pallawa sebagaimana prasasti sebelumnya. Keistimewaan lain adalah cara penulisan tahun berbentuk Condro Sangkala berbunyi Nayana Vasurasa (tahun 682 Saka) atau tahun 760 Masehi. Dalam Prasasti Dinoyo diceritakan masa keemasan Kerajaan Kanjuruhan.
 Di desa Dinoyo (barat laut Malang) diketemukan sebuah prasasti berangka tahun 760, berhuruf Kawi dan berbahasa Sanskerta, yang menceritakan bahwa dalam abad VIII ada kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan (sekarang desa Kejuron) dengan raja bernama Dewasimha dan berputra Limwa (saat menjadi pengganti ayahnya bernama Gajayana), yang mendirikan sebuah tempat pemujaan untuk dewa Agastya dan diresmikan tahun 760. Upacara peresmian dilakukan oleh para pendeta ahli Weda (agama Siwa). Bangunan kuno yang saat ini masih ada di desa Kejuron adalah Candi Badut, berlanggam Jawa Tengah, sebagian masih tegak dan terdapat lingga (mungkin lambang Agastya).
1.      Dalam Prasasti Dinoyo diceritakan masa keemasan Kerajaan Kanjuruhan sebagaimana berikut : 
2.      Ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raja yang sakti dan bijaksana dengan nama Dewasimha
3.      Setelah Raja meninggal digantikan oleh puteranya yang bernama Sang Liswa
4.      Sang Liswa terkenal dengan gelar Gajayana dan menjaga Istana besar bernama Kanjuruhan
5.      Sang Liswa memiliki puteri yang disebut sebagai Sang Uttiyana
6.      Raja Gajayana dicintai para brahmana dan rakyatnya karena membawa ketentraman diseluruh negeri
7.      Raja dan rakyatnya menyembah kepada yang mulia Sang Agastya
8.      Bersama Raja dan para pembesar negeri Sang Agastya (disebut Maharesi) menghilangkan penyakit
9.      Raja melihat Arca Agastya dari kayu Cendana milik nenek moyangnya
10.  Maka raja memerintahkan membuat Arca Agastya dari batu hitam yang elok