Sabtu, 11 September 2010

Kerajaan Tarumanegara


Kerajaan Tarumanegara
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu 

Kerajaan Tarumanegara diduga terletak di Bogor, Jawa Barat yang merupakan kerajaan Hindu tertua kedua di Indonesia. Dalam berita Cina, Tarumanegara disebut To-lomo. Berdirinya Kerajaan Tarumanegara diduga bersamaan dengan Kerajaan Kutai, yaitu pada abad ke-5 M.

Sumber Sejarah
Bila menilik dari catatan sejarah ataupun prasasti yang ada, tidak ada penjelasan atau catatan yang pasti mengenai siapakah yang pertama kalinya mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang pernah berkuasa dan sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi) sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang ditemukan. Empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
Kehidupan politik Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan tertua di Pulau Jawa yang dipengaruhi agama dan kebudayaan Hindu. Letaknya di Jawa Barat dan diperkirakan berdiri kurang lebih abad ke 5 M. Raja yang memerintah pada saat itu adalah Purnawarman. Ia memeluk agama Hindu dan menyembah Dewa Wisnu. 
Sumber sejarah mengenai Kerajaan Tarumanegara dapat diketahui dariprasasti-prasasti yang ditinggalkannya dan berita-berita Cina. Prasasti yang telah ditemukan sampai saat ini ada 7 buah. Berdasarkan prasasti inilah dapat diketahui bahwa kerajaan ini mendapat pengaruh kuat dari kebudayaan Hindu. Prasasti itu menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta
Prasasti Kebonkopi

Prasasti yang ditemukan
1.     Prasasti Kebonkopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea Bogor
Prasasti Tugu
2.   Prasati Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
Add caption
 3.      Prasasti Cindanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
4.      Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5.      Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6.      Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
7.      Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
Lahan tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.
Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan sebuah "kota pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh pedagang bambu untuk mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir.
Prasasti pada zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno, yang pada awalnya merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang mengacu pada model aksara Kamboja dengan beberapa cirinya yang masih melekat. Pada zaman ini, aksara tersebut belum mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah (lontar) abad ke-16
8.      Prasasti Pasir Muara, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada ditempat asalnya.
Dalam prasasti itu dituliskan :
ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda
Terjemahannya menurut Bosch:
Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.
 Karena angka tahunnya bercorak "sangkala" yang mengikuti ketentuan "angkanam vamato gatih" (angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.
Prasasti Ciaruteun, Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Ci Aruteun, seratus meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane; namun pada tahun 1981 diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sansekerta. Isinya adalah puisi empat baris, yang berbunyi:
vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam
Terjemahannya menurut Vogel:
Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.

Selain itu, ada pula gambar sepasang "pandatala" (jejak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan,  fungsinya seperti "tanda tangan" pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman terdapat nama "Rajamandala" (raja daerah) Pasir Muhara.
10.  Prasasti Telapak Gajah
Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:
jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam
Terjemahannya:
Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.

Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan penguasa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah.
Demikian pula mahkota yang dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah.
Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya.


Kehidupan Sosial-Ekonomi
Kehidupan perekonomian masyarakat Tarumanegara adalah pertanian dan peternakan. Hal ini dapat diketahui
dari isi Prasasti Tugu yakni tentang pembangunan atau penggalian Saluran Gomati yang panjangnya 6112 tombak (12 km) dan selesai dikerjakan dalam waktu 21 hari. Selesai penggalian, Raja Purnawarmanmengadakan
selamatan dengan memberikan hadiah 1.000 ekor sapi kepada para brahmana.
Pembangunanitu mempunyai arti ekonomis bagi rakyat karena dapat dipergunakan sebagai sarana pengairan dan pencegahan banjir. Dengan demikian, rakyat akan hidup makmur, aman dan sejahtera. Di samping Saluran Gomati, dalam Prasasti Tugu juga disebutkan adanya penggalian Saluran Candrabhaga.




Ukiran kepala gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf ikal" yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra (matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera Taruma dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota Purnawarman dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya dengan lukisan yang terdapat pada prasasti Ciaruteun.
11.  Prasasti Jambu
Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka.
Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris:
shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.
Terjemahannya menurut Vogel:
Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.
12.  Sumber berita dari luar negeri
Sumber-sumber dari luar negeri semuanya berasal dari berita Tiongkok.
Berita Fa Hien, tahun 414M dalam bukunya yang berjudul Fa Kao Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti ("Jawadwipa") hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan "beragama kotor" (maksudnya animisme). Ye Po Ti selama ini sering dianggap sebutan Fa Hien untuk Jawadwipa, tetapi ada pendapat lain yang mengajukan bahwa Ye-Po-Ti adalah Way Seputih di Lampung, di daerah aliran way seputih (sungai seputih) ini ditemukan bukti-bukti peninggalan kerajaan kuno berupa punden berundak dan lain-lain yang sekarang terletak di taman purbakala Pugung Raharjo, meskipun saat ini Pugung Raharjo terletak puluhan kilometer dari pantai tetapi tidak jauh dari situs tersebut ditemukan batu-batu karang yg menunjukan daerah tersebut dulu adalah daerah pantai persis penuturan Fa hie.
13.  Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To-lo-mo ("Taruma") yang terletak di sebelah selatan.
14.  Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusan dari To-lo-mo.
Dari tiga berita di atas, disimpulkan bahwa istilah To-Lo-Mo secara fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara. Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat diketahui beberapa aspek kehidupan tentang Taruma. Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Punawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hapir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.

Kepurbakalaan Masa Tarumanagara
Candi Jiwa di situs Percandian Batujaya

No.
Nama Situs
Artepak
Keterangan
1
Kampung Muara
Menhir (3)
Batu dakon (2)
Arca batu tidak berkepala
Struktur Batu kali
Kuburan (tua)
2
Ciampea
Arca gajah (batu)
Rusak berat
3
Gunung Cibodas
Arca
Terbuat dari batu kapur
3 arca duduk
arca raksasa
arca (?)
Fragmen
Arca dewa
Arca dwarapala
Arca brahma
Duduk diatas angsa
(Wahana Hamsa)
dilengkapi padmasana
Arca (berdiri)
Fragmen kaki dan lapik
(Kartikeya?)
Arca singa (perunggu)
Mus.Nas.no.771
4
Tanjung Barat
Arca siwa (duduk) perunggu
Mus.Nas.no.514a
5
Tanjungpriok
Arca Durga-Kali Batu granit
Mus.Nas. no.296a
6
Tidak diketahui
Arca Rajaresi
Mus.Nas.no.6363
7
Cilincing
sejumlah besar pecahan
settlement pattern
8
Buni
perhiasan emas dalam periuk
settlement pattern
Tempayan
Beliung
Logam perunggu
Logam besi
Gelang kaca
Manik-manik batu dan kaca
Tulang belulang manusia
Sejumlah besar gerabah bentuk wadah
9
Batujaya (karawang)
Unur (hunyur) sruktur bata
Percandian
Segaran I
Segaran II
Segaran III
Segaran IV
Segaran V
Segaran VI
Talagajaya I
Talagajaya II
Talagajaya III
Talagajaya IV
Talagajaya V
Talagajaya VI
Talagajaya VII
10
Cibuaya
Arca Wisnu I
Arca Wisnu II
Arca Wisnu III
Lmah Duwur Wadon
Candi I
Lmah Duwur Lanang
Candi II
Pipisan batu

Candi Jiwa di Batujaya

Kehidupan Kebudayaan
Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf pada prasasti-prasasti yang ditemukan sebagai bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara maka dapat diketahui bahwa kehidupan kebudayaan masyarakat pada masa itu sudah tinggi.

15.  Naskah Wangsakerta
Penjelasan tentang Tarumanagara cukup jelas di Naskah Wangsakerta. Sayangnya, naskah ini mengundang polemik dan banyak pakar sejarah yang meragukan naskah-naskah ini bisa dijadikan rujukan sejarah. Pada Naskah Wangsakerta dari Cirebon itu, Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga. Maharaja Purnawarman adalah raja Tarumanagara yang ketiga (395-434 M). Ia membangun ibukota kerajaan baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai. Dinamainya kota itu Sundapura--pertama kalinya nama "Sunda" digunakan.
Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu dibuat tahun 536 M. Dalam tahun tersebut yang menjadi penguasa Tarumanagara adalah Suryawarman (535 - 561 M) Raja Tarumanagara ke-7. Pustaka Jawadwipa, parwa I, sarga 1 (halaman 80 dan 81) memberikan keterangan bahwa dalam masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman, banyak penguasa daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas daerahnya sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap Tarumanagara. Ditinjau dari segi ini, maka Suryawarman melakukan hal yang sama sebagai lanjutan politik ayahnya.
Rakeyan Juru Pengambat yang tersurat dalam prasasti Pasir Muara mungkin sekali seorang pejabat tinggi Tarumanagara yang sebelumnya menjadi wakil raja sebagai pimpinan pemerintahan di daerah tersebut. Yang belum jelas adalah mengapa prasasti mengenai pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu terdapat di sana? Apakah daerah itu merupakan pusat Kerajaan Sunda atau hanya sebuah tempat penting yang termasuk kawasan Kerajaan Sunda.

Baik sumber-sumber prasasti maupun sumber-sumber Cirebon memberikan keterangan bahwa Purnawarman berhasil menundukkan musuh-musuhnya. Prasasti Munjul di Pandeglang menunjukkan bahwa wilayah kekuasaannya mencakup pula pantai Selat Sunda. Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbolinggo) di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.
Kehadiran Prasasti Purnawarman di Pasir Muara, yang memberitakan Raja Sunda dalam tahun 536 M, merupakan gejala bahwa Ibukota Sundapura telah berubah status menjadi sebuah kerajaan daerah. Hal ini berarti, pusat pemerintahan Tarumanagara telah bergeser ke tempat lain. Contoh serupa dapat dilihat dari kedudukaan Rajatapura atau Salakanagara (kota Perak), yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).
Ketika pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara, maka Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada.
Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Putera tokoh Manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.
Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya, yaitu Tarusbawa.
Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa, karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.

Raja-raja Tarumanagara menurut Naskah Wangsakerta

Raja-raja Tarumanegara
No
Raja
Masa pemerintahan
1
Jayasingawarman
358-382
2
Dharmayawarman
382-395
3
Purnawarman
395-434
4
Wisnuwarman
434-455
5
Indrawarman
455-515
6
Candrawarman
515-535
7
Suryawarman
535-561
8
Kertawarman
561-628
9
Sudhawarman
628-639
10
Hariwangsawarman
639-640
11
Nagajayawarman
640-666
12
Linggawarman
666-669



Serat Pulo Kencana : Angron Akung


Angron Akung
(03)

Panji mengembara bersama garwa-paminggir-nya (selirnya). Diikuti oleh para Kadejan. Sebabnya mengembara ialah karena putri mamenang tatkala masih kecil hilang dari keraton. Panji bersama pengiringnya kini bekerja pada Raja Urawan, dengan memakai nama lain.
Selama pengembaraannya ia selalu menang dalam pertempuran, lagi pula ia amat pandai dalam seni percintaan. Karena itu ia amat disayangi oleh raja, tempat ia mengabdi saat ini.
Kini Panji sudah dua bulan di Wengker, pada orangtua kekasihnya yang remaja, bernama Anawang-Resmi, yang ayahnya adalah demung di Wengker (menurut perkiraan letaknya di dekat Urawan). Pada  suatu hari ia pergi bertaruh di gelanggang suatu adu ayam. Sekembalinya dirumah, jumlah uang yang dimenangkan diberikan kepada istrinya, yang menyuruh terima uang itu oleh pelayan-pelayannya. Panji dan kekasihnya pergi bersantap, kemudian masuk ke tempat tidur. Adegan kamar. Tapi selama berkasih-kasihan Nawang-resmi merasa hatinya tidak tenteram, karena ia sudah mendapat seorang saingan. Yaitu, Panji yang sudah kawin dengan putri Raja Urawan, yang jelita sebagai hadiah, sebagai hadiah kepahlawanannya, perkawinan mereka dirayakan dengan gemilang. Lagipula ia bersama istrinya yang baru Panji mendapat tempat dalam keraton, yang dihiasi demikian indah, hingga seolah-oleh merupakan tempat kediaman Kama, dewa cinta. Tapi sekalipun demikian, ia senantiasa teringat kepada Nawang-resmi, dengan siapa ia sudah banyak mengalami kesukaran hidup.
Panji pergi berjalan-jalan dalam taman-kejadian ini dianggap dalam keraton-keraton untuk memetik bunga- malam hari ia dating kepada istrinya yang baru. Tatkala ia melihatnya, ia makin teringat kepada Nawang-resmi, tapi perasaannya disembunyikan supaya jangan kelihatan. Ketika itu hadir pula para sentana dalem. Kepada seorang bujang bernama Sanguwujung, Panji menyuruh ambilkan gerong, ditabuhlah bunyi-bunyian dan orang menembang. Mesa-talit mengatakan sesuatu tentang lagu yang dimainkan, sambil menyindir orang yang tinggal di Wengker dalam keadaan yang menyedihkan. Pun Sangu-wujung mengatakan sesuatu, yang mengiris hati Panji. Setelah larut malam. Panji masuk tempat tidur bersama istrinya. Adegan dalam kamar. Esok paginya minta izin pergi ke Gegelang adu ayam. Ia baru akan kembali dua hari lagi. Sang putri dengan sangat meminta kepada Panji, supaya Nawang-resmi dibawa ke keraton Urawan. Sebab ia merasa seolah-olah satu dengannya. Panji keluar dan mendapatinya kadegan-kadegan : kebo-pater, Mesa-tatit, dan Kebo-gerah sudah bersiap. Kemudian ia berangkat, menaiki seeekor gajah dan diiringi oleh raja-rajanya. Dalam perjalanan Tatit bercerita, berdasarkan berita-berita Sangu-wujung yang pergi ke Wengker. Beberapa hal mengenai Nawang-resmi yang keadaanya menyedihkan. Panji perih hatinya.
Nawang-resmi menghibur dengan berjalan-jalan dalam taman, diiringi oleh pelajaran-pelajarannya, bernama Turun-sih dan Tiksnarsa. Taman digambarkan – singkat dan menarik – Nawang-resmi bersedih hati duduk diatas batu. Turun-sih mencoba menghiburnya, bahkan mengatakan, bahwa ia bisa mendapatkan seseorang yang lebih dari Panji dalam segala hal, untuk tuannya. Bukanlah Panji hanya menyedihkan hatinya? Memang Nawang-resmi amat sedih hatinya ditinggalkan oleh Panji. Namun karena kesedihannya, ia bertambah cantik kelihatannya.
Panji yang diberitahu, bahwa kekasihnya di dalam taman, turun dari gajahnya dan segera pergi kepadanya. Orang-orang berjaga-jaga dengan mengelilingi taman. Panji mendatangi kekasihnya, member salam, dan menghiburnya dengan kata-kata yang manis. Nawang-resmi tidak mau dihiburdan selalu menjauh bila didekati. Dengan air mata berlinang dengan jelas ditunjukkannya kebenciannya kepada Panji, terutama karena badannya masih membawa bau yang asing kepadanya. Panji mohon aampun. Diambilnya beberapa Kalpika dari jarinya dan dipakaikannya pada jari-jari Nawang-resmi, tapi ia tetap marah. Panji kehilangan akal. Setelah hari petang suruhnya Nawang-resmi pulang, tapi ia terus menolak. Tiksna-arsa membujuknya supaya mengikuti panji pulang ke rumah, tapi Turun-sih berkata sambil merajuk “Jangan sekali-kali pulang kerumah, bermalam saja disini”, apa perempuan seperti itu?! Ya, dulu (dia istri tuan satu-satunya), tapi saat ini ia tidak lebih dari barang pengganti”.
Panji, “Aduhai, perempuan itu sudah marah pula”.
Turun-sih menjawab dengan kasar, “Dengan pria seperti itu, aku tidak mau, aku tidak akan pernah mau kawin”. Dalam pada itu, Panji-sepanjang yang pantas baginya- berlucu-lucu. Kemudian merekapun pulang kerumah. Seteiap kali Panji berusaha berjalan berpegangan tangan, Nawang-resmi menarik kembali tangannya dengan keras, air matanya terus mengalir membasahi pipinya, ia berjalan ogah-ogahan pulang kerumah. Hari senja digambarkan taman waktu matahari terbenam (singkat dan amat menarik). Sampai dirumah, demung menjanjikan sekedar makanan. Malam hari merek  tidur. Di dalam kamar, Panji terus juga menghibur Nawangresmi, tapi semua itu sia-sia. Panji glisah di tempat tidurnya, tapi ia tidak berhasil. Esok paginya Panji berkata, bahwa Nawang-resmi terkejut. Perpisahan sedih Nawang-resmi dengan orang tuanya. Nawang-remi ikut suaminya ke keraton, naik gajah. Diambilnya jalan memutar, perjalanan diteruskan melalui pemandangan alam yang indah. Orang yang melihat mereka lewat, berkata, “oh” itulah Panji dengan istrinya yang pertama” (syair 164). Perjalanan berkali-kali dihentikan, mereka istirahat di tempat yang bagus. Pada suatu ketika Nawang-remsi berkata, “Kalau aku mati, barulah orarng tau siapa aku sebenarnya” (syair 183). Panji berada dekat kolam dalam tamansari dis uatu tempat yang keramat bersama kekasihnya yang masih juga menunjukkan kemarahannya kepadanya.
Di luar para pengikutnya Panji diserang oleh para perampok (atau) penduduk menantang para tamu untuk bertempur (pura-pura): mereka bertempur dengan hebat-tidak begitu jelas hubungannya- dan Panjipun turut serta. Kemudian mereka meneruskan perjalanan, tapi perlahan-lahan. Pada tempat yang indah mereka berhenti. Tiap percobaan Panji untuk menghibur istrinya tidak berhasil. Akhirnya mereka sampai di keraton, Nawang-resmi di tempatkan di Jungut,yang tentu saja tidak begitu indah seperti kediaman sang putri, ini menambah besar kesedihan Nawang-resmi.
Kini diceritakan sang puteri, dikediamannya ia sedang mengajari dayang-dayangnya main gamelan. Panji pergi kepadanya, tapi tinggal berdiri sebentar di depan pintu, pikirannya masih tetap pada Nawang-resmi. Setelah masuk ia member salam, kepada isterinya yang muda, sang puteri, mereka berkasih-kasihan, Panji memberitahukan, bahwa Nawang-resmi kini sudah tinggal di Jungut. Di sini ia lebih bersedih hati dari dahulu.
Seorang pesuruh dikirim untuk membawa Nawang-resmi kepada sang puteri. Ia berpura-pura letih, tapi atas desakan pesuruh, ia dengan amat segan pergi juga kepada sang puteri. Sang puteri menyambutnya dengan ramah, tapi nawang-resmi tetap dingin saja.
Penung-wujung dating kepada Panji mengembalikan kalpika-cincin yang katanya baru selesai diperbaikipada seorang tukang mas-sebenarnya kalpika-kalpika itu ialah yang dipakaikan Panji pada jari-jari Nawang-resmi. Panji menerima kalpika-kalpika itu dengan senyum. Permainan gamelan diteruskan. Sang puteri nampaknya girang. Nawang-resmi tambah tidak senang. Waktu hari-hari sudah siang mereka berpisah.
Panji membawa kalpika-kalpika dan pergi ke Nawang-resmi, yang kini berada di taman, Panji terus menghiburnya, kalpika-kalpika itu dipakainya lagi sebagai tanda ia menyerah. Dimintanya supaya kekasihnya jangan lagi bersedih hati. “Dia bukan bersedih karena tuan, tapi dia mengharap segera mendapatkan susur kepada Turun-sih. Malam hari mereka masuk ke tempat tidur. Esok paginya Panji bangun. Nawang-resmi mengetahui ini, tapi ia terus tidur-tiduran. Setelah Panji selesai berdandan, ia keluar dan mendapati kedeyan-sentana dalem sudah berkumpul. Tidak lama kemudian datang seorang pesuruh raja untuk memanggilnya kekeraton. Kedua istrinya harus turut serta. Panji pergi ke Nawang-resmi mengatakan, bahwa ia harus ikut ke keraton Tapi Nawang tetap menolak, katanya sakit kepala. Meskipun berkali-kali didesak, dia tetap menolak.
Dalam pada itu sang putri sudah selesai. Dan Panji berangkat bersamanya ke keraton, dinana Raja sudah menungu diluar, dikelilingi oleh para pengiringnya, antara lain puteranya, Mesakartika. Tatkala ditanyakan, mengapa istrinya Nawang-resmi tidak ikut serta, Panji menjawab bahwa ia minta dimaafkan tak dapat dating karena sakit kepala. Saat ini diedarkan minuman, musik gamelan ditabuh dan orangmenembang berganti-ganti. Larut malam orang pulang kerumah, setelah banyak minum-minum. Akrena terlalu banyak minum, sang puteri segera masuk ke tempat tidur.
Panji terus pergi ke Nawang-resmi, tapi dia tidak mau juga dihibur. Panji keluar dan tidur diluar malam itu. Pagi-pagi datang seorang pesuruh Panji dari Panaraga untuk mempersembahkan sebuah keris (syair 361). Senjata ini adalah taruhan utama, yang dimenangkan oleh Panji dalam perkelahian ayam. Keris itu diterima dan dibawa kedalam. Tatkala Panji tidak ada dan Nawang-resmi tinggal seorang diri, ia menikam diri dengan keris itu. Apabila Panji tiba pada istrinya yang sedang sekarat, ia menangis. Tatkala mendengar, Nawang-resmi bunuh diri, Raja bersama pengiringnya datang kepada panji. Orang masih mengharap dapat menolongnya.tapi ia meninggal tidak lama kemudian. Setelah meninggalnya barulah diketahui, bahwa ia adalah puteri mahkota Kadiri, yang tatkala ia masih kecil ditemukan oleh demung Wengker dan diangkat sebagai anak. Panji memangku mayatnya dan jatuh pingsan. Apabila ia siuman kembali, mayat itu lenyap tak meninggalkan jejak (syair 447). Panji tambah sedih hatinya. Semua orang berduka cita. Kini, memulai pengembaraannya –tapi ia tidak naik kapal- disertai oleh sentana dalem-sentana dalemnya, puteri Urawan tidak dibawanya serta.
Di mamenang ada kabar angin, bahwa puteri sudah kembali. Banyak para pangeran meminangnya, antara lain Pangeran Mataun, Sekar-yene (kembang kuning) dan Madenda. Pangeran-pangeran ini akan mengadakan perkelahian satu lawan satu antara mereka di Mamenang. Dalam pada itu, Panji tiba di tempat mereka akan berkelahi. Ia dilihat oleh putera mahkota Kadiri (Mamenang), yang amat akrab bersahabat dengannya, tatkala mereka berdua mengabdi pada raja Urawan. Tapi putera mahkota itu tdak mengenal kakaknya waktui itu, tapi ia tahu, bahwa Panji ketika itu kawin dengan anak demung di Wengker dan kemudiankawin dengan Putri Urawan. Sambil pergi, Panji menyuruh orang menanyakan, bila perkelahian diadakan. Dapat jawaban, “Masih ditunggu kedatangan Putera Mahkota Kuripan (Panji), dia belum ada”. Disini ia berlaku seperti orang gila.
Tibalah hari perkelahian.panji hendak ikut berkelahi untuk mencari kematian. Raja Mamenang muncul dengan pengiring. Pun sang puteri keluar. Perkelahian akan dimulai dengan pimpinan putera mahkota. Perkelahian seru. Panji sampai di gelanggang diserta selirnya, Ken Turun-sih dan para sentana-dalemnya. Karena caranya berkelahi, Panji sangat menarik perhatian orang banyak. Ia selalu menang. Apabila perkelahian dihentikan, putera mahkota Kadiri, Wiranatarja, mendatangi panji, mereka bertemu, lalu mengingat-ingat pengalaman mereka selama mereka tinggal di Urawan. Kemudian Panji diperkenalkan kepada raja. Di mana orang-orang bicara tentang kebagusan dan keberaniannya. Akhirnya Panji pulang ke pesanggrahannya. Puteri Kadiri pun melihatnya.  Dia sudah melihat bahwa suaminya, setelah berpisah dengannya, lebih suka mati danhidup malang. Ia merasa kasihan kepadanya dan teringat pengalaman-pengalamannya dulu di Wengker. Untuk menghibur hati ia minta orang membacakan cerita. Kudasrenggara di tempat kediamannya. Apabila Panji sudah yakin, bahwa isterinya Nawang-resmi sudah hidup kembali dan menjadi puteri Mamenang, diutusnya, selirnya untuk memberikan kalpika-kalpika kepadanya. Turun-sih minta supaya mereka cepat berkumpul kembali. Tapi sang puteri masih ogah juga.
Wiranatarja bersama pangeran Jagaraga berkunjung kepada Panji (syair 747), mereka mengenangkan peristiwa-peristiwa lama.esok paginya perkelahian akan diteruskan, tanpa adegan peralihan, pemandangan dipindahkan ke keraton (Syair757). Dalam perkelahian itu Panji harus mengambil tempat disebelah utara gelanggang, dibantu oleh Wiranatarja, yang menyebut Panji “jaji” (adik). Kemudian mereka bubar, sampai diluar, Panji bertemu dengan saudaranya, Pangeran Kuripan, yang mengatakan kepadanya, bahwa raja Kuripan sangat mengharapkan kedatangannya, tapi Panji belum mau pulang ke rumah (syair 767).
Turun-sih menyampaikan kepada panji hasil perutusannya. Sang puteri menghendaki supaya Panji kembali ke Jenggala Manik dan dari sana sekali lagi memajukan lamaran secara resmi. Panji tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan dia diam saja.
Wiranatarja ingin sekali kakaknya kawin dengan Panji. Ia mengunjungi dan membicarakan hal ini secara samar-samar. Dimintanya kakaknya supaya ikut sekali lagi, untuk menghadiri perkelahian yang akan diadakan kedua kalinya. Puteri berjanji akan pergi. Tapi lebih lucu ia datang ke suatu tempat keramat, dimana Panji sudah datang sebelumnya. Di tempat itu bertemulah panji dengan kekasihnya, tapi hanya dari jauh. Kemudian mereka pergi ke medan perkelahian, dimana orang ramai menabuh musik gamelan. Perkelahian dimulai lagi.
Pangeran Kembang-kuning mempunyai seorang adik perempuan yang bernama Puspitarsa. Pada saat kakaknya hendak berangkat ia menahannya, karena anak buah kakaknya itu sudah dihalau kacau oleh musuh.ia bermimpi jelek tentangnya. Rasanya kakaknya itu belajar di laut, kemudian terbenam dalam gelombang. Tapi pangeran itu meneruskan kehendaknya. Ia berhadap-hadapan dengan panji. Putri Kadiri melhat hal ini dan ia menjadi gugup, sebab kedua pahlawanitu sama elok, sama berani dan sama cekatan. Karena itu ia menyingkir ke taman (syair 853). Setelah perkelahian yang seru, Pangeran Kembang-kuning tewas ditangan Panji, apabila ia menoleh, dilihat oleh Panji, bahwa kekasihnya tidak ada ditempatnya lagi. Ia bertanya kepada Turun-sih, kemana perginya. Turun-sih menjawab, “ke taman”. Panji pergi diam-diam dan menuju ke taman, dimana ia menemukan kekasihnya. Setelah bercakap-cakap, puteri itu mengemukakan syarat yang sama : Panji harus menyuntingnya dengan resmi. Atas permintaan Bayan, Panji meninggalkan taman. Setelah sesampainya diluar didapatnya, anak buahnya sudah menunggu.
Persahabatan Panji dengan Wiranatarja tambah akrab. Wiranatarja minta supaya Panji dating berkunjungkepadanya. Panji dating. Mereka makan-makan dan minum-minum di kediaman Wiranatarja. Perjamuan itu belum lagi selesai, maka dating seorang pesuruh dari keraton untuk menyampaikan panggilan atas putera mahkota dan Panji. Raja berkenalan lebih rapat dengan Panji. Banyak yang diceritakan Wiranatarja tentang Panji kepada raja, yaitu tatkala mereka bersama-sama di Bauwarna (nama lain dari Urawan). Apabila raja melihat panji, jelas-jelas, ia pun mengenalinya sebagai putera mahkota Kuripan. Tapi ia tak dapat percaya (syair954). Kemudian mereka berpisah.
Setibanya di kediamannya, Panji mendapat kunjungan saudaranya, Wanasari (Brajadenta, tapi disini dia juga bernama Nila-Prabangsa) saudaranya itu menyalahkan Panji, karena tidak mau pulang kerumah, sedangkan disini ia berlaku sebagai orang gila. Selanjutnya Brajadenta akan mengusahakan dan menuntut sang Puteri bagi Panji. Panji menceritakan kepada saudaranya, bahwa sang puteri itu sebenarnya adalah isterinya. “Nah apalagi kalau begitu”, kata Brajadenta. “Besok aku pergi menghadap raja” (syair 989).
Raja duduk bersama permaisurinya. Kanjeng sinuhun bercwrita kepada permaisurinya tentang Panji. Rupanya tak beda denga rupa raja Keling, tapi aku belum yakin”. Ujar raja yang ingin mengambil Panji sebagai menantu. Kemudian muncul Brajadenta di gerbang keraton. Kepada penjaga ia bertanya “mana Pamanku raja?”. Penjaga menjawab, “Kanjeng Sinuhun masih diluar”. Berkata Brajadenta, “Jika demikian aku masuk” (syair 1000).


Serat selanjutnya : Brajadenta


Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan